Tabel 2.3. TNM System Version 7 Non-Small Cell Lung Cancer
TX Sitologi positif
T1 ≤ 3 cm
T1a ≤ 2 cm
T1b 2-3 cm
T2 Bronkus utama
≥ 2 cm dari karina, invasi ke pleura visceral, parsial atelectasis
T2a 3-5 cm
T2b 5-7 cm
T3 7 cm, invasi ke dinding dada, diafragma, perikardium, pleura
mediastinal, bronkus utama 2 cm dari karina, atelektasis total, nodul pada lobus yang sama
T4 Penyebaran ke jantung, mediastinum, pembuluh darah, karina, trakea,
esophagus, penyebaran tumor lobus ipsilateral N1
Peribronkial ipsilateral, hilus ipsilateral N2
Subkarina, mediastinal ipsilateral N3
Mediastinal atau hilus kontralateral, scalene atau supraklavikula M1
Metastasis jauh M1a
Penyebaran tumor pada lobus kontralateral, nodul pada pleura atau pleura ganas, efusi perikard
M1b Metastasis jauh
2.5. Jenis Histologis Kanker Paru
Jenis Sel Kanker Paru secara umum dibagi atas dua kelompok yaitu:
•
Kanker paru jenis karsinoma sel kecil KPKSK atau small cell lung carcinoma SCLC.
11
•
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil KPKBSK atau non-small cell lung carcinoma NSCLC, mencakup adenokarsinoma, karsinoma sel skuamosa,
Universitas Sumatera Utara
karsinoma sel besar large cell ca dan karsinoma adenoskuamosa. Meskipun kadang ditemukan jenis lain dengan frekuensi yang sangat jarang misal karsinoid tumor dan
lain lain.
11
2.6. Diagnosis Kanker Paru
2.6.1. Gejala Klinis
Pengenalan awal kanker paru sulit dilakukan bila hanya berdasarkan pada keluhan saja. Biasanya keluhan ringan terjadi pada mereka pada stadium dini yaitu
pada stadium I dan II. Data di Indonesia maupun dari negara maju kebanyakan kasus kanker paru terdiagnosis ketika penyakit sudah berada pada stadium lanjut stadium
III dan IV.
1,14
Manifestasi klinis dari tumor paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi atas :
1. Gejala intrapulmonal
Disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu adanya gangguan pergerakan silia serta ulserasi bronkus sehingga sering menyebabkan peradangan berulang, dengan keluhan
batuk 70-90 kasus, batuk darah 6-51 kasus, nyeri dada biasanya unilateral tidak berbatas jelas 42-67 kasus, sesak nafas 58 kasus.
15
2. Gejala intratorasik ekstrapulmonal
Penyebaran tumor ke mediastinum akan menekan atau merusak struktur-struktur didalamnya dengan akibat antara lain :
• N. frenikus : paraseparalisis diafragma
• N. recurrens : paraseparalisis chorda vokalis
• Saraf simpatik : sindroma horner yakni enoftalmus, miosis ptosis dan anhidrosis
• Esofagus : disfagia
Universitas Sumatera Utara
• Vena cava superior : sindroma vena cava superior yakni bendungan vena cava
superior disertai pembengkakan muka lengan dan leher •
Trakeabronkus utama : sesak nafas dapat atelektasis total •
Jantung : gangguan fungsional, efusi perikard.
15
3. Gejala ekstratorasik non metastasis
Dapat berupa manifestasi neuromuskular neuropati karsinomatosa: miopati, neuropatia perifer, degenerasi cerebelar subakut, ensefalomiopatia dan mielopati nekrotik,
manifestasi endokrin metabolik sindroma cushing, sindroma karsinoid, hiperparatiroid dengan hiperkalsemia, SIADH dengan hiponatremia, sekresi insulin dengan hipoglikemia,
sekresi gonadotropin berlebihan dengan ginekomastia, sekresi melanocyte stimulating hormone dengan hiperpigmentasi kulit, manifestasi jaringan ikat hipertrophy pulmonary,
jari tabuh, manifestasi vaskular dan hematologi tromboplebitis, purpura dan anemia.
15
4. Gejala ekstratorasik metastasis
Dijumpai adanya penyebaran tumor ke semua organ terutama otak, hati dan tulang.
