Perkembangan Ekonomi HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Perkembangan Ekonomi

Pada tahun 2008, kondisi perekonomian Indonesia kembali diwarnai oleh perkembangan yang sangat dinamis dan penuh tantangan akibat gejolak perekonomian dunia yang relatif drastis perubahannya. Meskipun tumbuh tinggi sampai dengan triwulan III-2008, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara drastis melambat pada triwulan IV-2008 seiring dengan perlambatan ekonomi dunia yang semakin dalam. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada seluruh komponen permintaan agregat, terutama ekspor yang anjlok secara tajam seiring dengan turunnya harga komoditas dan pertumbuhan negara mitra dagang. Meski melambat signifikan pada triwulan IV-2008, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2008 tercatat sebesar 6,1, hampir menyamai pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 6,3. Sampai dengan triwulan III-2008, perekonomian Indonesia tumbuh tinggi. Hal itu tidak terlepas dari tingginya pertumbuhan ekspor yang melonjak seiring dengan kenaikan harga komoditas tambang dan pertanian global. Ditopang oleh pertumbuhan ekonomi China dan India yang relatif masih kuat, ekspor Indonesia tumbuh tinggi. Tingginya pertumbuhan ekspor selanjutnya mendorong peningkatan daya beli terutama di wilayah penghasil ekspor dan menopang tingginya pertumbuhan konsumsi dan investasi. Sejalan dengan itu, pertumbuhan impor juga melonjak baik untuk memenuhi kebutuhan bahan baku Universitas Sumatera Utara maupun barang modal. Namun demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia berangsur melemah sejak awal semester II-2008 akibat perlambatan ekonomi dunia yang semakin dalam dan anjloknya harga komoditas global. Perkembangan tersebut mendorong merosotnya pertumbuhan ekspor. Seiring dengan itu, konsumsi rumah tangga, investasi dan impor juga tumbuh melambat. Perlambatan ekonomi dunia yang tajam dan krisis keuangan global belum ada indikasi kuat akan meredadalam waktu dekat. Meluasnya imbas permasalahan sektor perumahan di Amerika Serikat AS dan upaya penyelamatan yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Sentral terhadap beberapa lembaga pembiayaan masih direspon secara negatif oleh pasar sehingga menimbulkan intensitas gejolak yang semakin tinggi di pasar keuangan global. Ketidakstabilan di pasar keuangan ini selanjutnya memicu sentimen negatif yang menyurutkan risk appetite investor sehingga memunculkan tren perubahan komposisi portofolio global. Di samping tingginya faktor ketidakpastian, ketatnya likuiditas semakin memperberat usaha peningkatan ekspor dan mendorong penarikan investasi asing dari emerging market termasuk dari Indonesia. Tekanan perlambatan ekonomi dunia dan gejolak pasar keuangan global juga tercermin pada memburuknya kinerja NPI terutama mulai semester II-2008. Secara tahunan, NPI mencatat defisit 2,2 miliar dolar AS dengan posisi cadangan devisa pada akhir tahun 2008 mencapai sebesar 51,6 miliar dolar AS, setara dengan 4,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Pada semester I-2008 kinerja NPI relatif solid, tercermin dari cadangan devisa dan surplus overall balance yang mencapai 59,4 miliar dolar AS dan 2,35 miliar dolar AS. Surplus neraca Universitas Sumatera Utara transaksi berjalan mencapai 1,3 miliar dolar AS yang ditopang oleh volume ekspor dan harga komoditas yang relatif tinggi. Indeks harga komoditas ekspor Indonesia di akhir Juni 2008 melonjak 36 dibandingkan dengan posisi akhir Desember 2007. Sementara