Ayat-Ayat Yang Berbicara Tentang Neraka
2. Ayat-Ayat Yang Berbicara Tentang Neraka
Al-Qur`an secara komprehensif telah mengabarkan kepada kita tentang neraka, dan kabar ini kiranya cukup menjadi ḥujjah dan peringatan
61 ‘Umar Ibn ‘Ali al-Ḥambalī (w:880 H), al-Lubāb fī ‘Ulūm al-Kitāb (Bairūt: Dār al- Kutub al-Ilmiyyah, 1419 H), 473.
62 Muḥammad Jamāl al-Dīn al-Qāsimī (W: 1332 H), Tafsīr al-Qāsimi al-Musammā Maḥāsin al-Ta`wīl (Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1418 H), 532.
63 Muḥammad Sayyid Ṭantāwī, al-Tafsīr al-Wasīṭ lī al-Qur`ān al-Karīm (al-Qāhira: Dār Nahḍah, 1998 M), 490.
64 ‘Abd al-Raḥmān Ibn Abī Bakar al-Suyūṭī (w:911 H), al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr al- Ma`thūr (Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1421 H), 655.
atas manusia agar mereka selalu mentaati Allah sehingga terhindar dari murkaNya. Al-Qur`an telah menginformasikan kepada manusia tentang
neraka ini, di antaranya: eksistensi neraka, 65 penyebab seseorang menjadi penghuni neraka, bentuk siksaan neraka, saling berbantahannya penghuni
neraka, penyesalan ahli neraka, kekekalan azab neraka, bahan bakar api neraka, hidangan ahli neraka, dan nama-nama neraka. 66
Dalam al-Qur`an neraka sering diungkapkan dengan sebutan al- Nār, sebutan ini sering dimaknai “api” dalam bahasa Indonesia. Kata al-Nār yang menunjukan arti neraka atau api neraka dalam al-Qur`an terdapat dalam benyak surat. Muhammad Fuad ‘Abd al-Bāqī mencoba merunut lafadz al- Nār yang terdapat dalam al-Qur`an dan setelah dihitung dengan teliti ternyata lafadz al-N ār yang berarti neraka atau api neraka terdapat dalam 120 ayat. 67
Untuk lebih mudah dalam membaca dan melacak keberadaan ke 120 ayat yang berbicara tentang al- Nār, maka peneliti membuat bagan yang berisi nomer urut, nama surat dan urutannya dalam M uṣḥaf Uthmānī, nomer ayat, lafadz Qur`ān dan terjemahnya. Bagan ini bisa dilihat dalam lampiran.
Jika dilihat dalam bagan klasifikasi ayat-ayat tentang neraka maka akan didapatkan bahwa penyebutan al-N ār dalam al-Qur`an pertama kali terdapat dalam surat al-Baqarah[002]:24, dan ternyata ayat setelahnya yaitu ayat 25 dalam surat yang sama, Allah Subḥānahu Wata’ālā langsung menyebutkan tentang surga dan sifat orang yang akan memasukinya. kemudian dalam surat al-Baqarah[002]:80-81 yang berbicara tentang neraka, langsung pada ayat ke 82 Allah berbirara tentang surga dan ayat-ayat yang lainnya. Dari indikasi ini bisa diambil faidah bahwa ayat-ayat al-Qur` ān yang berbicara tentang neraka biasanya selalu beriringan dengan ayat-ayat yang berbicara tentang surga, hal ini bertujuan agar tercapainya kesempurnaan targīb (motifasi) untuk orang-orang yang ta’at kepada Allah dan tarhīb (ancaman) untuk orang-orang yang bermaksiat kepadaNya, dan juga agar tampak jelas keadilan Allah dipandangan makhlukNya, sebab Allah tidak akan pernah menyamakan antara manusia yang berserah diri kepadaNya, dan
orang-orang yang bermaksiat kepadaNya. 68
65 Muḥammad Ṣāliḥ al-Uthaimīn (W: 1421 H), Ta’līq Mukhtaṣar ‘Alā Kitāb Lum’ah al- I’tiqād al-Hādī Ilā Sabīl al-Rashād (Riyāḍ: Dār al-Waṭan, 1423 H), 66.
66 Choiruddin Hadhiri, Klasifikasi Kandungan al-Qur`an (Jakarta: Gema Insani Press, 1999 M), 147-151
67 Muḥammad Fuād ‘Abd al-Bāqī, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Qur`ān (Indonesia: Maktabah Dahlan, tanpa tahun), 893-895.
68 http://www.ebnmaryam.com/vb/t181227.html, diakses pada hari rabu, 23 januari 2013. Dalam website inipun diterangkan bahwa Allah Subḥānahū wata’ālā mempunyai
tujuan besar ketika menakut-nakuti orang yang bermaksiat kepadaNya dengan neraka yaitu agar mereka kembali dan bertaqwa kepadaNya. Allah berfirman dalam al-Zumar[039]:16:
Begitu pula ketika Allah berbicara tentang surga di dalam al-Qur`an, biasanya selalu diiringi dengan kabar tentang neraka. Contoh untuk ini bisa dilihat dalam surat al- Ḥāqah[069]:19-24, dalam ayat-ayat ini Allāh berbicara tentang Aṣḥāb al-Yamīn yaitu golongan kanan yang akan menghuni surga dan menikmati buah-buahan yang sangat mudah untuk dipetik, setelah itu dalam ayat 25- 37 Allāh Subḥanahu Wata’ālā langsung menceritakan orang- orang yang mendapatkan catatan amal dengan tangan kiri yang akan menghuni neraka, mereka ditangkap dan diseret serta dilemparkan ke dalam
al-Ja 69 ḥīm. Dari contoh ini sepertinya al-Qur`an hendak memberi pesan bahwa
dalam beribadah hendaknya manusia menggabungkan antara sifat khaūf dan rajā dan kedua sifat ini harus seimbang dalam diri seorang muslim. Sifat khaūf adalah rasa takut seorang hamba kepada Allah karena Dia telah menyediakan neraka untuk orang-orang yang menyelisihinya, sedangkan sifat rajā adalah harapan besar kepada Allah karena Dia Maha pemberi karunia dan telah menyediakan surga untuk orang-orang yang berbakti kepadaNya. Selain beribadah kepada Allah dengan kedua sifat ini, seorang muslimpun harus menambahnya dengan sifat maḥabbah yaitu kecintaan kepada Allah, sehingga terhimpun dalam dirinya khaūf, rajā serta maḥabbah yang seimbang. Dan beribadah kepada Allah dengan tiga hal ini termasuk ke
dalam asas ibadah. 70 Seperti inilah uslūb atau gaya penyampaian al-Qur`an, yang selalu
membandingkan dua hal yang saling bertentangan, karena segala sesuatu akan menjadi jelas dengan menerangkan lawan pembandingnya. Kenikmatan surga akan lebih dirasakan oleh orang yang mendengarnya ketika dalam waktu yang sama diapun mendengar tentang kepedihan neraka, begitu juga kesedihan penghuni neraka akan semakin dirasakan oleh manusia ketika dia
Bagi mereka lapisan-lapisan dari api di atas mereka dan di bawah merekapun lapisan-lapisan
(dari api). Demikianlah Allah mempertakuti hamba-hamba-Nya dengan azab itu. Maka bertakwalah kepada-Ku Hai hamba-hamba-Ku.
