Pengukuran Beban Kerja Terhadap Pegawai Teknisi Pada Divisi Access Dalam Perusahaan Yang Bergerak Di Bidang Telekomunikasi
PENGUKURAN BEBAN KERJA TERHADAP PEGAWAI TEKNISI
PADA DIVISI ACCESS
DALAM PERUSAHAAN YANG
BERGERAK DI BIDANG TELEKOMUNIKASI
(Workload Measurement on Technician Employee at Access Division in
Information and Communication Company)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LAILA MAYA
097029011
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
(2)
LEMBAR PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh
Nama : Laila Maya
NIM : 097029011
Kekhususan : Psikologi Industri dan Organisasi
Judul Tesis : Pengukuran Beban Kerja Terhadap Pegawai Teknisi Pada Divisi Access Dalam Perusahaan Yang Bergerak Di Bidang Telekomunikasi
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi pada Kekhususan Psikologi Industri dan Organisasi dalam Program Pendidikan Magister Psikologi Profesi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, pada hari Jumat, 21 Desember 2012.
DEWAN PENGUJI
Penguji I / Pembimbing : Vivi G. Pohan, MA, M.Sc, Psikolog [ ]
Penguji II : Zulkarnain, Ph.D, Psikolog [ ]
Medan, 21 Desember 2012
Koordinator Magister Psikologi Profesi Dekan
Fak. Psikologi Universitas Sumatera Utara Fak. Psikologi Universitas Sumatera Utara
Dr. Wiwik Sulistyaningsih, psikolog Prof. Dr. Irmawati, psikolog
(3)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sesungguh – sungguhnya bahwa Tesis yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Psikolog dari Program Pendidikan Profesi Psikologi Jenjang Magister Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara adalah hasil karya saya sendiri.
Adapun bagian – bagian tertentu dalam penulisan Tesis saya yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam Tesis ini, saya bersedia menerima sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Januari 2013
Laila Maya NIM 097029011
(4)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat izin dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisa Beban Kerja Terhadap Pegawai Teknisi pada Divisi Access Dalam Perusahaan yang Bergerak di Bidang Telekomunikasi”. Tesis ini diajukan untuk memperoleh gelar Magister Psikologi Profesi di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Tesis ini dipersembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ibunda Hj. Sabariah dan Ayahanda H. Bustamam Mhd. Usman, yang selama ini telah memberikan cinta, dukungan, dan kesabaran kepada penulis agar penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh kakak, Syafruddin, dr. M. Zulkarnain, dr. Latifah Hanum, dan M. Afreza, S.Si beserta istri Rohani, S.Pd, M.Si yang telah memberikan banyak dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan ini.
Selain itu, penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bantuan banyak pihak, oleh karena itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Vivi Gusrini Pohan, MA, M.Sc, Psikolog selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas segala bimbingan, perhatian serta kesabaran yang begitu besar terhadap penulis selama penyusunan tesis ini. Terima kasih karena selalu bersedia meluangkan waktu dan energi untuk membantu penulis. Dengan itu semua proses yang sulit ini terasa jauh lebih mudah.
3. Bapak Zulkarnain, Ph.D, Psikolog selaku dosen penguji. Terima kasih atas kesediaan Bapak dalam meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan bimbingan, pengarahan serta saran agar tesis ini menjadi lebih baik lagi.
4. Bapak Fadchi Nizar selaku Manajer Bidang HRD yang telah memberikan izin, kemudahan, pengarahan serta saran kepada penulis dalam melakukan penelitian. 5. Bapak Sutoyo selaku Manajer Divisi AccessArea Medan Langkat. Terima kasih
atas izin dan pengarahan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam hal pengambilan data pada Divisi yang Bapak
(5)
6. Bapak Poltak selaku Supervisor Site Operation Simpang Limun. Terima kasih atas izin dalam pengambilan data, pengarahan, informasi serta bantuan yang begitu besar yang telah diberikan kepada penulis.
7. Para pegawai di Site Operation Simpang Limun yang telah menerima dengan tangan terbuka kehadiran penulis, khususnya kepada Bapak Djanuardin, Bapak Riswan dan Bapak Edy Sunaryo yang telah mengizinkan penulis untuk mengikuti dan mengamati pekerjaan yang dilakukan.
8. Para pegawai di kantor Mabes Monginsidi yang telah menerima dengan tangan terbuka kehadiran penulis, khususnya kepada Bapak Munawirman dan Bapak Tulus yang telah memberikan pengarahan dan bantuan yang sangat besar artinya bagi penyelesaian tesis penulis.
9. Frandawati, M.Psi, psikolog yang banyak membantu dalam berbagai hal. Terima kasih karena selalu memberikan semangat serta inspirasi untuk menjadi orang yang lebih baik.
10. Siti Annisa Rizki, M.Psi, psikolog yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran terutama di saat penulis sendiri sedang mengalami kebuntuan. Terima kasih atas dukungan serta semangat yang kita bagi bersama selama proses pendidikan ini berlangsung.
11. Shirley Melita, M.Psi, psikolog yang telah memberikan bantuan kepada penulis di saat – saat sulit. Juga kepada Suryati M. Sianipar, M.Psi, psikolog yang telah membantu penulis memperoleh tempat penelitian.
12. Marintan Octarina, M.Psi, psikolog, Farhah Meuthia, Fahmi Ananda, M.Psi, psikolog, Kerry Desiana, Fauzi Kurniawan dan Dian Siska yang telah menjadi keluarga dalam beberapa tahun terakhir ini. Terima kasih atas waktu dan cerita yang telah kita lalui bersama.
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dan semoga tesis ini bermanfaat.
Medan, Januari 2013 Penulis
(6)
Pengukuran Beban Kerja Terhadap Pegawai Teknisi Pada Divisi AccessDalam Perusahaan yang Bergerak Di Bidang Telekomunikasi
Laila Maya dan Vivi Gusrini Pohan
ABSTRAK
Beban kerja merupakan topik yang telah lama dikenal dalam bidang ketenagakerjaan. Beban kerja dipandang sebagai permasalahan yang penting untuk diangkat karena beban kerja dapat mempengaruhi kinerja seorang pekerja. Beban kerja yang berlebihan menuntut seorang pekerja untuk bekerja melebihi kapasitas yang dimilikinya, sedangkan beban kerja yang kurang menuntut seorang pekerja untuk bekerja kurang dari kapasitas yang dimilikinya. Kondisi ini menyebabkan pekerja tidak dapat menampilkan penampilan terbaiknya. Dengan demikian diperlukan beban kerja pada tingkat yang optimum. Ada beberapa metode analisa yang dapat digunakan untuk mengetahui besarnya beban kerja. Salah satunya adalah metode analisa berdasarkan waktu.
Analisa beban kerja berdasarkan waktu yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh Taylor (Sutalaksana, dkk., 2006). Subjek yang diukur beban kerjanya adalah pegawai teknisi pada Divisi Access di sebuah perusahaan telekomunikasi yang berusia lebih dari 45 tahun yang berjumlah 47 orang. Analisa dilakukan terhadap dua kelompok kerja. Hasil analisa menunjukkan bahwa beban kerja pegawai teknisi berada pada tingkat yang optimum, meskipun ada kecenderungan beban kerja berlebih sewaktu – waktu. Melalui hasil analisa dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu dilakukan revisi terhadap persyaratan jabatan yang ada agar diperoleh pegawai yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh jabatan teknisi.
Kata Kunci : analisa beban kerja, metode analisa berdasarkan waktu, revisi persyaratan jabatan
(7)
Workload Measurement on Technician Employee at Access Division in Information and Communication Company
Laila Maya and Vivi Gusrini Pohan
ABSTRACT
Workload has been known in workforce area for a long time. It is considered as a significant topic since workload could affect a worker’s performance. Over workload demands a worker works over than his capacity, meanwhile less workload demands a worker works under his capacity. Both of these conditions could lead workers to be under-performed. Therefore, it is necessary to manage workload in an optimum level. There are several methods can be conducted to investigate workload. One of them is workload analysis based on a time - study method.
Workload analysis conducted in this study is a time - study method developed by Taylor (Sutalaksana et. al., 2006). Subject in this study was the technician employee of Access Division in an Information and Communication Company, aged more than 45 year-old and all amounts 47 employees. Workload analysis was conducted to two groups of workers. The result shown that workload in optimum level, eventhoough there was a tendency to over workload. From the result of the study, it has been concluded that it is necessary to revise the job specification in order to be able to find a qualified employee to hold the technician position.
(8)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...i
LEMBAR PENGESAHAN...ii
LEMBAR PERNYATAAN...iii
UCAPAN TERIMA KASIH...iv
ABSTRAK... ..vi
ABSTRACT...vii
DAFTAR ISI...viii
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR...xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
BAB I PENDAHULUAN... ...1
A. Latar Belakang ... ...1
B. Rumusan Permasalahan ... ..14
C. Tujuan Penelitian ... ..14
D. Manfaat Penelitian ... ..14
1. Manfaat praktis ... ..14
2. Manfaat teoritis ... ..15
E. Sistematika Penulisan... ..15
(9)
3. Manfaat pengukuran beban kerja...22
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja ...23
B. Divisi AccessArea Medan Langkat ...28
BAB III METODE PENELITIAN... 32
A. Variabel Penelitan ... 32
B Subjek Penelitian... 33
1. Teknik pengambilan subjek penelitian ...33
2. Jumlah subjek penelitian ... 33
2. Karakteristik subjek penelitian ...34
C. Metode Pengumpulan Data ... 34
1. Metode pengumpulan data pada tahap persiapan penelitian ...34
2. Metode pengumpulan data pada tahap pelaksanaan ...36
D. Metode Analisa Data ... 38
1. Metode analisa data kualitatif ...38
2. Metode analisa data kuantitatif ...40
E. Prosedur Penelitian ... 56
1. Tahap persiapan . ... 56
2. Tahap pelaksanaan ... 58
3. Tahap pengolahan data ... 59
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...60
A. Hasil Pengolahan Data Kualitatif...60
1. Faktor penyesuaian ... 60
2. Kelonggaran... 63
B. Hasil Pengolahan Data Kuantitatif...65
(10)
2. Hasil pelaksanaan ... 68
C. Pembahasan... 72
D. Diskusi ... 77
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
1. Saran metodologis... 80
2. Saran praktis ... 81
DAFTAR PUSTAKA... 82 LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
TABEL 1.1. Profil Pegawai Berdasarkan Usia ...4
TABEL 1.2. Rekap Laporan Gangguan Site Operation Sukaramai ...8
TABEL 1.1. Rekap Laporan Gangguan Site Operation Simpang Limun... 9
TABEL 1.1. Hasil Survei ... 12
TABEL 2.1. Gambaran SDM Divisi AccessArea MLK dan Tanggung Jawab per Jabatan... 29
TABEL 2.2. Gambaran SDM Divisi AccessArea MLK ...30
TABEL 3.1. Indikator Perilaku Faktor Penyesuaian Keterampilan...44
TABEL 3.2. Indikator Perilaku Faktor Penyesuaian Usaha ...47
TABEL 3.3. Indikator Perilaku Faktor Penyesuaian Kondisi Kerja ...49
TABEL 3.4. Indikator Perilaku Faktor Penyesuaian Konsistensi...50
TABEL 3.5. Rangkuman Nilai Faktor Penyesuaian ...51
TABEL 3.6. Nilai Kelonggaran ... 52
TABEL 4.1. Penentuan Faktor Penyesuaian Berdasarkan Evident...60
TABEL 4.2. Penentuan Faktor Kelonggaran Berdasarkan Evident...63
TABEL 4.3. Hasil Pengukuran Pendahuluan...66
TABEL 4.4. Faktor Penyesuaian ... 70
(12)
DAFTAR GAMBAR
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A : REVISI PERSYARATAN JABATAN UNTUK PEGAWAI TEKNISI PADA DIVISI ACCESS DALAM PERUSAHAAN YANG BERGERAK DI BIDANG TELEKOMUNIKASI
(14)
Pengukuran Beban Kerja Terhadap Pegawai Teknisi Pada Divisi AccessDalam Perusahaan yang Bergerak Di Bidang Telekomunikasi
Laila Maya dan Vivi Gusrini Pohan
ABSTRAK
Beban kerja merupakan topik yang telah lama dikenal dalam bidang ketenagakerjaan. Beban kerja dipandang sebagai permasalahan yang penting untuk diangkat karena beban kerja dapat mempengaruhi kinerja seorang pekerja. Beban kerja yang berlebihan menuntut seorang pekerja untuk bekerja melebihi kapasitas yang dimilikinya, sedangkan beban kerja yang kurang menuntut seorang pekerja untuk bekerja kurang dari kapasitas yang dimilikinya. Kondisi ini menyebabkan pekerja tidak dapat menampilkan penampilan terbaiknya. Dengan demikian diperlukan beban kerja pada tingkat yang optimum. Ada beberapa metode analisa yang dapat digunakan untuk mengetahui besarnya beban kerja. Salah satunya adalah metode analisa berdasarkan waktu.
