Variabel Penelitian Tenaga yang Dikeluarkan Pria Sikap Kerja 1. Duduk Gerakan Kerja 1. Normal

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif ditujukan untuk menggambarkan secara sistematis dan akurat mengenai fakta dan karakteristik mengenai populasi atau bidang tertentu. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif sehingga tidak mencari penjelasan, menguji hipotesa maupun membuat prediksi Purwanto, 2008. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu cara memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah Moleong, 2006.

A. Variabel Penelitian

Variabel yang diangkat dalam penelitian ini sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh perusahaan yaitu beban kerja. Beban kerja adalah sejauh mana kapasitas individu pekerja dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya yang diperoleh melalui pembagian antara waktu baku dengan total waktu kerja yang diberikan perusahaan kepada pekerja setiap harinya. Waktu baku diperoleh dengan cara mengalikan waktu normal dengan nilai kelonggaran k yang telah ditambah satu. Adapun waktu normal diperoleh melalui perkalian antara waktu siklus dengan nilai faktor penyesuaian p. Waktu siklus merupakan waktu yang dibutuhkan seorang Universitas Sumatera Utara pegawai dalam menyelesaikan tugas-tugas yang tertera dalam uraian pekerjaan setiap harinya. Nilai k dan p diperoleh melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti. Beban kerja dianggap optimum bila mencapai 100 . Beban kerja optimum dapat diartikan bahwa tuntutan yang dikehendaki oleh suatu pekerjaan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh pekerja.

B. Subjek Penelitian

Subjek yang dipilih dalam penelitian ini adalah pegawai salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang telekomunikasi pada Divisi Access Area MLK dan menjabat posisi teknisi.

1. Teknik pengambilan subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini dipilih dengan metode pengambilan sampel berdasarkan teori atau berdasarkan konstruk operasional, yaitu cara pemilihan sampel dengan menggunakan kriteria tertentu, berdasarkan teori atau konstruk operasional sesuai studi-studi sebelumnya, atau sesuai tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar sampel sungguh-sungguh mewakili bersifat representatif terhadap fenomena yang sedang diamati Poerwandari, 2001.

2. Jumlah subjek penelitian

Penelitian kualitatif memiliki sifat yang sangat fleksibel. Keluwesan tersebut tercermin dalam jumlah sampel yang harus diambil. Dalam penelitian kualitatif tidak ada aturan pasti mengenai jumlah sampel, hal tersebut bergantung pada apa yang ingin diketahui peneliti, tujuan penelitian, konteks saat itu, apa yang dianggap Universitas Sumatera Utara bermanfaat dan dapat dilakukan dengan waktu dan sumber daya yang tersedia. Validitas, kedalaman arti dan insight yang dimunculkan oleh penelitian kualitatif lebih berhubungan dengan kekayaan informasi dari kasus atau sampel yang dipilih, daripada jumlah sampel Patton dalam Poerwandari, 2001. Mengacu pada penjelasan tersebut, maka peneliti menetapkan bahwa dalam penelitian ini subjek penelitian berjumlah dua regu.

3. Karakteristik subjek penelitian

Subjek pada penelitian ini memiliki karakter-karakter sebagai berikut : a. Pegawai teknisi pada Divisi Access b. Berusia 45 tahun ke atas

