• Vena cava superior : sindroma vena cava superior yakni bendungan vena cava
superior disertai pembengkakan muka lengan dan leher •
Trakeabronkus utama : sesak nafas dapat atelektasis total •
Jantung : gangguan fungsional, efusi perikard.
15
3. Gejala ekstratorasik non metastasis
Dapat berupa manifestasi neuromuskular neuropati karsinomatosa: miopati, neuropatia perifer, degenerasi cerebelar subakut, ensefalomiopatia dan mielopati nekrotik,
manifestasi endokrin metabolik sindroma cushing, sindroma karsinoid, hiperparatiroid dengan hiperkalsemia, SIADH dengan hiponatremia, sekresi insulin dengan hipoglikemia,
sekresi gonadotropin berlebihan dengan ginekomastia, sekresi melanocyte stimulating hormone dengan hiperpigmentasi kulit, manifestasi jaringan ikat hipertrophy pulmonary,
jari tabuh, manifestasi vaskular dan hematologi tromboplebitis, purpura dan anemia.
15
4. Gejala ekstratorasik metastasis
Dijumpai adanya penyebaran tumor ke semua organ terutama otak, hati dan tulang.
15
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita kanker paru bisa tidak dijumpai kelainan jika massa tumornya kecil dan belum menyebar sehingga belum menimbulkan gangguan di tempat lain
dan tumor yang letaknya di perifer. Pada kasus dengan stadium lanjut dapat dijumpai kelainan tergantung pada gangguan yang ditimbulkan oleh tumor primer atau penyebarannya.
Kelainan yang didapat tergantung letak dan besarnya tumor sehingga menimbulkan gangguan.
1,11,14
Universitas Sumatera Utara
2.6.3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk pengenalan awal ini, selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan foto toraks danatau pemeriksaan sitologi sputum. Pada foto toraks
dapat ditemukan gambaran tumor dengan tepi yang tidak rata dan penarikan pleura dan bahkan destruksi tulang dinding dada. Tidak jarang ditemukan gambaran efusi pleura masif
sehingga tumor tidak terlihat.
1,11,14
2.6.4. Pemeriksaan Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah tindakan yang dilakukan untuk melihat keadaan intra bronkus dengan menggunakan alat bronkoskop. Prosedur diagnostik dengan bronkoskop ini dapat
menilai lebih baik pada mukosa saluran napas; normal, hiperemis atau lesi infiltrat yang memperlihatkan mukosa yang compang-camping. Teknik ini juga dapat menilai penyempitan
atau obstruksi akibat kompresi dari luar atau massa intrabronkialtumor intra bronkus. Prusedur ini juga dapat menilai ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening, yaitu dengan
menilai karina yang terlihat tumpul akibat pembesaran kelenjar getah bening subkarina atau intra bronkus.
16,17
Jenis Bronkoskopi Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua macam
bronkoskopi, yaitu Bronkoskopi Kaku Rigid dan Bronkoskopi Serat Optik Lentur BSOL.
18,19,20
A. Bronkoskopi Kaku Rigid
Bronkoskopi rigid merupakan alat yang berbentuk tabung lurus terbuat dari bahan stainless steel. Panjang dan lebar bervariasi, tetapi bronkoskopi untuk dewasa biasanya
Universitas Sumatera Utara
berukuran panjang 40 cm dan diameter berkisar 9-13.5 mm, tebal dinding bronkoskop berkisar 2-3 mm.
18,21,22
Bronkoskopi rigid biasanya dilakukan dengan penderita di bawah anestesi umum. Tindakan ini harus dilakukan oleh bronchoscopist yang berpengalaman di ruang operasi.
Bronkoskopi rigid diindikasikan pada penderita dengan obstruksi saluran napas besar dimana dengan BSOL tidak dapat dilakukan.
18,22
Gambar 1. Skema bronkoskopi kaku rigid.
19
B. Bronkoskopi Serat Optik Lentur BSOL
Bronkoskopi serat optik lentur BSOL juga dikenal sebagai Fiber Optic Bronchoscopy FOB, sangat membantu dalam menegakkan diagnosis pada kelainan yang
dijumpai di paru-paru, dan berkembang sebagai suatu prosedur diagnostik invasif paru.
19,22
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Bronkoskopi Serat Optik Lentur BSOL.
19
BSOL berupa tabung tipis panjang dengan diameter 5-6 mm, merupakan saluran untuk tempat penyisipan peralatan tambahan yang digunakan untuk mendapatkan sampel
dahak ataupun jaringan. Umumnya 55 cm dari total panjang tabung BSOL mengandung serat optik yang memancarkan cahaya. Ujung distal BSOL memiliki sumber cahaya yang dapat
memperbesar 120
o
dari 100
o
lapangan pandang yang diproyeksikan ke layar video atau kamera.
