Kedudukan Tafsir al-Ṭabarī (W: 310 H) atas tafsir lainnya

C. Kedudukan Tafsir al-Ṭabarī (W: 310 H) atas tafsir lainnya

Tafsīr al-Ṭabarī adalah tafsīr yang sangat istimewa, tafsir ini merupakan tafsir terbaik dan tertua yang secara utuh sampai kepada kita baik dari sisi metode penulisan ataupun dari corak atau ragam penafsirannya . Jika ditinjau dari metode penulisan, Tafsīr al-Ṭabarī digolongkan ke dalam al- Tafsīr al-Tahlīlī, dan metode penulisan seperti ini juga adalah metode yang

paling tua dibandingkan dengan metode lainnya. 31 Metode taḥlīli berarti menjelaskan ayat-ayat al-Qur`an dengan

meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh maksudnya, mulai dari uraian makna kosakata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antar pemisah ( munāsabah), hingga sisi keterkaitan antar pemisah itu (wajh al- Munāsabah) dengan bantuan asbāb al-Nuzūl, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi Ṣalallāhu’alaihi wasallam, ṣaḥābat dan tābi’īn. Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti susunan muṣḥaf, ayat per ayat dan surat per surat. 32

29 Muḥammad Ibn Ṣālih al-Uthaimīn, Uṣūl fī al-Tafsīr (Riyāḍ: Dār Ibn Qayyim, 1409 M), 27-29.

30 Manna’ al-Qaṭṭān, Mabāḥith fī ‘ulūm al-Qur`ān (Qahira: Maktabah Wahbah, 2002 M), 353.

31 Kitāb tafsīr jika ditinjau dari metode mempunyai empat bentuk yaitu: metode taḥlīli, ijmāli, muqāran, dan maudhūi, lihat M. Quraish Shihāb dkk, Sejarah dan Ulūm al-

Qur`ān (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008 M), 172. 32

Rosihon Anwar, ‘Ilmu Tafsīr (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 159.

Dan jika ditinjau dari sumber penafsirannya 33 maka tafsir ini termasuk ke dalam corak penafsiran bi al- Ma`thūr yaitu menafsirkan al-

Qur`an dengan athār dari Rasulullah dan para sahabatnya. Al-Farmāwi menyebutkan Tafsir al- Ṭabarī ini sebagi tafsir terbaik karena al-Ṭabarī menuturkan banyak pendapat penafsiran lalu menyeleksinya, dan dalam kitab tafsir ini disebutkan pula i’rāb dan hukum-hukum sebagai hasil dari istimbat al-Qur`an. 34

Keutamaan Tafsīr al-Ṭabarī atas kitab-kitab tafsir yang lain diakui oleh para pakar ilmu-ilmu al-Qur`an seperti Muḥammad Ḥusain al-Dhahabī dalam al- Tafsīr wa al-Mufassirūn, Mannā’ al-Qaṭṭān dalam Mabāhith fī ‘Ulūm al-Qur`ān, Muḥammad Bakr Ismā’īl dalam kitab Ibn Jarīr wa Manhajuhu fī Tafsīr, Muḥammad Ḥasbi al-Ṣidqi dalam Ilmu-Ilmu al-Qur`ān, ‘Abd al-Ḥayy al-Farmāwi dalam Metode Tafsīr Maudū’i dan Rosihon Anwar dalam Ilmu Tafsīr, serta pakar ilmu-ilmu al-Qur`ān yang lainnya. Jika tidak semua pakar maka mayoritas mereka selalu menempatkan T afsīr al-Ṭabarī sebagai tafsīr nomer wahid dalam corak tafsīr bi al-Ma`thūr.

Muḥammad Ḥusain al- Dhahabī mengatakan bahwa Tafsīr al-Ṭabarī merupakan rujukan pertama untuk para mufassirīn yang menggunakan

metode al- Tafsīr al-Naqlī, walaupun pada kesempatan yang sama Tafsīr al- Ṭabarī juga merupakan rujukan yang sangat penting untuk al-Ṭafsīr al-‘Aqlī, karena di dalam tafsirnya terdapat isṭimbāt, penjelasan pandangan, serta adanya pentarjihan antara satu pendapat atas pendapat yang lain. 35