Analisa beban kerja berdasarkan waktu yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan oleh Taylor (Sutalaksana, dkk., 2006). Subjek yang diukur beban kerjanya adalah pegawai teknisi pada Divisi Access di sebuah perusahaan telekomunikasi yang berusia lebih dari 45 tahun yang berjumlah 47 orang. Analisa dilakukan terhadap dua kelompok kerja. Hasil analisa menunjukkan bahwa beban kerja pegawai teknisi berada pada tingkat yang optimum, meskipun ada kecenderungan beban kerja berlebih sewaktu – waktu. Melalui hasil analisa dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu dilakukan revisi terhadap persyaratan jabatan yang ada agar diperoleh pegawai yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan oleh jabatan teknisi.
Kata Kunci : analisa beban kerja, metode analisa berdasarkan waktu, revisi persyaratan jabatan
(15)
Workload Measurement on Technician Employee at Access Division in Information and Communication Company
Laila Maya and Vivi Gusrini Pohan
ABSTRACT
Workload has been known in workforce area for a long time. It is considered as a significant topic since workload could affect a worker’s performance. Over workload demands a worker works over than his capacity, meanwhile less workload demands a worker works under his capacity. Both of these conditions could lead workers to be under-performed. Therefore, it is necessary to manage workload in an optimum level. There are several methods can be conducted to investigate workload. One of them is workload analysis based on a time - study method.
Workload analysis conducted in this study is a time - study method developed by Taylor (Sutalaksana et. al., 2006). Subject in this study was the technician employee of Access Division in an Information and Communication Company, aged more than 45 year-old and all amounts 47 employees. Workload analysis was conducted to two groups of workers. The result shown that workload in optimum level, eventhoough there was a tendency to over workload. From the result of the study, it has been concluded that it is necessary to revise the job specification in order to be able to find a qualified employee to hold the technician position.
(16)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang layanan jaringan dan telekomunikasi (Infocomm) di wilayah Indonesia, perusahaan ini telah memiliki pelanggan terbanyak di Indonesia yakni sebanyak 129,8 juta (data per 31 Desember 2011 diambil dari situs organisasi).
Dengan usia lebih dari satu abad, perusahaan telekomunikasi ini telah menetapkan sejumlah strategi untuk menguatkan kedudukannya sebagai perusahaan Infocomm terdepan. Strategi tersebut tertuang dalam visi dan misi perusahaan. Visi perusahaan adalah “menjadi perusahaan yang unggul dalam penyelenggaraan TIME (Telecommunication, Information, Media and Edutainment) di kawasan regional”. Hal tersebut berarti perusahaan ini berusaha untuk menjadi perusahaan yang unggul dalam penyelenggaraan TIME di kawasan Asia Tenggara, Asia hingga Asia Pasifik. Sedangkan misinya adalah menyediakan layanan TIME dengan harga yang kompetitif dan menjadi model pengelolaan korporasi terbaik di Indonesia.
Selain menetapkan strategi, perusahaan telekomunikasi ini juga telah memiliki suatu struktur tata kelola perusahaan yang tersusun rapi. Oleh karena statusnya yang dimiliki oleh negara, maka struktur perusahaan diatur secara resmi oleh negara. Peran pemimpin dan pengelola operasional perusahaan dipegang oleh Direksi yang semuanya
(17)
Faktor lain yang dibutuhkan agar unsur-unsur yang saling terkait dalam perusahaan dapat melakukan aktivitas bersama-sama dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan adalah sistem (Jogiyanto, 2005). Seiring dengan visinya menjadi perusahaan yang terdepan, perusahaan telekomunikasi ini selalu mengaplikasikan sistem-sistem yang telah baku dalam menjalankan organisasinya. Sebagai contoh, perusahaan tersebut telah menggunakan sistem Balanced Score-card sebagai salah satu sistem evaluasi kinerja perusahaan (laporan interaktif perusahaan, 2011). Keunggulan sistem-sistem yang dipilih oleh perusahaan tercermin dalam banyaknya penghargaan yang didapatkan oleh perusahaan. Sepanjang tahun 2012 saja sudah ada delapan penghargaan yang diperoleh. Beberapa di antaranya seperti The Best Corporate of The Year 2012, The Best Finance Performance of The Year 2012, The Best Human Capital of The Year 2012, The Best Operation Management of The Year 2012, The Best Corporation for Learning Organization dan beberapa penghargaan lainnya. Banyaknya apresiasi yang diperoleh menggambarkan perusahaan ini telah mengaplikasikan sistem manajemen yang efektif.
Tidak hanya itu, pemimpin juga memiliki peran yang cukup vital dalam kemajuan yang dialami perusahaan. Hal ini tercermin dari beberapa apresiasi yang diperoleh oleh CEO perusahaan dalam beberapa periode yang berbeda. Pada awal tahun 2012 CEO dari perusahaan ini memperoleh penghargaan Man of The Year 2012 atas keberhasilannya membawa perusahaan yang dipimpinnya dengan portofolio bisnis yang baru. Sang CEO dipandang berhasil memimpin perusahaan dalam mengatasi ketatnya persaingan serta tantangan di bidang teknologi Infocomm. Pada tahun yang sama di bulan November, CEO dari perusahaan telekomunikasi ini kembali dianugerahi The Best CEO on Survival Management 2012, karena dipandang berhasil memimpin perusahaan mencapai kinerja yang cukup bagus di tengah ketatnya persaingan dan
(18)
turbulensi dunia bisnis yang luar biasa (Suara Karya, 2012). Beberapa apresiasi yang telah diberikan kepada CEO selaku pimpinan perusahaan memberikan gambaran mengenai peran yang telah dimainkan oleh para CEO sehingga memberikan kontribusi positif kepada kemajuan perusahaan.
Keberhasilan suatu organisasi tentunya tidak terlepas dari peran yang diberikan oleh sumber daya-sumber daya manusia yang ada di dalamnya. Tinggi rendahnya kualitas dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada pada suatu organisasi akan menentukan tinggi rendahnya tingkat keberhasilan organisasi tersebut. Hal ini diakui perusahaan dalam laporan tahunan interaktif untuk periode 2011. Menyadari hal tersebut, perusahaan ini mengubah cara pandangnya terhadap sumber daya manusia yang awalnya sebagai sumber (resource) kini menjadi modal (capital). Hal ini dituangkan dalam penyusunan Human Capital Plan yang berisi perencanaan korporasi jangka panjang maupun tahunan mengenai perencanaan ketenagakerjaan. Sebagai contoh, selama tahun 2011 perusahaan telah mengeluarkan Rp 157,0 Miliar atau setara dengan Rp 7,9 juta per karyawan dalam pelaksanaan program pelatihan dan pendidikan (laporan tahunan interaktif, 2011). Fakta tersebut menunjukkan bahwa perusahaan ini memiliki kepedulian terhadap pengembangan sumber daya manusia yang dimilikinya.
Namun demikian, jika ditinjau dari sisi sumber daya manusia, perusahaan telekomunikasi ini masih memiliki beberapa permasalahan. Salah satunya yakni besarnya jumlah pegawai yang bekerja pada perusahaan ini sehingga timbul istilah “perusahaan gemuk” (Wawancara Informal, Mei 2012). Oleh karenanya semenjak tahun 2005 hingga saat ini telah diberlakukan program multi-exit yang ditujukan untuk
(19)
Jika ditinjau dari aspek demografis, usia pegawai yang bekerja di perusahaan ini paling banyak berusia di atas 45 tahun. Pada tabel berikut akan dipaparkan lebih detil mengenai profil pegawai perusahaan yang ditinjau berdasarkan usia.
Tabel 1.1.Profil Pegawai Berdasarkan Usia
Kelompok Usia (tahun)
Jumlah Pegawai (orang)
Persentase (%)
<30 913 10,0
31 – 45 5.089 35,4
>45 13.778 54,6
Total 23.154 100
Sumber : Laporan Tahunan Interaktif 2011
Melalui tabel di atas terlihat bahwa sebesar 54,6 % atau lebih dari setengah persentase pegawai berada pada rentang usia 45 sampai dengan usia pensiun yaitu 56 tahun. Sebanyak 35,4 % jumlah pegawai berada pada rentang usia 31-45 tahun, dan sisanya yaitu sebesar 10,0 % berusia kurang dari 30 tahun.
