Siksa neraka dinamakan adhāb al-muqīm

6. Siksa neraka dinamakan adhāb al-muqīm

Perkataan lain yang mengesankan azab neraka bersifat kekal abadi yaitu firman Allah yang menyebut Jahannam dengan adhāb al- muqīm, penyebutan ini terdapat dalam al-Taubah[009]:68, Allah berfirman:

Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela'nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal (al-Taubah[009]:68)

Al- Ṭabarī (W: 310 H) mengatakan tentang tafsir ayat ini bahwa Allah telah mengancam setiap orang Munafik dan Kafir, kelak mereka akan dimasukan ke dalam Neraka Jahannam, mereka akan tinggal selamanya dan dijauhkan dari rahmatNya, dan merekapun

56 Muḥammad Ibn Yūsuf Abū Ḥayyān al-Andalūsi (W: 745 H), Tafsīr al-Bahr al- Muhīṭ (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1422 H), 650.

57 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al- Qur`an (Jakarta: Lentera Hati, 2002 M), 335.

mendapat azab terus-menerus tidak pernah berhenti dan tidak akan pernah selesai. 58

A dhāb Al-Muqīm ditafsirkan oleh al-Tabari dengan azab terus menerus, sepertinya ini diambil dari makna Al-M uqīm yang berarti tinggal selama-lamanya. Sehingga orang-oran munafik dan kafir akan tinggal selamanya di dalam neraka. Ancaman ini hanya disampaikan pada orang-orang munafik dan kafir kepada Allah, dan tidak diancamkan pada orang-orang mukmin yang berdosa besar.

Orang Munafik yang dirinya mengaku muslim akan tetapi tidak mengamalkan islam akan diletakan di dalam peti api dan dibenamkan ke dalam neraka paling rendah, mereka tidak akan pernah mati dan mereka akan mendapatkan azab secara kontinyu dan

tidak akan pernah terputus. 59 Al- Shaukānī (W: 1250 H) mendukung pemahaman di atas

dengan mengatakan bahwa tempat kesudahan bagi orang-orang munafik dan kafir, mereka akan mendapatkan azab Jahannam dengan kekal, dan azab Jahannam ini sudah sangat cukup untuk menyiksa mereka dan tidak perlu ditambah lagi, dan bersama azab yang keras itu merekapun dilaknat oleh Allah yaitu diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah, dan azab akherat bersifat muqīm yaitu dāim lā yanfak ‘anhum atau terus menerus dan tidak akan pernah terputus dari mereka. 60

Kekalnya orang-orang kafir di dalam neraka merupakan kesempurnaan keadilan Allah, karena Dia tidak menyamakan orang- orang yang bertauhid dan orang shirik, membedakan orang percaya kepada Nabi dan orang yang mengingkari berita-berita dari Nabi, membedakan orang yang taat pada Allah dengan orang-orang yang bermaksiat kepadaNya. Bisa jadi ada yang menanyakan keadilan Allah, dengan menyiksa orang-orang yang kufur di dunia yang hanya hidup dalam kekufuran puluhan atau ribuan tahun dengan siksaan selama-lamanya, hal ini dijawab karena orang-orang yang mati dalam kekufuran jika mereka diberi hidup selama-lamanya niscaya mereka akan tetap kufur, bahkan jika orang kufur yang telah mati dan telah dihadapkan ke dalam neraka lalu dikembalikan lagi ke alam dunia

58 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān fī Ta’wīl al- Qur`ān (Beirūt: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 1420 H), 412.

59 ‘Abd al-Raḥmān Ibn Abī Ḥātim al-Rāzī (W: 327 H), al-Tafsīr bi al-Ma`thūr (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1427 H), 85.

60 Muḥammad Ibn ‘Ali Ibn Muḥammad al-Shaukānī (W: 1250 H), Fath al- Qadīr (al-Iskandariyah: Dar al-Wafā, 1418 H), 539.

niscaya mereka akan melakukan kesalahan yang serupa. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat al- 61 An’ām[006]:28:

         Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali

kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. dan Sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka.

Al- Ṭabarī (W: 310 H) menyatakan bahwa di dalam ayat ini Allah mengabarkan bahwa orang-orang yang mendustakan ayat- ayatNya ketika melihat azab yang besar berharap untuk dikembalikan lagi ke dunia agar dapat beriman dan terhindar dari azab yang besar itu, akan tetapi kemudian Allah membeberkan dusta mereka, seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia niscaya mereka akan kembali melakukan apa-apa yang dilarang. Jadi mereka hanya berdusta, sehingga mereka jika dikambalikan lagi kedunia dan diberikan umur tanpa batas niscaya merekapun akan kufur tanpa batas, sehingga karena keburukan niat ini mereka berhak

mendapatkan azab yang tanpa batas juga. 62 Pernyataan seperti ini semakin menambah keyakinan akan

keadilan Allah yang Sangat Sempurna. Sebab kekekalan neraka yang yang dialami oleh orang-orang kafir ternyata dikarenakan keburukan tingkah laku dan niat mereka. Berbeda dengan pelaku dosa besar dari kalangan muslim, mereka tidak mendapat kekekalan dikarenakan adanya keimanan. Dan keadilan Allah ini terpancar ketika Dia tidak menyamakan antara orang yang percaya pada Hari Kiamat dengan orang yang tidak mempercayainya, antara orang yang mencintai Rasulullah dengan orang yang memusuhinya, antara orang yang senantiasa ruku dan sujud kepadaNya, dengan orang yang angkuh tidak mau menundukan kepala kepadaNya.