itu, Transaksi Modal dan Finansial TMF juga masih membukukan surplus sebesar 915 juta dolar AS, terutama ditopang oleh aliran masuk modal portofolio yang mencapai 3,8 miliar dolar AS. Namun dalam perkembangannya, kondisi eksternal yang semula kondusif ini memburuk secara drastis di paruh kedua tahun 2008 yang dipicu oleh krisis subprime mortgage di AS dan berujung pada krisis sektor keuangan dan anjloknya pertumbuhan ekonomi global. Hal itu berdampak pada penurunan nilai ekspor Indonesia secara signifikan dan berlangsung cepat. Surplus transaksi berjalan terus tergerus akibat turunnya ekspor dan naiknya impor akibat kegiatan ekonomi yang masih tinggi. Namun naiknya impor berlangsung lebih lambat, tertahan oleh kuatnya permintaan domestik. Di sisi neraca TMF, berkurangnya minat investor asing terhadap aset emerging markets mendorong meningkatnya aliran modal asing keluar sehingga defisit neraca TMF pada NPI membengkak. Dampak krisis global juga tercermin pada perkembangan nilai tukar Rupiah yang ditandai oleh tekanan depresiasi yang tinggi dan volatilitas yang meningkat, terutama sejak Oktober 2008. Selama semester I-2008, surplus neraca transaksi berjalan dan respons kebijakan ekonomi makro yang prudent mampu meredam tekanan yang ditimbulkan oleh gejolak eksternal. Namun sejak triwulan III-2008, imbas krisis pasar keuangan global semakin kuat seiring dengan jatuhnya berbagai Universitas Sumatera Utara lembaga keuangan besar di AS serta proses deleveraging di pasar keuangan global. Meningkatnya risiko secara global memicu pelepasan investasi portofolio asing di pasar keuangan domestik. Di pihak lain, neraca transaksi berjalan mulai tertekan akibat jatuhnya harga komoditas dan merosotnya kegiatan ekonomi mitra dagang. Perkembangan tersebut menyebabkan Rupiah tertekan hingga sempat mencapai Rp. 12.150 per dolar AS di November 2008 disertai melonjaknya volatilitas yang mencapai 4,67. Secara rata-rata, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 5,4 dari Rp. 9.140 2007 menjadi Rp. 9.666 2008. Dari sisi dunia usaha, dampak pemburukan ekonomi global direspons melalui berbagai penyesuaian. Dalam menghadapi turunnya permintaan, secara umum para pelaku usaha meningkatkan efisiensi dengan menekan jumlah persediaan dan mengurangi biaya operasi. Fleksibilitas yang cukup tinggi nampak pada sektor pertambangan dan pertanian yang relatif mampu menekan jumlah persediaan dan mengurangi biaya ketika mengalami penurunan penjualan. Di sisi lain, fleksibilitas sektor manufaktur untuk melakukan penyesuaian yang serupa relatif lebih rendah, tercermin dari masih tingginya biaya dan inventori meskipun tingkat penjualannya telah mengalami penurunan. Berbagai faktor risiko yang terkait dengan perkembangan ekonomi global dan kepastian implementasi berbagai kebijakan untuk memitigasi potensi dampak buruk krisis global masih akan mewarnai prospek perekonomian Indonesia ke depan. Selain perlambatan ekonomi dunia yang diperkirakan masih akan berlanjut lebih dalam, ketidakpastian pasar keuangan global Universitas Sumatera Utara yang tinggi dan fluktuasi harga minyak dunia perlu terus diwaspadai dampaknya terhadap kinerja NPI dan perkembangan nilai tukar. Dari sisi domestik, dampak potensi memburuknya perekonomian terhadap stabilitas dan kinerja perbankan juga perlu terus dicermati. Terkait dengan itu, berbagai kebijakan yang ditujukan untuk memitigasi dampak buruk berbagai faktor tersebut perlu implementasi yang segera dan terkoordinasi dengan baik. Dengan mempertimbangkan berbagai faktor