Oleh karena lebih dari setengah jumlah pegawai berada pada rentang usia 45-56 tahun, maka dapat dikatakan bahwa lebih dari setengah jumlah pegawai perusahaan berada pada periode dewasa tengah. Hal ini merujuk pada perspektif psikologi perkembangan yang mengatakan bahwa individu yang berusia 45 tahun ke atas dapat digolongkan sebagai individu yang berada dalam periode dewasa tengah. Pada periode ini, isu utama muncul dari adanya degenerasi yang terjadi baik dari aspek kognitif maupun dari aspek fisik. Pada aspek fisik, hal tersebut lebih nyata terjadinya daripada aspek kognitif sehingga lebih dapat dilihat dan dirasakan. Penurunan yang terjadi misalnya pada otot dan punggung yang melemah sehingga dapat mempengaruhi
(20)
kemampuan fisik individu. Tidak hanya itu, kemampuan melihat pun menurun, khususnya untuk obyek-obyek yang berada dalam jarak dekat. Semua pengalaman fisik ini mengakibatkan menurunnya status kesehatan individu (Santrock, 2002).
Dengan kondisi seperti ini, pegawai yang berusia di antara 45 - 56 tahun disimpulkan kurang cocok melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat fisik. Namun, pada kenyataannya ada posisi-posisi yang pekerjaannya bersifat fisik yang diduduki oleh pegawai dengan rentang usia tersebut. Salah satu contohnya terjadi di Divisi Access.
Divisi Access merupakan unit organisasi perusahaan yang diperankan sebagai unit operasi dengan fokus pada fungsi pengelolaan jaringan infrastruktur akses untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan jasa TIME bagi pelanggan berbagai segmen (dokumen organisasi, tidak diterbitkan). Ia berada di bawah Direktorat Network & Solution, yakni direktorat yang memiliki tanggung jawab utama sebagai pengelola operasional dan pengelola infrastruktur dan layanan di sektor jaringan dan solusi. Dengan fungsi utama sebagai pengelola jaringan infrastruktur akses, maka konsekuensi yang muncul yaitu banyak posisi pada Divisi Accessyang dilakukan di luar ruangan dan membutuhkan energi fisik. Salah satu posisi pada Divisi Access yang pekerjaannya bersifat fisik adalah posisi teknisi.
Sebelum bulan Februari 2012 seorang teknisi yang masing-masing bekerja secara per kelompok dipasangkan dengan seorang tenaga lepas musiman atau biasa disingkat dengan TLM. Pemasangan dengan TLM bertujuan untuk mempermudah pegawai dalam bekerja memperbaiki kerusakan/gangguan jaringan. TLM sendiri
(21)
Hal yang sama juga dikemukakan oleh seorang pegawai dalam sebuah Diskusi Kelompok Terarah (selanjutnya disebut dengan DKT) yang diadakan peneliti. Ia menyatakan bahwa sebelum perubahan terjadi di Divisi Access, sistem kerja yang berlaku adalah seorang teknisi dibantu oleh seorang TLM. Dengan adanya TLM yang usianya lebih muda, pegawai terbantu dalam melakukan pekerjaannya. Dengan demikian, perbaikan kerusakan gangguan tidak melebihi tolok ukur waktu yang ditetapkan.
Pada bulan Februari 2012 terjadi perubahan sistem kerja teknisi yang disebabkan oleh terbitnya nota dinas dari manajemen perusahaan (bersifat rahasia dan tidak boleh disebarluaskan) untuk memberlakukan sistem Pola POJ (Pekerjaan Pengelolaan Operasional Jaringan Akses). Sistem Pola POJ merupakan suatu sistem di mana perusahaan mengadakan perjanjian dengan Badan Usaha yang terikat dengan hukum (disebut dengan Mitra) untuk mengelola pekerjaan pengelolaan infrastruktur yang digunakan oleh perusahaan (dokumen organisasi, tidak diterbitkan).
Melalui wawancara yang dilakukan dengan pihak manajerial diperoleh informasi bahwa dasar yang dijadikan manajemen untuk memberlakukan sistem ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pegawai dari kompetensi kabel multifer menjadi kompetensi Fiber Optic atau FO (Wawancara Informal, September 2012). Namun, terlepas dari tujuan peningkatan kompetensi tersebut, pemberlakuan sistem Pola POJ mendatangkan beberapa konsekuensi. Di antaranya, berubahnya sistem kerja teknisi. TLM yang pada awalnya diperbantukan, ditarik dan dikumpulkan ke dalam site operationyang dikelola Mitra. Sedangkan teknisi berkumpul dalam site operationyang berada di bawah pengelolaan perusahaan. Hal ini mengakibatkan teknisi berpisah dengan TLM yang membantu mereka. Mereka kini berpasangan dengan sesama
(22)
pegawai yang menduduki posisi teknisi. Ini berarti satu kelompok kerja pegawai terdiri dari sepasang pegawai yang sesama berusia lebih dari 40 tahun.
Dengan kondisi fisik serta status kesehatan yang mulai menurun, pegawai menjadi kurang optimal dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini diakui sendiri oleh seorang pegawai dalam DKT yang telah diadakan. Ia menjelaskan bahwa perubahan sistem kerja yang terjadi telah mengakibatkan dirinya mengalami kemunduran dalam bekerja khususnya dari segi waktu. Namun ia mengakui, hal itu bukan sesuatu yang diinginkannya atau disengaja, melainkan disebabkan oleh batas kemampuan fisiknya.
Selain pengakuan yang diberikan pegawai, pihak supervisor sebagai pimpinan dari site operation yang mengawasi perbaikan kerusakan yang masuk ke saluran penerima laporan juga mengakui bahwa seiring dengan diberlakukannya sistem Pola POJ, daya perbaikan pegawai terhadap kerusakan yang ada juga mengalami penurunan. Hal ini terbukti melalui wawancara dan DKT yang telah dilakukan peneliti kepada beberapa supervisor yang menujukkan bahwa telah terjadi perubahan ke arah penurunan dalam hal daya perbaikan kerusakan yang dimiliki oleh pegawai semenjak tidak lagi didampingi oleh TLM. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor usia.
Kinerja yang kurang memuaskan juga tampak dari hasil laporan rekapitulasi gangguan pada tanggal 1-3 Juli 2012 di dua site operation yang diisi oleh pegawai teknisi. Berikut rekap laporan tersebut.
(23)
Tabel. 1.2. Rekap Laporan Gangguan Site OperationSukaramai No Regu Jumlah Kerusakan yang Diselesaikan per Jangka Waktu (dalam Jam)
<1 1-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12 12-14 14-16 16-18 18-20 20-22 22-24 24-36 36-48 >48
1 SKI02 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 SKI05 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 SKI04 2 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 SKI03 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 SKI01 1 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 8 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(24)
Tabel. 1.3. Rekap Laporan Gangguan Site Operation Simpang Limun No Regu Jumlah Kerusakan yang Diselesaikan per Jangka Waktu (dalam Jam)
<1 1-2 2-4 4-6 6-8 8-10 10-12 12-14 14-16 16-18 18-20 20-22 22-24 24-36 36-48 >48
1 SPL05 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
2 SPL04 4 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
3 SPL03 6 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4 SPL01 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 SPL02 4 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 25 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(25)
Tabel-tabel di atas memperlihatkan jumlah laporan kerusakan yang masuk. Terlihat pada kolom Kerusakan Belum Diselesaikan terdapat angka-angka yang lebih besar dari nol yang artinya masih tersisa beberapa kerusakan yang belum dapat diselesaikan. Padahal, menurut wawancara yang dilakukan dengan pihak manajemen angka yang diharapkan adalah nol yang berarti semua kerusakan dapat diselesaikan.
Adanya perubahan sistem manajemen diakui menimbulkan pengaruh terhadap volume kerja. Hal ini disebabkan oleh adanya pengalihan tanggung jawab maintenance, di mana pengemban tanggung jawab yang baru tidak dapat memenuhi tanggung jawab tersebut sebagaimana mestinya dan berdampak pada bertambahnya volume pekerjaan pegawai. Hal ini diakui oleh salah satu supervisor dalam wawancara yang telah dilakukan. Ia menjelaskan lebih jauh bahwa perubahan sistem yang terjadi memberikan dampak secara tidak langsung kepada bertambahnya angka kerusakan yang terjadi sehingga memperbesar volume kerja pegawai.
Dari beberapa wawancara yang telah dilakukan tampak bahwa terdapat keterbatasan kapasitas pada diri pegawai dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan yang ada. Konsep keterbatasan kapasitas ini dalam dunia ketenagakerjaan dikenal dengan istilah beban kerja. O’Donnell & Eggemeier (1986) mengartikan beban kerja sebagai besarnya kapasitas pekerja yang jumlahnya terbatas, yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan. Gopher & Doncin (1986) menjelaskan bahwa apabila keterbatasan yang dimiliki individu menghambat tercapainya hasil kerja pada tingkat yang diharapkan, berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan yang diharapkan dan tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini berpotensi menyebabkan kegagalan kinerja.
Hasil DKT yang dilakukan peneliti menunjukkan selain merasakan adanya keterbatasan pada aspek fisik, pegawai juga merasakan beban pada beberapa aspek
(26)
lainnya. Misalnya pada aspek kerja sama unit yang dianggap kurang mendukung dalam kelancaran kerja. Hal ini ditunjukkan dari DKT yang telah dilakukan. Pegawai menyatakan di dalam DKT tersebut bahwa mereka menganggap kerja sama yang terjalin antara satu unit dengan unit lainnya kurang lancar. Kekurangan ini dianggap menghambat proses penyelesaian pekerjaan pegawai. Penghambatan ini terjadi karena waktu yang dibutuhkan pegawai untuk menyelesaikan pekerjaannya menjadi lebih panjang. Kondisi ini berpotensi menimbulkan tekanan bagi pegawai.
Keller dan Koenig (1989) telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa kurangnya koordinasi dalam suasana kerja dapat memberikan kontribusi bagi meningkatnya tekanan yang dirasakan oleh pegawai. Levin, France, Hemphill, Jones, Chen, Rickard, Mackowsky, dan Aronsky (2006) juga menguatkan hal tersebut dengan menyatakan bahwa kurangnya dukungan dalam hal administrasi dari pihak manajemen dapat menjadi tekanan bagi pihak pekerja.
Peneliti juga melakukan survei terhadap 18 pegawai teknisi mengenai beban kerja yang dirasakan. Hasil survei tersebut ditampilkan dalam tabel berikut ini.
(27)
Tabel. 1.4. Hasil Survei
Aspek Beban Pertanyaan Ya Tidak
Fisik Apakah Anda membutuhkan energi fisik yang besar dalam menyelesaikan pekerjaan?
13 5
Pelanggan Apakah berhadapan dengan pelanggan dapat menimbulkan beban psikologis bagi Anda?
10 8
Waktu Apakah keterbatasan waktu yang Anda miliki dalam menyelesaikan pekerjaan menimbulkan tekanan psikologis bagi Anda?
9 9
Volume Apakah jumlah pekerjaan yang Anda miliki saat ini dapat membuat Anda bekerja dengan optimal?
