Penggunaan kata abadā setelah kata khālidīna fīhā untuk mensifati siksa neraka

2. Penggunaan kata abadā setelah kata khālidīna fīhā untuk mensifati siksa neraka

Penggunaan kata a badā untuk mensifati neraka terdapat dalam tiga ayat yang terpencar dalam tiga surat. Ketiga ayat ini adalah surat al- Nisā[004]:167-169, al-Aḥzāb[033]:64-65, dan al- Jinn[072]:23. Yang pertama penggunaan lafadz abadā untuk penghuni neraka terdapat dalam surat al- Nisā[004]:167-169, Allah berfirman:

27 ‘Abd al-Raḥmān Ibn Nāṣir al-Sa’di, Taisīr al-Karīm al-Raḥmān fi Tafsīr al- Kalām al-Mannān (Beirūt: Muassasah al-Risālah, 1416 H), 465.

28 Muḥammad Sulaimān ‘Abd Allāh al-Ashqar, Nafhat al-‘Abīr min Zubdat al- Tafsīr (Riyād: Dār al-Salām, 1417 H), 771.

29 Ismāil Ibn ‘Umar Ibn Kathīr al-Qurashi al-Dimashqi (W: 774 H), Tafsīr al- Qur`ān al-Aẓīm (Riyād: Dār Tayyibah, 1418 H), 342.

Kecuali jalan ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (al- Nisā[004]:167-169)

Al- Ṭabarī (W: 310 H) mengatakan bahwa ayat ini berbicara tentang kekufuran Ahlul Kitab yang mengingkari kerasulan Muḥammad Ṣalallāhu’alaihi wasallam, sehingga dia menjadi kufur

karena pengingkarannya dan diapun menjadi seorang zalim karena kedudukan kekufuran mereka setelah mereka mengetahui kebenaran, dan karena kezaliman mereka pada hamba-hamba Allah yang lain, juga karena hasad mereka pada orang-orang Arab serta karena buruknya tingkah laku mereka pada Nabi Mu ḥammad Ṣalallāhu’alaihi wasallam, maka Allah tidak akan mengampuni mereka, akan tetapi mereka akan dihinakan dan akan benar-benar disiksa. Dan mereka juga tidak akan diberikan hidayah Islam, bahkan mereka akan ditunjukan pada jalan menuju Jahannam, yaitu kekufuran, sebab kekufuran inilah yang akan menghantarkan mereka pada Jahannam, dan mereka akan kekal abadi di dalamnya, dan

mengekalkan mereka di dalam Jahannam sangat mudah bagi Allah. 30 Lafadz a badā yang terdapat dalam ayat ini lebih menguatkan

pendapat al- Ṭabarī yang meyakini keabadian neraka. Seolah-olah Allah hendak menguatkan lagi makna kekakalan neraka dengan menyatakan keabadian setelah meyatakan kekhuludannya.

Kekekalan neraka dalam ayat ini juga didukung kembali oleh Ibn Abī Ḥātim al-Rāzī (W: 327 H) dengan meriwayatkan dalam kitab

tafsirnya bahwa siapa saja yang kafir dan menghalang-halangi jalan kebenaran serta berbuat amalan keji, maka mereka tidak akan mendapatkan petunjuk kecuali jalan menuju Jahannam dengan mendaki gunung yang gersang dan panas, mereka di dalamnya kekal tidak akan pernah mati dan tidak akan pernah berkesudahan, dan

balasan semacam itu adalah sangat mudah 31 bagi Allah Ta’ala. Siapa saja yang kafir terhadap semua ajaran yang harus

diimani dan menghalang-halangi jalan Allah dengan mengingkari kenabian Mu ḥammad Salallāhu’alaihi wasallam, maka pada hakekatnya dia telah jauh dari kebenaran, karena mereka telah menggabungkan dua keburukan dalam dirinya yaitu keburukan kekufuran dan menghalangi orang lain dari kebenaran, dan juga orang-orang kafir serta zalim mereka tidak akan diampuni jika terus menerus dalam kakafirannya.

30 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī, Jāmi’u al-Bayān fī Ta’wīl al-Qur`ān, (Beir ūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 2009 M), 370.