Pernyataan serupa keluar dari pendapat Al- Suyūṭī (W: 911 H) yang mengatakan tentang tafsir ayat ini, seandainya Allah mengembalikan lagi orang-orang yang telah melihat azab besar ke dunia, sebagaimana dunia ini, niscaya mereka akan kembali

melakukan keburukan serupa yang telah dilarang oleh Allah. 63 Besarnya Rahmat Allah tidak akan diberikan kepada orang-

orang kafir di akherat. Karena rahmat Allah di akherat khusus

61 http://www.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option =FatwaId&Id=65864 (Diakses pata hari selasa, 21 Feb 2012)

62 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān fī Ta’wīl al- Qur`ān (Beirūt: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 1420 H), 175.

63 ‘Abd al-Raḥmān Ibn Abī Bakr al-Suyūṭī (W: 911 H), al-Durr al-Manthūr fī Tafsīr al-Ma`thūr (Beirūt: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1421 H),16.

diberikan untuk orang-orang beriman kepadaNya, adapun orang- orang kafir mereka berhak mendapatkan laknat yang mengandung makna dijauhkan dari R ahmat Allah. Ibn ‘Uyainah al-Ḥasanī (W: 1224 H) mengatakan ketika menafsirkan al- Raḥmān dan al-Raḥīm dalam surat al- Fātiḥah bahwa al-Raḥmān adalah Allah yang memberikan rahmat di dunia dan di akherat, sedangkan al-Rahim adalah Allah yang memberikan rahmat di akherat karena rahmat Allah di akherat akan diberikan secara khusus untuk orang-orang

yang beriman. 64 Al- Ṭabarī (W: 310 H) menyatakan bahwa Allah telah

mengkhususkan rahmatNya untuk orang beriman di dunia dan di akherat, bersamaan dengan itu Allahpun telah mengglobalkan rahmatNya di dunia untuk orang mu`min dan kafir dari fadilah dan kebaikan-kebaikan seperti rizki yang cukup, menjalankan awan untuk menurunkan hujan, menumbuhkan pohon dari bumi, kesehatan badan dan akal dan nikmat-nikmat lain yang tanpa batas.

Sehingga Allah al- Raḥmān merahmati seluruh hambanya di dunia dan di akherat, dan Allah al- Raḥīm merahmati orang beriman secara khusus di dunia dan di akherat, RaḥmānNya Allah di dunia yang mencakup seluruh makhluk seperti yang dijelaskan di atas, adapun Raḥmān Allah di akherat, Dia tidak menzalimi makhluknya ketika mengadili mereka bahkan satu kebaikan dilipat gandakan menjadi sepuluh kebaikan, ini adalah makna Raḥmān yang umum di akherat. Adapun kekhususan Raḥīm bagi orang-orang yang beriman sebagimana yang Allah firmankan dalam surat al- Aḥzāb[033]:43, inilah kekhususan Raḥīm Allah hanya untuk orang-orang beriman di akherat. 65

Allah yang memiliki Rahmat yang besar tidak memberikan rahmatNya untuk orang-orang kafir ketika mereka telah masuk ke dalam neraka, bahkan yang ada Allah mengabarkan bahwa Dia melaknat mereka, dan tidak akan pernah mengeluarkan mereka dari neraka selama-lamanya.

Al- Bukhārī meriwayatkan di dalam kitab Sahihnya, bahwa Rasulullah mengabarkan di akherat nanti ketika semua penduduk surga telah masuk surga dan seluruh penghuni neraka sudah masuk neraka maka akan didatangkan kematian yang telah diserupakan oleh Allah dengan seekor kambing yang sebagian bulunya berwarna hitam

64 Aḥmad Ibn Muḥammad Ibn Mahdī Ibn ‘Uyainah al-Ḥasanī (W: 1224 H), al- Baḥru al-Madīd fī Tafsīr al-Qur`ān al-Majīd (Beirūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

1426 H), 30. 65 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān fī Ta’wīl al-

Qur`ān, (Beirūt: Dar Kutub al-Ilmiyyah, 1420 H), 85.

dan sebagian lagi berwarna putih, kemudian kambing itu disembelih, artinya kematian dimatikan oleh Allah yang ada tinggal kehidupan. Maka bergembiralah ketika itu penduduk surga dan sengsaralah penduduk neraka, karena semuanya akan kekal dalam kehidupan yang dikekalkan oleh Allah yang Maha kekal.

