Pendapat Ulama Tentang Lisan

yang siap menghujam ke mana saja ia mau. Karena lisan, walaupun kecil tapi ia mampu menjangkau segala sesuatu, baik itu yang haq maupun yang bathil, yang taat maupun yang maksiat, bahkan lisan-pun bisa mengubah seseorang dari iman ke kufur, dan sebaliknya. Abu Bakar as-Siddiq r.a 21 pernah meletakkan batu pada mulutnya untuk mencegah dirinya dari berbicara dan kemudian ia menunjuk pada lisan-nya seraya berkata, “inilah yang menjerumuskanku ke dalam kesulitan dan kebinasaan”. 22 Al-Ghazali 23 mengatakan anggota tubuh yang paling durhaka kepada manusia adalah lisan. Sungguh lisan itu merupakan alat perangkap setan yang paling jitu untuk menjerumuskan manusia. 24 Demikianlah beberapa pendapat ulama mengenai lisan dan begitu banyak yang harus diberikan perhatian untuk menjaga lisan dari bahayanya. Dengan berkenalan terhadap semua bahaya lisan, maka seseorang dapat menahan diri dari hal-hal yang dapat menjermuskan seseorang ke dalam neraka hanya karena lisan yang tak terjaga. 21 Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Kuhafah at-Tamimi. Beliau termasuk khalifah pertama dari khulafâ’ ar-Râsyidîn dan juga sahabat Nabi Muhammad SAW yang terdekat dan termasuk orang-orang yang pertama masuk islam as-Sâbiqûn al-Awwalûn. Gelar Abu Bakar diberikan Rasulullah SAW karena ia seorang yang paling cepat masuk Islam, sedangkan gelar as- Siddiq yang berarti “amat membenarkan” adalah gelar yang diberikan kepadanya karena ia sering kali membenarkan Rasulullah SAW dalam berbagai macam peristiwa, terutama pada peristiwa Isra’ Mi’raj. Lihat Kafrawi Ridwan, dkk, ed. Ensiklopedi Islam, vol. I Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, cet. III, h. 37. 22 Said Hawwa, Mensucikan Jiwa; Konsep Tazkiyatun-Nafs terpadu. Penerjemah Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Lc. Jakarta: Robbani Press, 1999, cet.II, h. 469 23 Nama aslinya adalah Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Imam Abu Hamid al- Ghazali, yang terkenal dengan gelar Hujjatul Islam. Beliau lahir di Thus sebuah tempat di Khurasan Iran, pada tahun 450 H1058 M. Kitab beliau yang sangat popular dan terbesar ialah kitab Ihya Ulumuddin dan Minhajul ‘Abidin sebuah kitab tasawuf. Pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H, beliau wafat setelah beliau berwudhu dengan sempurna, kemudian berbaring, dan meluruskan kakinya, lalu menghadap ke kiblat. Lihat Mahyudin Ibrohim, Nasehat 125 Ulama Besar Jakarta: Darul Ulum, 1987, cet. I, h. 188-192 24 Imam al-Ghazali, Bahaya Lidah Jakarta: Bumi Aksara, 1994, cet. II, h. 1

BAB III MACAM DAN DAMPAK BAHAYA LISAN DALAM AL-

QUR’AN Lisan adalah suatu anugerah Allah Swt, kenikmatan dari Allah Swt. dan termasuk pula ciptaannya yang halus dan penuh dengan keajaiban. Lisan itu bentuknya kecil, tetapi sangat besar manfaatnya. Besar ketaatannya kepada Allah dan besar pula dosanya kepada Allah. Adapun bahaya lisan yang sudah menjadi budaya di kalangan masyarakat saat ini adalah menggunjing, menuduh, mengolok-olok, dusta, dan sumpah palsu. Kelima hal tersebutlah yang melatarbelakangi permasalahan-permasalahan yang terjadi saat ini. Selain itu juga, masih banyak orang-orang yang tidak mengetahui dampak dari perbuatan kelima tersebut. Oleh sebab itu, pada bab ini penulis berusaha menjelaskan kelima macam bahaya lisan tersebut dan dampaknya berdasarkan al- Qur’an. Berikut uraian kelima macam bahaya lisan tersebut :

A. Menggunjing

Hasil penelusuran penulis dalam kitab al- Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al- Qur‟an al-Karîm ditemukan beberapa bentuk kata yang mengandung makna menggunjing, antara lain: “ بـــــ ــغــــــــ ” dalam QS. al-Hujurât 49 ayat 12, “ ـــــ ” dalam QS. al-Qalam 68 ayat 11, dan “ ـــــــ ” dalam QS. al- Humazah 104 ayat 1. 1 1 Muh ammad Fuad ‘Abd al-Bâqî, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm Beirut: Dâr al-Fikr, t.t., h. 643, 904. 26 1. Memakan Bangkai Dalam QS. al-Hujurat49 Ayat 12                                     “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba- sangka kecurigaan, karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha penerima taubat lagi maha p enyayang.” Asbabun Nuzul Ibnu al-Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Juraij yang berkata, “Orang banyak menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Salmân al-Fârisî. Suatu ketika, Salman memakan sesuatu kemudian tidur lalu mengorok. Seseorang yang mengetahui hal tersebut langsung menyebarkan perihal makan dan tidurnya Salmân al-Fârisî kepada orang banyak. Oleh sebab itu turunlah ayat ini” 2 2. Menghambur Fitnah Dalam QS. al-Qalam68 Ayat 11     “yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah”. 3. Neraka Wail Dalam QS. al-Humazah104 Ayat 1      “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”. 2 Jalâ luddin ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t., h. 204. Asbabun Nuzul Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Ishâ q yang berkata, “Setiap kali Umayyah bin Khalaf melihat Rasulullah, maka ia selalu menghina dan mencaci maki beliau. Maka Allah menurunkan ayat-ayat dalam surah ini secara keseluruhan. 3 Kata ـ ـ yaghtab terambil dari kata ـ ـ ة ghîbah yang berasal dari kata ـ ـ ghayb, yakni tidak hadir. Ghîbah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan. Jika keburukan tersebut tidak terdapat oleh yang bersangkutan, maka itu termasuk buhtânkebohongan besar. 4 Dalam kitab lisân al- „Arabi, ghîbah berasal dari kata “ يـــ ــ إا” al- Ightiyâb , “ ـــ ـ إ” Ightâba, “ ــ يـــ ــ إ” Igtiyâbân, yang berarti menggunjing atau menuturkan keburukan orang lain yang tidak disukai. Jika yang digunjingnya itu memang benar adanya pada diri seseorang. Maka itulah ghîbah . Dan jika yang digunjingnya itu tidak terdapat pada seseorang, maka itu disebut buhtân. 5 Nabi Muhammad Saw telah menerangkan definisi ghîbah sebagai berikut : : 6 3 Jalâ luddin ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t., h. 242. 4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 13 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 256 5 Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz 10 Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 152 6 Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabûri, Sahih Muslim Beirut: Dâr Ihyâ ’I al-Turâts al-‘Arabi, t.t., vol.4, hadis 2589, h. 201.