69 Contoh-contoh semacam ini akan banyak didapat oleh siapa saja yang memperhatikan ayat-ayat al-Qur`an, ayat-ayat yang berbicara tentang neraka selalu diiringi
oleh penjelasan surga, begitupula sebaliknya. Ayat-ayat tentang surga selalu diiringi dengan penjelasan tentang neraka. Di antara bukti pernyataan ini bisa diperhatikan ayat-ayat berikut: Q.S al- Wāqi’ah[056]:10-40 dan 41-61, al-Ḥadīd[057]:19, al-Mujādilah[058]:14-21 dan 22, Taḥrīm[066]: 10 dan 11, al-Mulk[067]: 6-11 dan 12, al-Hāqah[069]:19-29 dan 25-37, al- Ma’ārij[070]: 1-21 dan 22-35, al-Insān[076]:4 dan 5-22 serta al-Naba[078]: 21-30 dan 31- 36.
70 Nāṣir Ibn ‘Abd al-Karīm al-‘Aql, Mujmal Uṣūl ahl al-Sunnah wa al-Jamā’ah fī al- Aqīdah (Sana’ā: Markaz al-Jazīrah al-‘Arabiyyah, 1411 H), 14.
membandingkannya dengan kebahagiaan penghuni surga, dan begitu seterusnya. 71
Ahl al-sunnah wa al- Jamā’ah sangat meyakini eksistensi neraka, bahkan wujud neraka saat ini sudah ada. 72 Allah Subḥanahū wata’āla telah
menyediakan tempat siksaan ini untuk orang yang tidak patuh terhadapNya. Untuk mendukung pernyataan ini, ulama Ahl al-Sunnah berdalil dengan al- Qur`an dan al- Ḥadīth, di antaranya firman Allah berikut:
Maka jika kalian tidak dapat membuatnya (kitab tantingan al- Qur`ān) - dan
pasti kalian tidak akan dapat membuatnya, maka peliharalah diri kalian dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (al-Baqarah[002]:24)
Muḥammad Ṣāliḥ al-Uthaimīn (W: 1421 H) mengatakan bahwa kalimat “U’iddat” dalam ayat di atas berarti “Huyyiat” yang diambil dari kata 73 “al-I’dad” yang berarti “al-Tahyi`ah”, dalam bahasa Indonesia hal ini sering diterjemahkan menjadi “telah disediakan”, sebagaimana yang terdapat
dalam al-Qur`an terjemah Departemen Agama. 74 Neraka disediakan oleh Allah untuk manusia dan jin yang telah
melakukan dosa-dosa besar dan tidak bertaubat di alam dunia ini. Apabila dosa besar yang dilakukan oleh seorang hamba di dunia ini berupa keshirikan dan dia mati sebelum bertaubat kepadaNya, maka dia pasti disiksa karena keshirikannya tersebut, adapun apabila dosa yang dilakukan oleh seorang hamba di bawah level keshirikan seperti berzina, minum khamer dan bergibah maka ada dua kemungkinan, apabila Allah hendak mengampuni karena RahmatNya yang sangat luas maka hamba tersebut tidak disiksa karena dosanya telah diampuni, dan apabila Allah menghendaki untuk tidak mengampuni hamba tersebut karena keadilaNya maka dia akan disiksa karena dosa-dosanya. Adapun jika seorang hamba melakukan sebuah dosa baik keshirikan atau dosa dibawah level shirik kemudian dia bertaubat
sebelum mati maka Allah pasti mengampuni dosanya. 75 Inilah makna firman Allah dalam surat al- Nisā [004]:116 berikut:
71 Wahbah al- Zuḥailī, al-Tafsīr al-Munīr fī al-Sharīah wa al-Aqīdah wa al-Manhaj ( Bairūt: Dār al-Fikr al-Mu’āṣir, 1418 H), 417
72 Aḥmad Muṣṭafā Mutawalli, Surga dan Neraka (Bogor: Darul Ilmi, 2012 M), 226. 73 Muḥammad Ṣāliḥ al-Uthaimīn (W: 1421 H), Ta’līq Mukhtaṣar ‘Alā Kitāb Lum’ah
al- I’tiqād al-Hādī Ilā Sabīl al-Rashād (Riyāḍ: Dār al-Waṭan, 1423 H), 66. 74 Yayasan Penyelenggaraan Penerjemahan/ Penafsiran al-Qur`an, al-Qur`an dan
Terjemahnya (al-Madinah al-Munawwarah: Maktabah al-Malik al-Fahd, 1418 H), 12. 75 Lajnat al-Bath al- ‘Ilmi fī al-Muassasah al-‘Ᾱlamiyah, Ṭālib Wajada al-Haqīqah
(Sana’ā: al-Muassasah al-‘Ᾱlamiyyah, 1427 H), 28.