9 9
Kepuasan
terhadap Kerja Sendiri
Apakah Anda merasa puas dengan hasil kerja Anda saat ini?
9 9
Kerja Sama Unit Apakah kerja sama antar unit yang ada saat ini sudah cukup kooperatif dalam membantu Anda menyelesaikan pekerjaan?
8 10
Psikologis Secara keseluruhan, apakah pekerjaan Anda menyebabkan beban/tekanan psikologis bagi Anda?
6 12
Tabel hasil survei di atas menunjukkan bahwa responden yang menjawab “ya” pada aspek beban fisik adalah sebanyak 13 orang, sedangkan yang menjawab “tidak” adalah sebanyak 5 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban pelanggan adalah sebanyak 10 orang, sedangkan yang menjawab “tidak” adalah sebanyak 8 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban waktu adalah 9 orang, sedangkan yang menjawab “tidak” adalah 9 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban kepuasan terhadap hasil pekerjaan sendiri adalah 9 orang, sedangkan yang menjawab “tidak” adalah 9 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban kerja sama unit adalah sebanyak 8 orang dan yang menjawab “tidak” adalah 10 orang. Responden yang menjawab “ya” pada aspek beban psikologis adalah sebanyak 6 orang dan yang menjawab “tidak” adalah 12 orang. Urutan pada tabel di atas menunjukkan urutan aspek beban yang paling banyak dijawab responden dengan jawaban “ya” dan semakin ke bawah semakin sedikit.
(28)
Pada tabel di atas terlihat selain pada aspek fisik, pegawai juga merasakan tekanan dari sisi pelanggan. Mengacu pada apa yang dinyatakan oleh Levin, et al. (2006) bahwa interaksi yang bersifat pelayanan dapat menjadi kondisi lingkungan yang menjadi beban bagi pekerja, maka dapat dipahami bahwa pegawai merasa hubungannya dengan pelanggan dapat menimbulkan beban bagi dirinya.
Selain dari sisi pelanggan, pegawai juga mengakui adanya tekanan dari sisi waktu. Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian Levin, et al. (2006) yang menyatakan tekanan waktu dapat menimbulkan tekanan tersendiri bagi pegawai, di mana pegawai diharuskan menyelesaikan suatu pekerjaan dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Selain waktu, pegawai juga mengakui adanya tekanan dari sisi volume pekerjaan. Hal ini sesuai pula dengan apa yang dijelaskan oleh Keller dan Koenig (1989) yang mengemukakan bahwa volume kerja yang diterima merupakan salah satu kondisi dalam pekerjaan yang berpotensi membuat pegawai merasakan adanya tekanan.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa pegawai teknisi belum memiliki beban kerja pada tingkat yang optimum sedangkan beban kerja yang diharapkan adalah beban kerja pada tingkat yang optimum. Hal ini ditujukan agar pegawai dapat menampilkan penampilan terbaiknya (Lysaght, Hill, Plamondon, Linton, Wierwille, Zaklad, Bittner dan Wherry, 1989). Selain itu, beban kerja yang berlebihan dapat menimbulkan dampak negatif karena dapat mendorong pegawai mengalami stres yang berujung kepada burnoutdi mana ia merasakan kelelahan yang luar biasa, perasaan sinisme dan terlepas dari pekerjaan serta perasaan akan ketakefektifan dan ketakmampuan menyelesaikan pekerjaan (Maslach, Schaufeli dan Leiter, 2001).
(29)
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti ingin meneliti beban kerja pegawai teknisi yang diindikasikan belum berada pada tingkat yang optimum sehingga tidak memungkinkan pegawai menampilkan kinerja terbaiknya. Perumusan masalah yang hendak dianalisa dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana gambaran beban kerja pegawai teknisi Divisi Access pada perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat beban kerja yang dimiliki oleh pegawai teknisi Divisi Access pada perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat praktis
Tesis ini bermanfaat sebagai bahan masukan dan informasi bagi pihak manajemen perusahaan tentang beban kerja pada pegawai teknisi pada Divisi
Access. Apabila dari hasil penelitian terbukti bahwa beban kerja kurang optimal, maka dapat diusulkan strategi untuk mengatasi hal tersebut.
(30)
2. Manfaat teoritis
Tesis ini bermanfaat sebagai bahan referensi bagi penelitian tentang beban kerja selanjutnya.
E. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini memuat latar belakang masalah yang diteliti, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta kerangka konsep permasalahan
Bab II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis mengenai teori beban kerja, pengukuran beban kerja, serta deskripsi Divisi Access.
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini memuat tentang pendekatan penelitian, metode pengumpulan data, subjek penelitian dan tahapan penelitian. Bab IV : Analisa Data
Bab ini memuat deskripsi analisa data hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian ini.
(31)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Beban Kerja
1. Definisi
Beban kerja adalah istilah yang mulai dikenal sejak tahun 1970-an. Banyak ahli yang telah mengemukakan definisi beban kerja sehingga terdapat beberapa definisi yang berbeda mengenai beban kerja. Ia merupakan suatu konsep yang multi-dimensi, sehingga sulit diperoleh satu kesimpulan saja mengenai definisi yang tepat (Cain, 2007).
Salah satu tokoh yang mengemukakan definisi beban kerja adalah Gopher & Doncin (1986). Gopher & Doncin mengartikan beban kerja sebagai suatu konsep yang timbul akibat adanya keterbatasan kapasitas dalam memroses informasi. Saat menghadapi suatu tugas, individu diharapkan dapat menyelesaikan tugas tersebut pada suatu tingkat tertentu. Apabila keterbatasan yang dimiliki individu tersebut menghambat/menghalangi tercapainya hasil kerja pada tingkat yang diharapkan, berarti telah terjadi kesenjangan antara tingkat kemampuan yang diharapkan dan tingkat kapasitas yang dimiliki. Kesenjangan ini menyebabkan timbulnya kegagalan dalam kinerja (performance failures). Hal inilah yang mendasari pentingnya pemahaman dan pengukuran yang lebih dalam mengenai beban kerja (Gopher & Doncin, 1986).
O’Donnell & Eggemeier (1986) menjelaskan definisi yang selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Gopher & Doncin. Keduanya mengemukakan bahwa
(32)
istilah beban kerja merujuk kepada “seberapa besar dari kapasitas pekerja yang jumlahnya terbatas, yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan” .
Webster dalam Lysaght, et al. (1989) mengemukakan sudut pandang yang berbeda dalam mendefinisikan beban kerja. Ia mengemukakan beban kerja sebagai a) jumlah pekerjaan atau waktu bekerja yang diharapkan dari/diberikan kepada pekerja dan b) total jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh suatu departemen atau kelompok pekerja dalam suatu periode waktu tertentu”. Dengan adanya definisi ini, maka Lysaght, et al. membagi tiga kategori besar dari definisi beban kerja, yaitu a) banyaknya pekerjaan dan hal yang harus dilakukan, b) waktu maupun aspek-aspek tertentu dari waktu yang harus diperhatikan oleh pekerja dan c) pengalaman psikologis subjektif yang dialami oleh seorang pekerja.
Dengan dikemukakannya beberapa definisi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa beban kerja merupakan sejauh mana kapasitas individu pekerja dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya, yang dapat diindikasikan dari jumlah pekerjaan yang harus dilakukan, waktu/batasan waktu yang dimiliki oleh pekerja dalam menyelesaikan tugasnya, serta pandangan subjektif individu tersebut sendiri mengenai pekerjaan yang diberikan kepadanya.
2. Pengukuran beban kerja
Pengukuran beban kerja dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai tingkat efektivitas dan efisiensi kerja organisasi berdasarkan banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan dalam jangka waktu satu tahun (Peraturan Menteri Dalam
(33)
dilakukan untuk menetapkan jumlah jam kerja dan jumlah orang yang diperlukan dalam rangka menyelesaikan suatu pekerjaan tertentu (Komaruddin, 1996).
Pengukuran beban kerja dapat dilakukan dalam berbagai prosedur, namun O’Donnell & Eggemeier (1986) telah menggolongkan secara garis besar ada tiga kategori pengukuran beban kerja. Tiga kategori tersebut yaitu :
1. Pengukuran subjektif, yakni pengukuran yang didasarkan kepada penilaian dan pelaporan oleh pekerja terhadap beban kerja yang dirasakannya dalam menyelesaikan suatu tugas. Pengukuran jenis ini pada umumnya menggunakan skala penilaian (rating scale).
2. Pengukuran kinerja, yaitu pengukuran yang diperoleh melalui pengamatan terhadap aspek-aspek perilaku/aktivitas yang ditampilkan oleh pekerja. Salah satu jenis dalam pengukuran kinerja adalah pengukuran yang diukur berdasarkan waktu. Pengukuran kinerja dengan menggunakan waktu merupakan suatu metode untuk mengetahui waktu penyelesaian suatu pekerjaan yang dikerjakan oleh pekerja yang memiliki kualifikasi tertentu, di dalam suasana kerja yang telah ditentukan serta dikerjakan dengan suatu tempo kerja tertentu (Whitmore, 1987).
3. Pengukuran fisiologis, yaitu pengukuran yang mengukur tingkat beban kerja dengan mengetahui beberapa aspek dari respon fisiologis pekerja sewaktu menyelesaikan suatu tugas/pekerjaan tertentu. Pengukuran yang dilakukan biasanya pada refleks pupil, pergerakan mata, aktivitas otot dan respon-respon tubuh lainnya.
Adapun metode yang dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini adalah teknik pengukuran kinerja berdasarkan waktu (time-study method). Teknik
(34)
pengukuran kinerja berdasarkan waktu pertama kali diperkenalkan oleh F. W. Taylor pada tahun 1891.
