Menurut data Bank Indonesia, cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2008 mencapai US51,6 miliar, namun pada Januari 2009 mengalami penurunan menjadi
sebesar US50,9 miliar. Untuk mengantisipasi keberlanjutan penurunan kinerja ekspor, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor, antara lain dengan
cara memperluasdiversifikasi tujuan negara ekspor Timur Tengah, ASEAN, RRT, Korea Selatan, dan India, meningkatkan kualitas produk ekspor, menghapus
ekonomi biaya tinggi, mencegah impor ilegal, memberikan paket stimulus, memperluas pasar domestik, memperlancar logistik, mengganti produk impor dan
adanya regulasi pemerintah.
4.5. Perkembangan KursNilai Tukar
Secara umum, nilai tukar rupiah dapat bergerak stabil sampai dengan pertengahan September 2008. Hal tersebut ditopang oleh kinerja transaksi berjalan
dan kebijakan makroekonomi yang cukup prudent. Namun, intensifikasi krisis keuangan global yang memicu risk aversion dan anjloknya harga komoditas menekan
rupiah, sehingga nilai tukar Rupiah terdepresiasi disertai dengan peningkatan volatilitas pada triwulan IV-2008. Anjloknya harga komoditas berdampak buruk
terhadap kinerja ekspor dan menurunkan pasokan valas yang bersumber dari devisa hasil ekspor. Di lain pihak, impor yang meningkat akibat kuatnya permintaan
domestik membutuhkan valas yang semakin besar. Tekanan permintaan valas semakin bertambah seiring dengan adanya aliran dana portofolio asing ke luar akibat
adanya sentimen negatif sebagai imbas krisis finansial global yang memburuk.
Universitas Sumatera Utara
Turunnya pasokan valas yang disertai tingginya permintaan valas menyebabkan tingginya tekanan depresiasi nilai tukar Dinamika nilai tukar rupiah selama tahun
2008 sangat dipengaruhi oleh perkembangan krisis keuangan global, gejolak harga komoditas, dan perlambatan ekonomi dunia yang memicu memburuknya persepsi
investor dan ekspektasi pelaku pasar. Gejolak eksternal tersebut menyebabkan perkembangan nilai tukar Rupiah selama tahun 2008 sangat berfluktuasi, terutama
sejak awal triwulan IV-2008. Namun demikian, kebijakan ekonomi makro yang konsisten dan berhati-hati disertai langkah stabilisasi nilai tukar, secara umum dapat
meredam terjadinya tekanan yang berlebihan. Meski diterpa oleh berbagai gejolak, nilai tukar Rupiah secara umum bergerak relatif stabil sampai pertengahan September
2008. Namun demikian, dampak krisis keuangan global yang semakin luas memicu pelepasan aset oleh investor dalam jumlah yang signifikan sehingga menimbulkan
tekanan yang kuat terhadap nilai tukar Rupiah pada triwulan IV-2008. Nilai tukar selama tahun 2008 menunjukkan volatilitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya dan cenderung terdepresiasi Grafik 1.23. Secara rata rata nilai tukar Rupiah melemah 5,4 dari Rp. 9.140 per dolar AS pada
tahun 2007 menjadi Rp. 9.666 per dolar AS pada tahun 2008. Di akhir tahun 2008, rupiah berada di level Rp. 10.900 per dolar AS atau melemah 13.8 point-topoint
dari akhir tahun sebelumnya Rp. 9.393 per dolar AS. Sementara itu, volatilitas nilai tukar Rupiah juga meningkat cukup tajam dari 1,44 pada tahun 2007 menjadi
4,67 pada tahun 2008. Pelemahan nilai tukar Rupiah searah dengan perkembangan mata uang regional.
Universitas Sumatera Utara
Perkembangan nilai tukar Rupiah yang relatif stabil sampai dengan akhir triwulan III-2008 ditopang oleh surplus neraca transaksi berjalan, imbal hasil yang
menarik dan sentimen pasar yang terjaga positif. Meskipun demikian, nilai tukar rupiah sempat terdepresiasi pada triwulan I-2008 hingga mencapai rata-rata Rp. 9.258
per dolar AS. Hal itu dipengaruhi sentimen negatif pasar global yang terimbas memburuknya krisis subprime sejak akhir tahun 2007. Kondisi ini diperparah dengan
naiknya harga minyak sehingga memicu investor untuk mengalihkan aset ke investasi yang dipandang lebih tidak berisiko. Namun demikian, kebijakan Bank Indonesia
serta kebijakan pemerintah untuk mengamankan implementasi APBN 2008 berhasil meredam timbulnya tekanan yang lebih kuat bahkan mendorong kembali masuknya
aliran portofolio asing. Seiring dengan itu nilai tukar rupiah cenderung stabil pada triwulan II-2008. Sejak akhir triwulan III-2008, krisis pasar keuangan global semakin
dalam dipicu terjadinya default lembaga keuangan besar di AS. Kecemasan investor terhadap kondisi keuangan dan prospek ekonomi dunia pada gilirannya memicu
meluasnya pelepasan aset di pasar keuangan global. Persepsi risiko pun melonjak naik sehingga memicu investor asing untuk mengalihkan dananya dari emerging
market. Sementara itu, neraca transaksi berjalan juga mengalami tekanan akibat jatuhnya harga komoditas dan merosotnya pertumbuhan ekonomi di negara mitra
dagang. Perkembangan tersebut menyebabkan Rupiah tertekan hingga mencapai level tertinggi Rp. 12.150 per dolar AS pada November 2008.