15
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita kanker paru bisa tidak dijumpai kelainan jika massa tumornya kecil dan belum menyebar sehingga belum menimbulkan gangguan di tempat lain
dan tumor yang letaknya di perifer. Pada kasus dengan stadium lanjut dapat dijumpai kelainan tergantung pada gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer atau penyebarannya.
Kelainan yang didapat tergantung letak dan besarnya tumor sehingga menimbulkan gangguan.
1,11,14
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks danatau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto toraks
dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura masif
sehingga tumor tidak terlihat.
1,11,14
2.6.4. Pemeriksaan Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat
menilai lebih baik pada mukosa saluran napas; normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan
atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkialtumor intra bronkus. Prusedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan
menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus.
16,17
Jenis Bronkoskopi Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam
bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku Rigid dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur BSOL.
18,19,20
A. Bronkoskopi Kaku Rigid
Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya
Universitas Sumatera Utara
berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13.5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3 mm.
18,21,22
Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi.
Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran napas besar dimana dengan BSOL tidak dapat dilakukan.
18,22
Gambar 1. Skema bronkoskopi kaku rigid.
19
B. Bronkoskopi Serat Optik Lentur BSOL
Bronkoskopi serat optik lentur BSOL juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy FOB, sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang
dijumpai di paru-paru, dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru.
19,22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur BSOL.
19
BSOL berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel
dahak ataupun jaringan. Umumnya 55 cm dari total panjang tabung BSOL mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal BSOL memiliki sumber cahaya yang dapat
memperbesar 120
o
dari 100
o
lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera.
23,24
Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160
o
-180
o
ke atas dan 100
o
-130
o
ke bawah. Hal ini memungkinkan operator BSOL untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah
dari bronkus utama, dan juga ke depan belakang anterior dan superior.
23,24
Kriteria Penampakan Gambaran Bronkoskopi Pada saat melakukan bronkoskopi, ada beberapa keadaan yang dapat dijumpai,
seperti:
25,26,27,28
Universitas Sumatera Utara
1. Normal
Dimana pada saat dilakukan bronkoskopi tidak dijumpai kelainan pada mukosa ataupun cabang-cabang bronkus.
2. Inflamasi
Gambaran inflamasi dapat menyeluruh misalnya bronkitis kronis ataupun lokal akibat benda asing. Inflamasi dapat terjadi secara akut, misalnya radang paru yang berhubungan
dengan segmental maupun kronis misalnya tuberkulosis.
Gambar 3. Menunjukkan perubahan
akibat inflamasi bronkitis kronis.
25
Perubahan peradangan meliputi : •
Hiperemis dan peningkatan vaskularisasi dari mukosa berwarna gelap atau merah muda atau bahkan merah. Mukosa bronkus normal berupa palepink atau berwarna
merah kuning. •
Pembengkakan swelling. Pada peradangan ringan, tampak sedikit pinggir dari karina tumpul dan buram atau
kehilangan kontur sehingga tulang rawan bronkial menonjol. Pada peradangan yang parah terjadi penyempitan mukosa.
• Sekresi
Universitas Sumatera Utara
Mukosa yang normal hanya sedikit menghasilkan lendir yang berguna untuk pembersihan. Pada waktu peradangan, sekresi menjadi banyak dan sifat sangat
bervariasi, misalnya mukoid, tebal dan mukus yang kental bronkitis kronis, Mukus berupa plague asma, pusnanah infeksi berat.
• Perubahan terlokalisir localized changes
Reaksi lokal dapat dijumpai pada kelainan seperti pneumonia, abses paru, TBC, aspirasi benda asing, bronkiektasis, karsinoma, dan lain lain.
• Ascociated changes
Terutama terlihat pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis PPOK, dimana dijumpai submukosa atrofi, hipertrofi pada dinding membran bronkiol.
nan instrinsik.
25
Gambar 4. Menunjukkan penonjolan dinding trakea kanan
oleh karena teka
• Tuberkulosis
Dijumpai peradangan pada endobronkial, distorsi pada lumen trakeabronkus yang disebabkan limfadenofati ekstrabronkial.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Menunjukkan perubahan inflamasi tuberkulosis dengan
serangkaian sekresi terlihat pada bronkus utama kanan.