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya (al- Nisā[04]:116)
Secara umum dosa adalah penyebab seseorang masuk ke dalam neraka, jika dosa yang dilakukan seseorang sampai pada level kekufuran yang menghilangkan tauhid maka dosa tersebut akan menyebabkan
kekekalan di dalam neraka 76 , akan tetapi jika dosa yang dilakukan oleh seseorang tidak sampai pada level kekufuran maka ia tidak akan kekal di
dalam neraka jika dia memasukinya, kemudian dia akan dikeluarkan dari neraka menuju surga dengan iman yang dimilikinya walaupun sebesar biji
sawi. 77 Dalam berbicara tentang kadar lamanya siksaan dalam neraka al-
Qur`an sering menggunakan ungkapan khulūd dengan berbagai ṣīgahnya, terkadang dengan fi’il muḍāri (yakhlud) seperti dalam surat al- Furqān[025]:69, 78 terdakang dengan maṣdar (al-Khūld) seperti dalam surat yūnus[010]:52 79 dan al-Sajdah[032]:14, terkadang dengan ism al- fā’il al-
76 Ibn Rajab al- Ḥambalī (W: 795 H), Dahsyatnya Neraka (Jakarta: Pustaka al-Tazkiya, 2008), 335.
77 Mahir Ahmad, Misteri Kedahsyatan Neraka (Jakarta: Sukses Publishing, 2008), 49. Penyusun buku ini mengutip ḥadīth yang menerangkan bahwa semua orang beriman akan
keluar dari neraka walaupun keimanannya sebesar dzarrah. Rasulullah bersabda:
ِةَّنَجْلا َلْهَأ ُ َّالله ُلِخْدُي « َلاَق - ملسو هيلع الله ىلص - ِ َّالله َلوُسَر َّنَأ ِّىِرْدُخْلا ٍدي ِعَس ىِبَأ ْنَع ىِف ْمُتْدَجَو ْنَم اوُرُظْنا ُلوُقَي َّمُث َراَّنلا ِراَّنلا َلْهَأ ُلِخْدُيَو ِهَتَمْحَرِب ُءاَشَي ْنَم ُلِخْدُي َةَّنَجْلا
Dari Abū Sa’īd al-Khudrī, Bahwa Rasulullah Ṣalallāhu’alaihi wasallam bersabda: Allah akan memasukan penghuni surga ke surga, dan Dia akan memasukan siapa saja yang dikehendakiNya dengan rahmatNya, dan Dia akan memasukan penduduk neraka ke dalam neraka, kemudian Berfirman: lihatlah siapa saja yang kalian temukan dalam hatinya ada iman sebesar biji sawi, maka keluarkanlah. ( Ṣahīh Muslim, Bāb Ithbāt al-Shafā’ah wa Ikhrāj al-Muwaḥḥidīn min al-Nār, (Maktabah Shāmilah), Bab 1, 117. 78
Contoh lafadz yakhlud (ṣighah fi’il muḍāri):
Akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina (al-Furq
79 Contoh lafadz al- ān[025]:69)
khuld (ṣighah masdar):
Mufrad al- 80 Marfu’ (Khālid) seperti dalam surat Muḥammad[047]:15, atau al-Mufrad al- Manṣūb seperti dalam surat al-Nisā[004]:14 dan 93, al-
Taubah[009]:63, terkadang dengan ism al- fā’il al-Muthannā (Khālidain) seperti dalam al- 81 Ḥashr[059]:17, dan yang terbanyak yaitu dengan
ungkapan ism al- fā’il dalam bentuk jam’u mudhakkar sālim ( 82 khālidūna/khālidīna) seperti dalam surat al-Baqarah[002]: 39,
81, 217, 257, 275, Ᾱli Imrān[003]:116, al-A’rāf[007]:36, al-Taubah[009]:17,
Yūnus[010]:27,
al-Ra’d[013]:05,
al- Mu`minūn[023]:103, al- Zukhruf[043]:74, 83 al- Mujādilah[058]:17, al-Baqarah[002]:162, Ᾱli
Imrān[003]:88, al-An’ām[006]:128, al-Taubah[009]:68, Hūd[011]:107, al- Na ḥl[016]:29, Ṭāhā[020]:101, al-Aḥzāb[033]:65, al-Zumar[039]:72, Ghāfir[040]:76, al-Tagābun[064]:10, al-Jin[072]:23, al-Bayyinah[098]:6 dan terkadang ditambah dengan ta`bīd menjadi “khālīdīna fīhā abadā” seperti
84 dalam surat al- 85 Nisā[004]:169, al- Aḥzāb[033]:65 dan al-Jin[072]:23.
Kemudian dikatakan kepada orang-orang yang zalim (musyrik) itu: "Rasakanlah olehmu
siksaan yang kekal; kamu tidak diberi Balasan melainkan dengan apa yang telah kamu kerjakan." (Y ūnus[010]: 52)
80 Contoh lafadz Khālid (ṣighah ismi al-fā’il): Sama dengan orang yang kekal dalam Jahannam dan diberi minuman dengan air yang
mendidih sehingga memotong ususnya? (Mu ḥammad[047]:15) 81 Contoh lafadz Khālidain (ism al-fā’il al-Muthanna):
Maka adalah kesudahan keduanya, bahwa Sesungguhnya keduanya (masuk) ke dalam
neraka, mereka kekal di dalamnya. Demikianlah Balasan orang-orang yang zalim. (al- hashr[059]:17)
82 Contoh lafadz khālidūna (jam’u mudhakkar sālim marfū’):
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (al-Baqarah[002]:39)
83 Contoh lafadz khālidīna (jam’u mudhakkar sālim manṣūb/majrūr):
Mereka kekal di dalam la'nat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula)
mereka diberi tangguh. (al-Baqarah[002]:162) 84 Contoh lafadz khālīdīna fīhā abadā:
Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. dan yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah. (al-Nis ā[004]:169)
Dalam menterjemahkan lafadz “al-Khulūd” Departemen Agama RI dalam al-Qur`an dan Terjemahnya selalu menterjemahkannya dengan kata
“kekal”, jika lafadz “al-Khulūd” ditambah “ta`bīd” (khālīdīna fīhā abadā) maka Departemen Agama RI selalu menterjemahkan dengan kata “kekal di dalamnya selama- 86 lamanya”. Dan sepertinya terjemahan ini sudah sangat
menyebar di kalangan kaum muslimin, sehingga secara umum mereka meyakini bahwa neraka dan siksaannya bersifat kekal untuk orang-orang yang tidak beriman.