C. Metode Pengumpulan Data

1. Metode pengumpulan data pada tahap persiapan penelitian

a. Wawancara Wawancara merupakan percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu Poerwandari, 2001. Lincoln dan Guba dalam Moleong, 2006 menyatakan bahwa wawancara dapat dilakukan untuk memenuhi berbagai macam tujuan, di antaranya mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain- lain kebulatan, atau dapat pula dipergunakan untuk memverifikasi, mengubah dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain. Selaras dengan penjelasan tersebut, peneliti menggunakan metode wawancara dalam memperoleh informasi baru, memverifikasi ataupun memperdalam informasi Universitas Sumatera Utara mengenai organisasi di mana penelitian dilakukan, baik yang berkaitan dengan masa lalu, masa kini maupun masa yang akan datang. Adapun wawancara yang dilakukan adalah wawancara dengan pendekatan petunjuk umum. Jenis wawancara ini merupakan wawancara yang dikembangkan berdasarkan kerangka dan garis besar pokok-pokok yang telah dirumuskan sebelum wawancara dilakukan dan tidak perlu ditanyakan secara berurutan Moleong, 2006. b. Diskusi kelompok terarah Diskusi Kelompok Terarah DKT atau yang biasa dikenal dengan nama Focus Group Discussion FGD dalam bahasa Inggris merupakan cara mengumpulkan data dengan memberikan kesempatan bagi responden untuk mendengar pendapat orang lain sebelum mengemukakan pendapat pribadinya. Hal ini tidak mungkin terjadi baik melalui wawancara individual maupun melalui skala. Selain kelebihan tersebut, DKT juga menghasilkan data yang mudah dimengerti dan tidak membutuhkan analisa statistik yang rumit Prawitasari, 2002. DKT tidak akan berjalan dengan efektif apabila jumlah anggota yang terlibat lebih dari dua belas orang, dikarenakan perhatian pemandu akan terlalu menyebar. Prawitasari 2002 menegaskan hal terpenting dalam DKT adalah homogenitas. Homogenitas dalam kelompok DKT ini adalah pegawai yang menjabat posisi teknisi. Alat bantu yang digunakan dalam DKT ini adalah pedoman diskusi. Pedoman diskusi yang digunakan bersifat umum yang berarti peneliti hanya mencantumkan poin-poin penting yang akan membantu mengarahkan proses diskusi agar tetap fokus. Pedoman diskusi yang bersifat umum memberikan Universitas Sumatera Utara kemungkinan diskusi berkembang sesuai dengan respon itee namun tetap terarah sesuai dengan poin-poin yang hendak diungkap Patton dalam Poerwandari, 2001. Oleh karena DKT ini dilakukan sebagai tahap penelitian awal, maka peneliti membuat pedoman wawancara yang secara umum ditujukan untuk mengetahui lebih jelas lagi suasana kerja di Divisi Access. c. Survei Survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok Singarimbun, 2008. Salah satu tujuan penggunaan survei adalah eksploratori penjajakan terhadap suatu permasalahan, oleh karena itu peneliti menggunakan metode ini untuk mendalami permasalahan pada tahap awal penelitian. Survei pada penelitian ini diberikan kepada 18 orang pegawai yang menjabat posisi teknisi. Pertanyaan yang diajukan berkisar tentang bagaimana persepsi pegawai mengenai beban yang dirasakan terkait dengan pekerjaannya dan hal-hal apa saja yang dirasakan pegawai sebagai beban baginya. Adapun bentuk pertanyaan yang digunakan adalah bentuk pertanyaan kombinasi yang memadukan bentuk pertanyaan tertutup dan terbuka.