25
3. Tumor
Gambaran bronkoskopi pada tumor atau pembesaran kelenjar getah bening atau metastasis dapat dijumpai tiga perubahan utama :
• Distorsi anatomi oleh karena adanya tekanan eksternal pada trakeo bronkial, biasanya
disebabkan oleh limfadenopati sekunder berupa pelebaran sudut karina, pembengkakan pada dinding trakeabronkus utama.
• Keterlibatan dari dinding bronkial dengan distorsi lokal atau ulserasi dari mukosa
pada sebagian atau seluruh lumina. •
Pertumbuhan intraluminer mungkin merupakan awal dari intralumen itu sendiri, dijumpai pelebaran atau ruptur dari kelenjar limfe sekunder
melalui dinding bronkial. Pertumbuhan intralumen bisa menutup lumen secara total atau parsial.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Menunjukkan fungating tumor di sebelah kiri
batang utama bronkus.
25
4. Miscellaneous
• Perdarahan bronkial
Dalam beberapa kasus batuk darah hemoptisis, pemeriksaan bronkoskopi memberikan gambaran normal. Pada perdarahan yang masif dilakukan pembersihan
dari trakeobronkial dengan normal salin untuk membantu menemukan sumber perdarahan.
• Benda asing
Benda asing sering menyebabkan peradangan lokal, bahkan menyebabkan infeksi yang luas dan kerusakan pada bronkial dan jaringan paru distal. Benda asing dapat
menghasilkan sekresi purulen. •
Sarcoidosis Tampak dua gambaran utama,yaitu :
1. Pembesaran kelenjar getah bening, karina dan subkarina melebar dan distorsi
trakeobronkial. 2.
Perubahan bentuk mukosa trakeobronkial, hiperemis dan sekresi yang meningkat. •
Perubahan radiasi Perubahan mengikuti pola umum: segera, reaksi peradangan akut, selanjutnya
penyusutan atau hilangnya tumor dengan berkurangnya peradangan, mukosa pucat
Universitas Sumatera Utara
dan kontraktif jaringan parut setelah beberapa bulan dan terjadi fibrosis pada daerah yang terkena.
• Trauma trakea
Dijumpai fraktur pada dinding trakea atau bronkus. •
Fistula Bronkopleura Merupakan sekunder dari empiema, abses paru, pecahnya kista paru, pneumotoraks,
trauma atau pasca operasi. Pada gambaran bronkoskopi tampak gelembung udara, waktu sekresi tampak gerakan pernapasan.
• Amiloidosis
Jarang terjadi, dinding bronkial berwarna kuningabu-abu yang menyerupai gambaran carsinomatous infiltratif.
Pengambilan Spesimen Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilakukan berbagai teknik pengambilan
spesimen untuk dilakukan pemeriksaan sitologi ataupun histopatologi yang sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis. Spesimen dapat diambil dengan cara, seperti:
19,23,25,26
1. Cucian bronkus bronchial washing
Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop. Cucian bronkus dilakukan dengan
menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan melalui saluran yang ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan disedot kembali. Jumlah cairan
yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali. Sekret yang diperoleh dilakukan
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan sitologi cairan bronkus dan pemeriksaan mikrobiologi BTA, pewarnaan gram bakteri dan jamur serta kultur
2. Sikatan bronkus bronchial brushing
Spesimen diperoleh dengan menggunakan kateter, sikat dan jarum. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian dimasukkan dalam wadah yang berisi alkohol
90. Sampel yang didapat selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi.
Gambar 7. Aksesori prosedur sikatan bronkus, TBNA dan biopsi forsep.
11
3. Bronchoalveolar Lavage BAL
BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada ujung saluran napas alveolus. Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung scope bronkoskop kemudian
disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus. Sampel yang didapat dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi BTA, pewarnaan gram,jamur serta dilakukan kultur dan sitologi.
4. Biopsi endobronkial
Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan forcep, dimana ujung dari bronkoskop dekat dengan bidang visual lesi. Sampel yang didapat dilakukan fiksasi dengan
menggunakan formalin 10 dan untuk tumor yang besar dilakukan lamelarisasi supaya
Universitas Sumatera Utara
cairan fiksasi dapat masuk kedalam jaringan tumor yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologi dan sitologi.