Sepertinya penerjemahan ini adalah penerjemahan yang diilhami banyak kamus bahasa arab sebagai bahasa al-Qur`an. Di antaranya dalam kitab Mukhtār al-Ṣaḥāh, Muḥammad Ibn Abū Bakr ‘Abd al-Qādir al-Rāzi Ra ḥimahullāh mengatakan bahwa “al-Khuld” bermakna “Dawām al-Baqā”, jika dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia berarti “kekal dan tetap” sedangkan al- “Abad” yang mempunyai jama “Ᾱbād”, bermakna “al-Dāim” atau selama-lamanya. 87 Pemaknaan khulūd dengan arti seperti inipun bisa dilihat dalam kamus al-Munjid. 88
Kekekalan neraka disebut secara jelas dan tegas dalam al-Qur`an dan Tafsirnya yang disusun oleh Kementrian Agama Indonesia, ketika mereka menafsirkan al-Qur`an surat al-Baqarah[002]:39. Mereka menyatakan: “Orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah, akan menjadi penghuni neraka selama-lamanya. 89
Jumhūr Mufassirīn meyakini akan kekekalan neraka, hal ini bisa dilihat dalam berbagai kitab tafsir mereka seperti al- Ṭabarī, Ibn Kathīr,
al- Aḥzāb[033]: 65
Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong.
al-Jin[072]: 23 Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka Sesungguhnya baginyalah
neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. 85 Muḥammad Fuād ‘Abd al-Bāqī, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāẓ al-Qur`ān,
(Indonesia: Maktabah Dahlan, tanpa tahun), 2, 300-302. 86 Hal ini bisa dilihat dalam al-Qur`an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh
Departemen Agama RI dalam ayat-ayat yang berbicara tentang al- Khulūd. 87 Muḥammad Ibn Abī Bakr al-Rāzī, Mukhtār al-Ṣaḥāḥ (Beirūt: Dār al-Fikr, 1426
H), 18, 166. 88 Louis Ma`luf, al-Munjid fi al-Lughah wa al- A’lām (Beirūt: Dār al-Mashriq,
1986), 191. 89 Kementrian Agama, al-Qur`an dan Tafsirnya (PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995 M),
Maḥmūd al-Alūsī , ‘Abd al-Raḥmān Nāṣir al-Sa’dī, Sa’īd Ḥawwā, Wahbah al- Zuḥailī dan lainnya.
Al- Ṭabarī (W: 310 H) dalam tafsirnya mengatakan ketika menafsirkan firman Allah surat al-Baqarah [002]: 39, “Orang-orang yang kufur dan mendustakan ayat-ayat Allah adalah penghuni neraka secara abadi tanpa batas waktu”. Al- Ṭabarī juga mengutip satu ḥadīth dari Rasulullah,
bahwa beliau bersabda:
Adapun penduduk neraka yang akan menjadi penduduk sebenarnya (kafir), mereka tidak mati dan tidak hidup, akan tetapi satu kaum yang tertimpa neraka karena kesalahan dan dosa mereka (akan tetapi masih beriman), maka mereka akan dimatikan, sehingga ketika mereka menjadi arang,
mereka diizinkan mendapat syafaat. 90 Had īth ini dijadikan oleh al- Ṭabarī sebagai dalil kekekalan neraka
untuk orang kafir karena mereka di dalamnya tidak mati sehingga selesai dari siksaan dan juga tidak hidup yang layak dikatakan kehidupan, selamanya akan demikian dan ini hanya untuk orang-orang kafir saja, sebab had īth ini selanjutnya menjelaskan orang-orang yang masuk neraka karena kesalahan mereka, yaitu kesalahan dibawah level kekufuran pada akhirnya orang-orang semacam ini akan mendapatkan syafaat yaitu akan dikeluarkan dari neraka.
Sepertinya pernyataan di atas didukung oleh Ibn Kathīr (W: 774 H) yang mencoba menjelaskan maksud dari firman Allah dalam surat al- Jinn[072]:23, bahwa siapa saja yang bermaksiat kepada Allah dan RasulNya maka mereka akan mendapatkan neraka Jahannam, mereka kelal di dalamnya, selama-lamanya tanpa batas waktu dan merekapun tidak keluar darinya. Dan hal ini akan menimpa semua makhluk yang mendapatkan taklīf atau beban syariat dari kalangan Jinn dan Manusia sebagaimana yang
dijelaskan oleh Ibn 91 Kathīr dalam ayat setelahnya. Bahkan al- Alūsī (W: 1270 H) menyatakan wahwa kekekalan orang
kafir di dalam neraka sudah menjadi ijma, hal ini bisa dilihat ketika beliau menafsirkan makna khul ūd yang terdapat pada surat al-Baqarah[002]:39 beliau mengatakan “wa al-khulūd hunā al-dawām ‘alā ma in’aqada ‘alaihi al- ijmā” (makna khulūd yang terdapat dalam ayat ini adalah selama-lamanya sesuai dengan ijma yang sudah terjadi). Lafadz khulūd untuk orang kafir yang masuk neraka tidak bisa ditafsirkan dengan berdiam dalam waktu lama,
90 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān fī Ta`wīl al-Qur`ān (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1420), 286.
