Neraka Dalam Pandangan Muḥadithīn

2. Neraka Dalam Pandangan Muḥadithīn

Mu ḥaddithīn adalah orang yang menyibukan diri dengan ḥadīth , baik dengan mempelajarinya, menghafalnya dan menjelaskan makna-makna yang tersembunyi. A ḥmad Ibn Ḥambal sebagai seorang Muḥaddith dan Faqīh mengatakan bahwa surga dan neraka adalah dua makhluk yang telah diciptakan oleh Allah. Barang siapa yang menyangka bahwa keduanya belum diciptakan, berarti dia telah mendustakan al-Qur`an dan al- ḥadīth, karena keduanya telah menginformasikan secara jelas kepada manusia

tentang eksistensi surga dan neraka. 133 Imam Muslim, seorang Im ām hadīth yang mempunyai satu kitab

populer yaitu al-J āmi’u al-Ṣaḥīḥ atau lebih dikenal dengan Kitab Ṣaḥīḥ Muslim. Dalam kitab ini Imam Muslim menyusun ḥadith ṣaḥīḥ dari Rasulullah yang mencakup seluruh perkara agama termasuk permasalahan neraka. Contohnya beliau menulis satu bab “Bab siapa saja yang mati dalam

keadaan tidak mensekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia akan masuk surga dan siapa saja yang mati dalam keadaan mensekutukan Allah maka dia akan masuk ke dalam neraka. Kemudian di bawahnya beliau mengutip satu had īts berikut:

132 ‘Abd al-Raḥmān Ibn Ṣāliḥ al-Maḥmūd, Mauqif Ibn Taimiyyah min al-Ashā’irah (Riyad: Maktabatu al- Rushd, 1415 H), 486. Lihat juga Aḥmad Ibn ‘Awdi Allāh al-Ḥarbī, al-

Māturidiyah Dirāsatan wa Taqwīman (Riyad: Dar al-Sumai’iy, 1421 H), 485. 133 Aḥmad Ibn Ḥambal, Uṣūlu al-Sunnah (Bogor: Pustaka Darus Ilmi, 1996 M),

ِناَتَبِجوُمْلا اَم ِ َّالله َلوُسَر اَي َلاَقَف ٌلُجَر - ملسو هيلع الله ىلص - َّىِبَّنلا ىَتَأ َلاَق ٍرِباَج ْنَع

Dari J ābir Radiallāhu’anh berkata: ada seorang lelaki yang mendatangi Rasulullah Salallahu’alaihi wasallam lalu bertanya: Wahai Rasulullah

apakah dua hal yang pasti terjadi?, Rasul menjawab: Siapa saja yang mati dalam keadaan tidak mensekutukan Allah dengan sesuatu apapun maka dia pasti masuk ke dalam surga, sedangkan siapa saja yang mati dalam keadaan mensekutukan dengan Allah dengan sesuatu maka pasti dia masuk ke dalam

neraka. 134 Al-Naw āwī dalam Sharaḥ Ṣaḥīḥ Muslim mengatakan bahwa telah

berijma kaum muslimin bahwa siapa saja yang mati dalam keadaan shirik pasti masuk neraka dan siapa saja yang mati dalam keadaan tidak shirik maka dia akan masuk surga. Masuknya seorang Mushrik ke dalam neraka berdasarkan keumumam keshirikan baik Ahlu al-Kitab dari kalangan Yahudi maupun Nasrani, penyembah berhala dan semua orang kafir, dan sama saja baik sebab kekufurannya itu karena keras kepala atau karena sebab yang lainnya. Dan mereka sama saja baik menyelisihi Islam secara terang- terangan ataupun berpura-pura menjadi Muslim.

Adapun masuknya seorang yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun ke dalam surga sudah menjadi kepastian untuknya. Jika dia tidak termasuk ke dalam orang yang melakukan dosa besar maka dia akan masuk ke dalam surga terlebih dahulu, akan tetapi jika dia termasuk ke dalam pelaku dosa besar dan dia mati sebelum bertaubat kepada Allah maka dia akan berada di bawah kehendak Allah, jika Allah berkehendak maka dia akan diampuni dan dimasukan ke dalam surga, jika tidak maka dia akan diazab, kemudian dikeluarkan dari neraka, kemudian dimasukan ke dalam surga dan dia akan dikekalkan di dalam surga (khallada

f 135 ī al-Jannah). Kekekalan penduduk neraka dan surga sifatnya dikekalkan oleh Allah

bukan kekal dengan sendirinya, sebab dari sisi Dzat yang kekal dengan sendirinya hanya Allah adapun surga, neraka, dan penghuni ke duanya sifatnya dikekalkan dan ini merupakan kandungan dari ucapan al-Naw āwī di atas yang mengatakan khallada f ī al-Jannah, dengan menggandakan hufur l ām dalam lafadz kallada, yang bermakna dikekalkan bukan kekal dengan sendirinya.

