Menuduh MACAM DAN DAMPAK BAHAYA LISAN DALAM AL-
heran.
16
Tuduhan atau ucapan yang tidak benar akan menyebabkan yang dituduh menjadi heran.
17
Menurut Abu Ishâq sebagaimana dikutip Ibnu Manzûr di dalam bukunya lisân al-
„Arabi mengatakan bahwa buhtân berarti al-bâtil alladzî yatahayyaru min butlânih
اط ري لا ط بلا “kebatilan yang mengherankan seseorang”.
Kata
“ بلا” al-buht dan “ يـ بلا” al-bahîtah diartikan sebagai “ ــ لا” dusta atau
bohong. Beliau menguatkan pendapat itu dengan hadis mengenai ghîbah yang telah disebutkan di atas.
18
Dalam QS. al-Nisa4 ayat 112, kata
ة يطخ khathi‟ah biasa diartikan
kesalahan yang tidak disengaja, tetapi karena ayat di atas menggunakan kata yaksib
yang berarti melakukan, maka ini mengisyaratkan bahwa kesalahan yang tidak disengaja itu dilakukan karena adanya kelalaian dan tanggung jawab
pelakunya. Namun, ada juga yang memahami kata khathi‟ah dalam arti dosa yang
tidak menyentuh orang lain, seperti meninggalkan kewajiban shalat atau puasa, melakukan perbuatan yang haram, dan lain-
lain. Sedangkan kata ” إ” itsman yang diambil dari kata “ ـ إا” al-Itsm yang berarti “بـ ـلا” al-Dzanbu, yaitu dosa
atau kesalahan. Namun kata ” إ” itsman yang dimaksud pada ayat ini adalah dosa
yang berdampak terhadap orang lain, seperti membunuh atau mencuri.
19
Dalam QS. al-Ahzab33 ayat 58,
Kata “ا بـس ــ ا” iktasabû terambil dari
kata “
بـســ -
بس -
بـس -
بس -
بس ا ”
kasaba-yaksibu-kasbân-takassaba-iktasab ,
16
Sahabuddin, dkk, ed., Ensiklopedia Al-Quran; Kajian Kosakata, vol. I Jakarta: Lentera Hati, 2007, cet. I, h. 148
17
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 367
18
Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz I Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 514.
19
Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz I Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 74.
Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 2 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 557.
yang berarti “ رلا ب ط” Talab al-Rizq mencari rizki atau bisa juga “ رص ـ جا ” Tasarrafa wajtahad kelakuan, tingkah laku dan berusaha dengan
sungguh-
sungguh. Namun yang dimaksud “ا بـس ــ ا” iktasabû dalam ayat ini
adalah untuk menunjuk perbuatan manusia yang disengaja.
20
Dan kata
ا حا
ihtamalû terambil dari kata “
ـ ــح -
- ا ح
- ا ح
-
” hamala-yahmilu-hamlân-humlânân-mahmûlun, yang berarti “بـضـ ”
ghadib marah. Namun yang dimaksud
ا حا
ihtamalû pada ayat ini adalah
mereka yang membebani diri mereka sendiri dengan suatu beban yang mestinya mereka tidak perlu memikulnya, akan tetapi karena mereka melakukan
penghinaan, tuduhan, dan lain-lain, maka terpaksalah mereka memikul beban tersebut dengan susah payah.
21
Dalam QS. al-Mumtahanah60 ayat 12 terdapat k alimat “walâ ya‟tîna bi
buhtânin yaftarînahu baina aydîhinna wa arjulihinna ” mengandung beberapa
kemungkinan makna. Sebagaimana yang dikutip M. Quraish Shihab dari Thâhir ibn ‘Âsyûr, yaitu:
1. Jika yang dimaksud dengan buhtân adalah berita bohong, maka kalimat di
atas bermakna mengada-ada dan berbohong secara langsung di hadapan yang dituduh.
2. Jika yang dimaksud dengan buhtân adalah sesuatu yang merupakan bahan
kebohongan, maka kalimat ayat di atas bermakna mengaku hamil, yang kemudian dia memungut anak dan menyatakan bahwa anak itu adalah
20
Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz 12 Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t, h. 87.
Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 11 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 319.
21
Ibnu Manzûr, Lisân al- „Arabi, juz 3 Beirut: Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-‘Arabi, t.t., h. 331.
Lihat juga: M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 11 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 319.
anak sah dari suaminya, dengan tujuan agar suaminya tidak menceraikannya atau dengan tujuan lainnya.
3. Jika kata buhtân diartikan sebagai kedurhakaan, maka makna ini bermakna
membolehkan pria selain suaminya melakukan sesuatu kedurhakaan pada diri mereka, misalnya mencium, memegang-megang, meraba-rabanya,
inilah yang d imaksud “dengan mengadakan-adakan antara tangan-tangan
mereka”, sedangkan berzina dengannya, inilah yang dimaksud “dengan mengada-adakan antara kaki-
kaki mereka”
22
Dalam ayat-ayat di atas mengenai buhtân sebagian besar dihubungkan dengan kata itsmân mubinân dan
„Adzhimân. Artinya Allah telah menetapkan bahwa buhtân salah satu perbuatan dosa besar dan Allah telah mengancam bagi
hambanya yang suka menuduh dengan menanggung dosa yang besar pada hari kiamat kelak.
Dari uraian di atas, maka penulis berkesimpulan sebagai berikut: 1.
Haram bagi seorang suami yang mengambil mahar dan harta lainnya dengan cara menuduh sang istri.
2. Janganlah menuduh seseorang yang tidak bersalah dengan tuduhan
yang tidak benar. 3.
Orang yang menuduh seseorang yang tidak bersalah akan mendapatkan dua dosa. Yaitu, dosa atas kejahatannya dan dosa atas
tuduhannya kepada orang lain. Inilah yang dimaksud menanggung beban yang berat.
22
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Quran, vol. 14 Jakarta: Lentera Hati, 2002 , cet. I, h. 177-178
4. Menyakiti orang mu’min berarti sama saja menyakiti Rasul Saw,
meyakiti Rasul berarti mengundang kemurkaan Allah, karena menghina Rasul SAW sama dengan menghina Allah Swt.
5. Suatu konsekuensi dalam berbai’at atau ucapan janji setia adalah:
a. Janganlah menyekutukan Allah dengan apapun.
b. Tidak mencuri.
c. Tidak berzina.
d. Tidak membunuh anak-anak
e. Tidak berdusta yang di ada-adakan antara tangan dan kaki
f. Tidak durhaka
6. Tuduh-menuduh merupakan salah satu poin terpenting untuk
dihindarkan, karena hal ini bila dilakukan bisa menyebabkan gugurnya bai’at yang telah diucapkan.