Sutalaksana, Anggawisastra & Tjakraatmadja (2006) menjelaskan bahwa pengukuran waktu dapat digunakan untuk mendapatkan ukuran tentang beban dan kinerja yang berlaku dalam suatu sistem kerja. Karena metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode ilmiah, maka hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Melalui pengukuran ini pengukur memperoleh ukuran-ukuran kuantitatif yang benar tentang kinerja dan beban kerja.
a. Elemen-elemen dalam pengukuran beban kerja berdasarkan waktu
Dalam melakukan pengukuran beban kerja berdasarkan waktu, ada beberapa elemen yang dibutuhkan agar perhitungan dapat dilakukan menurut rumus yang ditentukan. Elemen-elemen tersebut adalah :
i) Waktu siklus (Ws)
Merupakan waktu penyelesaian satu satuan produk sejak bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan (Sutalaksana, dkk., 2006).
ii) Faktor penyesuaian (p)
Faktor penyesuaian ditentukan dalam rangka mengoreksi segala ketidakwajaran yang terjadi yang ditunjukkan oleh pegawai selama masa pengamatan dilakukan (Sutalaksana, dkk., 2006). Sebagai contoh jika pengukur mendapatkan harga rata-rata siklus/elemen yang diketahui diselesaikan dalam kecepatan tidak wajar oleh operator, maka agar harga rata-rata tersebut menjadi
(35)
Westinghouse. Penyesuaian Westinghouse merupakan metode penyesuaian yang melakukan penyesuaian melalui empat aspek yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi.
iii) Kelonggaran (k)
Kelonggaran merupakan waktu-waktu yang diberikan kepada pekerja untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi (misalnya makan dan minum), untuk menghilangkan rasa fatigue (kelelahan) dan untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan dalam pekerjaan. Kelonggaran-kelonggaran ini memiliki nilai masing-masing yang telah ditentukan (Sutalaksana, dkk.,2006).
iv) Waktu baku (Wb)
Merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. v) Total waktu kerja per hari (twk)
Merupakan jumlah waktu yang diberikan oleh perusahaan/organisasi setiap hari kepada pegawainya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang ada. Total waktu kerja ini dapat dilihat dari jumlah jam kerja pegawai.
b. Langkah-langkah dalam pengukuran beban kerja berdasarkan waktu Dalam melakukan pengukuran beban kerja berdasarkan waktu, ada beberapa langkah yang harus dilakukan. Urutan-urutan langkah tersebut yakni (Sutalaksana, dkk., 2006):
i) Langkah-langkah sebelum pengukuran - Penetapan tujuan pengukuran
(36)
Penetapan tujuan merupakan hal yang penting dikarenakan tujuan yang dipilih tersebut akan mempengaruhi tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan.
- Memilih pegawai yang akan diamati
Pegawai yang akan dipilih harus memenuhi beberapa kriteria tertentu, di antaranya berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Apa yang dimaksud dengan berkemampuan normal adalah kemampuan yang dimiliki bukanlah kemampuan yang sangat tinggi ataupun sangat rendah, melainkan kemampuan yang berada pada tingkat rata-rata. Dengan kemampuan tersebut, seorang pegawai diasumsikan akan menghasilkan waktu kerja yang normal. Sedangkan sifat kooperatif diperlukan agar proses pengamatan dan pencatatan dapat berjalan dengan lancar.
- Mengurai pekerjaan atas elemen pekerjaan
Pada tahap ini pekerjaan diurai ke dalam bagian-bagian kecil, di mana setiap bagian tersebut akan dicatat waktunya. Keseluruhan jumlah waktu setiap elemen akan menghasilkan waktu siklus. Tujuan dari penguraian pekerjaan ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil ini antara lain untuk mengantisipasi adanya elemen tidak baku yang mungkin saja dilakukan pekerja.
- Menyiapkan perlengkapan pengukuran
Untuk memperoleh data yang akurat, ada beberapa alat bantu yang harus ada dalam proses pengamatan. Alat-alat tersebut berupa jam henti,
(37)
ii) Pengukuran waktu
Pengukuran waktu merupakan pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan di atas. Pada awal pengukuran waktu dilakukan, perlu dilakukan pengukuran pendahuluan. Pengukuran pendahuluan ini bertujuan untuk memperoleh data untuk menguji keseragaman data dan mengetahui jumlah minimum pengamatan yang harus dilakukan sebagai syarat kecukupan data.
iii) Menghitung waktu baku
Bila semua persyaratan telah dipenuhi dan proses pengambilan data telah selesai, maka penghitungan waktu baku dapat dilakukan. Selain melibatkan waktu siklus, waktu baku juga melibatkan faktor penyesuaian dan kelonggaran dalam proses penghitungannya.
3. Manfaat pengukuran beban kerja
Pengukuran beban kerja memberikan beberapa keuntungan bagi organisasi. Cain (2007) menjelaskan bahwa alasan yang sangat mendasar dalam mengukur beban kerja adalah untuk mengkuantifikasi biaya mental (mental cost) yang harus dikeluarkan dalam melakukan suatu pekerjaan agar dapat memprediksi kinerja sistem dan pekerja. Tujuan akhir dari langkah-langkah tersebut adalah untuk meningkatkan kondisi kerja, memperbaiki desain lingkungan kerja ataupun menghasilkan prosedur kerja yang lebih efektif.
Menteri Dalam Negeri dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pedoman Analisis Beban Kerja Di Lingkungan Departemen Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah dalam Muskamal (2010)
(38)
menjelaskan bahwa dilakukannya pengukuran beban kerja memberikan beberapa manfaat kepada organisasi, yakni :
- Penataan/penyempurnaan struktur organisasi
- Penilaian prestasi kerja jabatan dan prestasi kerja unit - Bahan penyempurnaan sistem dan prosedur kerja - Sarana peningkatan kinerja kelembagaan
- Penyusunan standar beban kerja jabatan/kelembagaan, penyusunan daftar susunan pegawai atau bahan penetapan eselonisasi jabatan struktural
- Penyusunan rencana kebutuhan pegawai secara riil sesuai dengan beban kerja organisasi
- Program mutasi pegawai dari unit yang berlebihan ke unit yang kekurangan - Program promosi pegawai
- Reward and punishment terhadap unit atau pejabat - Bahan penyempurnaan program diklat
- Bahan penetapan kebijakan bagi pimpinan dalam rangka peningkatan pendayagunaan sumber daya manusia.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi beban kerja
Dalam literatur-literatur yang membahas beban kerja, beban kerja selalu dijelaskan sebagai faktor yang memiliki pengaruh terhadap kinerja. Lysaght, et al. (1989) menegaskan hal tersebut dalam suatu kerangka berpikir seperti tampak pada Gambar 2.1. Dalam gambar tersebut tampak bahwa beban kerja memiliki
(39)
berlatar belakang berwarna). Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Tuntutan situasi dan pengaruh internal - Kebutuhan kerja dan pembagian tugas
Pembagian antara fungsi sistem dan manusia merupakan langkah awal dalam desain sistem dan pembagian ini akhirnya akan menimbulkan tuntutan situasi pada pekerja. Selama disain sistem dilakukan, tim yang mendisain memutuskan fungsi mana yang diberikan pada manusia dan mana yang diberikan pada sistem. Sekali telah dilakukan pembagian, fungsi dan juga disain dari kendali dan display akan mengarahkan tugas dari pekerja. Tugas yang dibagi kepada pekerja merepresentasikan pekerjaan pekerja. Teknik faktor manusia dari analisa tugas (task analysis) berpusat pada pemahaman bagaimana tugas ini akan mempengaruhi keseluruhan kerja dari pekerja, dan sejauh mana tugas-tugas tersebut tak dapat dikerjakan pada tingkat yang diinginkan.
Task (tugas) dapat mempengaruhi beban kerja yang dirasakan oleh pekerja melalui banyak cara. Misalnya, melalui tindakan apa yang harus dilakukan oleh seorang pekerja dalam memenuhi tugasnya, melalui jumlah dan tipe dari tugas yang akan ditampilkan, melalui keterbatasan waktu yang tersedia dalam menyelesaikan tugas maupun melalui tingkat akurasi yang dibutuhkan dalam meyelesaikan tugas.
Kesemua hal di atas menjadi faktor yang berkontribusi terhadap munculnya tuntutan situasi.
(40)
Tugas yang dikerjakan oleh pekerja tidaklah dikerjakan sendiri. Suatu tugas dilakukan di dalam suatu keadaan yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi tingkat kesulitan yang dialami oleh pekerja. Bagaimana seorang pekerja berinteraksi dengan sekelilingnya juga memberikan dampak yang penting terhadap kinerja dan beban kerja. Beberapa faktor eksternal yang dapat mengubah tuntutan situasi dan mempengaruhi tingkat kesulitan yakni lingkungan eksternal di mana tugas dilakukan (misalnya panas, kelembaban, suara, penerangan, getaran, dan gaya gravitasi), disain dari unit pertukaran informasi manusia-mesin (misalnya tipe dan ukuran dari display dan kendali, serta bentuk susunannya), desain dari pengemasan manusia (misalnya pakaian pelindung, posisi duduk) serta desain dari keseluruhan stasiun/tempat kerja (misalnya ukuran, pencahayaan di dalamnya, ventilasi, kendali kelembaban dan suhu, dan pengurangan getaran)
b. Pekerja
Setiap pekerja memasuki suatu situasi dengan membawa pengaruh-pengaruh yang dapat mempengaruhi kinerja. Berikut penjelasannya.
- Kondisi sementara
Merujuk kepada kondisi awal misalnya kondisi kesegaran tubuh seseorang, yang bisa saja berpengaruh kepada pelaksanaan tugas.
- Sifat / bawaan menetap
(41)
proses berpikir ini akan berinteraksi dan berintegrasi dengan pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai tujuan dari tugas.
Individu berbeda-beda di dalam hal tujuan, sejauh apa tujuan tersebut sudah terpuaskan hingga saat ini, dan sejauh mana pemenuhan tugas dipandang sebagai pencapaian tujuan. Mereka juga berbeda dalam hal persepsi mengenai kecepatan dan akurasi yang dibutuhkan saat menyelesaikan tugas. Faktor-faktor ini akhirnya menentukan tingkat motivasi dalam pemenuhan tugas dan sebagai akibatnya, menentukan sejauh mana usaha yang secara sukarela diberikan oleh individu tersebut.
Kapasitas proses berpikir dari seorang individu dibedakan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya melalui pelatihan dan pengalaman. Pengetahuan (misalnya mengenai fakta-fakta, peraturan-peraturan, prosedur pemakaian peralatan) dapat dianggap sebagai sumber yang dimiliki oleh individu yang dapat dimanfaatkan oleh proses kognitif. Untuk menggunakan pengetahuan tersebut, seorang individu harus melibatkan proses dinamis lainnya untuk mengingat dan memanipulasi pengetahuan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas. Kemampuan proses kognitif dibutuhkan untuk mengumpulkan informasi yang didapat dari display dan memanipulasi kendali yang ada.
Faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas, dirangkum oleh Lysaght, et al. (1989) dalam sebuah gambar kerangka berpikir yang ditampilkan di bawah ini.
(42)
Gambar 2.1.Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Beban Kerja
Desain Cara Kerja
Faktor lingkungan
Cara kerja yang memudahkan
dan tidak memudahkan Kebutuhan
/ Syarat Pekerjaan
Tuntutan Situasi
Pekerja Sifat / Bawaan
Menetap
Kondisi Sementara - Tujuan / Motivasi
-Pengetahuan / Keterampilan -Karakteristik Pemrosesan Kognitif
-Istirahat / Makanan yang Dikonsumsi -Pelatihan / Praktik -Kelelahan / Kebosanan
-Kesehatan Jasmani -Kondisi Afektif
Kinerja pekerja
(43)
Melalui gambar di atas dapat dilihat bahwa beban kerja memiliki pengaruh yang langsung terhadap kinerja seorang pekerja, dan dengan demikian mempengaruhi pula kinerja dari suatu kelompok kerja. Pada akhirnya, kinerja kelompok kerja tersebut akan mempengaruhi sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh suatu unit/divisi.