31 ‘Abd al-Raḥmān Ibn Abī Ḥātim al-Rāzī (W: 327 H), al-Tafsīr bi al- Ma`thūr, (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1427 H), 190

Mereka tidak akan ditunjukan satu jalan kecuali jalan menuju neraka karena buruknya perbuatan dan pilihan mereka yang telah melakukan perbuatan diluar batas, menolak yang jelas benar dan keras kepala terhadap penjelasan, mereka akan masuk ke dalam neraka dengan kekal, dan lafadz abadā setelah ayat ini ditambahkan oleh Allah agar tidak ada lagi kemungkinan memaknai khālidīna fīhā hanya dengan waktu yang lama, sehingga maknanya jelas bahwa orang-orang kafir akan diam di dalam neraka selama-lamanya dan tidak akan pernah keluar sebagaimana pendapat al- Shaukānī dalam

tafsirnya. 32 Al- Ṭabarī, al-Rāzī dan al-Shaukānī seolah-olah telah sepakat

dengan fungsi tambahan abadā setalah khālidīna fīhā, yaitu menguatkan makna kekekalan untuk semua orang kafir yang menghuni neraka.

Kemudian yang kedua penggunaan lafadz abadā untuk penduduk neraka terdapat dalam firman Allah surat al- Aḥzāb[033]:64-65, Allah berfirman:

            Sesungguhnya Allah mela'nati orang-orang kafir dan menyediakan

bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka), mereka kekal di dalamnya selama-lamanya … (al-Aḥzāb[033]:64-65)

Dalam menafsirkan aya ini Al- Ṭabarī (W: 310 H) mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menjauhkan orang-orang kafir dari seluruh kebaikan dan Diapun telah menyediakan api neraka yang akan membakar mereka, dan mereka akan tinggal di dalam nyala api secara abadi tanpa batas waktu, dalam keadaan seperti ini mereka juga tidak mempunyai seorang penolongpun, yang akan menolong

mereka dari api neraka. 33 Ketika seluruh kebaikan telah dijauhkan maka yang ada

adalah semuanya keburukan, kabaikan syafaat telah hilang, harapan ampunan dan harapan diringankan dari neraka semuanya telah hilang bahkan harapan kematianpun ditiadakan ketika mereka sangat mengharapkan diberikan kematian itu karena siksa yang begiku keras.

Siapa saja yang telah menjadikan kekufuran sebagai jalan hidup mereka, sehingga mereka ingkar kepada Allah dan RasulNya dan juga kufur terhadap semua yang datang dariNya, maka Allah

32 Muḥammad Ibn ‘Ali Ibn Muḥammad al-Shaukānī (W: 1250 H), Fath al- Qadīr, (al-Iskandariyah: Dar al-Wafā, 1418 H), 850.

33 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān fī Ta’wīl al- Qur`ān, (Beirūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 2009 M), 335.

akan menjauhkan mereka dari rahmatNya di dunia dan di akherat, dan cukuplah ini sebagai siksaan bagi mereka. Dan untuk mereka telah disediakan juga api yang menyala-nyala yang akan membakar seluruh tubuh mereka dan azab pembakaran inipun akan sampai pada ulu hati mereka, dan dalam keadaan seperti ini merekapun akan merasakan azab yang kekal, tidak akan pernah keluar dan tidak akan

diringankan walaupun sebentar. 34 Sepertinya orang-orang kafir akan kekal di dalam neraka

karena rahmat Allah sebagai syarat masuk surga telah ditiadakan untuk mereka sebagaimana perkataan Al- Qāsimī (W: 1332 H) bahwa orang-orang yang dilaknat oleh Allah dari kalangan orang-orang kafir berarti mereka telah dijauhkan dari rahmatNya dan untuk mereka telah disediakan api yang menyala-nyala di akherat, mereka kekal abadi serta tidak mempunyai seorang penolongpun yang bisa

membebaskan mereka. 35 Allah melaknat orang kafir dengan laknat akherat karena

diiringi dengan azab api yang menyala-nyala. Kemudian yang dimaksud dengan orang kafir dalam ayat ini bisa jadi mereka adalah orang-orang yang memusuhi Nabi Mu ḥammad (W: 11 H) dan menyakitinya sewaktu di Madinah, yaitu orang-orang Munafik, dan orang-orang Mushrik yang ikut serta dalam perang Aḥzāb serta Yahudi Madinah yang menolong mereka, atau bisa jadi ayat ini berbicara untuk keumuman orang kafir. Untuk mereka semua telah disediakan api yang kobarannya sangat besar, dan mereka tidak mempunyai seorang penolongpun untuk selama-lamanya, sehingga

azab mereka tidak akan diringankan dan tidak akan ditolong. 36 Orang-orang kafir yang terkena laknat Allah tentu tidak akan

diberikan rahmat, sebab tidak akan pernah bersatu antara laknat dan rahmat. Rahmat Allah yang begitu luas tidak akan diberikan kepada orang-orang yang kufur kepadanya, sehingga mereka tidak akan dikeluarkan dari siksaan. Mereka akan kekal abadi di dalam kesengsaraan.

