Menggunjing MACAM DAN DAMPAK BAHAYA LISAN DALAM AL-

Asbabun Nuzul Ibnu Mundzir meriwayatkan dari Ibnu Ishâ q yang berkata, “Setiap kali Umayyah bin Khalaf melihat Rasulullah, maka ia selalu menghina dan mencaci maki beliau. Maka Allah menurunkan ayat-ayat dalam surah ini secara keseluruhan. 3 Kata ـ ـ yaghtab terambil dari kata ـ ـ ة ghîbah yang berasal dari kata ـ ـ ghayb, yakni tidak hadir. Ghîbah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir di hadapan penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh yang bersangkutan. Jika keburukan tersebut tidak terdapat oleh yang bersangkutan, maka itu termasuk buhtânkebohongan besar. 4 Dalam kitab lisân al- „Arabi, ghîbah berasal dari kata “ يـــ ــ إا” al- Ightiyâb , “ ـــ ـ إ” Ightâba, “ ــ يـــ ــ إ” Igtiyâbân, yang berarti menggunjing atau menuturkan keburukan orang lain yang tidak disukai. Jika yang digunjingnya itu memang benar adanya pada diri seseorang. Maka itulah ghîbah . Dan jika yang digunjingnya itu tidak terdapat pada seseorang, maka itu disebut buhtân. 5 Nabi Muhammad Saw telah menerangkan definisi ghîbah sebagai berikut : : 6 3 Jalâ luddin ‘Abdurrahman ibn Abu Bakar al-Suyûti, Lubâb al-Nuqûl fi Asbâb an-Nuzûl al-Riyâd: Maktabah al-Riyâd al-Haditsah, t.t., h. 242. 4 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 13 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 256 5 Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz 10 Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 152 6 Muslim ibn Hajjâj Abu al-Husain al-Qusyairi al-Naisabûri, Sahih Muslim Beirut: Dâr Ihyâ ’I al-Turâts al-‘Arabi, t.t., vol.4, hadis 2589, h. 201. “Diceritakan dari Yahya ibn Ayub dan Qutaibah dan Ibn Hajar berkata diceritakan dari Ismâ ’îl dari al-‘Alâ’ dari bapaknya dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda: Tahukah kalian apakah ghîbah itu ? para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu beliau melanjutkan: yaitu kamu menceritakan saudaramu tentang hal yang tidak disukainya. Kemudian seseorang bertanya: bagaimana pendapat tuan jika yang aku ceritakan itu memang ada pada diri saudaraku yang aku ceritakan itu?. Beliau menjawab: bila apa yang kamu ceritakan itu memang ada pada diri saudaramu, maka kamu telah melakukan ghîbah terhadapnya. Dan apabila yang kamu ceritakan itu tidak ada pada diri saudaramu, berarti kamu telah mengada-ada tentangnya” HR. Muslim Dalam hal ini perlu di garisbawahi pada ayat ا ـ ـ ع ـ ع ض ـ ض Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Yang dimaksud dengan menceritakan, menyebut-nyebut atau menggunjing dalam ayat ini adalah menggunjing secara terang-terangan atau dengan isyarat, dan lain-lain yang bisa menyakiti hati seseorang karena perkataannya. Dan bagi orang-orang yang menggunjing wajib bertaubat kepada Allah Swt dan meminta maaf kepada orang yang digunjingkannya. 7 Dalam ayat ini Allah Swt. memberikan perumpamaan mengenai menggunjing agar hambanya menjauhi dan berhati-hati terhadap perbuatan keji ini, yaitu dengan perumpamaan ح أ ـ أ ل أ أ حأ ـ ـ ر ف ـ Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?. Maka ada beberapa penekanan pada ayat ini untuk menggambarkan betapa buruknya menggunjing. Pertama , pada gaya pertanyaan yang dinamai istifhâm taqrîri yakni yang bukan bertujuan meminta informasi, tetapi mengundang yang ditanya untuk membenarkan. Kedua, ayat ini menjadikan apa yang pada hakikatnya sangat tidak disenangi, dilukiskan sebagai hal yang disenangi. Ketiga, ayat ini 7 Ahmad Mustafâ al-Marâghî, Tafsîr al-Marâghî, jilid 9 Mesir: Dâr al-Fikr, t.t., h. 139 mempertanyakan kesenangan itu langsung kepada setiap orang, yakni dengan menegaskan “sukakah salah seorang di antara kamu”. Keempat, daging yang dimakan bukan sekedar daging manusia melainkan daging saudara sendiri. Dan kelima , ayat ini menyatakan bahwa daging saudara tersebut dalam keadaan mati yang tidak dapat membela diri sendiri. 