5. Transbronchial Needle Aspiration TBNA
TBNA merupakan tindakan invasif minimal yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan stadium bronchogenik carcinoma dengan cara mengambil sampel kelenjar limfe
mediastinum dengan menggunakan jarum atau forcep. Ini merupakan tindakan biopsi menembus trakeobronkus dengan jarum atau forcep menembus lesikelainan yang
menekan trakeobronkial trakea, bronkus utama, karina dan karina dua. TBNA juga dapat digunakan untuk mengambil sampel perifer, submukosa dan endobronkial tanpa
atau dengan tuntunan biplane fluoroskopi untuk membantu penentuan lokasi tumor. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian dimasukkan dalam wadah
yang berisi alkohol 90. Sampel yang didapat selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi. American Thoracic Society ATS membuat suatu sistem pemetaan untuk
mengetahui lokasi kelenjar lymph.Untuk mengambil sampel pada tempat yang letaknya perifer, TBNA dilakukan dengan panduan fluroskopi untuk menentukan lokasinya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Maping Sistem Kelenjar Limfe Regional Paru.
23
6. Biopsi paru transbronkial
Ini merupakan cara yang paling aman untuk mendapatkan biopsi dari parenkim paru. Prosedur ini sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada kanker paru yang
dijumpai di endobronkial dapat dilakukan biopsi dengan menggunakan forcep melalui BSOL. Popovich mendapatkan keberhasilan biopsi dengan forcep untuk tumor yang
tampak pada bronkoskopi sebesar 92. Bila tindakan biopsi ini dikombinasikan dengan washing dan brushing keberhasilannya meningkat menjadi 96. Sampel yang didapat
dilakukan fiksasi dengan menggunakan formalin 10 dan untuk tumor yang besar dilakukan lamelarisasi supaya cairan fiksasi dapat masuk kedalam jaringan tumor yang
selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologi dan sitologi. 7.
Biopsi lesi perifer Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi umum dengan menggunakan instrument
fibrescope yang halus.
Universitas Sumatera Utara
2.6.5. Pemeriksaan Biopsi Transtorakal
Biopsi transtorakal adalah suatu cara untuk memperoleh specimen jaringan parubuntuk bahan diagnostik melalui dinding toraks. Tehnik ini pertama kali diperkenalkan
oleh Menetrier pada tahun1886, kemudian pada tahun 1930 di Amerika Serikat diperkenalkan biopsi aspirasi jarum halus FNAB transtorakal. Transtorakal biopsi dengan tuntunan
radiologi telah dilakukan sejak tahun 1966 oleh Dalgren dan Nordensrom di Amerika Serikat.
15
Penderita dengan lesi paru yang terlokalisir dan tidak dapat didiagnosis dengan sitologi sputum dan bronkoskopi, dapat dilakukan FNAB bila tidak ada kontra indikasi.
FNAB ini dapat dilakukan dengan menggunakan: •
Jarum Vim-Silverman, Abram. Dengan jarum ini didapatkan potongan jaringan. •
Jarum besar ukuran 18-20. Dengan jarum ini didapatkan sedikit jaringan dan bahan aspirasi untuk pemeriksaan histologi dan sitologi.
• Jarum kecil ukuran 23-24, jarum spinal, Norden-Strom. Dengan jarum ini
didapatkan aspirasi bercampur cairan atau darah, oleh karena itu pemeriksaan yang dapat dilakukan hanya secara sitologi.
