Merantau ke Jakarta dan Pengalaman sebagai Penjahat (1975-1991)

4.2.2 Merantau ke Jakarta dan Pengalaman sebagai Penjahat (1975-1991)

Setibanya di Jakarta, dengan menaiki kapal laut, ia masih berharap bahwa tujuannya merubah nasib hidupnya akan terwujud. Ia berharap akan dapat meningkatkan perekonomian diri dan keluarganya di ibukota Jakarta ini. Namun cerita dan garisan hidupnya berkata lain. Ia tidak bekerja sesuai dengan harapan dan hati nuraninya.

Setelah kurang lebih 7 bulan ia mencari rumah pamannya, dan menemukannya ternyata pamannya tidak mengakuinya sebagai kemenakan. Malah menistakannya, begitu juga adiknya yang ikut dengan pamannya ini. Ia tercampakkan secara keluarga dan merasa kecewa.

Di tengah kekecewaan yang mendalam, ia bertemu kenalannya di simpang jalan yang berpenampilan parlente (istilah anak-anak Medan untuk orang yang berpenampilan keren ala orang kaya). Temannya ini baru saja menjambret. Mendengar cerita temannya, ia tertarik. Akhirnya, ia menjual celana kesayangannya demi sebuah pisau. Dengan pisau itulah ia mulai menjambret dan pengalaman pertamanya berhasil.

Di ibukota Jakarta ini ia bekerja sebagai bos perampok, bandar judi, dan kegiatan dunia hitam lainnya. Hal ini diungkapkannya kepada penulis dalam wawancara di Bogor, 12 Desember 2015 lalu.

Setelah itu, saya hengkang, mengembara ke Jakarta dengan menumpang KM Bogowonto. Saya hanya mempunvai uang seribu rupiah. Tujuan utama saya ke Jakarta mencari alamat paman saya yang pernah menyayangi saya. Berbulan-bulan saya hidup menggelandang mencari alamat paman. Waktu itu alamat yang saya ingat hanyalah daerah Mangga Besar. Dengan susah payah, akhirnya saya temukan alamat paman. Sungguh tak saya sangka, paman yang dulu menyayangi saya, ternyata mengusir saya. Hilang sudah harapan saya untuk memperbaiki masa depan. Tekad saya sudah bulat. Tak ada orang yang mau membantu saya untuk hidup secara wajar. Mulailah saya menjadi penjahat kecil-kecilan. Kejahatan pertama yang saya lakukan adalah menjambret tas dan perhiasan nenek-nenek yang akan melakukan sembahyang di klenteng.

Mulai saat itu kehidupan Kok Lien berubah. Ia sudah memilih kejahatan sebagai profesi. Kemudian setelah itu, senjatanya tidak hanya sekedar pisau, tetapi lebih jauh meningkat dengan memiliki pistol, yang ia beli dalam “pasar gelap.” Ia pun terkenal sebagai penjahat kelas kakap, berkat kawasan dan kualitas kejahatan yang dimilikinya. Ia adalah salah seorang penjahat yang paling dicari di Jakarta dengan nama Anton Medan.

Rekam jejaknya yang cukup panjang di dunia hitam, membuat Anton Medan sudah terbiasa merasakan hidup dari balik bui sejak dekade 1970-an ini. Menurut penjelasan beliau dalam wawancara dengan penulis, sepanjang hidupnya, Anton Medan mengaku sudah 14 kali keluar dan masuk penjara, karena kejahatan- kejahatan yang dilakukannya. Beliau telah akrab dengan kehidupan “hotel prodeo" (nama lain dari lapas, lembaga pemasyarakatan, penjara), yang membuatnya mengetahui seluk-beluk sosial dan kehidupan lapas tersebut. Anton Medan membandingkan perbedaan penjara di masa sebelum reformasi dengan masa kini. Menurutnya, penjara di masa kini (Era Reformasi) sudah jauh lebih baik, dibandingkan dengan masa-masa dia dahulu di Era Orde Baru, seperti yang dituturkannya kepada penulis dalam wawancara 12 Desember 2015 di Bogor berikut ini.

Dahulu di kala saya keluar masuk bui, masuk “hotel prodeo,” keadannya masih mengenaskan. Dari sisi makanan dan minuman, kita makan apa adanya, kadang hanya nasi sedikit dan lauk apa adanya saja. Demikian pula cara kita “disekolahkan” sangat berbeda dengan keadaan hari ini. Selain itu, di zaman dahulu ketika saya masih berada di dunia hitam di ibukota Jakarta, para petugas keamanan negara ini tak segan-segan “melenyapkan” kita-kita preman yang bandal, tanpa harus dibui. Sekarang para petugas sangat menghormati para narapidana, karena sekarang lembaga swadaya masyarakat juga berdaya di era demokratisasi ini. Namun Dahulu di kala saya keluar masuk bui, masuk “hotel prodeo,” keadannya masih mengenaskan. Dari sisi makanan dan minuman, kita makan apa adanya, kadang hanya nasi sedikit dan lauk apa adanya saja. Demikian pula cara kita “disekolahkan” sangat berbeda dengan keadaan hari ini. Selain itu, di zaman dahulu ketika saya masih berada di dunia hitam di ibukota Jakarta, para petugas keamanan negara ini tak segan-segan “melenyapkan” kita-kita preman yang bandal, tanpa harus dibui. Sekarang para petugas sangat menghormati para narapidana, karena sekarang lembaga swadaya masyarakat juga berdaya di era demokratisasi ini. Namun

Beliau harus menghabiskan 18 tahun 7 bulan mendekam di balik jeruji besi, kemudian keluar lagi, dan masuk lagi, untuk menebus kejahatannya. Perjalanan panjang di dunia hitam, dan dari satu penjara ke penjara lain, dengan kasus kejahatannya, menjadikan dirinya bertanya secara mendasar, apa yang ia kejar di dunia ini, kalau tidak bermanfaat bagi orang lain, terutama orang-orang yang menderita dan tertindas. Namun sampai saat ini beliau belum mencapatkan “pencerahan dan petunjuk” dari Tuhan.

Perjalanan hidup Anton Medan tak sekedar menjadi penjahat profesional. Ia menjadi bandar judi setelah meruntuhkan kekuasaan bandar judi besar bernama Hong Lie. Sebagai bandar judi, pendapatannya satu malam mencapai puluhan juta. Ia menikmati gaya hidup mewah. Tapi ironisnya, kekayaan itu habis pula di dunia judi. Ia frustasi, dan sebagai pelampiasannya justru bermain judi di Genting Highland Malaysia, Makau Hongkong, Christmas Island Australia, Hongkong, maupun Las Vegas Amerika Serikat. Ia kalah berjudi ini dengan uang milyaran rupiah. Akhirnya sebagai bandar judi ia pun gulung tikar, akibat berjudi juga. Dalam hal ini, sesuailah agaknya dengan adagium, “uang setan dimakan hantu.” Itulah yang terjadi pada diri Anton Medan sebagai bandar judi.

Gambar 4.2: Anton Medan (K.H. Muhammad Ramdhan Effendi) di Depan Masjid Jami’ Tan Kok Liong (sumber: http://www.islamnkri.com)

Gambar 4.3: K.H. Muhammad Ramdhan Effendi Ketika Menjadi Mualaf 1992 (Sumber: K.H. Muhammad Ramdhan Effendi)

Gambar 4.4: Foto Bersama Istri, Erisya Hapsari Dokumentasi: Anton Medan

Gambar 4.5: Foto Bersama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Kini Gubernur Provinsi DKI Jakarta (Sumber: http://www.panjimas.com)