8 Pada ayat 11 dalam QS. al-Qalam68, Allah Swt menyebutkan menggunjing dengan kata “ ــ ــ ” Hammâz. Kata ini terambil dari kata “ لا” al- Hamzu yang artinya tekanan dan dorongan yang keras atau bisa juga diartikan mendorongmenusuk dengan tangan atau tongkat. Dalam kitab lisân al- „Arabi, kata “ ــ ــ ” Hammâz berasal dari kata “ لا” al-Hamzu, bisa diartikan dengan beberapa arti, yaitu “ضــغلا” al-Ghaddu yang halus, ”رـســـ لا” al-Kasru bilangan, “بي ـع ـ لا“ al-„Aybu aib, cacat, cela, “رص ع لا“ al-„Asaru debu, dan “ةب ي غ لا“ al-Ghîbah. 9 Dari beberapa pengertian tentang kata “ لا” al-Hamzu, maka penulis berkesimpulan bahwa “ لا” al-Hamzu adalah suatu tekanan dari lidah yang mendorong orang lain untuk mengucapkan secara halus tentang aib orang lain. Dari sinilah kata tersebut dipahami dalam arti menggunjing, mengumpat, atau menyebut sisi negatif orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutantidak dihadapan orang yang bersangkutan, atau dengan kata lain yang menunjukkan persamaan makna yaitu ghîbah. Dari penafsiran di atas, penulis sepakat dengan penafsiran Quraish Shihab bahwa kata ghîbah dan hammaz dapat diartikan juga sebagai menggunjing, karena 8 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 13 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 257 9 Ibnu Mandzûr, Lisân al- „Arabi, juz 15 Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 132. Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 14 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 384 kedua-duanya mempunyai kesamaan dalam perbuatan buruk yang disebabkan oleh lidah. Dengan kata lain, sinonim dari ghîbah adalah hammâz. Pada ayat 1 dalam QS. al-Humazah, Allah Swt. menyebutkan menggunjing dengan kata “ لا” humazah. Kata ini adalah bentuk jamak dari kata “ ــ ــ ” hammâz yang terambil dari kata “ لا” al-Hamzu yang artinya tekanan dan dorongan yang keras atau bisa juga diartikan mendorongmenusuk dengan tangan atau tongkat. Sebagaimana kalimat “ ا ـ ـــيط ــيشلا ” yang artinya dorongan-doronganbisikan setan untuk melakukan kejahatan QS. al- Mu’minûn23:97. Kata “ ل ” lumazah adalah bentuk jamak dari “ ــــل ” lammâz yang diambil dari kata “ ــ لا ” al-Lamzu, yang digunakan untuk menggambarkan ejekan yang mengundang tawa atau bisa juga diartikan mengejek dengan menggunakan isyarat mata atau tangan yang disertai dengan kata-kata yang diucapkan baik secara berbisik-bisik, di hadapan maupun di belakang orang yang diejek. Dengan kata lain “ ــ لا ” al-Lamzu bisa juga disebut dengan “ يـــ ــ إا” al-Ightiyâb 10 Sebagaimana telah penulis kemukakan sebelumnya, bahwa sinonim dari ghîbah adalah hammâz atau humazah. Namun pada ayat ini ada sedikit tambahan kata, yaitu kata “ ل ” lumazah atau “ ــ لا ” al-Lamzu setelah kata “ لا” humazah . Kata ini merupakan sebuah penekanan dari kata “ لا” humazah atau hammâz , yang bisa penulis katakan bahwa menggunjing tidak hanya dilakukan 10 Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz 12 Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 326. Lihat juga: Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. I Jakarta: Lentera Hati, 2007, cet. I, h. 278. Dan M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran , vol. 15 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 513 oleh lidah saja, tetapi dengan isyarat mata atau tangan atau meniru tingkah laku seseorang dengan maksud merendahkannya, maka inipun sudah termasuk dalam kategori menggunjing. Sebagaimana yang dikatakan al-Ghazali, bahwa ghîbah tidak terbatas hanya dengan kata-kata saja, tetapi bisa juga dengan tulisan, perbuatan, sindiran atau isyarat yang menggambarkan atau memberikan pengertian tentang keburukan atau kekurangan orang lain. 11 Perlu digarisbawahi bahwa maksud dari kata ــ pada ayat 1 dalam QS. al-Humazah adalah hanya untuk menggambarkan kesedihan, kecelakaan dan kenistaan. Dalam kitab lisân al- „Arabi kata ini diartikan sebagai “ ا ــعــلا ة ــ ” kalimah al- „Adzab. Artinya kata ini bisa juga dijadikan ancaman bagi pengumpat dan pencela sehingga sang pengancam dapat mendoakan seseorang agar mendapatkan kecelakaan, kehinaan atau adzab dari Allah Swt. Sementara para ulama berpendapat bahwa “wail” adalah salah satu nama di neraka dan bagi yang melakukan pelanggaran terten tu akan mendapat siksa di neraka “wail”. 12 Dari uraian di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut : 1. Ghîbah selain diartikan dengan ـ ـ ghayb, يـــ ــ إا al-Ightiyâb, bisa juga diartikan dengan ــ ــ hammâz, yang mempunyai kesamaan dalam perbuatan buruk yang disebabkan oleh lidah. Begitu juga dengan kata “ ل ” lumazah, yang merupakan sebuah penekanan dari kata ــ ــ hammâz. 11 Tim penulis UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf, jilid I Bandung: Angkasa, 2008, cet. I, h. 405. Lihat juga: Mawardi Labay El-Sulthani, Lidah Tidak Bertulang Jakarta: Al- Mawardi Prima, 2002, cet. I, h. 120-122. 12 Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz 15 Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 422. Lihat juga M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 15 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 511 2. Perumpamaan orang yang suka menggunjing itu seperti orang yang makan daging saudaranya sendiri yang sudah mati. Karena menggunjing itu berarti merobek-robek kehormatan seseorang yang artinya sama saja dengan merobek-robek daging saudaranya yang telah mati. 3. Menggunjing merupakan salah satu faktor terjadinya fitnah. Allah Swt. menyatakan bahwa orang yang suka menggunjing itu lebih cenderung kepada fitnah. Maka tidak heran jika banyak terjadi fitnah, perselisihan sesama manusia yang disebabkan menggunjing. 4. Menggunjing adalah perbuatan buruk yang diancam dengan adzab. Allah Swt. mengancam dan bahkan mendoakan kepada hambanya yang suka menggunjing yang dilakukan oleh lidah dengan kata “celakalah”. 5. Neraka “wail” yang apinya akan menjilat sampai ke hulu hati adalah tempat bagi orang-orang yang suka menggunjing. 6. Selain lidah, menggunjing juga bisa dilakukan dengan perbuatan lainnya, seperti menggunakan isyarat mata, tangan, dan perbuatan lainnya yang bertujuan merendahkan orang lain 7. Salah satu cara untuk mendapat ampunan dari Allah adalah dengan bertaubat dan setelah itu bertakwalah kepada-Nya. Karena Allah maha penerima taubat dan maha penyayang bagi hamba-Nya yang mau bertaubat.