2. Metode pengumpulan data pada tahap pelaksanaan

a. Penggunaan dokumen Dokumen merupakan setiap bahan tertulis ataupun film, yang tidak khusus dipersiapkan untuk tujuan penelitian. Dokumen telah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan meramalkan Moleong, Universitas Sumatera Utara 2006. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah dokumen resmi milik perusahaan berupa uraian pekerjaan pegawai yang menduduki posisi teknisi. b. Observasi berperan serta Observasi dijelaskan oleh Poerwandari sebagai aktivitas memperhatikan atau mengamati secara akurat, mencatat fenomena-fenomena yang terjadi serta mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa observasi bertujuan untuk mendeskripsikan setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, dan makna kejadian- kejadian yang terjadi dilihat dari perspektif mereka yang terlibat dalam kejadian yang diamati tersebut Poerwandari, 2001. Patton dalam Poerwandari, 2001 menegaskan bahwa observasi sebagai metode ilmiah dalam hal memperoleh data haruslah dilakukan oleh peneliti yang sudah melewati latihan-latihan yang memadai dan telah mengadakan persiapan yang lengkap. Hal ini dilakukan agar observasi memberikan data yang akurat dan bermanfaat. Selain melakukan pengamatan yang benar, seorang pengamat juga dituntut untuk mampu mendeskripsikan hasil observasi secara deskriptif, faktual dan teliti tanpa harus dipenuhi dengan hal-hal yang tidak relevan Poerwandari, 2001. Pada saat observasi berlangsung peneliti memilih peran pengamat yang juga merangkap sebagai pemeran serta. Junker dalam Moleong, 2006 menjelaskan bahwa pengamat yang sekaligus menjadi pemeran serta adalah seorang pengamat yang mengadakan observasi secara terbuka dan diketahui oleh subjek. Keuntungan yang didapat melalui observasi jenis ini adalah pengamat Universitas Sumatera Utara dapat dengan mudah memperoleh informasi dari subjek bahkan yang bersifat rahasia sekalipun. Pada penelitian ini observasi dilakukan terhadap cara kerja subjek penelitian. Selain menggambarkan setting yang terjadi, aktivitas-aktivitas yang sedang berlangsung dan kejadian-kejadian yang ada, peneliti juga melakukan pencatatan terhadap waktu penyelesaian pekerjaan pegawai yang sedang diamati. Untuk membantu kelancaran pencatatan waktu, peneliti menggunakan formulir observasi pengamatan waktu dapat dilihat pada bagian lampiran.

D. Metode Analisa Data

Oleh karena data yang diperoleh bersifat kualitatif dan kuantitatif, maka penelitian ini menggunakan metode analisa untuk data kualitatif dan metode analisa untuk data kuantitatif.

1. Metode analisa data kualitatif

a. Organisasi data Setelah memperoleh berbagai macam data, peneliti berkewajiban mengorganisasikan datanya dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Highlen dan Finley dalam Poerwandari, 2001 menyatakan bahwa organisasi data bermanfaat untuk memungkinkan peneliti memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisa yang dilakukan, dan menyimpan data dan analisa yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian. Data-data yang disimpan oleh peneliti mulai dari data mentah, data yang sudah diproses sebagian misalnya transkripsi wawancara, catatan-catatan lapangan, maupun draft Universitas Sumatera Utara laporan yang terus-menerus ditambah dan diperbaiki. Peneliti juga harus melakukan langkah-langkah antisipasi terhadap berbagai kemungkinan akan hilangnya data. Hal-hal yang dapat dilakukan contohnya menyimpan data dalam berbagai bentuk soft copy dan hard copy dan bila perlu memiliki satu salinan cadangan. b. Koding dan analisa Data-data yang telah diperoleh dituangkan ke dalam bentuk transkrip maupun catatan yang telah terorganisir. Setelah itu peneliti membubuhi kode- kode pada data-data tersebut. Kegiatan ini disebut koding, yang tujuannya adalah untuk mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan detil sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang diteliti. Setelah melakukan koding, peneliti melakukan analisa terhadap data-data yang telah diberi kode. Metode analisa yang digunakan adalah analisa tematik, yaitu proses pengkodean informasi yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antaragabungan dari yang telah disebutkan. c. Tahap interpretasi Kvale dalam Poerwandari, 2001 menyatakan bahwa interpretasi adalah suatu proses yang berbeda dengan analisa. Interpretasi merupakan proses memahami data secara lebih ekstensif dan mendalam. Melalui proses interpretasi, peneliti beranjak melampaui apa yang secara langsung dikatakan oleh responden, untuk mengembangkan struktur-struktur dan hubungan- hubungan bermakna yang tidak segera dapat dilihat di dalam teks data mentah. Universitas Sumatera Utara Interpretasi memungkinkan peneliti menjelaskan data dalam pemahaman teoretis yang menjadi perspektifnya.

