Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia

tempat di New Hampshire, Amerika Serikat. Dari perjanjian di Bretton Wood tersebut kemudian diperkenalkan sebuah konsep mengenai sistem nilai tukar fixed exchange rate yang diyakini oleh para ahli pada waktu itu dapat memberikan kepastian dan stabilitas bagi kegiatan perdagangan dan investasi dalam bisnis internasional. Namun sistem ini berakhir saat pemerintahan Presiden Nixon pada 15 Agustus 1971 mengeluarkan dekrit dengan dicanangkannya bahwa nilai USD tidak dikaitkan dan tidak convertible terhadap seberat tertentu emas. Dengan berakhirnya dekrit tersebut maka berakhirlah sistem kurs tetap dan dimulailah era kurs mengambang floating rate system.

2.3.2. Kebijakan Nilai Tukar di Indonesia

Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 1964, di Indonesia mulai diberlakukan sistem kurs tetap dengan mematok nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dengan kurs resmi sebesar Rp. 250USD. Selama diberlakukannya fixed exchange rate di Indonesia maka selama periode resmi kurs tetap Bank Indonesia telah melakukan 3 kali tindakan devaluasi mata uangnya terhadap dolar Amerika. Sehingga pada tahun 1978, Indonesia mulai menganut sistem nilai tukar mengambang terkendali floating exchange rate. Dengan nilai tersebut nilai tukar rupiah diambangkan terhadap berbagai mata uang mitra dagang utama Indonesia. Sistem nilai tukar mengambang yang dianut di Indonesia adalah sistem kurs mengambang yang dipengaruhi oleh campur tangan pemerintah atau yang sering disebut dengan managed float. Sistem ini berbeda dengan sistem kurs mengambang murni, yaitu sistem kurs yang nilai tukarnya terjadi tanpa campur tangan pemerintah Universitas Sumatera Utara tetapi nilai tukar suatu valas ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran pada bursa valas. Perjalanan sistem kurs mengambang terkendali di Indonesia bertahan cukup lama yaitu periode 1977 sampai 1997. Selama periode pemerintah, Indonesia membuat suatu indikator kurs mata uang dengan cara menetapkan spread pada pergerakan kurs di pasar uang. Sampai pada akhirnya terjadi krisis ekonomi dan moneter di Indonesia yang berawal pada bulan Juli 1997, kemudian pemerintah menetapkan sistem nilai tukar mengambang bebas freely float pada 14 Agustus 1997, yang artinya mulai saat itu, pemerintah melepaskan Rupiah pada kekuatan permintaan dan penawaran uang. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang ekonom Amerika Goff Riley mengungkapkan bahwa pergerakan nilai tukar ditentukan berdasarkan permintaan dan penawaran valas. Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap US Dollar disebabkan terjadinya ekses permintaan. Sumber permintaan valas yang berasal dari perusahaan digunakan antara lain untuk melakukan pembayaran cicilan dan bunga Pinjaman Luar Negeri Swasta. Semakin besar pembayaran Pinjaman Luar Negeri Swasta, akan memperbesar permintaan valas dan mengakibatkan depresiasi nilai tukar rupiah yang selanjutnya akan menyebabkan perusahaan akan mengurangi dan cenderung enggan melakukan pinjaman. Dengan kata lain hubungan nilai tukar dengan Pinjaman Luar Negeri Swasta adalah negatif. Universitas Sumatera Utara

2.4. Ekspor dan Impor