15
Indikasi dari pemeriksaan biopsi transtorakal antara lain: •
Penderita dengan dugaan kanker paru yang tidak mungkin di operasi, dimana pada pemeriksaan sitologi sputum negatif
• Massa paru soliter dimana pemeriksaan sitologi sputum dan bronkoskopi negatif
• Massa paru soliter tetapi penderita menolak operasi
• Massa paru soliter dengan metastasis ekstra pulmoner
• Massa paru soliter dengan tumor primer diluar paru
• Gambaran coin lesion di paru
• Pancoast tumor
15
Universitas Sumatera Utara
Kontra indikasi untuk dilakukan biopsi transtorakal antara lain: •
Lesi vaskuler yang dapat menimbulkan perdarahan •
Hipertensi pulmonal yang dapat meningkatkan risiko perdarahan sesudah biopsi •
Penderita dengan kelainan darah •
Penderita dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif berat dimana FEV1 1L •
Keadaan umum sangat lemah •
Penderita yang tidak kooperatif •
Pneumektomi pada sisi kontra lateral •
Pneumotoraks •
Penderita yang mendapat pengobatan anti koagulantia •
Dekompensasi kordis
15
Akurasi biopsi transtorakal tanpa tuntunan radiologi sekitar 65-80, sedangkan dengan tuntunan radiologi sekitar 80-94. Akurasi biopsi transtorakal dengan jarum ukuran
17-20 dengan tuntunan radiologi sekitar 80.
15
2.7. Sitologi Kanker Paru
Small cell lung carcinoma SCLC SCLC merupakan kanker paru yang memiliki agresivitas yang tinggi, cepat tumbuh,
dan dapat mengalami metastasis yang luas namun jarang ditemui. SCLC dibagi dalam dua subtipe, yaitu classic oat cell carcinoma dan intermediate cell type of SCLC. Kedua subtipe
ini tidak berbeda secara klinis, oleh karena itu World Health Organization WHO mengelompokkannya ke dalam satu tipe SCLC.
3,5
Sampel yang adekuat akan menunjukkan banyak kandungan sel dengan bermacam bentuk sel kanker. Ukuran sel bervariasi, namun pada umumnya berukuran kecil dengan
sitoplasma sedikit. Gambaran “molding” dari inti yang berdekatan merupakan gambaran yang
Universitas Sumatera Utara
sangat sering ditemukan. Dua gambaran inti yang dapat ditemui adalah hiperkromatik atau piknotik dengan inti yang vesikuler dan kadang dapat granular dan anak inti yang relatif
besar.
3,5
Gambar 9. Small cell lung
carcinoma. Tampak kelompokan sel dengan sitoplasma sedikit dan
nuclear molding dengan fine granular chromatin.
5
Adenokarsinoma Adenokarcinoma paru sudah diketahui berhubungan dengan kebiasaan merokok dan
dijumpai adanya peningkatan insiden pada laki-laki maupun perempuan perokok. Ada dua bentuk yang dibedakan berdasarkan gambaran histologi dan klinis yaitu: adenokarsinoma
yang berasal dari daerah sentral parenkim paru central bronchial origin dan peripheral bronchoalveolar atau terminal bronchoalveolar carcinomas.
5
Sediaan yang diambil dengan cara bronchial brushing biasanya mengandung sedikit sel-sel tumor. Pada sediaan yang adekuat dapat banyak dijumpai sel-sel dengan kelompokan
papiler atau lembaran sel-sel bentuk bulat atau poligonal. Beberapa sel dapat mirip dengan sel-sel normal, namun memiliki ukuran inti yang besar, nuclearcytoplasmic ratio NC ratio
yang meningkat, anak inti yang menonjol kadang dapat multiple dan yang lebih penting adalah tidak dijumpainya silia.
3,5
Universitas Sumatera Utara
Gambar 10. Sitologi adenokarsinoma paru. Tampak
kelompokan sel dengan sitoplasma sedikit dan pucat, inti
relatif besar, tekstur inti masih baik dan anak inti menonjol.
5
Karsinoma sel sekuamosa SCC Sel-sel kanker SCC dapat sangat bervariasi baik bentuk maupun ukurannya, tetapi
yang khas pada SCC adalah latar belakang apusan berupa sel-sel radang dan massa nekrosis. Sel-sel bentuk spindel dan tadpole merupakan bentuk sel yang umum dijumpai yang juga
merupakan tanda khas pada SCC. Sitoplasma yang mengandung keratin akan berwarna orange atau kuning dengan pewarnaan Papanicolaou. Kadang dapat dijumpai sel-sel
abnormal tanpa inti sel yang disebut ghost cells.
3,5
Gambar 11. Karsinoma sel
sekuamosa dalam sediaan sitologi. Tampak sel-sel ganas bentuk dan
ukuran inti bervariasi, hiperkromatin, sitoplasma
eosinofilik dengan latar belakang sel-sel radang.
