Pengertian dan Konsep Wakaf

A. Pengertian dan Konsep Wakaf

Dari segi bahasa, wakaf memiliki arti yang sama dengan al-Tahbis dan al-Tasbil yang dipadankan dengan kata memenjarakan, menahan, menghalangi, dan menutupi. Atau sama artinya dengan habasa, yahbisu, tahbisan, yang berarti

menahan untuk tidak dipindahmilikan. 130 Dalam pengertian lain wakaf adalah al-Habs 131 (menahan), yang merupakan kata masdar (gerund) dari ungkapan waqfu al- syai‟ yang pada dasarnya berarti menahan sesuatu. Dengan demikian, pengertian wakaf secara bahasa adalah menyerahkan tanah untuk orang-orang miskin untuk ditahan. Pengertian ini didasarkan atas keberadaanya bahwa barang milik itu dipegang dan ditahan orang lain, seperti menahan hewan ternak, tanah

dan segala sesuatu. 132 Secara gramatikal, penggunaan kata auqafa yang digabungkan dengan

kata-kata segala jenis barang termasuk ungkapan yang tidak lazim. Karena yang benar adalah dengan menggunakan kata kerja ―waqaftu‖ tanpa memakai hamzah

(auqaftu ). Adapun yang semakna dengan kata ―habistu‖ adalah seperti ungkapan ―waqaftu al-syai‘ aqifuhu waqfan‖. 133

Di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat dalam memberi terminology wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Pengikut Hanafi mengartikan wakaf sebagai menahan

130 Muhammad al-Khatib. Al- Iqna‟, (Beirut: Darul Ma‘rifah, t.th.), hlm. 26.

Ibn Manzur. Lisan al- „Arab, Jilid 11, (Kairo: Darul Misriyyah Li al-Ta‘lif Wa al-Tarjamah, 1954), hlm. 276.

Muhammad Abid Abdullah al-Kabisi. Ahkam al-Waqf fi al-Syariah al-Islamiyah. (Baghdad: Mathba‘ah al-Irsyad, 1977). Alih bahasa Ahrul Sani Faturrahman dkk, judul Indonesia: Hukum Wakaf , (Jakarta: DD Republika dan IIMan, 2004), hlm. 37

Sebagaimana dijelaskan al-Kabisi dengan merujuk kepada kamus al-Muhid dan Lisan al- Arab.

materi benda (al- „ain) milik wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan. 134 Definisi

wakaf tersebut menjelaskan bahwa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan wakif itu sendiri. Dengan kata lain, wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, apabila perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk aset hartanya. Karena itu wakif masih berpeluang dan dibolehkan menariknya kembali dan menjualnya, karena wakaf

dalam pengertian ini hanyalah ―menyumbangkan manfaat.‖ 135 Kalangan Malikiyah berpendapat bahwa wakaf adalah menjadikan

manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan wakif. 136 Definisi wakaf itu hanya

menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja. Sementara kelompok Syafi‗iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al- „ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh wakif untuk diserahkan

kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah. 137 Menurut Syaikh Syihabuddin al- Qalyubi, wakaf adalah habsul mali yumkinu al- intifa‟u bihi ma‟a baqa‟i ainihi

„ala mashrafin mubahin (menahan harta yang bisa diambil manfaatnya dengan menjaga bentuk aslinya untuk disalurkan kepada jalan yang dibolehkan). 138

Kelompok ini men-syaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al- „ain), dalam arti harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berkelindan dan terus menerus.

134 Al-Imam Kamal al- Din Ibn ‗Abd al-Rahid al-Sirasi Ibn al-Humam. Sharh Fath al-Qadir, Jilid 6, (Beirut: Dar al- Kutub al- ‗Ilmiyyah, 1970), hlm. 203.

Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf. Fiqh Wakaf, (Jakarta: Dirjen Bimas Islam dan Penye- lenggaraan Haji, 2005), hlm. 2.

Syams al-Din al-Syaikh Muhammad al-Dasuqi, Hasyiyah al- Dasuqi „Ala al-Syarh al-Kabir, Juz 2. (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), hlm. 187.

Muhammad al-Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2. (Kairo: Syarikah Maktabah Wa Matba‗ah Mustafa al-Babi al-Halabi wa Awladih, 1958), hlm. 376. 138 Sebagaimana dikutip al-Kabisi dengan merujuk pada karya al-Qalyubi, Hasyiyatu al-Qalyubi

Ala Syarh al-Muhalla Li al-Minhaj.

Di samping itu Kelompok Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan

manfaat yang dihasilkan. 139 Sementara dalam Pasal 215 ayat (1) Buku III KHI, pengertian wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau

badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau kerpeluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

Dalam konteks Indonesia, selain yang tertera dalam KHI, wakaf dimaknai secara spesifik dengan menemukan titik temu dari berbagai pendapat ulama tersebut. Hal itu dapat dilihat dari rumusan terminology wakaf dalam Undang- undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, bahwa wakaf diartikan dengan ―perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau

kesejahteraan umum menurut syariah.‖ 140 Rumusan yang tertera dalam Undang- undang Nomor 41 Tahun 2004 itu tampak sekali mengakomodasi berbagai

pendapat para ulama fiqh tentang wakaf, sehingga makna wakaf dalam konteks Indonesia lebih luas dan lebih lengkap.

Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat difahami bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ketentuan syari‘ah Islam. Hal itu sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 yang menyatakan: wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.