Memeluk Agama Islam dan Menjadi Dai (1992-Sekarang)

4.2.3 Memeluk Agama Islam dan Menjadi Dai (1992-Sekarang)

Dalam kebangkrutan itu, ia menemukan hikmah kehidupan yang sangat mendasar. Sejak itulah, berkat bimbingan dan petunjuk dari Allah SWT. ia mendalami Islam secara sungguh-sungguh, bahkan di kemudian hari dikenal sebagai da’i. Lebih jauh, seperti yang tertulis dalam Biografi Anton Medan: Pergolakan Jiwa Seorang Mantan Terpidana, buah karya S. Budhi Raharjo, selepas menetapkan pilihannya pada agama Islam, ia dipercaya sebagai Ketua Rukun Warga di kampungnya. Sebagai abdi masyarakat, ia bekerja sunguh-sunguh. Bahkan ketika harus berhadapan dengan lurah yang diskriminatif terhadap warganya, ia bersedia melawan dan merelakan jabatan Ketua Rukun Warga yang ia sandang. Atas kesediaannya berkorban ini, masyarakat di sekelilingnya makin simpatik padanya.

Sejak memeluk Islam pada 1992, dia tinggalkan dunia kriminal dan mulai menjadi penyiar agama Islam sebagai seorang da’i. Awalnya, Anton Medan yang kemudian bernama Muhammad Ramdhan Effendi (dalam nama Islam) ini mengaku tidak mudah memeluk Islam. Latar belakang seorang kriminal menjadi batu sandungan terbesarnya. Dia mengaku pernah tiga kali ditolak untuk masuk dan menganut agama Islam. Namun karena kegigihan dan keikhlasannya untuk menjadi muslim, akhirnya ia pun diterima masuk menjadi muslim.

Kini, Anton Medan berceramah dari penjara ke penjara. Beliau memberikan “pencerahan spiritual” kepada para narapidana yang senasib dengannya dahulu. Tidak hanya itu saja, Anton Medan juga mendirikan Pondok Pesantren Terpadu bernama At-Ta’ibin dan mendirikan masjid yang diberi nama Tan Hok Liang di

Jalan Raya Kampung Sawah, RT 02, RW 08, Kampung Bulak Rata, Kelurahan Pondok Rajeg, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Anton Medan mengaku ikhlas berceramah dari satu penjara ke penjara lainnya. Bagi Anton Medan, berbagi pengalaman dengan narapidana adalah sebuah kepuasan batin tersendiri. Dia juga mengatakan hidupnya terasa semakin nikmat karena sebagian hartanya bisa dia gunakan menghidupi yayasan pendidikannya. Bagimana ia mendapatkan ketenangan hati dan menjalin hablumminnas ini dengan cara mendirikan Majelis Taklim Attaibin dikemukakannya dalam wawancara dengan penulis (12 Desember 2015) di Bogor sebagai berikut.

Saya lalu masuk Islam dengan dituntun oleh KH. Zainuddin M.Z. Setelah itu, saya berganti nama menjadi Muhammad Ramdhan Effendi. Kiprah saya untuk berbuat baik bukan hanya sebatas masuk Islam. Bersama-sama dengan K.H. Zainuddin M.Z., K.H. Nur Muhammad Iskandar S.Q., dan Pangdam Jaya (waktu itu) Mayjen A.M. Hendro Prijono. Pada tanggal 10 Juni 1994, kami mendirikan Majels Taklim Attaibin. Sengaja saya mendirikan majelis taklim ini untuk menampung dan membina para mantan napi (narapidana) dan tunakarya (pengangguran) untuk kembali ke jalan yang benar. Alhamdulillah, usaha ini tak sia-sia. Pada tahun 1996, Majelis Taklim Attaibin mempunyai status sebagai Yayasan berbadan hukum yang disahkan oleh Notaris Darbi S.H. yang bernomor 273 tahun 1996. Kini, saya mendirikan pondok pesantren. Di pondok inilah nantinya, saya harapkan para mantan napi dan tunakarya dapat terbina dengan baik. Saya hanya berusaha. Saya yakin nur Ilahi yang selama ini memayungi langkah saya akan membimbing saya mewujudkan impian-impian itu.

Demikianlah uraian-uraian biografi Anton Medan, yang dituturkannya kepada penulis di masa penelitian yang dilakukan pada Desember 2015 yang baru lalu. Dari pengalaman hidupnya memberikan gambaran kepada kita dengan jelas, masa kecil yang penuh dengan kekerasan, yang terpaksa harus putus sekolah demi membantu ekonomi keluarga, di tebing Tinggi dan Medan. Sampai kemudian Demikianlah uraian-uraian biografi Anton Medan, yang dituturkannya kepada penulis di masa penelitian yang dilakukan pada Desember 2015 yang baru lalu. Dari pengalaman hidupnya memberikan gambaran kepada kita dengan jelas, masa kecil yang penuh dengan kekerasan, yang terpaksa harus putus sekolah demi membantu ekonomi keluarga, di tebing Tinggi dan Medan. Sampai kemudian