B. Divisi Access Area Medan Langkat
Divisi Access adalah unit organisasi dari perusahaan telekomunikasi yang diperankan sebagai unit operasi dengan fokus pada fungsi pengelolaan jaringan/infrastruktur akses untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan jasa TIME bagi pelanggan segmen retail, enterprise dan wholesale. Definisi ini merujuk pada Keputusan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) Nomor : KD. 16/PS150/COP-B0030000/2010 Tentang Organisasi Divisi Access.
Dalam struktur organisasi, Divisi Access berada di bawah Direktorat Network & Solution, yakni direktorat yang memiliki tanggung jawab utama sebagai pengelola operasional dan pengelola infrastruktur dan layanan di sektor jaringan dan solusi. Divisi Access sendiri membawahi beberapa Divisi Access Regional, yang tersebar ke seluruh wilayah kerja di Indonesia, dan terbagi ke dalam tujuh Divisi Access Regional (Divisi Access Regional I s/d Divisi Access Regional VII). Setiap Divisi Access Regional terbagi lagi ke dalam beberapa Divisi Access Area, seperti halnya Divisi Access Regional I terbagi ke dalam dua belas Divisi AccessArea, di mana salah satunya adalah Divisi Access Area Medan Langkat (Divisi Access Area MLK). Divisi Access MLK terdiri dari 85 pegawai yang mengisi 25 jabatan. Jabatan-jabatan tersebut beserta tanggung jawab utamanya ditampilkan secara ringkas dalam tabel berikut :
(44)
Tabel.2.1.Gambaran SDM Divisi Access Area MLK dan Tanggung Jawab per Jabatan
No Jabatan Jumlah
Pemangku
Tanggung Jawab Utama
1 Manager 1 Mengawasi dan mengevaluasi secara
keseluruhan pengelolaan infrastruktur pemenuhan work order di bawah area yang menjadi tanggung jawabnya serta menyusun program-program improvisasi untuk mencapai target-target yang telah ditetapkan pihak manajemen,
2 Asman
Maintenance
1 Mengawasi jarakses-jarakses serta mengadakan program pemeliharaan, mengevaluasi pelaksanaan pengawasannya dan menyusun dan mengaplikasikan improvisasi yang lebih cepat apabila dibutuhkan
3 Asman
Access Order
1 Mengawasi data statistik gangguan dan work order akses area dari segi tolok ukur penyelesaiannya dan mengevaluasi penyelesaiannya serta menyusun dan mengaplikasikan improvisasi yang lebih cepat dan tepat apabila dibutuhkan
4 Asman CA 1 Mengawasi aktivitas-aktivitas yang
berkaitan dengan pelayanan terhadap pelanggan korporasi dan apabila dibutuhkan meyusun rekomendasi yang diperlukan demi perbaikan proses yang lebih efektif
5 Asman Data & Migrasi
1 Bertanggung jawab mendokumentasikan data-data terkini agar tetap akurat dan valid untuk digunakan bagi kepentingan di dalam maupun bagi pihak-pihak luar yang berkaitan dengan divisi
6 Supervisor POJ
3 Mengawasi pemenuhan work order yang dikerjakan oleh anggota mitra dan mengendalikan mutu dalam setiap kegiatan operasional di lapangan
7 Koordinator STO
Mandiri
2 Bertanggung jawab terhadap kegiatan di site operation, mulai dari siklus pemeliharaan infrastruktur akses site operation hingga pemenuhan work order. Supervisor
(45)
work order di divisi 9 Senior
technician
16 Bertanggung jawab melakukan
penyediaan/provisioning terhadap penyelesaian gangguan baik POTS maupun non POTS
10 Technician 31 Bertanggung jawab mengidentifikasi work order dan melaksanakan operasional penyelesaian gangguan perangkat secara rutin sesuai jadwal serta melaporkan hasil pelaksanaan tersebut kepada pengelola data Sumber : SDM MLK_Acting As2012 MLK
Tabel. 2.2. Gambaran SDM Divisi Access Area MLK
No Jabatan / Posisi Jumlah
Penjabat
Bertanggung Jawab kepada
1 ManagerDiva Area MLK 1 Manager Diva Regional I
2 Asman Access Maintenance 1 Manager Diva Area
3 OM Access Copper 1 Asman Access Maintenance
4 OM AccessFO & Radio 1 Asman Access Maintenance 5 OM Access Node& CME 3 Asman Access Maintenance
6 Asman Access Order 1 Manager Diva Area
7 Survei& Gambar 1..N 1 Asman Access Order
8 Pengawas Lapangan 2 Asman Access Order
9 MappingRFS & Solusi Demand 1 Asman Access Order
10 Annual& DC Request 1 Asman Access Order
11 Pembangunan, QE & LME 1 Asman Access Order
12 Supervisor POJ 3 Manager Diva Area
13 Asman Corporate Access 1 Manager Diva Area
14 ServiceOp. CC & OLO 1 Asman Corporate Access
15 ServiceOp. DBS 1 Asman Corporate Access
16 CPN/CPE DATIN 1 Asman Corporate Access
17 ServiceOp.WiFi 1 Asman Corporate Access
18 Teknisi CA (EoS) 3 Asman Corporate Access
19 Asman DATA Mgt & Migrasi 1 Manager Diva Area
20 Data Access, Migrasi &Recycle Alprod
4 Asman DATA Mgt & Migrasi 21 Pengelolaan Kotak Nomor
(Ready to Commerce)
3 Asman DATA Mgt & Migrasi
22 Koordinator STO Mandiri 2 Manager Diva Area
23 Senior Technician 16 Koordinator STO Mandiri
24 Technician 31 Koordinator STO Mandiri
25 Koordinator Long Employee 3 Manager Diva Area
Jumlah 85 orang
(46)
Pada tabel 2.1. di atas ditampilkan distribusi jumlah pemangku jabatan pada posisi yang ada di Divisi Access Area MLK. Jumlah pegawai adalah sebesar 85 orang dengan banyak jabatan berjumlah 25 jabatan. Jabatan yang memiliki pemangku jabatan paling banyak adalah jabatan technician (dalam penelitian ini disebut juga dengan istilah teknisi), yaitu sebanyak 31 orang. Jabatan-jabatan selain jabatan teknisi memiliki jumlah pemangku bervariasi yaitu antara satu, dua, tiga, empat dan enam belas orang.
Jabatan yang paling tinggi diduduki oleh manager Divisi Access Area MLK. Manager Divisi Access Area MLK membawahi tujuh posisi yang bertanggung jawab kepadanya, yaitu Asman Access Maintenance, Asman Access Order, Asman Corporate Access, Asman Data Managementdan Migrasi, Koordinator STO Mandiri, Koordinator Long Employee dan Supervisor POJ. Asman Access Maintenance membawahi tiga posisi yang bertanggung jawab kepadanya. Asman Access Order membawahi lima posisi yang bertanggung jawab kepadanya. Asman Corporate Accessmembawahi lima posisi yang bertanggung jawab kepadanya. Asman Data Management dan Migrasi membawahi dua posisi yang bertanggung jawab kepadanya. Koordinator STO Mandiri membawahi dua posisi yang bertanggung jawab kepadanya. Adapun Koordinator Long Employee dan Supervisor POJ tidak memiliki bawahan.
(47)
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ditujukan untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat mengenai fakta dan karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif sehingga tidak mencari penjelasan, menguji hipotesa maupun membuat prediksi (Purwanto, 2008).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu cara memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2006).
A. Variabel Penelitian
Variabel yang diangkat dalam penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh perusahaan yaitu beban kerja. Beban kerja adalah sejauh mana kapasitas individu pekerja dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya yang diperoleh melalui pembagian antara waktu baku dengan total waktu kerja yang diberikan perusahaan kepada pekerja setiap harinya. Waktu baku diperoleh dengan cara mengalikan waktu normal dengan nilai kelonggaran (k) yang telah ditambah satu. Adapun waktu normal diperoleh melalui perkalian antara waktu siklus dengan nilai faktor penyesuaian (p). Waktu siklus merupakan waktu yang dibutuhkan seorang
(48)
pegawai dalam menyelesaikan tugas-tugas yang tertera dalam uraian pekerjaan setiap harinya. Nilai k dan p diperoleh melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti.
Beban kerja dianggap optimum bila mencapai 100 %. Beban kerja optimum dapat diartikan bahwa tuntutan yang dikehendaki oleh suatu pekerjaan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh pekerja.
B. Subjek Penelitian
Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah pegawai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang telekomunikasi pada Divisi Access Area MLK dan menjabat posisi teknisi.
1. Teknik pengambilan subjek penelitian
Subjek dalam penelitian ini dipilih dengan metode pengambilan sampel berdasarkan teori atau berdasarkan konstruk operasional, yaitu cara pemilihan sampel dengan menggunakan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya, atau sesuai tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sampel sungguh-sungguh mewakili (bersifat representatif) terhadap fenomena yang sedang diamati (Poerwandari, 2001).
2. Jumlah subjek penelitian
(49)
bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Validitas, kedalaman arti dan insight yang dimunculkan oleh penelitian kualitatif lebih berhubungan dengan kekayaan informasi dari kasus atau sampel yang dipilih, daripada jumlah sampel (Patton dalam Poerwandari, 2001). Mengacu pada penjelasan tersebut, maka peneliti menetapkan bahwa dalam penelitian ini subjek penelitian berjumlah dua regu.
3. Karakteristik subjek penelitian
Subjek pada penelitian ini memiliki karakter-karakter sebagai berikut : a. Pegawai teknisi pada Divisi Access
b. Berusia 45 tahun ke atas
C. Metode Pengumpulan Data
1. Metode pengumpulan data pada tahap persiapan penelitian a. Wawancara
Wawancara merupakan percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2001). Lincoln dan Guba (dalam Moleong, 2006) menyatakan bahwa wawancara dapat dilakukan untuk memenuhi berbagai macam tujuan, di antaranya mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain kebulatan, atau dapat pula dipergunakan untuk memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain. Selaras dengan penjelasan tersebut, peneliti menggunakan metode wawancara dalam memperoleh informasi baru, memverifikasi ataupun memperdalam informasi
(50)
mengenai organisasi di mana penelitian dilakukan, baik yang berkaitan dengan masa lalu, masa kini maupun masa yang akan datang. Adapun wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan pendekatan petunjuk umum. Jenis wawancara ini merupakan wawancara yang dikembangkan berdasarkan kerangka dan garis besar pokok-pokok yang telah dirumuskan sebelum wawancara dilakukan dan tidak perlu ditanyakan secara berurutan (Moleong, 2006).
b. Diskusi kelompok terarah
Diskusi Kelompok Terarah (DKT) atau yang biasa dikenal dengan nama Focus Group Discussion (FGD) dalam bahasa Inggris merupakan cara mengumpulkan data dengan memberikan kesempatan bagi responden untuk mendengar pendapat orang lain sebelum mengemukakan pendapat pribadinya. Hal ini tidak mungkin terjadi baik melalui wawancara individual maupun melalui skala. Selain kelebihan tersebut, DKT juga menghasilkan data yang mudah dimengerti dan tidak membutuhkan analisa statistik yang rumit (Prawitasari, 2002). DKT tidak akan berjalan dengan efektif apabila jumlah anggota yang terlibat lebih dari dua belas orang, dikarenakan perhatian pemandu akan terlalu menyebar. Prawitasari (2002) menegaskan hal terpenting dalam DKT adalah homogenitas. Homogenitas dalam kelompok DKT ini adalah pegawai yang menjabat posisi teknisi.