91 Ismā’īl Ibn ‘Umar Ibn Kathīr al-Dimashqi (W: 774 H), Tafsīr al-Qur`ān al-Aẓīm (al- Riyād: Dār al-Salām, 1421 H), 2934.
karena dalam beberapa ayat Allah menambah dengan kata “abadā” yang mencegah maksud khulād yang bermakna diam dalam waktu yang lama. Dan
inipun menunjukan bahwa Allah tidak akan pernah mengampuni mereka dan tidak pernah memberi mereka hidayah, bahkan mereka akan berada di dalam neraka selamanya dan ini adalah amat mudah bagi Allah dengan tidak memperdulikan mereka. Hal ini diungkapkan oleh al- Alūsī ketika menafsirkan surat al- 92 Nisā[004]:169.
Penambahan kata “abadā” setelah “khalidīna fīhā” menurut al-Alūsī di atas lebih menguatkan pendapat Jumhur yang menyatakan kekalnya neraka, sebab terkadang makna khulūd terkadang ditafsirkan selama-lamanya dan terkadang ditafsirkan waktu yang lama bukan selama’lamanya, sehingga penambahan “abadā” menutup makna yang kedua dan menguatkan makna yang pertama yautu selama-lamanya.
Mufassir abad ini Al-S a’dī (W: 1376 H) mencoba meyakinkan kaum muslimin tentang kekalnya orang-orang yang mati dalam kekafiran dengan mengatakan bahwa orang-orang yang kufur dan mendustakan ayat-ayat Allah adalah orang yang akan menjadi penghuni neraka, dan mereka tidak akan keluar darinya, tidak akan diringankan azabnya dan tidak akan ditolong. Dan ayat-ayat semacam ini semuanya berlaku untuk manusia maupun jin, karena jin dan manusia sama dilihat dari balasan baik dan balasan buruk
sesuai dengan amal meraka. 93 Pernyataan bahwa orang-orang kafir tidak akan keluar dari neraka menjadikan keyakinan bahwa neraka benar-benar
akan bersifat kekal abadi, karena tidak ada satu ayatpun yang membatasi waktu ini.
Dukungan ini juga disampaikan oleh Sa’īd Ḥawwā dalam al-Asās fī Tafsīr yang mengatakan bahwa orang-orang kafir akan menghuni neraka
dengan kekal, karena neraka memang disediakan untuk mereka, walaupun akan ada kalangan muslim yang juga masuk ke dalam neraka karena kemaksiatannya pada Allah, akan tetapi mereka tidak kekal di dalam neraka sebagaimana kekalnya orang-orang kafir. Diapun menerangkan bahwa manusia yang akan masuk ke dalam neraka dan menjadi penghuni neraka berjumlah mayoritas, ini menunjukan betapa sedikit orang yang beriman jika di bandingkan dengan orang kafir, sebagaimana ketika Allah menciptakan pohon yang besar yang berbuah lebat, maka pada akhirnya kesudahan pohon itu untuk kayu bakar sedangkan buah yang manis hanya sedikit dibandingkan dengan pohon tersebut. Buah ini adalah perumpamaan manusia muslim
sedangkan selainnya adalah perumpamaan orang kafir. 94
92 Maḥmūd al-Alūsī (W: 1270 H), Rūh al-Ma’āni fī Tafsīr al-Qur`ān al-Aẓīm wa al- Sab’i al-Mathānī (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H), 197 dan 234.
93 ‘Abd al-Raḥmān Nāṣir al-Sa’dī (W: 1376 H), Taysīr al-Karīm al-Raḥmān fī Tafsīr Kalām al-Mannān (Riyād: Dār Salām, 1422), 40. 94
Sa’īd Ḥawwā, al-Asās fī Tafsīr (al-Qāhira: Dār al-Salām, 1419 H), 132.
Pendapat mayoritas mufasir ini juga didukung oleh Al-Z uḥailī ketika mengomentari firman Allah dalam surat al-Baqarah[002]:39 dengan mengatakan bahwa: dalam ayat tersebut Allah mensifati kesudahan orang- orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayatNya serta mengingkari para rasul serta nabi-nabiNya, mereka semua akan kekal di dalam neraka sedangkan yang lainnya tidak jikapun memasukinya, mereka akan tinggal terus-menerus, mereka tidak mati dan tidak hidup dengan kehidupan yang
baik, dan merekapun tidak akan pernah keluar darinya. 95 Kemudian hal ini di dukung pula oleh Ibn Abī Ḥātim al-Rāzī (W: 327
H) yang mengatakan bahwa orang-orang kafir dari Musyrikin Quraish dan mendustakan al-Qur`an mereka semua akan diazab di dalam neraka, dan mereka akan kekal abadi, mereka akan dimasukan ke dalam peti-peti besi
yang dikunci. 96 Dan masih banyak lagi para mufassir yang menyatakan kekalnya neraka.
Beberapa mufasir di atas adalah sebagian sarjana muslim yang telah meyakini kekekalan neraka untuk orang-orang kafir, mereka semua mendukung pertanyaan ini dengan dukungan yang selalu dituangkan dalam penafsiran ayat-ayat Allah dalam tafsir mereka. Sehingga pendapat ini menjadi pendapat mayoritas ulama.
