Badan Pengelola Zakat
E. Badan Pengelola Zakat
1. Badan Amil Zakat Pada Awal Islam
Apabila merujuk kepada sejarah perkembangan hukum Islam, pengelolaan zakat itu sudah dilakukan sejak tahun kedua hijriah. Saat itu Nabi Muhammad SAW. telah menunjuk beberapa petugas resmi untuk menghimpun zakat ke berbagai daerah dalam wilayah pemerintahan Islam. Hal itu
78 Rifyal Ka‘bah. Op.Cit. hlm. 72.
menggambarkan bahwa pengelolaan zakat oleh negara telah dilakukan sejak Nabi Muhammad SAW., bahkan sejak berada di kota Makkah. Tetapi karena pada saat di kota Makkah pemerintahan Islam belum terbentuk, maka pengelolaan zakat baru sebatas pada tahap tanggung jawab moral sosial saja, dan pada saat terbentuknya Daulah Islamiyah di Madinah, sistem pengelolaan zakat oleh
Negara baru dapat dilaksanakan dengan baik. 79 Pengelolaan zakat yang tercermin dalam administrasi zakat sebagai
urusan negara dan masyarakat Islam pada saat itu dapat dipelajari dan dipahami dari peristiwa diutusnya Mu‘adz bin Jabal ke Yaman sebagai duta sekaligus sebagai gubernur. Pesan Nabi Muhammad SAW. kepada Mu‘adz bin Jabal itu berbunyi: ―Engkau akan bertemu dengan Ahli Kitab. Apabila engkau menemui mereka, maka ajaklah mereka supaya memberikan kesaksian bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Apabila mereka mematuhi itu, beritahulah mereka bahwa Allah SWT. telah mewajibkan shalat sebanyak
lima waktu dalam sehari-semalam. Apabila mereka mematuhi hal itu, beritahukan kepada mereka bahwa Allah SWT. telah mewajibkan shadaqah atas mereka, yang dikumpulkan dari orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin. Apabila mereka mematuhi hal itu, engkau tidak dibolehkan lagi mengganggu gugat kesucian harta benda mereka. Takutilah do‘a orang yang teraniaya, karena antara ia dan Allah tidak ada pembatas. ‖
Dari hadis itu dapat dipahami bahwa setelah seseorang menyatakan diri masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimah syahadah, ia dikenai tuntutan dengan kewajiban shalat lima waktu. Apabila shalat telah didirikan, maka ia diwajibkan menunaikan kewajiban zakat yang dikumpulkan dari muuzakki untuk dibagikan kepada warga yang berhak dan sangat yang membutuhkannya. Apabila hal itu telah dilaksanakan, maka pejabat yang mewakili negara dalam mengurus masyarakat tidak berhak menggangu-gugat kekayaan warga. Diisyaratkan pula bahwa pejabat negara pada umumnya, dan pejabat urusan zakat pada khususnya harus memperlakukan warga secara adil dalam melaksanakan tugasnya. Harus
79 Abdullâh bin Shalih al-Bassam. Taysir al- ‟Allam Syarh „Umdati „l-Ahkam, (Kuwait: Jam‘iyyah Ihyâ at-Turâts al-Islâmî, Jilid I, 1414/1994), hlm. 384-385.
diingat bahwa ia akan celaka apabila warga yang tidak mendapatkan perlakuan adil itu kemudian mengadukan nasibnya melalui do‘a kepada Allah SWT.
Pada masa pemerintah Nabi Muhammad SAW, tingkat kedalaman keimanan rakyat begitu kuat. Sepanjang masa pemerintahan Nabi itu, sanksi yang disampaikan baru dalam bentuk dan berupa peringatan tentang adanya siksa di akhirat. Misalnya, peringatan Nabi Muhamad SAW yang terdapat dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang ditujukan kepada orang-orang kaya yang kikir untuk mengeluarkan zakat :
Siapa yang dikaruniai oleh Allah kekayaan, tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan didatangi oleh seekor ular jantan gundul, yang sangat berbisa dan sangat menakutkan dengan dua bintik diatas kedua matanya, lalu membelit dan mematok lehernya sambil berteriak :saya adalah kekayaanmu yang kau timbun-timbun dulu. Nabi kemudian membaca surat Ali Imran ayat 180 : ―janganlah orang-orang yang kikir sekali dengan karunia yang diberikan Allah kepada mereka itu mengira bahwa tindakannya itu baik bagi mereka. Tidak, tetapi buruk bagi mereka segala yang mereka kikirkan itu dikalungkan di leher mereka
nanti pada hari kiamat‖. 80
Perubahan kebijakan mengenai zakat itu baru terjadi pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash Shidiq RA, yaitu berupa pemberian sanksi yang nyata dan formal, bahkan dikenakan dalam skala massal. Selanjutnya kelompok rakyat yang menolak membayar zakat kepada Negara diperangi Negara dengan
keras. 81 Pada mulanya sebagian sahabat, termasuk sahabat Umar bin Khattab RA. keberatan dan tidak sependapat dengan kebijakan Abu Bakar Ash Shidiq
RA. untuk memerangi para pembangkang zakat. Tetapi setelah Khalifah Abu Bakar Ash Shidiq RA. menjelaskan alasan bahwa orang-orang yang menolak syari`at, mengingkari kewajiban-kewajiban shalat, puasa dan zakat, serta kembali ke masa Jahiliyah adalah murtad dan harus diperangi, maka sejak itu para sahabat dapat memahami sepenuhnya tindakan Abu Bakar Ash Shidiq RA. itu. Kebijakan itu akhirnya diikuti pula oleh khalifah-khalifah berikutnya, yaitu
80 Bukhari. Shahih Bukhari, Hadis Nomor 1338 (Beirut: Dar Ibnu Katsir, Jilid 2, 1987), hlm. 508 81 Dalam pandangan sebagian ulama terungkap, bahwa yang diperangi itu termasuk muzakki yang membayar zakat bukan kepada pemerintahan Islam, tetapi diberikan langsung kepada perorangan.
Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib, bahkan juga pemerintahan-pemerintahan dinasti Islam pada abad pertengahan Islam. 82
Sejalan dengan runtuhnya kekuasaan daulah Islamiyah, pengelolaan zakat berada dalam keadaan yang memprihatinkan. Tidak sedikit umat Islam yang memiliki kemam-puan, tetapi tidak mau membayar zakat. Lebih-lebih hal tersebut diperparah dengan kemiskinan yang merajalela karena penjajahan dan juga akibat dari pecahnya perang dunia ke-2. 83 Hal tersebut tentunya
menyisakan banyak persoalan, termasuk dalam mengelola zakat. Begitu pula di Indonesia yang baru menyatakan kemerdekaannya, administrasi zakat tidak menentu. Beruntung pada awal tahun 1999 regulasi tentang pengelolaan zakat telah disahkan, disusul dengan Keputusan Presiden RI Nomor 8 Tahun 2001
tentang Badan Amil Zakat Nasional. 84 Terlepas dari kelebihan dan kekurangan, lahirnya Undang-undang Nomor
38 Tahun 1999 itu masih banyak menuai perdebatan antara yang pro dengan yang kontra. Sebagian ahli memandang bahwa wewenang pemerintah dalam hal pengelolaan zakat masih belum terlihat jelas, terbukti dengan pengelolaan yang hampir sebagian besar didominasi dan dipegang oleh lembaga swasta. Hal ini menimbulkan kecemasan pada sebagian pihak yang khawatir akan terjadinya penyelewengan dana, mengingat besarnya jumlah potensi dana zakat yang menyamai APBN. 85 Karena itu, lahirlah Undang-undang Nomor 23 Tahun
2011 yang mengamandemen Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Beberapa pasal muncul sebagai perbaikan dan penyempurnaan atas pasal-pasal yang sudah ada. Dengan demikian undang- undang yang mengatur tentang pengelolaan zakat itu dinilai relative lebih baik dari peraturan yang ada sebelumnya.
82 Rifyal Ka‘bah. Op.Cit. hlm.103. 83 Ibid. 84 Ibid. 85 Noor Aflah. Arsitektur Zakat Indonesia, (Jakarta: UIP, 2009), hlm.5
2. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pengelolaan zakat itu dapat dilakukan oleh 2 (dua) lembaga yang berwenang mengumpulkan dan memberdayakan zakat secara nasional, yaitu BAZNAS yang dibentuk pemerintah
dan LAZNAS yang dibentuk pihak masyarakat. 86 Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat disebutkan bahwa Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota Negara merupakan satu-satunya lembaga yang mempunyai wewenang untuk mengelola zakat secara nasional. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstructural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. 87
BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang anggota yang terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur pemerintah. Unsur masyarakat diwakili oleh ulama, tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam. Adapun unsur Pemerintah ditunjuk dari kementerian/instansi yang
berkaitan dengan pengelolaan zakat. 88 Adapun fungsi utama BAZNAS ialah melakukan perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian dan pelaporan hasil pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat bekerjasama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan 89 . BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara
tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun 90 .
Selanjutnya dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. Sementara BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota
86 Didin Hafidhuddin. Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta, Gema Insani, 2002), hlm. 54.
87 Lihat Bab II Pasal 18 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. 88 Lihat Bab II Pasal 8 ayat (1)-(5) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. 89 Lihat Bab II Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.
90 Bab II Pasal 7 ayat (3) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011.
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS 91 . Guna memaksimalkan fungsi dan kinerjanya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota dapat
membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya, dan tempat lainnya. 92
3. Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Lembaga Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan,
pendistribusian dan pendayagunaan zakat oleh BAZNAS. 93 LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariah dan keuangan. Pendistribusian dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan. 94 BAZNAS atau LAZ di samping dapat menerima zakat, juga dapat
menerima infak, shadaqah, dan dana sosial keagamaan. Pendistribusian dan pendayagunaan infaq, shadaqah, dan dana sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan tersendiri. 95
Menurut catatan Forum Zakat (FOZ) sampai saat ini sudah terdapat 403 organisasi pengelola zakat di Indonesia. Secara rinci lembaga pengelola zakat itu sebagai berikut:
1. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
2. Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZ) sebanyak 18, yakni: Dompet Dhuafa, Yayasan Dana Sosial Al-Falah, Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU), Rumah
91 Bab II Pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. 92 Bab II Pasal 16 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. 93 Bab I Pasal 1 ayat (8) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. 94 Bab II Pasal 17 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011. 95 Bab III Pasal 28 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
Zakat Indonesia, Dompet Peduli Umat Daarut Tauhid (DPU-DT), Baitul Maal Mu‘amalat, Bangun Sejahtera Mitra Ummat, Amanah Takaful, Dewan Dakwah, Yayasan Baitul Maal BRI, BAMUIS BNI, Baituzzakah
PERTAMINA, Baitul Maal Hidayatullah, Pusat Zakat Ummat PERSIS, Baitul Maal Wattamwil, LAZIS NU, LAZIS Muhammadiyah, Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia.
3. Badan Amil Zakat (BAZ) Provinsi sebanyak 32.
4. Lebih Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten sebanyak 300.
5. Lembaga Amil Zakat baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten sebanyak 52. 96