Struktur Pengelola Wakaf dan Sanksi

G. Struktur Pengelola Wakaf dan Sanksi

Secara struktural institusi yang berwenang untuk menjalankan hukum wakaf adalah: (a) Pemerintah, yang dalam hal ini adalah Menteri Agama; (b) Wakif; (c) Nazhir; (d) Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW); (e) Lembaga Keuangan Syari‘ah penerima wakaf uang ; (f) Badan Wakaf Indonesi (BWI).

1. Pemerintah/Menteri Agama

Dalam melaksanakan dan menerapkan hukum wakaf, Menteri Agama RI harus melakukan pembinaan dan mengawasi penyelenggaraan wakaf. Dalam rangka membina dan mengawasi penyelenggaraan wakaf itu perlu mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia dan memperhatikan saran serta pertimbangan Majelis Ulama Indonesia.

2. Nazhir Wakaf

Dalam mengemban amanah, Nazhir harus mengadministrasikan harta benda wakaf, mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan fungsinya, mengawasi dan melindungi harta wakaf, melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Badan Wakaf Indonesia. Apabila akan mengubah pendayagunaan harta wakaf atau mengubah status harta wakaf perlu izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia.

3. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf

Dalam menjalankan kewajibannya, Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf harus menuangkan ikrar wakaf dalam Akta Ikrar Wakaf, membuat akta ikrar dengan mencantumkan dan memuat hal-hal yang telah ditetapkan dalam undang- undang, serta meniliti kelengakapan persyaratan administrasi wakaf dan keadaan fisik obyek wakaf.

4. Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang

Lembaga Keuangan Syariah yang diberi kepercayaan menerima wakaf uang dari wakif, memiliki kewajiban sebagai berikut:

a. menerbitkan dan atau menyampaikan sertifikasi wakaf uang kepada wakif dan nazhir;

b. mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri Agama, dengan ketentuan tidak lebih dari tujuh hari terhitung sejak sertifikasi wakaf uang diterbitkan;

c. memberikan tembusan kepada Badan Wakaf Indonesia atas pendaftaran wakaf uang yang disampaikan oleh Menteri Agama.

5. Badan Wakaf Indonesia

Badan Wakaf Indonesia (BWI) adalah lembaga independen dalam pelak- sanaan tugasnya untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia. 158 Berkaitan

dengan kehadiran BWI itu, di dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor

41 Tahun 2004 disebutkan bahwa Badan Wakaf Indonesia mempunyai tugas dan wewenang:

a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf;

b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional;

c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;

d. memberhentikan dan mengganti Nazhir;

e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf;

f. memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan. Selanjutnya dalam Pasal 49 ayat (2) Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Badan Wakaf Indonesia dapat bekerjasama dengan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, organisasi masyarakat, para ahli, badan internasional, dan pihak lain yang dipandang perlu . Pada tahun 2009 BWI mengeluarkan peraturan melalui PBWI Nomor 1 Tahun 2009 tentang pedoman pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf bergerak berupa uang.

Apabila terjadi pelanggaran atau penyimpangan hukum atas ketentuan penyelenggaraan wakaf, maka kepada mereka akan diberikan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu dalam hal:

a. Menteri Agama dianggap telah melanggar hukum wakaf apabila: tidak membina serta mengawasi penyelenggaraan wakaf, tidak mengikutsertakan Badan Wakaf Indonesia dalam membina dan mengawasi penyelenggaraan wakaf, dan atau tidak memperhatikan saran dan pertimbangan Majelis Ulama Indonesia dalam membina dan mengawasi penyelenggaraan wakaf;

158 Lihat Pasal 1 ayat (11) Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006.

d. Nazhir dianggap telah melanggar hukum wakaf apabila: tidak mengadminis- trasikan harta benda wakaf, tidak mengelola dan mengembangkan harta wakaf sesuai dengan fungsinya, tidak mengawasi dan melindungi harta wakaf, tidak melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Badan Wakaf Indonesia, mengubah pendayagunaan harta wakaf tanpa izin tertulis dari Badan Wakaf Indonesia, dan atau mengubah status harta wakaf tanpa mendapat izin dari Badan Wakaf Indonesia;

e. Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf dianggap melanggar hokum apabila: tidak menuangkan ikrar wakaf dalam Akta Ikrar Wakaf, membuat akta ikrar tetapi tidak memuat hal-hal yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan atau tidak meneliti kelengkapan persyaratan administrasi wakaf serta keadaan fisik obyek wakaf;

f. Lembaga Keuangan Syariah penerima wakaf uang dianggap melanggar apabila: tidak menerbitkan dan atau tidak menyampaikan sertifikasi wakaf uang kepada wakif dan nazhir, tidak mendaftarkan wakaf uang kepada Menteri Agama, atau mendaftarkan tetapi lebih dari tujuh hari terhitung sejak sertifikasi wakaf uang diterbitkan, dan atau tidak memberikan tembusan kepada Badan Wakaf Indonesia atas pendaftaran wakaf uang yang disampaikan oleh Menteri Agama;

g. Badan Wakaf Indonesia dianggap telah melanggar hukum wakaf, apabila tidak membina nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta wakaf, tidak mengelola harta wakaf yang berskala nasional dan internasional, tidak mempertimbangkan secara baik dalam memberikan keputusan usulan perubahan peruntukan wakaf dan statusnya, dan atau tidak memberikan saran dan pertim-bangan kepada pemerintah dalam penyusunan kebijakan dibidang perwakafan.