Ada juga beberapa mufassir yang menyatakan bahwa lafadz khulūd bermakna waktu yang sangat lama seperti yang dinyatakan oleh Quraish Shihab ketika menafsirkan kata khulūd dalam al-Qur`an surat al- Baqarah[002]:162, yang dimaksud dengan khulūd adalah tinggal dalam waktu yang sangat lama di dalamnya, yakni di dalam laknat itu atau dalam neraka. Mereka juga tidak diberi tangguh dalam siksaan yang diterimanya sebagaimana penangguhan yang mereka dapatkan ketika hidup di dunia. Dan mereka tidak akan dilihat oleh Allah dan malaikat-malaikat dengan
pandangan kasih sayang. 97 Sepertinya keyakinan semacam ini menghantarkan pada aqidah tidak
kekalnya seorang yang masuk ke dalam neraka baik orang mu`min yang fasik atau orang kafir yang sama sekali tidak memiliki iman. Quraish Shihabpun mengutip penuturan Ibn Sina (980-1037 M) dan Mu ḥammad Iqbal berikut: Menurut Ibn Sina ganjaran dan surga kekal adanya, sejalan dengan kekekalan jiwa. Tetapi siksa neraka sifatnya sementara, sampai bersihnya jiwa manusia dari kotoran dosa. Muhammad Iqbal, filsuf Pakistan kenamaan itupun berpendapat serupa. Karena menurutnya Islam tidak
95 Wahbah al- Zuḥailī, al-Tafsīr al-Munīr fī al-Sharīah wa al-Aqīdah wa al-Manhaj ( Bairūt: Dār al-Fikr al-Mu’āṣir, 1418 H), 26.
96 ‘Abd al-Raḥmān Ibn Abī Hātim al-Rāzī (W: 327 H), al-Tafsīr bi al-Ma`thūr (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1427), 80-81.
97 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, pesan, kesan dan keserasian Al- Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2000 M) 347-348.
mengenal kutukan abadi, yang dimaksud kata kekal dalam al- Qur’an adalah waktu yang lama. 98
Ada juga ulama yang menetapkan ketidak kekalan siksa Allah dengan merujuk pada firmannya dalam hadits qudsi: Rahmat-Ku mengalahkan Murka-Ku. Rahmat Allah yang antara lain tercermin dalam surga-Nya, mengalahkan amarah- yang antara lain tercermin dalam neraka. Dan karena rahmat-Nya mengalahkan amarah-Nya, maka neraka akan dikalahkan sehingga tidak kekal. Dari sini maka kekekelan yang dimaksud adalah waktu
yang sangat panjang. 99 Sayyid Quṭb dalam Ẓilāl menyatakan bahwa orang-orang kafir dan
berbuat zalim, maka Allah tidak akan mengampuni mereka dan juga tidak akan memberikan mereka petunjuk, karena mereka telah memutus seluruh jalan ampunan, maka mereka tidak memiliki jalan kecuali jalan menuju
Jahannam 100 dan mereka berhak mendapatkan kekekalan abadi. Akan tetapi Quṭb mempunyai komentar lain tentang kekekalan
neraka yang sepertinya tidak konsisten dengan pernyataan di atas, ketika beliau menafsirkan surat al-A ḥzāb[033]:65, menyatakan bahwa kata khulūd yang dimaksud di dalam ayat ini adalah waktu yang sangat lama, sehingga orang kafir akan berada di dalam neraka dalam waktu yang sangat lama, yang mana lamanya waktu tidak diketahui kecuali oleh Allah, dan waktu tersebut tidak mempunyai batas waktu kecuali pada ilmu Allah dan atas kehendak Allah. Komentar yang kedua ini mengesankan akan adanya batas akhir untuk orang-orang yang masuk neraka termasuk di dalamnya orang- orang kafir kepada Allah, sebab ayat ini sedang berbicara tentang orang
kafir. 101 Sepertinya pemaknaan khulūd dengan kekal selama-lamanya tanpa
batas waktu untuk orang-orang kafir yang masuk ke dalam neraka adalah pilihan yang mempunyai banyak dukungan dari dalil-dalil lain. Di antaranya ada ayat yang menyatakan secara jelas bahwa mereka tidak akan pernah keluar dari neraka walaupun mereka memintanya, di antaranya dalam surat
al-Baqarah[002]:167, 103 dan al- Māidah[005]:37.
98 M. Quraish Shihab, Perjalanan Menuju Keabadian kematian, surga dan ayat- ayat tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 2006) 167-168.
99 M. Quraish Shihab, Perjalanan Menuju Keabadian kematian, surga dan ayat- ayat tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 2006) 168.
100 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur`ān (al-Qāhira: Dar al-Shurūq, 1402) 813. 101 Sayyid Quṭb, Fī Ẓilāl al-Qur`ān (al-Qāhira: Dar al-Shurūq, 1429) 2883. 102 al-Baqarah[002]: 167:
Dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.
103 al- Māidah[005]:37:
Al- Ṭabarī (W: 310 H) menafsirkan surat al-Baqarah[002]:167 ini dengan mengatakan bahwa: orang-orang kafir yang sangat menyesal atas perbuatan kufurnya di dunia, dan berharap kembali ke alam dunia, serta telah berlepas diri dari orang-orang yang mengajak kepada keburukan yang telah menyesatkan mereka tetap tidak bisa menjadikan mereka keluar dari neraka yang mereka masuki karena kekufuran di dunia. Dalam ayat ini terdapat penjelasan atas kekeliruan orang yang meyakini bahwa neraka akan sirna dan azab untuk orang kafir akan berhenti, hal ini dikarenakan setelah Allah mengabarkan kondisi keburukan penduduk neraka Dia mengakhiri kabarNya bahwa mereka orang-orang kafir tidak akan pernah keluar darinya, tanpa menyebutkan pengecualian waktu, sehingga siksaan ini tidak berbatas waktu
dan tidak ada ujungnya. 104 Penafsiran al- Ṭabarī di atas menunjukan bahwa beliau memilih
berada pada posisi jumhur dalam masalah ini, dan memang al- Ṭabarī ini dikenal sebagai seorang mufassir yang senantiasa memaknai khul ūd dengan keabadian untuk orang-orang kafir. Al- Ṭabarī biasanya menjadikan dzahir ayat sebagai landasan aqidahnya, sehingga ketika ada satu ayat yang menyatakan orang-orang kafir tidak akan pernah keluar dari neraka dia menjadikan ini sebagai dalil kekekalan mereka di dalam neraka. Dan sepertinya ini adalah pendapat yang lebih kuat karena mufassir yang membatasi kekekalan mereka tidak pernah menyebutkan batasan akhir, karena memang syariat tidak pernah membatasi siksaan neraka apakah 1 juta tahun atau lebih.