risiko, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 berpotensi mencapai sekitar 4. Pertumbuhan ini didukung oleh meningkatnya pengeluaran Pemerintah terkait dengan upaya menggiatkan investasi dan memperkuat daya beli masyarakat. Selain ditopang oleh investasi Pemerintah di sektor infrastruktur dan migas, pertumbuhan investasi juga didukung oleh implementasi berbagai perubahan dan ketentuan perundang-undangan baru yang memberikan insentif pada dunia usaha. Di sektor moneter, kebijakan sampai dengan triwulan III-2008 tetap diarahkan untuk menurunkan tekanan inflasi yang didorong oleh tingginya permintaan agregat dan dampak lanjutan dari kenaikan harga BBM yang sempat mendorong inflasi mencapai 12,1. Tingginya tekanan inflasi bersumber dari permintaan agregat tercermin dari defisit transaksi berjalan sejak triwulan II-2008 akibat melonjaknya impor, serta meningkatnya jumlah uang beredar, terutama M1. Sampai dengan triwulan III-2008, penyaluran kredit perbankan meningkat signifikan hingga mencapai 36,3 yoy. Laju ekspansi kredit tersebut bahkan melebihi pertumbuhan penghimpunan dana masyarakat, yang hanya tercatat sebesar 14,3 yoy. Untuk Universitas Sumatera Utara mengantisipasi berlanjutnya tekanan inflasi, sejak Mei 2008, Bank Indonesia menaikkan BI Rate dari 8 secara bertahap menjadi 9,5 pada Oktober 2008. Dengan kebijakan moneter tersebut ekspektasi inflasi masyarakat tidak terakselerasi lebih lanjut dan tekanan neraca pembayaran dapat dikurangi. Seiring dengan kinerja ekspor yang tetap positif, indikator kerentanan eksternal terkait utang luar negeri terus menunjukkan perbaikan. Meskipun posisi utang luar negeri ULN Pemerintah dan swasta pada tahun 2008 meningkat hingga mencapai 149,0 miliar dolar AS, masih dapat diimbangi oleh ekspansi ekonomi domestik, termasuk neraca perdagangan yang positif Sementara itu, untuk ULN Swasta, krisis keuangan global nampaknya belum terlalu memengaruhi aktivitas penarikan ULN Swasta secara keseluruhan. Total penarikan ULN swasta sepanjang tahun 2008 sebesar 37,08 miliar dolar AS melampaui total penarikan selama tahun 2007 27,8 miliar dolar AS, atau meningkat sebesar 33.1. Meningkatnya aktivitas penarikan tersebut seiring dengan peningkatan komitmen baru yang diterima pihak swasta Indonesia selama dua tahun terakhir 2007 dan 2008 sehingga memungkinkan pihak swasta masih menikmati perolehan dana ULN pada tahun 2008. Namun demikian penundaan penerbitan obligasi oleh pihak swasta terjadi pada tahun 2008 terutama karena terjadinya peningkatan cost of borrowing akibat imbas krisis keuangan global. Dinamika ini membuat cadangan devisa akhir 2008 berada pada level 51,6 miliar dolar AS atau setara dengan 4 bulan impor dan pembayaran ULN Pemerintah. Universitas Sumatera Utara Perbaikan perekonomian indonesia seharusnya didukung oleh perbaikan kinerja sektor industri dan perdagangan yang menjadi penyumbang terbesar dalam PDB Indonesia. Namun keadaan in tidak seimbang dengan fakta yang terjadi. Beberapa perusahaan justru malah tutup sehingga harus merumahkan bahkan seluruh karyawannya karena tidak mampu beroperasi. Keadaan inilah yang selalu menuntut beberapa perusahaan untuk melakukan pinjaman, baik pinjaman dalam negeri maupun pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri menjadi salah satu alternatif yang banyak digunakan perusahaan swasta untuk membantu keuangan perusahaan dikarenakan beberapa hal yaitu: 1. Selisih nilai tukar. 2. Selisih tingkat suku bunga. 3. Prosedur peminjaman.

4.2. Pinjaman Luar Negeri Swasta