23,24
Tabungnya sangat fleksibel sehingga memungkinkan operator untuk melihat sudut 160
o
-180
o
ke atas dan 100
o
-130
o
ke bawah. Hal ini memungkinkan operator BSOL untuk melihat ke segmen yang lebih kecil dan segmen sub cabang bronkus ke atas dan ke bawah
dari bronkus utama, dan juga ke depan belakang anterior dan superior.
23,24
Kriteria Penampakan Gambaran Bronkoskopi Pada saat melakukan bronkoskopi, ada beberapa keadaan yang dapat dijumpai,
seperti:
25,26,27,28
Universitas Sumatera Utara
1. Normal
Dimana pada saat dilakukan bronkoskopi tidak dijumpai kelainan pada mukosa ataupun cabang-cabang bronkus.
2. Inflamasi
Gambaran inflamasi dapat menyeluruh misalnya bronkitis kronis ataupun lokal akibat benda asing. Inflamasi dapat terjadi secara akut, misalnya radang paru yang berhubungan
dengan segmental maupun kronis misalnya tuberkulosis.
Gambar 3. Menunjukkan perubahan
akibat inflamasi bronkitis kronis.
25
Perubahan peradangan meliputi : •
Hiperemis dan peningkatan vaskularisasi dari mukosa berwarna gelap atau merah muda atau bahkan merah. Mukosa bronkus normal berupa palepink atau berwarna
merah kuning. •
Pembengkakan swelling. Pada peradangan ringan, tampak sedikit pinggir dari karina tumpul dan buram atau
kehilangan kontur sehingga tulang rawan bronkial menonjol. Pada peradangan yang parah terjadi penyempitan mukosa.
• Sekresi
Universitas Sumatera Utara
Mukosa yang normal hanya sedikit menghasilkan lendir yang berguna untuk pembersihan. Pada waktu peradangan, sekresi menjadi banyak dan sifat sangat
bervariasi, misalnya mukoid, tebal dan mukus yang kental bronkitis kronis, Mukus berupa plague asma, pusnanah infeksi berat.
• Perubahan terlokalisir localized changes
Reaksi lokal dapat dijumpai pada kelainan seperti pneumonia, abses paru, TBC, aspirasi benda asing, bronkiektasis, karsinoma, dan lain lain.
• Ascociated changes
Terutama terlihat pada penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis PPOK, dimana dijumpai submukosa atrofi, hipertrofi pada dinding membran bronkiol.
nan instrinsik.
25
Gambar 4. Menunjukkan penonjolan dinding trakea kanan
oleh karena teka
• Tuberkulosis
Dijumpai peradangan pada endobronkial, distorsi pada lumen trakeabronkus yang disebabkan limfadenofati ekstrabronkial.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Menunjukkan perubahan inflamasi tuberkulosis dengan
serangkaian sekresi terlihat pada bronkus utama kanan.
25
3. Tumor
Gambaran bronkoskopi pada tumor atau pembesaran kelenjar getah bening atau metastasis dapat dijumpai tiga perubahan utama :
• Distorsi anatomi oleh karena adanya tekanan eksternal pada trakeo bronkial, biasanya
disebabkan oleh limfadenopati sekunder berupa pelebaran sudut karina, pembengkakan pada dinding trakeabronkus utama.
• Keterlibatan dari dinding bronkial dengan distorsi lokal atau ulserasi dari mukosa
pada sebagian atau seluruh lumina. •
Pertumbuhan intraluminer mungkin merupakan awal dari intralumen itu sendiri, dijumpai pelebaran atau ruptur dari kelenjar limfe sekunder
melalui dinding bronkial. Pertumbuhan intralumen bisa menutup lumen secara total atau parsial.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6. Menunjukkan fungating tumor di sebelah kiri
batang utama bronkus.
25
4. Miscellaneous
• Perdarahan bronkial
Dalam beberapa kasus batuk darah hemoptisis, pemeriksaan bronkoskopi memberikan gambaran normal. Pada perdarahan yang masif dilakukan pembersihan
dari trakeobronkial dengan normal salin untuk membantu menemukan sumber perdarahan.
• Benda asing
Benda asing sering menyebabkan peradangan lokal, bahkan menyebabkan infeksi yang luas dan kerusakan pada bronkial dan jaringan paru distal. Benda asing dapat
menghasilkan sekresi purulen. •
Sarcoidosis Tampak dua gambaran utama,yaitu :
1. Pembesaran kelenjar getah bening, karina dan subkarina melebar dan distorsi
trakeobronkial. 2.
Perubahan bentuk mukosa trakeobronkial, hiperemis dan sekresi yang meningkat. •
Perubahan radiasi Perubahan mengikuti pola umum: segera, reaksi peradangan akut, selanjutnya
penyusutan atau hilangnya tumor dengan berkurangnya peradangan, mukosa pucat
Universitas Sumatera Utara
dan kontraktif jaringan parut setelah beberapa bulan dan terjadi fibrosis pada daerah yang terkena.
