Pembentukan Partai Politik Lokal di Nanggroe Aceh Darussalam.

terkait dengan kedudukan partai politik sebagai salah satu penghuni sistem politik. Sistem politik sendiri menurut pendekatan Fungsional Estonian terdiri dari dua sub sistem yaitu, infrastruktur politik dan suprastruktur politik. Dalam pengertian sederhana, infrastruktur politik merupakan suasana kehidupan politik di tingkat masyarakat yang mencerminkan dinamika organisasi sosial politik di luar pemerintahan. Sementara suprastruktur politik merupakan suasana kehidupan politik di dalam pemerintahan dan berkaitan dengan peran dan fungsi lembaga- lembaga pemerintahan.

2.2.1. Pembentukan Partai Politik Lokal di Nanggroe Aceh Darussalam.

Kehadiran partai politik lokal dalam proses politik membuat sistem politik di Aceh unik, dalam arti berbeda dengan daerah-daerah lain. Keunikan sistem politik ini bisa terwujud karena adanya pembagian kekuasaan antara Pemerintah Jakarta dengan Aceh yang dituangkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh. Keunikan sistem politik ini memberi dua keuntungan kepada Aceh dan Indonesia. Pertama, Partai politik lokal Partai politik akan menjadi alat untuk mendekatkan jarak ideologis antara pemerintah dan GAM. partai lokal yang bertanding dalam sistem politik Indonesia harus tunduk di bawah aturan main seperti undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada, apapun ideologi politiknya. Secara tidak langsung terjadi reintegrasi sistemik, di mana partai lokal akan terikat dengan realitas bahwa mereka tidak bisa melepaskan diri dari kerangka sistem politik yang sedang berlaku, yaitu sistem politik Indonesia. Di negara-negara yang penuh dengan konflik politik separatisme yang mengusung ideologi nasionalisme, partai politik lokal merupakan jalan keluar dalam rangka Universitas Sumatera Utara memperkuat otonomi politik daerah dan mengikat daerah tersebut dalam sistem politik nasional. Keuntungan kedua, lokalitas partai lokal berfungsi untuk mendekatkan jarak kepentingan antara para pemilih dengan partai politik yang mewakili masyarakat dalam pemerintahan. Selama ini partai politik nasional seperti hidup dalam kedekatan imajiner dengan para konstituens di akar rumput. Elit partai baik di level nasional maupun level lokal hanya menjadi juru bicara bagi dirinya sendiri dan tidak membawa kepentingan rakyat secara aspiratif. Publik lebih mengenal partai politik nasional dan tokoh-tokohnya karena konflik internal atau skandal, bukan karena program partai yang mencerdaskan, menyejahterakan dan mencerahkan. Dalam pendirian partai politik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pertama, Asas partai politik lokal tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, Partai politik lokal dapat mencantumkan ciri tertentu yang mencerminkan aspirasi, agama, adat istiadat, dan filosofi kehidupan masyarakat Aceh. Sementara tujuan umum partai politik lokal sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh pasal 78 yang berbunyi: “ mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945; mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan Pancasila dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Aceh”. Meskipun demikian, MoU Helsinki mencantumkan klausul tentang kebebasan menentukan tujuan Partai lokal, maka ini sungguh merupakan satu Universitas Sumatera Utara kemajuan politik di Aceh. Dalam realitasnya, MoU Helsinki sama sekali tidak mengatur soal kebebasan menentukan tujuan Partai lokal di Aceh. Tujuan Partai lokal mesti mengacu kepada jiwa UUD-1945 dan ketentuan Undang-Undang Pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2007.

2.2.2. Dasar Hukum Pendirian Partai Politik Lokal