Demografi Kabupaten Bogor

4.1.2 Demografi Kabupaten Bogor

Penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2014 terdapat sebanyak 5.202.097 orang yang terdiri atas 2.663.423 orang laki-laki dan sebanyak 2.538.674 perempuan. Dibandingkan dengan tahun 2013 jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2014 bertambah sebanyak 17.701 orang atau meningkat sebanyak 1,75%. Dengan luas wilayah 2.997,13 km², kepadatan penduduk di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 mencapai 1.735,69 orang per km².

1 Dalam konteks tata pemerintahan Republik Indonesia terdapat klasifikasi desa sebagai berikut: (a) Berdasarkan luas wilayahnya, khususnya desa-desa dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. desa terkecil, luasnya kurang dari 2 km2; 2. desa kecil, luasnya 2-4 km2; 3. desa sedang, luasnya 4-6 km2; 4. desa besar, luasnya 6-8 km2; 5. desa terbesar, luasnya 8-10 km2. (b) Berdasarkan kepadatan penduduknya: 1. desa terkecil, kepadatannya kurang dari 100 jiwa/km2; 2. desa kecil, kepadatannya 100-500 jiwa/km2; 3. desa sedang, kepadatannya 500-1.500 jiwa/km2; 4. desa besar, kepadatannya 1.500-3.000 jiwa/km2; 5. desa terbesar, kepadatannya 3.000-4.500 jiwa/km2; ( c) Berdasarkan potensi desa yang dominan dan menjadi sumber penghasilan sebagian besar masyarakatnya: 1. desa nelayan, 2. desa persawahan, 3. desa perladangan, 4. desa perkebunan, 5. desa peternakan, 6. desa kerajinan (industri kecil), 7. desa industri besar, 8. desa jasa dan perdagangan, (d) Berdasarkan potensi fisik dan nonfisik: 1. desa terbelakang, 2. desa sedang berkembang; 3. desa maju. (e) Berdasarkan kesamaan tingkat perkembangannya atau faktor pembangunan desa: 1. desa swadaya (tradisional), yangmemiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. belum mampu mandiri dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sendiri; b. administrasi desa belum dilaksanakan dengan baik, c. lembaga-lembaga desa, misalnya BPD belum berfungsi, d. tingkat pendidikan dan produktivitas masyarakat masih rendah, e. pemanfaatan lahan yang tersedia masih terbatas, 2. desa swakarya (transisional),memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. telah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri, b. pengelolaan administrasi telah dilaksanakan dengan baik, c. lembaga-lembaga desa, misalnya BPD telah berfungsi, d. pola berpikir masyarakat mengalami perubahan karena pengaruh dari luar, e. adat istiadat mulai longgar pengaruhnya dan tingkat pendidikan masyarakat cukup tinggi, f. mata pencaharian beraneka ragam dan tidak bergantung pada sektor pertanian. 3. desa swasembada (berkembang) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. telah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri dengan baik, b. pengelolaan administrasi telah dilaksanakan dengan baik, c. lembaga-lembaga desa, misalnya BPD telah berperan maksimal dan mampu menggerakkan masyarakat berswasembada dalam pembangunan desa, d. sarana dan prasarana desa lengkap, e. pola pikir masyarakat lebih rasional dan tingkat pendidikannya tinggi, dan f. mata pencaharian penduduk sebagian besar di bidang jasa dan perdagangan (sumber: http://id.wikipedia,org/Desa)

Berdasarkan hasil survei angkatan kerja nasional, jumlah penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) pada tahun 2014 terdapat sebanyak 2.313.606 orang. Dari seluruh penduduk usia kerja sebanyak 2.131.478 orang adalah penduduk yang bekerja dan sisanya sebanyak 182.128 orang adalah pengangguran yang sedang mencari pekerjaan. Jumlah penduduk paling banyak terdapat di kecamatan Gunung Putri disusul dengan Kecamatan Cibinong,, Cileungsi, Bojong Gede, dan Citeureup. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kecamatan Tanjung Sari, Kecamatan Sukajaya, kemudian Kecamatan Tenjolaya, dan Kecamatan Tenjo.

Mayoritas penduduk Kabupaten Bogor ialah suku Sunda, Jawa, dan Betawi. Adapun etnik asli Kabupaten Bogor adalah Suku Sunda. Kabupaten Bogor adalah salah satu kabupaten dengan etnik Tionghoa yang jumlahnya relatif sedikit di Indonesia. Hanya 6% penduduk Kabupaten Bogor adalah etnik di luar suku Sunda, Jawa, dan Betawi.

Tabel 4.1: Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnik di Kota Bogor

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, 2015

Kota Bogor dijadikan tempat pendirian Mesjid jami’ Tan Kok Liong, menurut bapak Anton Medan karena suasana lingkungan yang mendukung untuk kegiatan keagamaan dan pendidikan. Selain itu Kota Bogor ini adalah kota penyangga ibukota Jakarta sebagai kota metropolitan, yang menjadi pusat kegiatan ekonomis, politis, sosial di Indonesia. Letaknya yang dekat dengan Jakarta dapat menjadi pusat kegiatan umat Islam Indonesia, baik yang beretnik Indonesia natif, maupun pendatang dunia seperti Tionghoa, Arab, India, dan lain-lainnya.

Alasan didirikannya Masjid Jami’ Tan Kok Liong, Pondok Pesantren Attaibin, dan Kator Pusat PITI di Kota Bogor ini dijelaskan oleh Anton Medan saat wawancara penulis dengan beliau pada 12 Desember 2015 yang lalu sebagai berikut.

Mengapa saya mendirikan Pondok Pesantren Attaibin, juga Kantor Pusat Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), dan Masjid Jami’ dengan nama saya Tan Kok Liong adalah dengan alasan bahwa tempat ini adalah tempat yang sesuai untuk kegiatan agama dan pendidikan agama Islam. Selain itu, tempat ini juga dekat dengan ibukota negara kita, Jakarta, yang tentunya menjadi lebih mudah akses ke tempat pusat Islam ini. Bogor yang mayoritas penduduknya beretnis Sunda bersama Jawa dan betawi adalah sebagai umat Islam, yang dengan mudah menerima saudara-saudara Tionghoa muslim di kawasan ini. Itulah alasan-alasan mengapa saya mendirikan pusat pendidikan dan aktivtas agama Islam di tempat ini.