5
Meskipun inti yang hiperkromatin merupakan tanda khas pada sel-sel ganas tetapi tidak dapat digunakan sepenuhnya untuk SCC. Inti sel kanker relatif pucat terutama pada tipe
keratinizing atau sel-sel nekrotik oleh karena karyolisis ghost cells. Umum dijumpai inti sel yang mengalami aberasi dengan bentuk anguler atau ireguler dengan ukuran yang bervariasi,
beberapa dalam berbentuk bizarre. Mitosis inti sangat jarang dijumpai pada keratinizing
Universitas Sumatera Utara
SCC. Meskipun bukan merupakan kriteria diagnostik untuk SCC, namun apabila dijumpai harus berhati-hati karena merupakan tanda dari neoplasma ganas.
3,5
Pada kasus dimana tidak dijumpai keratinisasi atau piknosis inti, kondisi seperti ini disebut sebagai poorly differentiated squoamous epidermoid carcinoma. Inti biasanya
hiperkromatin dengan tekstur inti kasar dan ireguler. Sel-sel tumor yang berasal dari sputum biasanya lebih sedikit dengan sitoplasma yang jernih sedangkan yang berasal dari sikatan
bronkus sitoplasma dapat amfofilik atau kadang-kadang basofilik.
3,5
Gambar 12. Poorly differentiated
non-keratinizing SCC. Tampak inti hiperkromatin, dengan tekstur
kasar dan ireguler. Sitoplasama amfofilik.
5
Large-Cell Undifferentiated Carcinoma Kanker ini didefinisikan sebagai tumor yang tidak memiliki differensial skuamosa
atau glandular, meskipun pada beberapa tempat memiliki gambaran kanker skuamosa atau adenokarsinoma. Kanker ini merupakan turunan dari sel-sel basal epitel yang dapat
berkembang menjadi kanker skuamosa atau adenokarsinoma. Saat ini tipe kanker ini digolongkan kedalam NSCLC karena memiliki penanganan dan prognosis yang sama dengan
seluruh tipe NSCLC.
5
Sel-sel tumor walaupun biasanya tunggal, tetapi dapat berupa kelompokkan yang cenderung memiliki kohesi yang jelek dengan ukuran sel bervariasi. Kebanyakan sel
ukurannya hampir sama dengan sel skuamosa dan adenokarsinoma, sitoplasma sedikit dan biasanya pucat dapat basofilik ataupun eosinofilik amfofilik. Pada kasus yang jarang dapat
Universitas Sumatera Utara
dijumpai inklusi intrasitoplasmik. Inti sel besar dengan kontur ireguler dengan gambaran sharply di sekitar inti. Salah satu yang khas adalah inti dengan kromatin yang kasar atau
hiperkromatin, kadang dapat pula dijumpai kromatin inti yang normal dengan satu atau dua anak inti yang menonjol.
3,5
Gambar 13. Undifferentiated
large-cell non-small cell carcinoma. Tampak lembaran sel
kanker dengan sitoplasma eosinofilik pucat dan banyak, inti
hiperkromatin dengan tekstur kasar.
5
Adenosquamous Mucoepidermoid Carcinoma Penamaan adenosquamous carcinoma digunakan untuk menjelaskan bronchogenic
carcinoma yang memiliki kombinasi gambaran epidermoid carcinoma poorly differentiated squamous carcinoma dan adenokarsinoma. Banyak ditemukan sel-sel yang memproduksi
musin yang dapat dilihat dengan pewarnaan khusus dan beberapa mengandung komponen sel-sel undifferentiated large cell maupun SCC. Variasi gambaran sitologi sangat tergantung
dari gambaran histopatologinya.
5
Gambaran sel-sel kanker didominasi oleh sel-sel adenokarsinoma yang menghasilkan musin. Dapat pula ditemukan sedikit sel-sel yang menghasilkan keratin.
5
Gambar 14. Mucoepidermoid
carcinoma paru pada wanita umur 61 tahun. Tampak sel-sel
kanker yang menghasilkan musin.
5
Universitas Sumatera Utara
2.8. Penatalaksanaan Kanker Paru