(51)
kemungkinan diskusi berkembang sesuai dengan respon itee namun tetap terarah sesuai dengan poin-poin yang hendak diungkap (Patton dalam Poerwandari, 2001). Oleh karena DKT ini dilakukan sebagai tahap penelitian awal, maka peneliti membuat pedoman wawancara yang secara umum ditujukan untuk mengetahui lebih jelas lagi suasana kerja di Divisi Access.
c. Survei
Survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Singarimbun, 2008). Salah satu tujuan penggunaan survei adalah eksploratori (penjajakan) terhadap suatu permasalahan, oleh karena itu peneliti menggunakan metode ini untuk mendalami permasalahan pada tahap awal penelitian.
Survei pada penelitian ini diberikan kepada 18 orang pegawai yang menjabat posisi teknisi. Pertanyaan yang diajukan berkisar tentang bagaimana persepsi pegawai mengenai beban yang dirasakan terkait dengan pekerjaannya dan hal-hal apa saja yang dirasakan pegawai sebagai beban baginya.
Adapun bentuk pertanyaan yang digunakan adalah bentuk pertanyaan kombinasi yang memadukan bentuk pertanyaan tertutup dan terbuka.
2. Metode pengumpulan data pada tahap pelaksanaan a. Penggunaan dokumen
Dokumen merupakan setiap bahan tertulis ataupun film, yang tidak khusus dipersiapkan untuk tujuan penelitian. Dokumen telah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan (Moleong,
(52)
2006). Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah dokumen resmi milik perusahaan berupa uraian pekerjaan pegawai yang menduduki posisi teknisi.
b. Observasi berperan serta
Observasi dijelaskan oleh Poerwandari sebagai aktivitas memperhatikan atau mengamati secara akurat, mencatat fenomena-fenomena yang terjadi serta mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, dan makna kejadian-kejadian yang terjadi dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian-kejadian yang diamati tersebut (Poerwandari, 2001). Patton (dalam Poerwandari, 2001) menegaskan bahwa observasi sebagai metode ilmiah dalam hal memperoleh data haruslah dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati latihan-latihan yang memadai dan telah mengadakan persiapan yang lengkap. Hal ini dilakukan agar observasi memberikan data yang akurat dan bermanfaat. Selain melakukan pengamatan yang benar, seorang pengamat juga dituntut untuk mampu mendeskripsikan hasil observasi secara deskriptif, faktual dan teliti tanpa harus dipenuhi dengan hal-hal yang tidak relevan (Poerwandari, 2001).
Pada saat observasi berlangsung peneliti memilih peran pengamat yang juga merangkap sebagai pemeran serta. Junker (dalam Moleong, 2006) menjelaskan bahwa pengamat yang sekaligus menjadi pemeran serta adalah
(53)
dapat dengan mudah memperoleh informasi dari subjek bahkan yang bersifat rahasia sekalipun.
Pada penelitian ini observasi dilakukan terhadap cara kerja subjek penelitian. Selain menggambarkan setting yang terjadi, aktivitas-aktivitas yang sedang berlangsung dan kejadian-kejadian yang ada, peneliti juga melakukan pencatatan terhadap waktu penyelesaian pekerjaan pegawai yang sedang diamati. Untuk membantu kelancaran pencatatan waktu, peneliti menggunakan formulir observasi pengamatan waktu (dapat dilihat pada bagian lampiran).
D. Metode Analisa Data
Oleh karena data yang diperoleh bersifat kualitatif dan kuantitatif, maka penelitian ini menggunakan metode analisa untuk data kualitatif dan metode analisa untuk data kuantitatif.
1. Metode analisa data kualitatif a. Organisasi data
Setelah memperoleh berbagai macam data, peneliti berkewajiban mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Highlen dan Finley (dalam Poerwandari, 2001) menyatakan bahwa organisasi data bermanfaat untuk memungkinkan peneliti memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisa yang dilakukan, dan menyimpan data dan analisa yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Data-data yang disimpan oleh peneliti mulai dari data mentah, data yang sudah diproses sebagian (misalnya transkripsi wawancara), catatan-catatan lapangan, maupun draft
(54)
laporan yang terus-menerus ditambah dan diperbaiki. Peneliti juga harus melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap berbagai kemungkinan akan hilangnya data. Hal-hal yang dapat dilakukan contohnya menyimpan data dalam berbagai bentuk (soft copy dan hard copy) dan bila perlu memiliki satu salinan cadangan.
b. Koding dan analisa
Data-data yang telah diperoleh dituangkan ke dalam bentuk transkrip maupun catatan yang telah terorganisir. Setelah itu peneliti membubuhi kode-kode pada data-data tersebut. Kegiatan ini disebut koding, yang tujuannya adalah untuk mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan detil sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang diteliti. Setelah melakukan koding, peneliti melakukan analisa terhadap data-data yang telah diberi kode. Metode analisa yang digunakan adalah analisa tematik, yaitu proses pengkodean informasi yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara/gabungan dari yang telah disebutkan.
c. Tahap interpretasi
Kvale (dalam Poerwandari, 2001) menyatakan bahwa interpretasi adalah suatu proses yang berbeda dengan analisa. Interpretasi merupakan proses memahami data secara lebih ekstensif dan mendalam. Melalui proses
(1)
dan merevisi kabel yang rusak. Cukup lama ia berada di atas, hampir 10 menit. Lalu selesai, ia pun turun, ia mengembalikan tangga ke mobil87. Observee masuk lagi ke dalam rumah, ia meminta pelapor mengecek nada telepon yang telah diperbaiki, ternyata sudah bagus, ia pun pamit. Sebelum pergi dari lokasi, observee menggulung kabel-kabel sisa yang tadi dipakainya dan meletakkannya di belakang mobil. Setelah ituia pergi dari lokasi.
87
pekerjaan observee membutuhkan energi fisik yang besar.
71 – 72 Perjalanan ke kabinet memakan waktu beberapa menit. Sesampainya di kabinet observee
langsung membuka pintu kabinet dan
melakukan pengecekan terhadap kabel primer dan sekunder. Di sini kegiatan yang sama seperti sebelumnya diulang kembali, yakni memasangkan test tone ke kabel dan mengecek apakah sesuai atau tidak. Kegiatan ini
diulanginyabeberapa kali sehingga memakan waktu beberapa menit88.Setelah selesai, observee berangkat mencari kotak distribution point (DP), begitu mendapati lokasi kotak DP ia langsung memarkir mobilnya sejauh kurang lebih 40 meter danmenurunkan tangga dan naik ke atasnya. Hal ini dilakukan beberapa menit
saja, lalu turun dan memindahkan tangga.
Kondisi cuaca saat itu tergolong terik karena waktu telah tiba tengah hari. Ia mencari-cari kabel, untuk dibawa ke atas, lalu memanjat tangga dan bekerja di atas tangga89.Hal ini dilakukan beberapa menit, lalu observee turun. Karena nada telepon sudah terdengar bagus di sini, maka kerusakan dianggap selesai.
Observee pun pergi dari lokasi.
88
ketidaksesuaian data yang ada dengan data yang diterima
menambah jangk waktu penyelesaian kerusakan dan
menyulitkan pegawai.
89
pekerjaan observee membutuhkan energi fisik yang besar.
73 Setelah menerima work order, observee langsung berangkat. Kali ini ia menuju ke lokasi pelapor langsung dan tidak ke kabinet. observee mengaku ia mengetahui pasti letak kerusakan bukanlah di kabinet, karena kabinet beberapa hari lalu telah dicek dan dalam keadaan baik. Sesampainya di sana ia
dipersilahkan memasuki ruang pelapor tempat telepon berada, namun sesampainya di sana, ternyata kepala sekolah mengaku tidak ada lagi melapor kalau ada kerusakan. Karena itu observee pun pamit dan pergi dari lokasi. 74 Perjalanan menuju kabinet memakan waktu
beberapa menit. Sesampainya di kabinet observee membuka pintu kabinet, mengecek
(2)
kabel primer dan sekunder, selesai dalam waktu beberapa menit. Ia kembali melanjutkan
perjalanan menuju alamat pelapor. Gang rumah pelapor tidak sulit ditemukan, observee hanya membutuhkan kurang dari semenit untuk mencapai lokasi. Namun kondisi gang yang sempit membuat observee harus memarkirkan mobilnya jauh dari rumah pelapor. Untuk mencapai rumah pelapor di dalam gang, observee berjalan kurang lebih 200-300 meter. Sesampainya di rumah pelapor, observee
mengecek pesawat telepon. Ia mendapati bahwa telepon mati. Di sini ia sempat terlihat
kebingungan. Hal ini tampak dari ekspresinya yang mengamati kabel-kabel yang tergantung di atas rumah pelapor, yakni antara kotak DP dan kabel DW. Ia mengamati kotak DP yang berada sekitar 50 meter dari rumah pelapor agak lama.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengambil tangga di mobil yang berjarak 200-300 meter dari rumah pelapor. Tangga dibawa ke rumah pelapor, lalu observee naik ke atas plafon90. Di atas plafon ia terlihat memegang dan mengurusi kabel DW. Observee berada di atas plafon cukup lama, sekitar 5 menit. Setelah itu ia pun turun, meminta pelapor memeriksa nada teleponnya. Ternyata sudah bagus. Observee pun pamit dan pergi dari lokasi.
90
pekerjaan observee membutuhkan energi fisik yang besar.
75 Setelah menerima work order yang berisi nomor telepon dan alamat pelapor, observee berangkat untuk memperbaiki kerusakan. Observee mengecek kabinet terlebih dahulu. Di sini observee menyesuaikan data yang ada di lapangan dengan data yang diperoleh dari petugas administrasi. Sembari mengerjakan hal tersebut ia bercerita pada observee bahwa sering terjadi data teknis di lapangan tidak sesuai dengan data yang diberikan petugas
administrasi sehingga harus diperiksa terlebih dahulu kesesuaiannya. Observee mencari kabel mana yang sesuai dengan nomor pelapor, terlihat beberapa kali ia memasang test tone dan mencabut kembali ketika mengetahui bahwa kabel tersebut bukanlah nomor pelapor91. Sekitar lima menit ia
melakukan hal tersebut dan akhirnya menemukan kabel yang sesuai. Observee langsung menuju mobil dan pergi ke lokasi pelanggan yang tidak jauh dari kabinet. Beberapa menit saja observee telah sampai di
91
ketidaksesuaian data yang ada dengan data yang diterima
menyulitkan pegawai, juga menambah jangka waktu penyelesaian kerusakan.