Ada juga ayat yang menyatakan bahwa mereka tidak akan mungkin masuk surga dan keluar dari neraka sampai bisa masuknya unta ke dalam lubang jarum. Ini adalah syarat mustahil, karena unta tidak mungkin masuk ke dalam lubang jarum maka orang-orang kafirpun tidak akan pernah masuk ke dalam surga dan keluar dari neraka sampai kapanpun. Hal ini dikabarkan
oleh Allah dalam al-Qur`an surat al-A`r 105 āf[007]:40-41. Tentang ayat ini,
Mereka ingin keluar dari neraka, Padahal mereka sekali-kali tidak dapat keluar
daripadanya, dan mereka beroleh azab yang kekal. 104 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān fi Ta’wīl al-
Qur`ān (Beirūt: Dār Ibn Ḥazm, 1423 H), 101. 105 al- A’rāf[007]:40-41:
berkaki empat tidak akan pernah bisa masuk ke dalam lubang jarum. 106 Selain berbicara tentang waktu, al-Qur`an juga berbicara tentang
ragam siksa yang terdapat dalam neraka. Al-Qur`an menginformasikan bahwa siksa neraka beraneka ragam, keragaman ini mungkin bisa dikelompokan kepada siksaan fisik dan siksaan psikis, untuk siksaan fisik al- Qur`an menginformasikan bahwa para penghuni neraka akan dipenuhi oleh api yang sangat panas, bahkan api yang ada di dalam neraka akan membuat
kulit jari-jemari dan kulit kepala mereka terkelupas. 107 Terkelupasnya kulit kepala orang-orang yang ada di dalam neraka dikabarkan oleh Allah dalam
surat al- 108 Ma’ārij[070]:15-16. Biasanya seseorang di dunia ketika mereka merasakan panas maka
dia akan mencari air dingin, naungan teduh serta udara semilir yang akan merubah kondisi panas menjadi sejuk. Akan tetapi ketiga hal ini tidak akan didapatkan di dalam neraka karena hawa neraka adalah samūm yaitu anging yang sangat panas, airnya adalah ḥamīm yaitu air yang mendidih sedangkan naungan mereka adalah yaḥmūm, yaitu asap-asap neraka yang hitam dan juga panas, seb agaimana perkataan Aḥmad Muṣṭafā Mutawallī yang dinukil dari Ibn Rajab (W: 795 H). Dan ternyata pandangan ini adalah intisari dari
firman Allah dalam surat al-W 109 āqi’ah[056]:41-44.
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka). Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang zalim.
106 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī, Jāmi’u al-Bayān fi Ta’wīl al-Qur`ān (Beirūt: Dār Ibn Ḥazm, 1423 H), 101.
107 Māhir Aḥmad, Misteri Kedahsyatan Neraka (Jakarta: Sukses Publishing, 2009), 146.
108 Al- Ma’ārij[070]:15-16:
Sekali-kali tidak dapat, Sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergolak, yang mengelupas kulit kepala.
109 Aḥmad Muṣṭafā Mutawalli, Surga dan Neraka (Bogor: Darul Ilmi, 2012 M), 245. Al- Waqi’ah[056]:41-44:
Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?, dalam (siksaan) angin yang Amat panas
(sam ūm), dan air panas yang mendidih (ḥamīm), dan dalam naungan asap yang hitam (ya ḥmūm), tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
Informasi al-Qur`an tentang gambaran siksaaan neraka adalah informasi yang pasti terjadi dan sangat diyakini oleh orang-orang yang beriman, karena yang mengatakannya adalah Allah yang tidak pernah berdusta dalam perkataannya. Kepedihan siksa yang digambarkan di atas masih ditambah lagi dengan informasi al-Qur`an tentang makanan dan minuman penghuni neraka yang sangat mengerikan. Dalam surat al-
Dukhān[044]:43-45, 110 Allah mengabarkan bahwa makanan penghuni neraka adalah zaqqūm satu makanan yang menyebabkan kerongkongan orang yang
memakannya tersekat. 111 Tentang zaqqūm ini Imām Aḥmad meriwayatkan satu ḥadīth dari jalur ‘Abd Allāh Ibn ‘Abbās Raḍiallāhu’an bahwa
Rasulullah bersabda:
Seandaainya setetes zaqqūm diteteskan (ke bumi), niscaya akan menghilangkan kehidupan penduduk bumi, maka bagaimanakah kondisi orang (di dalam neraka) yang tidak mempunyai makanan kecuali
zaqqūm?. 112 Makanan yang menyesakan ini mengharuskan mereka untuk mencari
minuman untuk menghilangkan sumbatan yang ada di kerongkongannya, akan tetapi di dalam neraka tidak tersedia minuman yang diharapkan, yang ada adalah air yang sangat tidak layak minum. al-Qur`an menyebutkan empat jenis minuman yang ada di dalam neraka, dan keempatnya adalah minuman yang sangat menyiksa. Keempat minuman tersebut adalah al- ḥamīm, al-Gassāq, al-Ṣadīd dan Māin ka al-Muhl. Keempat jenis minuman neraka ini disebutkan oleh Allah dalam al-Qur`an pada beberapa ayat, yaitu surat
Muḥammad[047]:15, al-Naba[078]:24-25, Ṣād[38]:57-58, Ibrāhīm[014]:16-17, al-Kahfi[018]:29. 113
110 Al- Dukhān[044]:43-45:
Sesungguhnya pohon zaqqum itu[jenis pohon yang tumbuh di neraka], makanan orang yang banyak berdosa, (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut,
111 Rashīd Ibn Abd’ al-Raḥmān al-Zahrānī, Menyingkap Rahasia Surga dan Neraka (Jakarta: Pustaka as-Sunnah, 2007 M), 26.
112 Aḥmad Ibn Ḥambal, Musnād ‘Abd Allāh Ibn ‘Abbās, juz 4 (Maktabah Shāmilah), 467. 113
Ibn Rajab al- Ḥambalī (W: 795 H), Dahsyatnya Neraka, (Jakarta: Pustaka at- Tazkiya, 2008 M), 182-183. Ibn Rajab menjadikan ayat-ayat di bawah ini sebagai dalil keempat jenis minuman penduduk neraka dalam al-Qur`an:
Muḥammad[047]:15: Dan (penduduk neraka) diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong
ususnya?.