Rasulullah bersabda:

Akan didatangkan kematian dalam bentuk kambing yang sebagian bulunya berwarna hitam dan putih, kemudian berserulah seorang penyeru, “wahai penduduk surga” maka merekapun menoleh dan melihat, “apakah kalian mengetahui apa ini?”, mereka menjawab “ya, ini adalah kematian”, semua mereka telah melihatnya. Kemudian penyeru ini menyeru pada penduduk neraka, “wahai penduduk neraka”, maka merekapun menoleh dan melihat, “apakah kalian tahu apa ini?”, mereka menjawab “ya, itu adalah kematian”, dan semua

mereka telah melihatnya, kemudian kambing itupun disembelih, dan dikatakan kepada mereka wahai penduduk surga kekallah kalian di dalamnya kematian sudah tidak ada, dan wahai penduduk neraka kekallah kalian selamanya, karena kematian sudah tidak ada. Kemudian Rasulullah membacakan satu ayat dalam surat Maryam[019]:39:

            Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika

segala perkara telah diputus. dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak pula beriman (Maryam[019]:39) 66

Ini adalah salah satu hadith sebagai dalil keabadian surga dan neraka, karena terdapat dalil bahwa kematian sudah dimatikan yang ada tinggal kehidupan abadi. Orang-orang kafir dengan azab yang begitu besar sangat mengharapkan kematian agar berakhir segala azab yang ditimpakan kepada mereka. Akan tetapi Allah berkehendak lain yang ada adalah sebaliknya, kematian yang menjadi harapan mereka ditiadakan oleh Allah. Ketika kematian telah dimatikan maka mereka semakin sengsara, putus sudah semua

66 Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Lihat Maktabah Shāmih) 66 Bukhārī, Ṣaḥīḥ al-Bukhārī (Lihat Maktabah Shāmih)

Sebaliknya ada kelompok lain yang senang dengan dimatikannya kematian ini, mereka adalah penghuni surga yang sedang menikmati semua fasilitas yang Allah sediakan. Kegembiraan mereka semakin bertambah dengan kejadian ini, sebab mereka akan abadi dalam menikmati keindahan dan kebahagiaan.

Ada ayat yang seolah-olah mengisyaratkan bahwa neraka akan ada akhirnya, dan keberadaan neraka bergantung pada keberadaan langit dan bumi seperti dalam surat Hūd[011]: 107, di dalam ayat ini Allah berfirman:

Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih), mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. (Hūd[011]: 107)

Namun ayat ini dijelaskan oleh Al- Ṭabarī (W: 310 H) dengan mengatakan bahwa makna “selama ada langit dan bumi” adalah abadi ( abadā) sebab orang Arab terkadang mengungkapkan keabadian dengan ungkapan seperti ini. hal tersebut seperti ungkapan “hādhā dāim dawām al-samāi wa al-arḍ” (kekekalan ini sekekal langit dan bumi) perkataan ini maksudnya adalah “hādhā dāim abadā” (ini kekal semalanya). 67

Beliau juga mencoba menjelaskan ayat ini dengan mengatakan bahwa telah terjadi khilaf di antara para mufassir tentang makna istithnā (pengecualian) di dalam ayat ini. ada yang mengatakan bahwa istithnā ini khusus untuk Ahl al-Tauḥīd, mereka akan keluar dari Neraka ketika Allah menghendaki, kemudian dimasukan ke dalam surga karena Rahmat Allah untuk mereka, dan

mereka disebut “al-Jahanamiyyun”, tafsiran ini dipilih karena Allah telah menjanjikan kekekalan untuk orang-orang yang shirik

kepadaNya, sehingga tidak mungkin pengecualian ini dialamatkan kepada mereka, bahkan yang ada adalah kabar secara mutawatir

67 Muḥammad Ibn Jarīr al-Ṭabarī (W: 310 H), Jāmi’u al-Bayān fī Ta’wīl al- Qur`ān (Beirūt: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 2009 M), 114.

bahwa akan keluar dari Neraka orang yang dalam hatinya ada keimanan walaupun sedikit. 68

Sepertinya al- Ṭabarī sebagai ahli bahasa, sangat mengerti tentang istilah-istilah yang digunakan oleh lisan-lisan Arab, sehingga tanpa ragu dia menafsirkan “Mā dāmati al-samāwātu wa al-arḍu” sebagai kekekalan, hal ini dikarenakan kebiasaan orang-orang Arab ketika hendak mengungkapkan keabadian dengan perkataan ini. sepertinya perkataan ini juga terkadang terungkap di dalam bahasa Indonesia walaupun dalam beda redaksi seperti “selama hayat masih dikandung badan saya akan tetap setia pada Islam” ini artinya kesetiaan abadi, dan mungkin kesetiaan ini akan tetap ada walaupun dia telah mati.