(3)
jalan yang dituju. Pengamat menyusuri jalan pelan-pelan sembari memperhatikan nomor-nomor yang tertera di depan rumah. Akhirnya observee menghubungi pelapor lagi dan menanyakan lokasi tepatnya si pelapor, yang sudah dilewati observee. Ternyata nomor yang tercantum di depan rumahnya tidak sesuai dengan yang didapat dari petugas administrasi. Observee memundurkan mobilnya dan parkir tidak jauh dari rumah pelapor. Ia mendatangi pelapor, dan melihat bahwa kabel DW di depan rumah pelapor putus. Ia pun langsung
mengangkat tangga dari mobil ke tiang tersebut yang berjarak kurang lebih 20 meter dari mobil. Ia menyandarkan tangga ke tiang. Ia mengambil kabel DWbaru, melakukan revisi terhadap kabel lama yang putus, lalu memanjat dan bekerja di atas tangga. Ia lalu turun dan memindahkan tangga sejauh sekitar 10 meter lalu naik kembali, menyambungkan kabel dan turun kembali. Ia memindahkan tangga lagi sejauh sekitar 10 meter, naik dan menyambung-nyambungkan kabel, lalu turun dan mengembalikan tangga ke mobil yang
diparkir kurang lebih 20-30 meter. Pada saat pekerjaan dilakukan cuaca cerah, dan suhu tergolong cukup terik92. Observee kembali mendatangi pelapor untuk mengecek apakah telepon sudah berfungsi. Ternyata sudah terdengar nada dering yang normal. Maka observee pun pamit dan kembali ke kantor.
92
pekerjaan observee membutuhkan energi fisik yang besar.
76 Pencarian lokasi pelapor ini cukup sulit dan memakan waktu; observee menyusuri jalan dengan pelan dan mengamati dengan seksama tempat-tempat yang dilewatinya. Beberapa kali observee menyusuri jalan yang sama, hingga akhirnya menemukan lokasi pelapor dalam waktu beberapa menit93.Sesampainya di lokasi, observee langsung menemui
pelapor dan menanyakan masalahnya. Ternyata masalah terletak pada kabel drop wire yang hampir putus. Observee pun langsung
mengangkat tangga, membawanya sekitar 50 meter ke tiang drop wire dan naik ke tiang tersebut. Ia lalu turun dan memindahkan tangga, menyandarkan di tiang drop wire sejauh 50 m dan naik lagi ke tiang tersebut. Kegiatan yang sama berulang sebanyak
93
alamat pelapor terkadang sulit ditemukan. Hal ini menambah jangka waktu penyelesaian kerusakan.
94
(4)
empat kali; observee bolak-balik di antara kedua tiang drop wire yang berjarak 50 m94. Aktivitas ini cukup lama. Pada kali terakhir saat telah selesai, observee pun menarik kabel-kabel yang telah dikerjakannya agar kabel-kabel tersebut tidak bergelantungan sehingga menimbulkan kesan berantakan95.
Setelah selesai observee turun dan menggulung kabel-kabel bekas yang telah rusak dengan rapi, setelah semua dibereskan observee pun pergi dari lokasi.
membutuhkan energi fisik yang besar.
95
observee peduli pada hasil kerjanya, ia berusaha agar dapat terlihat baik dan rapi.
77 Observee kembali menerima work order yang baru. Ia pun segera berangkat. Ia menuju langsung ke lokasi pelapor dan tidak mengecek kabinet lebih dahulu. Sesampainya di lokasi pelapor, ia langsung mengecek kotak roset. Sekitar beberapa menit saja ia mengecek, karena kotak tersebut ternyata mati. Lalu ia keluar menuju mobil, mengambil tangga, dan membawanya sejauh 150 meter ke tiang kotak DP. Ia pun naik, beberapa menit saja. Lalu turun, dan membawa tangga tersebut sejauh sekitar 200 – 300 meter dan
menyenderkan tangga tersebut ke dinding di bawah KTB. Observee masuk lagi ke dalam kantor, ia memeriksa kabel-kabel di dekat jendela. Lalu ia keluar, menaiki tangga yang tadi disenderkannya ke dinding untuk memeriksa kabel-kabel di sekitar KTB. Lalu ia memutuskan untuk naik ke atas plafon. Di sini ia menemukan sumber
permasalahannya, ternyata kabel DW yang ada di atas plafon. Ia lalu turun, membawa tangga sejauh 200 – 300 meter ke tempat semula yaitu tiang kotak DP. Ia naik dan memeriksa kable udara yang ada di atas tiang tersebut. Cukup lama ia berada di atas, sekitar sepuluh menit lebih. Di sini ia juga melakukan pemasangan kabel. Saat itu kondisi cuaca panas terik, daari ekspresi wajahnya tampak observee merasa
kepanasan. Lalu ia turun. Ia melemparkan kabel yang tadi disambungkannya di saat berada di atas tangga ke dalam pagar lokasi pelapor, lalu mengangkat tangga lagi
menuju dinding yang tadi dinaikinya.Ia membawa kabel yang tadi dilemparkannya ke atas, lalu naik ke atas plafon lagi, di sana ia memperbaiki dan merevisi kabel yang
(5)
10 menit. Lalu selesai, ia pun turun, ia mengembalikan tangga ke mobil96. Observee masuk lagi ke dalam rumah, ia meminta pelapor mengecek nada telepon yang telah diperbaiki, ternyata sudah bagus, ia pun pamit. Sebelum pergi dari lokasi, observee menggulung kabel-kabel sisa yang tadi dipakainya dan
meletakkannya di belakang mobil. Setelah ituia pergi dari lokasi.
membutuhkan energi fisik yang besar.
78 Observee berangkat menuju kabinet yang baru. sesampai di kabinet, ia pun melakukan kegiatan yang biasa dilakukannya saat berada di depan kabinet, kali ini ia mengecek kabel primer dan sekunder. Begitu selesai ia langsung berangkat menuju lokasi pelapor. Begitu tiba di depan rumah pelapor, ia mengetahui ternyata rumah sedang tak ada orangnya. Observee
memutuskan untuk menurunkan tangga dan naik ke tiang kabel untuk mengecek kabel DW di depan rumah pelanggan, ternyata mati. Karenanya ia memutuskan untuk mengecek kotak DP yang berjarak sekitar 150 meter dari tiang tersebut. Ia pun membawa tangga ke tiang kotak DP tersebut. Lalu ia naik ke atasnya, sekitar beberapa menit saja. Lalu ia turun. Ia mengatakan harus memeriksa di kabinet sementara pengamat diminta tinggal oleh
observee. Sekitar 15 menit kemudian ia kembali dan kembali menaiki tangga untuk mengecek kabel DW. Observee beberapa menit saja di atas tangga, lalu turun. Ia mendatangi rumah pelapor yang ternyata sudah pulang dan meminta
memeriksa nada teleponnya. Pelapor pun mengatakan nada teleponnya sudah bagus. 79 Setelah menerima work order yang berisi nomor
telepon dan alamat pelapor, observee berangkat untuk memperbaiki kerusakan. Observee mengecek kabinet terlebih dahulu. Di sini observee menyesuaikan data yang ada di lapangan dengan data yang diperoleh dari petugas administrasi. Sembari mengerjakan hal tersebut ia bercerita pada observee bahwa sering terjadi data teknis di lapangan tidak sesuai dengan data yang diberikan petugas
administrasi sehingga harus diperiksa terlebih dahulu kesesuaiannya. Observee mencari kabel mana yang sesuai dengan nomor pelapor, terlihat beberapa kali ia memasang test tone dan mencabut kembali ketika mengetahui bahwa kabel tersebut bukanlah
97
ketidaksesuaian data di lapangan dengan
(6)
nomor pelapor97. Sekitar lima menit ia melakukan hal tersebut dan akhirnya menemukan kabel yang sesuai. Observee langsung menuju mobil dan pergi ke lokasi pelanggan yang tidak jauh dari kabinet. Beberapa menit saja observee telah sampai di jalan yang dituju. Pengamat menyusuri jalan pelan-pelan sembari memperhatikan nomor-nomor yang tertera di depan rumah. Sembari mencari observee pun bercerita kepada pengamat bahwa ini merupakan salah satu hambatan dalam pekerjaannya, di mana alamat sulit ditemukan dan pelapor sulit dihubungi98. Akhirnya observee menghubungi pelapor lagi dan menanyakan lokasi tepatnya si pelapor, yang sudah dilewati observee. Ternyata nomor yang tercantum di depan rumahnya tidak sesuai dengan yang didapat dari petugas
administrasi. Observee memundurkan mobilnya dan parkir tidak jauh dari rumah pelapor. Ia mendatangi pelapor, dan melihat bahwa kabel DW di depan rumah pelapor putus. Ia pun langsung mengangkat tangga dari mobil ke tiang tersebut yang berjarak kurang lebih 20 meter dari mobil. Ia menyandarkan tangga ke tiang. Ia mengambil kabel DWbaru, melakukan revisi terhadap kabel lama yang putus, lalu memanjat dan bekerja di atas tangga. Ia lalu turun dan memindahkan tangga sejauh sekitar 10 meter lalu naik kembali, menyambungkan kabel dan turun kembali. Ia memindahkan tangga lagi sejauh sekitar 10 meter, naik dan menyambung-nyambungkan kabel, lalu turun dan mengembalikan tangga ke mobil yang
diparkir kurang lebih 20-30 meter. Pada saat pekerjaan dilakukan cuaca cerah, dan suhu tergolong cukup terik99. Observee kembali mendatangi pelapor untuk mengecek apakah telepon sudah berfungsi. Ternyata belum. Observee kembali mengeluarkan tangga pendek untuk mengecek KTB. Didapati tidak ada masalah. Lalu tangga dibawa ke dalam rumah dan mengecek ke kabel atas. Ternyata
masalahnya ada pada kabel di dalam rumah. Observee pun mengatakan pada pelapor bahwa untuk instalasi kabel rumah, pelapor dikenai biaya pembayaran. Setelah menjelaskan hal tersebut observee pun pamit dan kembali ke kantor.
data yang diterima menyulitkan pegawai dalam bekerja.
98
alamat pelapor kadang kala sulit ditemukan sehingga menambah jangka waktu penyelesaian kerusakan.
99
pekerjaan observee membutuhkan energi fisik yang besar.