2. Metode analisa data kuantitatif

Data kuantitatif berupa angka-angka yang akan dimasukkan ke dalam beberapa rumus perhitungan. Rumus-rumus yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Uji keseragaman data dan jumlah pengamatan minimum Pengukuran pendahuluan menghasilkan data yang dapat dimasukkan ke dalam pengujian keseragaman data dan penghitungan jumlah pengamatan minimum. Pengujian keseragaman data dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah suatu sistem kerja berasal dari sistem kerja yang sama. Karena bagaimanapun juga, sistem kerja tidak dapat dipertahankan terus menerus pada keadaan yang tetap sama sehingga menghasilkan waktu penyelesaian yang berbeda-beda. Namun, perbedaan-perbedaan yang terjadi masih dapat ditolerir apabila terjadi dalam batas waktu kewajaran. Dengan kata lain, waktu-waktu penyelesaian yang terjadi masih dapat tergolong seragam Sutalaksana, dkk., 2006. Oleh karenanya pengujian keseragaman waktu dilakukan untuk menemukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dari waktu-waktu yang dianggap seragam. Waktu-waktu yang dianggap seragam tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk mencari jumlah pengamatan minimum. Adapun batas kontrol atas dan batas kontrol bawah diperoleh melalui perhitungan statistik dari rumus berikut : = ̿ + 3 ̅ = ̿ − 3 ̅ Universitas Sumatera Utara Dengan : BKA = batas kontrol atas BKB = batas kontrol bawah = rata-rata dari harga subgrup ̅ = standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup Rata – rata dari harga subgrup dapat dicari dengan persamaan berikut : = ∑ Dengan : x i = harga rata-rata dari subgrup ke – i k = harga banyaknya subgrup yang terbentuk Standar deviasi dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut : = ∑ − ̿ − 1 Dengan : N = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan x j = waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang telah dilakukan Setelah melakukan pengukuran pendahuluan, maka peneliti memperoleh bahwa batas kontrol atas dan batas kontrol bawah adalah sebesar : BKA = 18,82 BKB = 10,3 Universitas Sumatera Utara Dengan : = 14,56 ̅ = 1,42 Jumlah pengamatan minimum dibutuhkan untuk memperoleh kepastian mengenai kecepatan rata-rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Idealnya pengukuran dilakukan dalam jumlah yang sangat banyak misalnya hingga tak terhingga karena hanya dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Namun hal ini jelas tidak mungkin dikarenakan adanya keterbatasan waktu, tenaga dan biaya. Sebaliknya, jika pengukuran dilakukan beberapa kali saja, dapat diduga hasilnya sangat kasar. Oleh karena itulah, diperlukan jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga dan biaya yang besar tetapi hasilnya tetap dapat dipercaya Sutalaksana, 2006. Jumlah pengukuran minimum tersebut diperoleh melalui suatu perhitungan statistik, yaitu : ′ = 40 . ∑ − ∑ ∑ Catatan : Rumus di atas hanya untuk perhitungan dengan tingkat ketelitian 5 dan tingkat keyakinan 90. Setelah melakukan pengujian keseragaman data, peneliti memperoleh waktu-waktu yang dianggap memenuhi syarat untuk dimasukkan dalam rumus di atas. Setelah dilakukan perhitungan, maka diperoleh bahwa jumlah pengamatan minimum yang harus dilakukan adalah sebesar 58 kali. Universitas Sumatera Utara b. Tingkat ketelitian tingkat keyakinan Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian yang sebenarnya, sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Keduanya dinyatakan dalam persen. Penelitian ini menggunakan tingkat ketelitian 5 dan tingkat keyakinan 90. Ini berarti bahwa peneliti memperbolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang paling besar 5 dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan untuk memenuhi hasil tersebut sebesar 90. c. Faktor penyesuaian Menurut metode penyesuaian Westinghouse yang dikembangkan oleh Lowry, Maynard dan Stegemarten pada tahun 1927, untuk membuat penyesuaian yang objektif perlu dilakukan peninjauan dari empat aspek. Aspek- aspek tersebut adalah keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap aspek terbagi ke dalam beberapa kelas dan setiap kelas memiliki nilai dan indikator perilaku masing-masing. i. Keterampilan Merupakan kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Untuk keperluan penyesuaian, keterampilan dibagi ke dalam enam kelas, yaitu super skill , excellent skill, good skill, average skill, fair skill dan poor skill. Universitas Sumatera Utara Setiap kelas ditandai oleh indikator-indikator perilaku yang berbeda. Berikut dipaparkan keenam kelas tersebut yang diambil dari Sutalaksana, dkk., 2006 : Tabel 3.1. Indikator Perilaku Faktor Penyesuaian Keterampilan Kelas Indikator Perilaku Super Skill 1. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya 2. Bekerja dengan sempurna 3. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik 4. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sangat sulit untuk diikuti 5. Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan-gerakan mesin 6. Perpindahan dari satu elemen ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya 7. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencana tentang apa yang dikerjakan sudah sangat otomatis 8. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang sangat baik Excellent Skill 1. Percaya pada diri sendiri 2. Tampak cocok dengan pekerjaannya 3. Terlihat telah terlatih baik 4. Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran atau pemeriksaan lagi 5. Gerakan-gerakan kerjanya beserta urutan- urutannya dijalankan tanpa kesalahan 6. Menggunakan peralatan dengan baik 7. Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu 8. Bekerjanya cepat tapi halus 9. Bekerjanya berirama dan terkoordinasi Good Skill 1. Kualitas hasil baik 2. Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan pekerja pada umumnya 3. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada Universitas Sumatera Utara pekerja lain yang keterampilannya lebih rendah 4. Tampak jelas sebagai pekerja yang cakap 5. Tidak memerlukan banyak pengawasan 6. Tiada keragu-raguan 7. Bekerjanya “stabil” 8. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik 9. Gerakan-gerakannya cepat Average Skill 1. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri 2. Gerakannya cepat tetapi tidak lambat 3. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan perencanaan 4. Tampak sebagai pekerja yang cakap 5. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tidak adanya keragu-raguan 6. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik 7. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya 8. Bekerja cukup teliti 9. Secara keseluruhan cukup memuaskan Fair Skill 1. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik 2. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya 3. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan-gerakan 4. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup 5. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah dipekerjakan di bagian itu sejak lama 6. Mengetahui apa-apa yang dilakukan dan harus dilakukakn tapi tampak tidak selalu yakin 7. Sebagian waktunya terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri 8. Jika tidak bekerja secara sungguh- sungguh outputnya akan sangat rendah 9. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakannya Poor Skill 1. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran 2. Gerakan-gerakannya kaku Universitas Sumatera Utara 3. Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan- urutan gerakan 4. Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan 5. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya 6. Ragu-ragu dalam melaksanakan gerakan- gerakan kerja 7. Sering melakukan kesalahan-kesalahan 8. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri 9. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja ii. Usaha Merupakan kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan pekerja ketika melakukan pekerjaannya. Untuk keperluan penyesuaian, usaha dibagi ke dalam enam kelas, yaitu excessive effort, excellent effort, good effort, average effort , fair effort dan poor effort. Setiap kelas ditandai oleh indikator-indikator perilaku yang berbeda. Berikut dipaparkan keenam kelas tersebut yang diambil dari Sutalaksana, dkk., 2006 : Universitas Sumatera Utara Tabel. 3.2. Indikator Perilaku Faktor Penyesuaian Usaha Kelas Indikator Perilaku Excessive Effort 1. Kecepatan sangat berlebihan 2. Usahanya sangat bersungguh-sungguh tetapi dapat membahayakan kesehatannya 3. Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja Excellent Effort 1. Jelas terlihat kecepatannya sangat tinggi 2. Gerakan-gerakan lebih ekonomis daripada operator-operator biasa 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya 4. Banyak memberi saran 5. Menerima saran-saran petunjuk dengan senang 6. Percaya pada kebaikan maksud pengukuran waktu 7. Tidak bertahan kebih beberapa hari 8. Bangga atas kelebihannya 9. Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali 10. Bekerjanya sangat sistematis 11. Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain tidak terlihat Good Effort 1. Bekerja berirama 2. Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada 3. Penuh perhatian pada pekerjaannya 4. Senang pada pekerjaannya 5. Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari 6. Percaya pada kebaikan waktu pengukuran waktu 7. Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang 8. Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kinerja 9. Tempat kerja diatur baik dan rapih 10. Menggunakan alat-alat yang tepat dengan baik 11. Memelihara dengan baik kondisi peralatan Average Effort 1. Tidak sebaik good, tapi lebih baik lagi dari poor 2. Bekerja dengan stabil Universitas Sumatera Utara 3. Menerima saran-saran tapi tidak melaksanakannya 4. Set up dilaksanakan dengan baik 5. Melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan Fair Effort 1. Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal 2. Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya 3. Kurang sungguh-sungguh 4. Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya 5. Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku 6. Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik 7. Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya 8. Terlampau hati-hati 9. Sistematika kerjanya sedang-sedang saja 10. Gerakan-gerakannya tidak terencana Poor Effort 1. Banyak membuang-buang waktu 2. Tidak memperhatikan adanya minat bekerja 3. Tidak mau menerima saran-saran 4. Tampak malas dan lambat bekerja 5. Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan bahan 6. Tempat kerjanya tidak diatur rapi 7. Tidak peduli pada cocokbaik tidaknya peralatan yang dipakai 8. Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur 9. Set up kerjanya terlihat tidak baik Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja iii. Kondisi Kerja Merupakan sesuatu yang berada di luar pekerja, yang diterima apa adanya tanpa banyak kemampuan mengubahnya. Untuk keperluan penyesuaian, kondisi kerja dibagi ke dalam enam kelas, yaitu ideal, Universitas Sumatera Utara excellent,good , average, fair dan poor. Setiap kelas ditandai oleh indikator- indikator perilaku yang berbeda. Berikut dipaparkan keenam kelas tersebut yang diambil dari Sutalaksana, dkk., 2006 : Tabel. 3.3. Indikator Perilaku Faktor Penyesuaian Kondisi Kerja Kelas Indikator Perilaku Ideal Kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan kinerja maksimal dari pekerja Excellent Kondisi yang dapat digolongkan terbaik dan mendekati ideal, namun belum mencapai kondisi ideal Good Kondisi lingkungan yang baik untuk pekerjaan yang bersangkutan Average Kondisi lingkungan yang cukup membantu meskipun dengan adanya beberapa kekurangan namun tidak terlalu mempengaruhi pencapaian kinerja sehingga dapat diabaikan Fair Kondisi lingkungan yang kurang membantu jalannya pekerjaan sehingga dapat menghambat pencapaian kinerja yang baik Poor Kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan atau sangat menghambat pencapaian kinerja yang baik Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja iv. Konsistensi Merupakan tingkat variasi dari waktu penyelesaian pekerjaan selama pekerja diamati. Untuk keperluan penyesuaian, konsistensi dibagi ke dalam enam kelas, yaitu perfect, excellent, good, average, fair dan poor. Setiap kelas ditandai oleh indikator-indikator perilaku yang berbeda. Berikut dipaparkan keenam kelas tersebut yang diambil dari Sutalaksana, dkk., 2006 : Universitas Sumatera Utara Tabel. 3.4. Indikator Perilaku Faktor Penyesuaian Konsistensi Kelas Indikator Perilaku Perfect Dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang boleh dikatakan tetap dari saat ke saat Excellent Dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang mendekati tetap dari waktu ke waktu Good Dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang tidak tetap namun tergolong konsisten, yaitu selisih rata-ratanya tidak jauh berbeda satu sama lain Average Dapat bekerja dengan waktu yang rata-rata cukup konsisten, yaitu bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua yang letaknya jauh Fair Dapat bekerja dengan waktu rata-rata penyelesaian tidak begitu konsisten, namun juga tidak acak seperti halnya poor Poor Dapat bekerja dengan waktu-waktu penyelesaian berselisih jauh dari rata-rata secara acak Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja Tiap kelas pada tiap aspek memiliki nilainya masing-masing. Berikut rangkuman dari nilai-nilai tiap kelas pada tiap aspek. Universitas Sumatera Utara Tabel. 3.5. Rangkuman Nilai Faktor Penyesuaian Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Keterampilan Super skill A1 +0,15 A2 +0,13 Excellent B1 +0,11 B2 +0,08 Good C1 +0,06 C2 +0,03 Average D 0,00 Fair E1 -0,05 E2 -0,10 Poor F1 -0,16 F2 -0,22 Usaha Excessive A1 +0,13 A2 +0,12 Excellent B1 +0,10 B2 +0,08 Good C1 +0,05 C2 +0,02 Average D 0,00 Fair E1 -0,04 E2 -0,05 Poor F1 -0,12 F2 -0,17 Kondisi kerja Ideal A +0,06 Excellent B +0,04 Good C +0,02 Average D 0,00 Fair E -0,03 Poor F -0,07 Konsistensi Perfect A +0,04 Excellent B +0,03 Good C +0,01 Average D 0,00 Fair E -0,02 Poor F -0,04 Sumber : Teknik Perancangan Sistem Kerja Universitas Sumatera Utara d. Kelonggaran Kelonggaran diberikan untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue dan hambatan-hambatan yang tak dapat dihindarkan Sutalaksana, dkk., 2006. Ketiganya merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja dan yang mungkin selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Kelonggaran untuk suatu pekerjaan dapat berbeda dengan kelonggaran untuk pekerjaan yang lain, tergantung dari sifat pekerjaan tersebut. Semakin berat suatu pekerjaan, maka semakin besar pula nilai dari kelonggarannya. Nilai- nilai kelonggaran telah ditentukan besarnya berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh. Berikut nilai-nilai kelonggaran tersebut dikutip dari Sutalaksana, dkk., 2006: Tabel 3.6. Nilai Kelonggaran Faktor Contoh pekerjaan Ekivalen Beban kg Kelonggaran

