4.6. Interpretasi Data Penelitian
4.6.1. Sejarah Konflik Perebutan Tanah Warisan pada Masyarakat Karo
Menurut Unger dalam Syafruddin Kalo, 2004, hubungan yang berlaku antar-individu dilandasi dengan ikatan kekerabatan kolektif. Keanggotaan mereka
ditetapkan oleh ikatan kekerabatan nyata, namun tentang kepemilikan tanah hal ini diatur terlepas dari kelompok keluarga. Sebagai akibat dari ketatnya ikatan komunal yang
berlaku dalam masyarakat ini, perbedaan antara anggota masyarakat dan orang luar sangat jelas. Orang luar yang masuk ke dalam lingkaran komunal ini dianggap asing dan
tidak boleh merampas hak atas penguasaan tanah oleh para anggota komunal. Tanah, dalam sistem sosial, ekonomi, politik dianggap sebagai faktor
produksi utama. Yang membedakan dari masing-masing unsur tersebut adalah fungsi, mekanisme pengaturan dan cara pandang terhadap tanah itu sendiri. Pemilikan maupun
penguasaan tanah merupakan faktor penting dalam setiap masyarakat, apapun model sistem sosial-ekonomi-politik yang dianut didalamnya. Pentingnya penguasaan tanah
bagi masyarakat dengan sendirinya akan mendorong munculnya upaya untuk mempertahankan hak-hak atas tanah dari pihak lain. Hal ini menimbulkan konflik yang
terjadi antara pihak-pihak terkait. Sejarah konflik perebutan tanah warisan dalam masyarakat Karo, berawal
dari ketidak transparan nya pembagian warisan yang disertai oleh tidak adanya pembuatan notasertifikat kepemilikan tanah. Pembagian tanah warisan pada masyarakat
Karo, biasanya dilakukan setelah orang tua nya pewaris meninggal dunia. Hal ini disebabkan karena adanya perasaan sungkankeberatan jika tanah tersebut dibagikan
semasa hidupnya.
Universitas Sumatera Utara
Perasaan keberatan ini terjadi karena sebagian masyarakat menganggap jika tanah warisan itu dibagikan semasa hidup orang tua nya akan menimbulkan masalah,
misalnya bila si pewaris mengalami sakit keras dan harta warisan telah dibagikan maka untuk biaya pengobatan tersebut harus di minta kepada anaknya. Masyarakat pun pada
umumnya akan menganggap bahwa tindakan membagikan harta warisan kepada keturunannya sebelum meninggal adalah suatu tidakan yang kurang tepat. Hal ini sesuai
dengan ungkapan yang berkembang dalam masyarakat “adi bagikin kin harta ei sope kita mate, lanai bo pagi lit inganta pudi metua”, yang berarti “jika harta warisan itu
dibagikan sebelum kita meninggal, maka di masa tua tidak akan ada yang peduli”. Ungkapan tersebut menggambarkan kekhawatiran orang tua membagikan harta warisan
kepada anak-anaknya semasa hidupnya.
4.6.2. Eskalasi Konflik