pendidikan ke SMA biasanya sekolah di Berastagi dan Kabanjahe dan ada sebagian kecil ke SMA Negeri 1 Simpang Empat di desa Sibintun.
4.2. PENYAJIAN DAN INTERPRETASI DATA
Untuk mendapatkan data mengenai Perebutan Tanah Warisan pada Masyarakat Karo, maka peneliti melakukan wawancara terhadap pihak yang mengalami
perebutan tanah warisan di desa Kuta Rayat, kecamatan Naman Teran ini. Adapun informan yang diwawancarai adalah sebagai berikut:
4.2.1. Profil Informan yang mengalami Konflik Perebutan Tanah Warisan 4.2.1.1. A. Sitepu
A. Sitepu adalah seorang petani di desa Kuta rayat dan saat ini sudah berusia 70 tahun. Informan pernah mengalami konflik perebutan tanah dengan saudara
kandungnya. Konflik perebutan tanah yang dialaminya terjadi 8 tahun yang lalu. Informan mengaku bahwa konflik ini terjadi disebabkan karena ketidakpuasan salah satu
pihak terhadap pembagian tanah warisan. Saudara A.Sitepu merupakan pihak yang merasa keberatan atas pembagian tanah tersebut, sehingga mempermaslahkannya setelah
beberapa tahun kemudian. A. sitepu menganggap bahwa pembagian tanah warisan itu sudah adil, dan tidak setuju jika saudara nya tersebut meminta kembali sebagian dari
tanah yang sudah menjadi hak miliknya.
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.2. R. Ginting
R. Ginting penganut agama Protestan dan sudah berusia 60 tahun. Informan lahir di desa Kuta Rayat ini dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
berprofesi sebagai petani di desa Kuta Rayat. Informan memiliki 4 orang putra dan 2 orang putri. Keenam anak informan ini juga berdomisili disekitar desa Kuta Rayat ini.
Informan mengaku bahwa nenek moyangnya juga berprofesi sebagai petani dan termasuk anak beru kuta. Informan mengalami konflik perebutan tanah warisan disebabkan karena
ketidaksesuaian pembagian tanah warisan. R. Ginting berharap agar pembagian tanah warisan itu harus dilihat berdasarkan luas lahan, letak lahan dan juga tingkat kesuburan
tanah. Informan mengaku kecewa jika tanah yang letaknya strategis dekat dengan jalan raya disamakan pembagiannya dengan tanah yang letaknya terisolir.
4.2.1.3. P. Sitepu
P. Sitepu merupakan pihak penggugat dari kasus konflik perebutan tanah warisan ini. Saat ini informan sudah berusia 60 tahun dan pernah menjabat sebagai
anggota legislatif di pemerintahan kabupaten Karo. Ketika menjabat sebagai wakil rakyat, informan mengaku meninggalkan kampung halamannya dan memberi
kepercayaan kepada bere-bere nya anak dari saudara perempuannya untuk mengelola tanah miliknya. Akan tetapi ketika informan kembali pulang ke kampung halaman
setelah puluhan tahun kemudian dan meminta tanah yang tadinya di pinjamkan kepada bere-bere nya mengalami permasalahan. Bere-bere
nya tidak bersedia mengembalikannya dan sudah dianggapnya sebagai miliknya, sehingga terjadilah
konflik..
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.4. S. Sitepu
S. Sitepu penganut agama Islam dan sudah berusia 50 Tahun, memiliki 5 Putri dan tidak memiliki Putra. Konflik perebutan tanah yang dialami informan
disebabkan karena pihak saudaranya merebut tanah warisan yang diberikan kepadanya. Alasan saudarannya mengambil tanah warisan yang seharusnnya hak miliknya ini
disebabkan karena informan tidak memilki keturunan laki-laki. Dimana diketahui bahwa masyarakat karo lebih menghargai keberadaan anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan, karena laki-lai dianggap sebagai penerus garis keturunan dan dianggap sebagai pihak yang berhak mendapatkan harta warisan. Informan mengaku tidak setuju
dengan perlakuan saudaranya ini.