Selanjutnya penggunaan lafadz abadā untuk penduduk neraka terdapat dalam sutat al-Jinn[072]:23, Allah berfirman:

34 ‘Abd al-Raḥmān Ibn Nāṣir al-Sa’dī (W: 1376 H), Taisīr al-Karīm al- Raḥmān fi Tafsīr al-Kalām al-Mannān (Riyāḍ: Dār al-Salām, 1422 H), 789.

35 Muḥammad Jamāl al-Dīn al-Qāsimī (W: 1332 H), Maḥāsin al-Ta`wīl (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1424), 116.

36 Muḥammad al-Ṭāhir Ibn ‘Ᾱshūr (W: 1972 H), Tafsīr al-Taḥrīr wa al- Tanwīr (Tunisia: Dār al-Sahnūn, 1997 M), 114.

Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka Sesungguhnya baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya (al-Jinn[072]:23)

Al- Ṭabarī (W: 310 H) mengatakan siapa saja yang bermaksiat kepada

perintah-perintahNya, melaksanakan larangan-laranganNya, mendustakan kabar-kabarNya dan RasulNya, juga mendustakan kerasulannya, maka dia akan

masuk ke dalam neraka secara abadi tanpa batas waktu. 37 Siksaan senantiasa disebabkan oleh kemaksiatan, semakin

besar satu kemaksiatan maka akan semakin besar siksaan dari Allah. Ketika kemaksiatan itu berupa pelalaian perintah Allah, melaksanakan larangan, dan mendustakan kabar dari Allah sehingga menjadikan pelakunya kufur maka siksaannyapun akan abadi.

Mufassir Yaman Shaukānī (W: 1250 H) ikut mendukung pernyataan al- Ṭabarī (W: 310 H) di atas dengan menafsirkan firman Allah ini dengan mengatakan bahwa siapa saja yang bermaksiat pada Allah dalam perkara Tauhid, maka balasan untuk orang tersebut adalah api Jahannam, atau hukuman untuk orang yang tidak bertauhid adalah api Jahannam dan mereka akan kekal di dalamnya ( khālidīna fīhā), kemudian penambahan kata abadā adalah penguat makna khulūd, sehingga artinya dia akan kekal di dalam Jahannam tanpa ada kesudahan. 38

Pernyataan ini di dukung pula oleh Ibn Kathīr (W: 774 H) yang menafsirkan ayat ini dengan mengatakan siapa saja yang bermaksiat pada apa yang didatangkan oleh Allah, maka balasan mereka adalah Neraka Jahannam secara kekal abadi, mereka tidak

akan keluar dari dalam neraka itu. 39 Komentar yang sama dilontarkan pula oleh Al- Sa’dī (W: 1376

H) yang mengatakan bahwa ayat ini mengingatkan bahwa kemaksiatan yang ada dalam ayat ini adalah kemaksiatan yang berarti kekufuran bukan kemaksiatan biasa, sebab kemaksiatan biasa yang berada di bawah level kekufuran tidak menjadikan pelakunya kekal abadi di dalam neraka sebagaimana yang dijelaskan dalam banyak

ayat dan hadith dari Nabi Muḥammad Ṣalallāhu’alaihi wasallam. 40

37 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān fī Ta’wīl al- Qur`ān (Beirūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 2009 M), 275.

38 Muḥammad Ibn ‘Ali Ibn Muḥammad al-Shaukānī (W: 1250 H), Fath al- Qadīr (al-Iskandariyah: Dar al-Wafā, 1418 H), 850.

39 Ismāil Ibn ‘Umar Ibn Kathīr al-Qurashi al-Dimashqi (W: 774 H), Tafsīr al- Qur`ān al-Aẓīm (Riyāḍ: Dār Ṭayyibah, 1418 H), 245.

40 ‘Abd al-Raḥmān Ibn Nāṣir al-Sa’dī (W: 1376 H), Taisīr al-Karīm al- Raḥmān fi Tafsīr al-Kalām al-Mannān (Riyāḍ: Dār al-Salām, 1422 H), 1052.

Jika diperhatikan keabadian penghuni neraka semuanya disebabkan karena kekafiran baik yang ada pada surat al-Nis ā, al-

A ḥzāb atau al-Jinn di atas. Dan memang jika dosa yang dilakukan oleh seorang hamba adalah dosa biasa maka tidak akan ada kekekalan siksaan untuk mereka.