Makna Suatu Lafadz Bergantung Pada Qarīnahnya

3. Makna Suatu Lafadz Bergantung Pada Qarīnahnya

Dalam memaknai lafadz khul ūd, jumhūr mufassirīn membedakan antara ayat-ayat yang membicarakan orang-orang yang kafir dengan ayat- ayat yang membicarakan orang-orang beriman. Makna khul ūd untuk orang- orang kafir menurut mereka adalah kekal selama-lamanya tanpa batas waktu, sedangkan makna khul ūd untuk orang-orang beriman bermakna waktu yang lama, akan tetapi mempunyai batas waktu.

Al- Ṭabarī (W: 310 H) memaknai khulūd dalam surat al- Baqarah[002]:39, 118 dengan kekal selama lamanya tanpa batas waktu,

sehingga mereka yang disebut dalam ayat ini akan menghuni neraka secara abadi, dan mereka tidak akan pernah bisa keluar dari neraka. Ini adalah pernyataan al- Ṭabarī dalam ayat tersebut dikarenakan ayat tersebut sedang membicarakan orang-orang kafir. 119 Pendapatnya tentang kekekalan neraka

untuk orang-orang kafir dapat mudah didapat ketika dia menafsirkan ayat- ayat khul ūd untuk orang-orang kafir.

Begitu pula al- Alūsī (W: 1270 H), dalam Rūh al-Ma’ānī, mencoba mendukung al- Ṭabarī sehingga berkata bahwa makna lafazd khulūd adalah kekal selama-lamanya dan lafadz ini jika ditujukan untuk orang-orang kafir tidak bisa ditafsirkan dengan berdiam dalam waktu yang lama, karena dalam beberapa ayat, Allah menambah dengan kata “abadā” yang mencegah maksud khul ūd yang bermakna diam dalam waktu yang lama dan berakhir. 120

Sepertinya pernyataan inipun senada dengan pandangan al- Sa’dī (W: 1376 H), bahwa orang-orang kufur dan mendustakan ayat-ayat Allah adalah orang-orang yang akan menjadi penghuni neraka, dan mereka tidak akan keluar darinya, tidak akan diringankan azabnya dan tidak akan ditolong. Dan ayat-ayat semacam ini semuanya berlaku untuk manusia dan jin, karena

keduanya akan mendapatkan baik atau buruk sesuai dengan amal mereka. 121

118 al-Baqarah[002]:39             Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni

neraka; mereka kekal di dalamnya. 119 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān Fī Ta`wīl al-

Qur`ān (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1420 H), 166. 120 Maḥmūd al-Alūsī (W: 1270 H), Rūh al-Ma’āni fī Tafsīr al-Qur`ān al-Aẓīm wa

al- Sab’i al-Mathāni (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H), 197 dan 234. 121 ‘Abd al-Raḥmān Nāṣir al-Sa’dī (W: 1376 H), Taysīr al-Karīm al-Raḥmān fī

Tafsīr Kalām al-Mannān (Riyād: Dār Salām, 1422), 40.

Pemaknaan lafadz khul ūd oleh mufassir di atas berbeda ketika mereka memaknai ayat-ayat khul ūd yang sedang membicarakan orang-orang mu’min yang berbuat dosa besar. Misalnya surat al-Nisā[004]:93, 122 di

dalam ayat ini, Allah mengancam orang-orang yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja maka balasannya adalah khulūd di dalam neraka.

Redaksi ayat ini bersifat umum, baik yang melakukan pembunuhan itu adalah seorang mu`min ataukah seorang kafir. Akan tetapi al- Ṭabarī mempunyai pandangan lain, jika yang membunuhnya adalah seorang mu`min, maka balasannya adalah Jahannam secara kekal jika Allah hendak membalasnya dengan itu. Akan tetapi akan ada ampunan dan keistimewaan untuk orang-orang beriman pada Rasulnya, sehingga menyebabkan tidak kekalnya orang tersebut di dalam neraka, bahkan bisa jadi dia akan diampuni oleh Allah sehingga tidak masuk ke dalam neraka sama sekali jika Dia menghendaki karena karunia Allah begitu besar. Atau jika Dia menghendaki orang itu akan dimasukan ke dalam neraka lalu dikeluarkan dan dimasukan ke dalam surga dengan Rahmat Allah, hal ini berdasarkan janji harapan

sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat al-Zumar[039]:53, 123 dan juga semua dosa mungkin diampuni oleh Allah walaupun dia tidak bertaubat

di dunia jika Allah menghendaki kecuali dosa shirik, berdasarkan firmanNya dalam surat al-Nis 124 ā[004]:48 dan 116.