Mann ā’ al-Qaṭṭān dalam Mabāhith fī ‘Ulūm al-Qur`ān mengatakan bahwa Ibn Jarīr al-Ṭabarī termasuk pelopor penkodifikasian tafsīr muṣḥaf

secara utuh dalam satu kitab, dan menafsirkan seluruh ayat berdasarkan urutan ayat dalam al-Qur`an. Sehingga tafsir menjadi ilmu tersendiri yang

ada dalam rangkaian ilmu-ilmu induk islam. 36 Muḥammad Bakr Ismā’il mengatakan bahwa tafsir yang disusun oleh

al- 37 Ṭabarī yang diberi nama “Jāmi al-Bayān ‘an Ta`wīl Ᾱyi al-Qur`ān” merupakan karya monumental al- Ṭabarī secara mutlak, di dalamnya sangat

jelas menunjukan pemikiran serta metodologinya dalam pengambilan

33 Kitāb tafsīr jika ditinjau dari corak atau macam tafsīr berdasarkan sumbernya maka mempunyai dua corak: Tafsīr bi al-Ma`thūr dan Tafsīr bi al-Ra`yī, lihat Rosihon

Anwar, ‘Ilmu Tafsīr (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 143. 34 ‘Abd Ḥayy al-Farmāwī, Metode Tafsīr Maudū’i dan Cara Penerapannya

(Bandung: Pustaka Setia, 2002 M), 25. 35 Mu ḥammad Abū Zaid Abū Zaid, Manāhij al-Mufassirīn muhktasar al-Tafsīr wa

al- Mufassirūn (Ṣan’ā: Maktabah Jīl al-Jadīd, 2006 M), 75. 36 Manna’ al-Qaṭṭān, Mabahith fī ‘ulūm al-Qur`ān (Qāhira: Maktabah Wahbah,

2002 M), 332. 37 Dalam beberapa cetakan terdapat perbedaan penyebutan untuk nama T afsīr al-

Ṭabarī ini, terkadang disebut “Jāmi al-Bayān ‘an Ta`wīl Ᾱyi al-Qur`ān”, terkadang juga disebut “Jāmi al-Bayān fī Ta`wīl al-Qur`ān”.

istimbat makna-makna ayat al-Qur`an dan keindahan balāgah. Tafsir ini juga memperjelas kemahiran dan kejeniusan penyusunnya, serta sangat dikagumi

oleh orang-orang besar lainnya. 38 ‘Abd al-Ḥayy al-Farmāwī mengatakan bahwa di antara kitab-kitab

Tafsīr bi al-Ma`thūr yang ada, tafsīr al-Ṭabarī adalah tafsir yang paling baik sebab beliau menuturkan banyak pendapat penafsiran lalu menyeleksinya. Kitab ini menyertakan pula i’rāb dan hukum-hukum yang dapat diambil dari ayat-ayat al- 39 Qur`ān.

Rosihon Anwar ketika menyebutkan lima contoh Tafsīr bi al- Ma`thūr, beliau menempatkan kitab Jāmi al-Bayān fī Ta`wīl al-Qur`ān pada urutan pertama. Ini menunjukan keagungan kitab tafsīr tersebut dan pengakuan akan keutamaan tafsīr al-Ṭabarī dibanding tafsīr yang lain. 40

Ketika Ibn Taimiyah ditanya tentang kitab tafsir yang paling baik, maka beliau berkata bahwa tafsīr terbaik yang sudah menyebar di tangan masyakarakat adalah tafsīr Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), karena dia telah menyebutkan perkataan-perkataan salaf al- ṣāliḥ dengan sanad yang lengkap, di dalam kitabnya pun tidak terdapat bid’ah, dan dia

tidak meriwayatkan dari orang-orang yang telah dituduh menduskatan hadith seperti Muqātil ibn Bukair dan al-Kalabi. 41

Tafsir yang sangat besar ini seolah-olah hadiah yang sangat berharga dan mulia dari Allah untuk al- Ṭabarī secara khusus dan untuk semua kaum muslimin secara umum. Kitab ini adalah hadiah dari Allāh karena istikhārah dan doa yang dilakukan oleh al- Ṭabarī (W: 310 H) selama tiga tahun sebelum ia memulai menafsirkan al-Qur`an. 42

38 Muhammad Bakr Ismā’il, Ibn Jarīr al-Ṭabarī Manhajuhu fī al-Tafsīr (al- Q āhirah: Dār al-Manār,1411 H), 27.

39 ‘Abd Ḥayy al-Farmāwī, Metode Tafsīr Maudū’i dan Cara Penerapannya (Bandung: Pustaka Setia, 2002 M), 25.

40 Rosihon Anwar, ‘Ilmu Tafsīr (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 146. 41 Ibn Taimiyah, Muqaddimah fī Uṣūl i al-Tafsīr (Bairūt: Dār Ibn Ḥazm, 1418 H),

110. 42 Thameem Ushama, Metodologi Tafsir al-Qur`an, (Jakarta: Riora Cipta, 2000 M),