pada responden yang meragukan dalam memberikan jawaban dilakukan wawancara ulang dengan anggota keluarga lainnya. Selanjutnya hasilnya
digunakan melengkapi kekurangan informasi dari responden pertama yang belum lengkap memberikan jawaban.
b. Bias wawancara
Kesalahan pada saat melakukan wawancara, bisa terjadi karena kurang jelasnya pertanyaan yang diajukan ataupun informasi yang
dibsampaikan oleh responden. Mengingat responden setiap hari menggunakan bahasa Jawa sebagai alat komunikasi, maka peneliti
memilih pewawancara yang bisa berbahasa Jawa dengan baik untuk mengantisipasi terjadinya bias wawancara ini.
F. Kesulitan Penelitian
1. Penentuan titik pengambilan sampel tanah
Penentuan titik pengambilan sampel tanah dari halaman rumah responden merupakan hal yang cukup sulit mengingat lebarnya area tanah
halaman yang ada sementara sampel yang akan diambil relatif sedikit untuk keperluan pemeriksaan laboratorium. Guna meminimalkan kesalahan
pengambilan sampel tanah, dilakukan pengambilan sampel tanah pada 3 titik dari halaman rumah dimana ditujukan pada tanah halaman depan rumah,
tanah di sekitar tempat pembuangan sampah dan tanah di sekitar kamar mandiWC termasuk tanah dari titik dimana anggota keluarga sering
melakukan aktifitas buang air besar sesuai petunjuk responden.
2. Observasi kebiasaan buang air besar
Melakukan observasi langsung pada aktifitas buang air besar responden merupakan hal yang sangat sulit dilakukan terlebih mendapatkan
dokumentasinya. Pada saat responden ingin buang air besar biasanya menunggu situasi sepi dari lalu lalang orang atau tetangga. Ketika ada orang
yang tahu apalagi bermaksud melihatnya, aktifitas tersebut biasanya akan ditunda.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut :
2. Faktor-faktor yang terbukti merupakan faktor risiko kejadian infeksi cacing
tambang, adalah :
1. Keberadaan cacing tambang pada tanah halaman rumah, dimana adanya
cacing tambang dalam tanah halaman meningkatkan risiko 10,4 kali terjadinya infeksi cacing tambang pada anak sekolah OR : 10,4; 95 CI
: 1,2 – 93,8; p : 0,037.
2. Sanitasi rumah, dimana sanitasi “buruk” dapat meningkatkan risiko 2,7
kali terjadinya infeksi cacing tambang pada anak dibandingkan sanitasi “baik” OR : 2,7; 95 CI : 1,2 – 6,0; p : 0,019.
3. Kebiasaan bermain di tanah, dimana kebiasaan bermain yang “lama”
dapat meningkatkan risiko 3,986 kali terjadinya infeksi cacing tambang pada anak dibandingkan kebiasaan bermain “sebentar” OR : 3,9; 95 CI
: 1,7 – 9,3; p : 0,001.
4.
Kebiasaan defekasi, dimana kebiasaan defekasi di kebun dan halaman rumah dapat meningkatkan risiko 2,9 kali terjadinya infeksi cacing
119