Al- Ḥamīm adalah air yang sangat panas yang sudah mencapai tikik terpanas sehingga akan memotong-motong usus peminumnya, sedangkan
gassāq adalah air berbau busuk yang sangat dingin yang sudah sampai pada titik terdingin, di sini Allah menggabungkan kedua minuman ini, antara minuman yang sangat panas dan minuman yang sangat bau dan dingin sehingga mereka merasakan azab dari kedua minuman ini. Ada juga mufassir yang mengatakan bahwa al- gassāq adalah nanah penghuni neraka, dan segala cairan yang keluar dari tubuh mereka dari kotoran, keringat dan lainnya. Ketika dua jenis azab ini dihimpun dan ditimpakan pada penghuni
neraka, maka ini adalah azab yang dilipat gandakan untuk mereka. 114 Adapun Māu al-Ṣadīd, Mujahid mengatakan dia adalah nanah dan
darah, Qatadah mengatakan dia adalah air kotor yang mengalir dari daging dan kulit penduduk neraka, dan dalam satu riwayat dari Qatadah, al- Ṣadīd adalah cairan yang keluar dari perut orang kafir yang telah tercampur nanah
al-Naba[078]:24-25: Mereka tidak merasakan kesejukan di dalamnya dan tidak (pula mendapat) minuman, selain
air yang mendidih dan nanah. Ṣād[038]:57-58:
Inilah (azab neraka), Biarlah mereka merasakannya, (minuman mereka) air yang sangat
panas dan air yang sangat dingin. dan azab yang lain yang serupa itu berbagai macam. Ibrāhīm[014]:16-17:
Di hadapannya ada Jahannam dan Dia akan diberi minuman dengan air nanah, diminumnnya air nanah itu dan hampir Dia tidak bisa menelannya dan datanglah (bahaya) maut kepadanya dari segenap penjuru, tetapi Dia tidak juga mati, dan dihadapannya masih ada azab yang berat.
Al-Kahfi[018]:29:
Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.
114 Muḥammad Ṣālih al-Uthaimīn (W: 1421 H), Tafsīr al-Qur`ān al-Karīm, Juz ‘Amma (Riyād: Dār al-Thurayya, 1423 H), 30-31.
dan darah. Apapun penafsiran al- Ṣadīd maka semuanya sepakat bahwa dia adalah minuman yang sangat tidak layak dikonsumsi oleh manusia. 115
Kemudian Māu al-Muhl adalah air yang sangat pekat seperti minyak sebagaimana penafsiran Ibn ‘Abbas, sedangkan Mujahid mengatakan bahwa
al-Muhl adalah air seperti darah dan nanah, dan beberapa penafsiran ini sama sekali tidak bertentangan karena sesunguhnya al-Muhl adalah air yang menghimpun semua keburukan di atas, dia adalah air berwarna hitam, berbau busuk, pekat dan panas, sehingga akan menghanguskan wajah orang yang
meminumnya dan ini adalah seburuk-buruknya air minum. 116 Ini beberapa gambaran siksaan fisik yang menimpa penghuni neraka,
ada juga siksaan psikis yang akan sangat mengecewakan mereka, di antaranya mereka akan dilupakan oleh Allah, mereka terhalang untuk melihat wajah Allah Yang Maha Indah, permohonan mereka sama sekali tidak didengar bahkan mereka diperintahkan untuk diam tidak berbicara. Siksaan psikis ini dikabarkan oleh Allah dalam surat al- Jāthiyah[045]:34, al- Muṭaffifīn[085]:15, al-Mu`minūn[023]:107-108. 117
Siksaan neraka digambarkan dengan sangat rinci sekali, sehingga ini menjadikan keyakinan bagi orang yang mempercayai kabar ini bahwa siksa neraka bersifar fisik dan psikis. Hal ini semuanya digambarkan oleh Allah agar jiwa-jiwa manusia segera bangkit agar tidak terpuruk di akherat nanti.
115 Aḥmad Muḥammad Shākir, ‘Umdah al-Tafsīr, Mukhtaṣar Tafsīr Ibn Kathīr (Misr: Dār al-Wafā, 1425 H), 299. 116
Aḥmad Muḥammad Shākir, ‘Umdah al-Tafsīr, Mukhtaṣar Tafsīr Ibn Kathīr (al- Iskandariyyah: Dār al-Wafā, 1425 H), 418. 117
Allah mengabarkan siksa psikis ini dalam beberapa ayat berikut:
Dan dikatakan (kepada mereka): "Pada hari ini Kami melupakan kalian sebagaimana kalian telah melupakan Pertemuan (dengan) hari kalian ini dan tempat kembali kalian ialah neraka dan kalian sekali-kali tidak memperoleh penolong". (al-J āthiyah[045]:34). Arti Allah melupakan mereka adalah Allah meninggalkan dan membiarkan mereka dalam azab neraka (Lihat: Kh ālid ‘Abd al-Raḥmān al-Ka’k, Ṣafwat al-Bayān Li Ma’āni al-Qur`ān al-Kar īm, (Beirūt: Dar al-Bashāir, 1414 H), 502.
Sekali-kali tidak [mereka tidak dekat dengan Allah], Sesungguhnya mereka pada hari itu
benar-benar tertutup dari Tuhan mereka. (al-Mu ṭaffifīn[083]:15) Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami darinya (dan kembalikanlah Kami ke dunia), jika Kami
kembali (kafir), Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang zalim."Allah berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kalian berbicara denganKu. ( Mu`minūn[023]:107-108
Semua kabar ini adalah benar sebab Allah tidak pernah main-main dengan kabar yang disampaikannya.