A. Tenaga yang Dikeluarkan Pria

Wanita 1. Dapat diabaikan Bekerja di meja, duduk Tanpa beban 0 – 6 0 – 6 2. Sangat ringan Bekerja di meja, berdiri 0 - 2,25 6 – 7,5 6 – 7,5 3. Ringan Menyekop, ringan 2,25 – 9 7,5 – 12 7,5 – 16 4. Sedang Mencangkul 9 – 18 12 – 19 16 – 30 5. Berat Mengayun palu yang berat 18 – 27 19 – 30 - 6. Sangat berat Memanggul beban 27 – 50 30 – 50 - 7. Luar biasa berat Memanggul karung berat Di atas 50 - -

B. Sikap Kerja 1. Duduk

Bekerja duduk, ringan 0 – 1 2. Berdiri di atas dua kaki Badan tegak, ditumpu dua kaki 1 – 2,5 Universitas Sumatera Utara 3. Berdiri di atas satu kaki Satu kaki mengerjakan alat control 2,5 – 4 4. Berbaring Pada bagian sisi, belakang atau depan badan 2,5 – 4 5. Membungkuk Badan dibungkukkan bertumpu pada kedua kaki 4 – 10

C. Gerakan Kerja 1. Normal

Ayunan bebas dari palu 2. Agak terbatas Ayunan terbatas dari palu 0 – 5 3. Sulit Membawa beban berat dengan satu tangan 0 – 5 4. Pada anggota- anggota badan terbatas Bekerja dengan tangan di atas kepala 5 – 10 5. Seluruh anggota badan terbatas Bekerja di lorong pertambangan yang sempit 10 – 15

D. Kelelahan Mata