• Trauma trakea
Dijumpai fraktur pada dinding trakea atau bronkus. •
Fistula Bronkopleura Merupakan sekunder dari empiema, abses paru, pecahnya kista paru, pneumotoraks,
trauma atau pasca operasi. Pada gambaran bronkoskopi tampak gelembung udara, waktu sekresi tampak gerakan pernapasan.
• Amiloidosis
Jarang terjadi, dinding bronkial berwarna kuningabu-abu yang menyerupai gambaran carsinomatous infiltratif.
Pengambilan Spesimen Dengan menggunakan bronkoskop dapat dilakukan berbagai teknik pengambilan
spesimen untuk dilakukan pemeriksaan sitologi ataupun histopatologi yang sangat penting untuk membantu menegakkan diagnosis. Spesimen dapat diambil dengan cara, seperti:
19,23,25,26
1. Cucian bronkus bronchial washing
Tindakan membilas daerah bronkus dan cabang-cabangnya dengan bantuan kateter atau fasilitas suction yang ada pada bronkoskop. Cucian bronkus dilakukan dengan
menggunakan cairan salin atau ringer yang dialirkan melalui saluran yang ada pada bronkoskop ke dalam bronkus yang dijumpai kelainan dan disedot kembali. Jumlah cairan
yang dialirkan 3-5 ml dan dapat diulang beberapa kali. Sekret yang diperoleh dilakukan
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan sitologi cairan bronkus dan pemeriksaan mikrobiologi BTA, pewarnaan gram bakteri dan jamur serta kultur
2. Sikatan bronkus bronchial brushing
Spesimen diperoleh dengan menggunakan kateter, sikat dan jarum. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian dimasukkan dalam wadah yang berisi alkohol
90. Sampel yang didapat selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi.
Gambar 7. Aksesori prosedur sikatan bronkus, TBNA dan biopsi forsep.
11
3. Bronchoalveolar Lavage BAL
BAL bertujuan untuk mengambil spesimen yang terletak pada ujung saluran napas alveolus. Cairan salin atau ringer dimasukkan ke ujung scope bronkoskop kemudian
disedot. Tindakan ini diulang beberapa kali sampai didapat sampel 100-300 ml untuk mendapatkan material yang cukup dari alveolus. Sampel yang didapat dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi BTA, pewarnaan gram,jamur serta dilakukan kultur dan sitologi.
4. Biopsi endobronkial
Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan forcep, dimana ujung dari bronkoskop dekat dengan bidang visual lesi. Sampel yang didapat dilakukan fiksasi dengan
menggunakan formalin 10 dan untuk tumor yang besar dilakukan lamelarisasi supaya
Universitas Sumatera Utara
cairan fiksasi dapat masuk kedalam jaringan tumor yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologi dan sitologi.
5. Transbronchial Needle Aspiration TBNA
TBNA merupakan tindakan invasif minimal yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan stadium bronchogenik carcinoma dengan cara mengambil sampel kelenjar limfe
mediastinum dengan menggunakan jarum atau forcep. Ini merupakan tindakan biopsi menembus trakeobronkus dengan jarum atau forcep menembus lesikelainan yang
menekan trakeobronkial trakea, bronkus utama, karina dan karina dua. TBNA juga dapat digunakan untuk mengambil sampel perifer, submukosa dan endobronkial tanpa
atau dengan tuntunan biplane fluoroskopi untuk membantu penentuan lokasi tumor. Sampel yang didapat diletakkan pada objek gelas kemudian dimasukkan dalam wadah
yang berisi alkohol 90. Sampel yang didapat selanjutnya dilakukan pemeriksaan sitologi. American Thoracic Society ATS membuat suatu sistem pemetaan untuk
mengetahui lokasi kelenjar lymph.Untuk mengambil sampel pada tempat yang letaknya perifer, TBNA dilakukan dengan panduan fluroskopi untuk menentukan lokasinya.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 8. Maping Sistem Kelenjar Limfe Regional Paru.
23
6. Biopsi paru transbronkial
Ini merupakan cara yang paling aman untuk mendapatkan biopsi dari parenkim paru. Prosedur ini sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. Pada kanker paru yang
dijumpai di endobronkial dapat dilakukan biopsi dengan menggunakan forcep melalui BSOL. Popovich mendapatkan keberhasilan biopsi dengan forcep untuk tumor yang
tampak pada bronkoskopi sebesar 92. Bila tindakan biopsi ini dikombinasikan dengan washing dan brushing keberhasilannya meningkat menjadi 96. Sampel yang didapat
dilakukan fiksasi dengan menggunakan formalin 10 dan untuk tumor yang besar dilakukan lamelarisasi supaya cairan fiksasi dapat masuk kedalam jaringan tumor yang
selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologi dan sitologi. 7.
Biopsi lesi perifer Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi umum dengan menggunakan instrument
fibrescope yang halus.
Universitas Sumatera Utara
2.6.5. Pemeriksaan Biopsi Transtorakal