Neraka untuk orang mushrik adalah neraka yang bersifat kekal abadi, sebab neraka jika ditinjau dari kekal atau tidak penghuninya dibagi menjadi

134 Maḥyu al-Dīn Abū Zakariya Yaḥya Ibn Sharaf al-Nawāwī (W: 676 H), Ṣaḥīḥ Muslim bi Sharh al-Naw āwī (al-Qāhirah: Dār al-Taqwā, 2004 M), 273.

135 Maḥyu al-Dīn Abū Zakariya Yaḥya Ibn Sharaf al-Nawawi (w: 676 H), Ṣaḥīḥ Muslim bi Shar ḥ al-Nawāwī (al-Qāhirah: Dār al-Taqwā, 2004 M), 277.

dua bagian, ada neraka yang kekal dan ada neraka yang tidak kekal. Kekekalan hanya untuk mereka yang kafir termasuk ke dalamnya orang yang melakukan shirik akbar sedangkan untuk orang-orang mu`min yang bermaksiat dan dia mati dalam keadaan membawa kemaksiatannya maka dia tidak akan kekal di dalam neraka karena adanya keimanan yang

menyebabkan dirinya keluar dari neraka. 136 Dalam kitab Sahihnya al-Bukh āri tidak ketinggalan dalam membahas

tentang kekekalan neraka, beliau menulis satu bab “Bāb Tafāḍuli Ahli al- Īmān fī al-A’māl” kemudian di bawahnya beliau meriwayatkan satu hadith dari jalur Abi Sa’id al-Khudri Radiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Salallahu’alaihi wasallam bersabda:

Akan masuk surga penduduk surga, dan akan masuk ke dalam neraka penduduk neraka, kemudian Allah Ta’ala berfirman: “Keluarkanlah siapa saja yang di dalam hatinya terdapat keimanan walaupun sebesar atom …”

Ibn Ḥajar al-Asqalānī mengatakan bahwa khardal di sini adalah zat terkecil, dan keimanan sebesar khardal ini maksudnya adalah amalan lain yang ada setelah adanya dasar tauhid yaitu L āilaha Illallāh, berdasarkan riwayat lain yang menyatakan bahwa rasulullah bersabda:

Ke luarkanlah dari neraka siapa saja yang mengatakan “Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah” dan di dalam hatinya ada kebaikan walaupun seberat dzarrah. 137

Menurut al-Asqal ānī raḥimahullāh, al-Bukhārī menulias hadīth ṣaḥīḥ ini di dalam kitabnya bertujuan untuk membantah kaum Murji’ah karena di dalam had īth ini menjelaskan bahwa kemaksiatan bisa menyebabkan pelakunya masuk ke dalam neraka walaupun dia mempunyai keimanan dan juga bantahan atas Mu’tazilah karena hadīth ini menjelaskan bahwa pelaku maksiat dari kalangan orang-orang beriman akan dikeluarkan dari neraka dan

tidak akan kekal di dalamnya. 138 Sehingga al-Bukh ārī dalam masalah ini berada pada posisi jumhur Ahlu al-Sunnah yang menyatakan bahwa neraka

bagi orang-orang beriman yang memasukinya akan bersifat sementara, adapun untuk orang-orang yang tidak memiliki keimanan tidak akan keluar dari neraka, karena dalil ini mengkhususkan orang beriman yang akan keluar dari neraka bukan selainnya.

136 Muḥammad Nāṣir al-Dīn al-Albāni, Fatwa-Fatwa al-Bani (Jakarta: Pustaka al- Tauhid, 2002 M), 30.

137 Hadith ini diriwayatkan oleh al-Tirmidzi, lihat Makatab Shamilah. 138 Aḥmad Ibn ‘Ali Ibn Ḥajar al-Asqalānī, Fatḥ al-Bārī Sharḥ Saḥīḥ al-Bukhārī

(Riyāḍ: Dār al-Salām, 1421 H), 100.

Tim Riset dan Kajian Ilmiyah Universitas Madinah menyatakan bahwa neraka adalah tempat azab, yang Allah sediakan untuk orang-orang kafir dan yang berbuat maksiat. Di dalamnya terdapat berbagai macam siksaan, penjaganya Malaikat yang sangat kasar dan keras. Orang-orang kafir akan kekal di dalamnya, makanan meraka zaqq ūm sebuah pohon di dalam neraka yang sangat pahit dan berbau busuk, minuman meraka adalah ḥamīm yaitu air yang sangat panas, api di dunia ini hanya merupakan satu dari tujuh puluh bagian panasnya api Jahannam dan neraka tidak pernah bosa

membakar dan menerima orang-orang yang dilemparkan ke dalamnya. 139 Dari beberapa perkataan Ahlul al-Had īth ini bisa disimpulkan wahwa

mereka semua sepakat akan eksistensi neraka saat ini dan neraka bersifat kekal untuk orang-orang kafir yang di dalamnya mencakup orang-orang yang melakukan shirik akbar. Hal ini dikarenakan yang akan dikeluarkan dari neraka hanyalah orang-orang yang mempunyai keimanan, mafhumnya orang-orang yang tidak memiliki keimanan maka dia tidak akan dikeluarkan dari neraka.