B. Menuduh

Hasil penelusuran penulis dalam kitab al- Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al- Qur‟an al-Karîm dan dibantu juga dengan al-Quran digital versi 2.1. Penulis menemukan dua bentuk kata buhtân dalam al-Quran, antara lain: kata “ ــ ــ ـ ” dalam QS. al-Nûr 24 ayat 16 dan QS. al-Mumtahanah 60 ayat 12. Dan kata “ ــ ــ ـ ” dalam QS. al-Nisâ’ 4 ayat 20, 112, dan 156. 13 . Namun, penulis tidak semua mencantumkan ayat-ayat di atas, karena ada beberapa ayat yang tidak mengandung dampak bahaya lisan. 1. Menanggung Dosa Yang Nyata QS. al-Nisâ’4 Ayat 20 dan 112, QS. al- Ahzab33 Ayat 58                    “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, 14 sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata? ” QS. al-Nisâ ’4 Ayat 20                “Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata. ” QS. al-Nisâ ’4 Ayat 112 13 Muh ammad Fuad ‘Abd al-Bâqî, Mu‟jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur‟an al-Karîm Beirut: Dâr al-Fikr, t.t., h. 177. 14 Maksudnya Ialah: menceraikan isteri yang tidak disenangi dan kawin dengan isteri yang baru. Sekalipun ia menceraikan isteri yang lama itu bukan tujuan untuk kawin, Namun meminta kembali pemberian-pemberian itu tidak dibolehkan. Lihat al-Quran digital versi 2.1              “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” QS. al- Ahzab33 Ayat 58 2. Bai’at Dalam QS. al-Mumtahanah60 Ayat 12                                          “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada- adakan antara tangan dan kaki mereka 15 dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha p enyayang.” Kata buhtânân pada ayat-ayat di atas diterjemahkan dengan tuduhan dusta. Kata ini terambil dari kata bahata, yabhutu, bahtan, dan buhtânan - ب - - . yang artinya mengherankan. Sama dengan kata dahsy شــ dan kata hayrah ريح yang artinya tercengang dan heran. Kata buhtân bisa juga diartikan bohong. Bohong disebut buhtân karena membuat pendengarnya merasa 15 Perbuatan yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka itu Maksudnya ialah Mengadakan pengakuan-pengakuan palsu mengenai hubungan antara pria dan wanita seperti tuduhan berzina, tuduhan bahwa anak si Fulan bukan anak suaminya dan sebagainya. Lihat al- Quran digital versi 2.1 heran. 16 Tuduhan atau ucapan yang tidak benar akan menyebabkan yang dituduh menjadi heran. 17 Menurut Abu Ishâq sebagaimana dikutip Ibnu Manzûr di dalam bukunya lisân al- „Arabi mengatakan bahwa buhtân berarti al-bâtil alladzî yatahayyaru min butlânih اط ري لا ط بلا “kebatilan yang mengherankan seseorang”. Kata “ بلا” al-buht dan “ يـ بلا” al-bahîtah diartikan sebagai “ ــ لا” dusta atau bohong. Beliau menguatkan pendapat itu dengan hadis mengenai ghîbah yang telah disebutkan di atas. 18 Dalam QS. al-Nisa4 ayat 112, kata ة يطخ khathi‟ah biasa diartikan kesalahan yang tidak disengaja, tetapi karena ayat di atas menggunakan kata yaksib yang berarti melakukan, maka ini mengisyaratkan bahwa kesalahan yang tidak disengaja itu dilakukan karena adanya kelalaian dan tanggung jawab pelakunya. Namun, ada juga yang memahami kata khathi‟ah dalam arti dosa yang tidak menyentuh orang lain, seperti meninggalkan kewajiban shalat atau puasa, melakukan perbuatan yang haram, dan lain- lain. Sedangkan kata ” إ” itsman yang diambil dari kata “ ـ إا” al-Itsm yang berarti “بـ ـلا” al-Dzanbu, yaitu dosa atau kesalahan. Namun kata ” إ” itsman yang dimaksud pada ayat ini adalah dosa yang berdampak terhadap orang lain, seperti membunuh atau mencuri. 19 Dalam QS. al-Ahzab33 ayat 58, Kata “ا بـس ــ ا” iktasabû terambil dari kata “ بـســ - بس - بـس - بس - بس ا ” kasaba-yaksibu-kasbân-takassaba-iktasab , 16 Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. I Jakarta: Lentera Hati, 2007, cet. I, h. 148 17 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 367 18 Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz I Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 514. 19 Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz I Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 74. Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 557.