Usaha KPAA Mangkunegara IV Mendirikan Perusahaan Gula
3. Usaha KPAA Mangkunegara IV Mendirikan Perusahaan Gula
Mangkunegara IV (1853-1881) mempelopori berdirinya perusahaan gula, yakni dengan mendirikan pabrik gula Colomadu tahun 1861 dan pabrik gula Tasikmadu tahun 1871. Usaha awalnya dimulai dengan tidak memperpanjang kontrak sewa tanah dengan pengusaha swasta Barat, tetapi mengalami kegagalan. Akhirnya, tanah-tanah lungguh dari sanak saudaranya telah berhasil diambil untuk mendirikan usaha dengan imbalan ganti-rugi. Mangkunegoro IV berusaha mematahkan mitos bangsawan mengenai :
...Merosotnya tradisi wirausahawan di kalangan bangsawan itu di ikuti dengan berkembangnya sebuah mitos tentang pemisahan kerja antara kaum bangsawan dengan rakyat kebanyakan. Bangsawan dipandang sebagai kelas penguasa yang memiliki pekerjaan yang berbeda dengan kelas pedagang dan petani pedesaan...(Wasino, 2008: 43-44).
Pembangunan industri perkebunan tebu oleh KPAA Mangkunegara IV merupakan pilihan yang rasional dan menguntungkan. Hal ini di dukung oleh berbagai alasan yang meliputi: (1) gula merupakan produk ekspor yang sedang menjadi andalan di pasaran dalam negeri maupun internasional, (2) tanaman tebu sudah terbiasa ditanam di sejumlah tempat di wilayah Surakarta, termasuk Mangkunegaran yang diusahakan oleh para penyewa tanah dari Bangsa Barat, (3) sumber-sumber pendapatan praja secara tradisional melalui pajak dan persewaan tanah dirasa tidak mencukupi (Wasino, 2008: 47).
Faktor lain yang mendorong pembangunan industri gula Mangkunegaran, karena adanya kepentingan pihak trah Mangkunegaran untuk menunjukkan posisinya yang lebih menonjol dan kuat dalam bidang ekonomi dibandingkan dengan ketiga praja kejawen lainnya, yakni Kasunanan, Kasultanan dan Pakualaman. Strategi ini sebagai kelanjutan dari usaha sebelumnya melalui pembangunan korp militer dengan nama legiun Mangkunegaran. Legiun Mangkunegaran termasuk salah satu bagian tentara yang terbaik di Jawa, yang disediakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menjaga keamanan di daerah swapraja. Pada tahun 1919, legiun Mangkunegaran Faktor lain yang mendorong pembangunan industri gula Mangkunegaran, karena adanya kepentingan pihak trah Mangkunegaran untuk menunjukkan posisinya yang lebih menonjol dan kuat dalam bidang ekonomi dibandingkan dengan ketiga praja kejawen lainnya, yakni Kasunanan, Kasultanan dan Pakualaman. Strategi ini sebagai kelanjutan dari usaha sebelumnya melalui pembangunan korp militer dengan nama legiun Mangkunegaran. Legiun Mangkunegaran termasuk salah satu bagian tentara yang terbaik di Jawa, yang disediakan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menjaga keamanan di daerah swapraja. Pada tahun 1919, legiun Mangkunegaran
Bukti lain yang mendukung usaha perkebunan tebu adalah adanya kedekatan raja-raja Mangkunegaran dengan pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1863, ketika Mangkunegara IV mempunyai gagasan untuk mengeksploitasi tanahnya dengan mendirikan pabrik gula di tanahnya, pemerintah Hindia memberikan bantuan dengan cara memberikan uang muka tanpa bunga (Mansfeld, t.th: 35). Faktor inilah yang sedikit memberikan ruang gerak bagi praja Mangkunegaran untuk memperluas usahanya dalam sektor perkebunan.
Mangkunegara IV berencana untuk membebaskan tanah yang ditempati para penyewa tanah, dengan tidak memperpanjang kontrak sewa tanah yang sudah berlangsung di tahun 1859/1860, dan tanah-tanah yang sudah bebas akan di eksploitasi sendiri. Pada tahun 1862 Mangkunegara IV dengan melakukan pencabutan kembali apanage dengan memberikan ganti berupa uang, hal ini mendapat dukungan dari residen Nieuwenhuyzen. Permasalahan yang sulit mengenai peraturan ganti rugi, karena berbagai jenis tanah, meskipun di bagi dalam jung yang sama, tetapi memiliki hasil panen yang berbeda (H.R. Soetono, 2000: 11-12).
Mangkunegara IV yang mencoba mendapatkan kembali kekuasaan atas tanah yang telah disewakan kepada orang-orang Eropa, ternyata mengalami kegagalan. Akhirnya, beliau menarik tanah-tanah lungguh dari sanak saudaranya dengan memberikan imbalan ganti rugi (Vincent.J.Houben. 2002: 559). Penarikan tanah dimulai dari kalangan keluarga raja yang berlangsung dari tahun 1862-1871. Setelah itu dilanjutkan menarik tanah dari para patuh lainnya, temasuk para anggota legiun Mangkunegaran. Pada tahun 1871 tanah lungguh yang telah berhasil di tarik luasnya mencapai 121,25 jung atau 485 bahu ( S.Margana: 82). Untuk lebih jelasnya mengenai tanah lungguh (apanage) yang ditarik oleh Mangkunegara IV, dapat dilihat pada keterangan tabel berikut :
Tabel 2. Ikhtisar tentang para apanage dari anggota kraton tahun 1871
No Spesifikasi
Jumlah
Jumlah
Kepada Sisa