Dalam menafsirkan ayat-ayat ancaman bagi seorang muslim yang melakukan dosa besar menurut ‘Abd al-Raḥmān al-Sa’dī (W: 1376 H) adalah

122 Allah berfirman:                

Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya (al-Nis ā[004]:93)

123 Allah berfirman dalam surat al-Zumar[039]:53:                     

  Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri,

janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa- dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang . Ayat ini mempunyai keterkaitan dengan surat al-Nis ā[004]:48, Allah berfirman:

                     Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa shirik, dan Dia mengampuni segala dosa

yang selain dari (shirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

124 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān Fī Ta`wīl al- Qur`ān (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1420 H), 529.

mengatakan sebagaimana yang Allah firmankan, yaitu kekalnya seseorang yang melakukan dosa seperti itu sebagai konsekwensi dari perbuatannya. Akan tetapi konsekwensi ini berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai pengecualian, sedangkan al-Qur`an, al-Sunnah serta Ijma telah menginformasikan bahwa tauhid dan keimanan adalah penghalang kekalnya seseorang di dalam neraka, jika seseorang tidak mempunyai tauhid dan

keimanan niscaya dia akan kekal selama-lamanya di dalam neraka. 125 Dalam pembahasan di sini menunjukan bahwa kata khul ūd akan

berbeda maknanya ketika objek penisbatannya berbeda. Jika dinisbatkan kepada seorang kafir maka maknanya adalah kekal selama-lamanya, akan tetapi jika dinisbatkan kepada seorang muslim yang bertauhid maknanya waktu yang lama dan aka nada batasnya. Pemaknaan seperti ini berdasarkan qar īnah atau dalil lain yang mengharuskan pemaknaannya menjadi seperti itu.

Ada satu ḥadīth yang menyatakan bahwa semua kaum muslimin akan dikeluarkan dari neraka dan masuk ke dalam surga. ḥadīth ini adalah qar īnah yang begitu kuat yang menunjukan tidak kekalnya dia di dalam neraka. Rasulullah bersabda:

ِةَّنَجْلا َلْهَأ ُ َّالله ُلِخْدُي « َلاَق - م لسو هيلع الله ىلص - ِ َّالله َلوُسَر َّنَأ ِّىِرْدُخْلا ٍديِعَس ىِبَأ ْنَع ىِف ْمُتْدَجَو ْنَم اوُرُظْنا ُلوُقَي َّمُث َراَّنلا ِراَّنلا َلْهَأ ُلِخْدُيَو ِهَتَمْحَرِب ُءاَشَي ْنَم ُلِخْدُي َةَّنَجْلا

Dari Abū Sa’īd al-Khudri, Bahwa Rasulullah Ṣalallāhu’alaihi wasallam bersabda: Allah akan memasukan penghuni surga ke surga, dan Dia akan memasukan siapa saja yang dikehendakiNya dengan rahmatNya, dan Dia akan memasukan penduduk neraka ke dalam neraka, kemudian Berfirman: lihatlah siapa saja yang kalian temukan dalam hatinya ada iman sebesar biji

sawi, maka keluarkanlah. 126 Had īth ini menunjukan bahwa semua orang yang beriman akan

dikeluarkan dari neraka, dan mafh ūm mukhālafah dari hadits ini menunjukan bahwa orang-orang yang tidak mempunyai keimanan tidak akan dikeluarkan dari neraka. Had īth ini menjadi dalil Jumhūr Ahlu al-Sunnah tentang kekekalan neraka untuk orang-orang kafir, sebab jika orang kafir akan dikeluarkan juga dari neraka maka Allah tidak akan menyebutkan orang- orang yang beriman saja yang akan dikeluarkan dari neraka dalam had īth ini.

Kemudian qar īnah lain yang mendukung pernyataan ini adalah dalil jumhūr mufassirīn yang menyatakan bahwa kaum mu’min yang melakukan dosa besar tidak akan kekal di dalam neraka jika mereka memasukinya yaitu,

125 ‘Abd al-Raḥmān Nāṣir al-Sa’dī, Taysīr al-Karīm al-Raḥmān fī Tafsīr Kalām al- Mannān (Riyād: Dār Salām, 1422), 120.

126 Sahīh Muslim, Bāb Ithbāt al-Shafā’ah wa Ikhrāj al-Muwaḥḥidīn min al-Nār ( Maktabah Shāmilah), Bab 1, 117.

firman Allah dalam surat al- Nisā[004]:48 dan 116, yang menyatakan bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa shirik dan akan mengampuni dosa dibawah level shirik bagi siapa saja yang dikehendakiNya. Dari pembahasan ini muncul satu kaidah bahwa satu lafadz akan berbeda maknanya bergantung pada qar īnah yang ada.