Dari sisi fundamental, secara umum kondisi ekonomi makro sepanjang tahun 2008 relatif tetap kondusif menopang kestabilan nilai tukar Rupiah. Sampai dengan
Universitas Sumatera Utara
triwulan III-2008, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ditopang oleh semua komponen permintaan agregat menciptakan optimisme para pelaku ekonomi terhadap
prospek perkembangan perekonomian ke depan. Meskipun tekanan inflasi cenderung meningkat dan sentimen investor sempat memburuk pada triwulan I-2008,
pengelolaan kebijakan konsisten dan berhati-hati dapat membentengi kepercayaan pasar terhadap Rupiah.
Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah meningkat mulai akhir triwulan III-2008 seiring dengan defisit neraca pembayaran baik pada transaksi berjalan maupun neraca
transaksi finansial dan modal Memasuki triwulan III-2008, perlambatan ekonomi global dan penurunan harga komoditas berdampak pada turunnya pertumbuhan
ekspor yang cukup signifikan. Kondisi default sejumlah lembaga keuangan di AS turut berkontribusi pada tumbuhnya sentimen negatif di pasar keuangan. Dengan
pertumbuhan impor yang masih tinggi, tekanan terhadap NPI juga bersumber dari neraca TMF terutama terkait dengan pembalikan arus modal portofolio asing.
Berlanjutnya perlambatan ekspor pada triwulan IV-2008 dan besarnya arus keluar dana asing menyebabkan tekanan depresiasi yang kuat pada triwulan IV-2008.
Terkait dengan itu, Bank Indonesia dan Pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk meredam tingginya tekanan depresiasi dan volatilitas nilai tukar
rupiah yang berlebihan sekaligus meredam potensi terjadinya ketidakstabilan ekonomi makro. Perkembangan nilai tukar sepanjang tahun 2008 juga dipengaruhi
oleh faktor risiko investasi di Indonesia. Persepsi resiko investasi di negara berkembang juga ikut terimbas buruk seiring dengan semakin dalamnya krisis
Universitas Sumatera Utara
keuangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi negara maju. Memburuknya kondisi neraca pembayaran bahkan memaksa beberapa negara di kawasan Eropa
Timur serta di Asia mengajukan bantuan dana kepada IMF. Hal itu semakin memperburuk persepsi risiko berinvestasi di negara berkembang dan mendorong
investor untuk menjual aset yang dimilikinya baik dalam kondisi rugi cut loss ataupun untung profit taking dan memilih untuk menempatkan investasi di aset
yang lebih aman flight to quality. Perkembangan ini memengaruhi persepsi investor terhadap risiko investasi di Indonesia. Seiring dengan meningkatnya defisit NPI,
persepsi investor terhadap risiko investasi di Indonesia cenderung memburuk. Memburuknya persepsi risiko Indonesia antara lain terindikasi dari
perkembangan credit default swap CDS Indonesia meningkat tajam dari 153 bps menjadi 691 bps dan bahkan sempat menembus 1.248 pada Oktober 2008. Indikator
risiko lainnya yaitu spread antara global bond Indonesia terhadap US Treasury Note T-Note turut meningkat tajam dan bergerak dari 238 bps menjadi 716 bps akhir
tahun dan sempat menyentuh level tertinggi 1.195 bps pada November 2008 Grafik 1.26. Melebarnya spread terutama akibat meningkatnya yield obligasi Indonesia
di tengah penurunan yield US T-Note akibat flight to quality. Dalam kondisi ketidakpastian yang tinggi, memburuknya persepsi risiko juga memicu volatilitas
nilai tukar yang tinggi mengingat porsi investasi portofolio masuk dan keluar jangka pendek yang cukup besar. Pergerakan nilai tukar rupiah juga dipengaruhi oleh imbal
hasil yang ditawarkan instrumen Rupiah. Secara umum, imbal hasil investasi Rupiah pada tahun 2008 relatif masih tinggi, baik diukur dengan selisih suku bunga dalam
Universitas Sumatera Utara
dan luar negeri secara nominal uncovered parity - UIP maupun dengan memperhitungkan risiko coveredparity - CIP. Selisih suku bunga domestik dan luar
negeri relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara kawasan, sejalan dengan perkembangan suku bunga domestik yang meningkat dan kecenderungan suku bunga
global yang menurun. Sementara selisih suku bunga yang sudah mempertimbangkan faktor risiko
sempat turun bahkan tercatat negatif pada November 2008. Namun demikian, CIP kembali meningkat pada akhir tahun, seiring meredanya tekanan risiko eksternal.
Sementara itu indikator daya tarik investasi obligasi Indonesia yang tercermin dari yield spread antara Government Bond dan US T-Note juga relatif masih menarik.
Kurs atau nilai tukar adalah nilai mata uang suatu negara diukur dari nilai satu unit mata uang terhadap mata uang negara lain dalam bentuk Rupiah.
30 40
50 60
70 80
90 100
110
98 99
00 01
02 03
04 05
06 07
08 KURSR
Gambar 4.3. Perkembangan Kurs Riil Tahun 1998 sd 2008
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa kurs riil menunjukkan arah yang berfluktuasi kearah peningkatan pada tahun-tahun terakhir.
4.6. Perkembangan Tabungan Indonesia