4.2.1.5. R. Br Ginting
R. Br Ginting adalah salah satu pihak penggugat yang berhasil. Informan mengalami konflik perebutan tanah warisan dengan saudara laki-lakinya. Ketika
pembagian harta warisan sudah tercapai kesepakatan antar berbagai pihak, namun setelah berjalan 6 tahun saudara laki-laki informan ingin menguasai tanah R Br Ginting. Saudara
laki-laki informan menganggap dirinya lebih berkuasa untuk memiliki semua asset sepeninggalan orang tua mereka, disebabkan karena posisinya sebagai laki-laki dan
menggganggap bahwa saudara perempuannya tidak berhak atas tanah tersebut. Perempuan berusia 45 tahun ini merasa puas dengan keputusan pengadilan yang berpihak
kepadanya.
Universitas Sumatera Utara
4.2.1.6. A. Ginting
Hari jumat, tepatnya pukul 19.30 wib penulis berkunjung ke rumah salah satu informan yaitu A. Ginting. Malam itu, informan baru saja selesai makan malam dan
mempersilahkan penulis untuk masuk. Penulis mengutarakn tujuan dan meminta kepada informan agar memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis. Informan bersedia
untuk diwawancarai dan memberikan informasi sesuai dengan apa yang diketahuinya. .Informan mengaku bahwa dirinya adalah pihak yang digugat oleh
saudaranya. Informan mengatakan bahwa tanah yang berkasus itu adalah miliknya, dan merasa wajar jika tidak bersedia memberikan kepada siapapun termasuk saudaranya
sendiri. Konflik perebutan tanah warisan ini sudah berlangsung selama 2 tahun terakhir. Pria berusia 45 tahun ini menegaskan akan tetap mempertahankan apa yang dianggapnya
menjadi hak nya.
4.2.1.7. Pj. Sitepu
Pj. Sitepu adalah pihak penggugat dalam kasus perebutan tanah warisan. Penulis melakukan wawancara terhadap informan ketika informan sedang berada di
ladang dan saat itu informan baru saja selesai makan siang. Informan pun mempersilahkan penulis untuk melakukan wawancara setelah penulis menjelaskan
tujuannya untuk melakukan wawancara. Informan mengalami kasus perebutan tanah warisan ini 2 tahun yang lalu.
Konflik ini terjadi disebabkan karena saudara sepupunya tidak memberikan tanah warisan sepeninggalan kakek mereka secara merata. Informan juga
menjelaskan bahwa adanya ketidaksesuain dalam pembagian tanah warisan tersebut,
Universitas Sumatera Utara
dalam membagikan tanah tersebut tidak hanya melihat luas tanah yang dibagikan, namun harus juga memperhatikan letak tanah warisan yang dibagikan tersebut, ungkap informan
kepada penulis.
4.2.1.8. J. Sembiring
Pria berusia 60 tahun ini memiliki 1 putra dan 3 putri, mengalami kasus perebutan tanah warisan 5 tahun yang lalu. Informan merupakan pihak tergugat oleh anak
saudara kandungnya. Informan mengatakan kepada penulis bahwa anak saudara nya tersebut meminta sebagaian tanah yang menjadi haknya dan mengakui bahwa tanah
tersebut adalah bagian ayahnya,sehingga akhirnya berujung dengan konflik. J. Sembiring berprofesi sebagai petani, namun saat ini informan mengurangi aktivitasnya untuk
bertani, mengingat usiannya sudah cukup tua.
4.2.1.9. P. Sembiring
Hari senin, tepatnya pukul 19.30 wib penulis berkunjung ke rumah P. Sembiring. Letak rumah informan yang berdekatan dengan tempat tinggal penulis ketika
melkukan penelitian ini mempermudah proses wawancara. Hal ini disebabkan karena sebelumnya informan juga sudah pernah bebincang dengan penulis pada awal kedatangan
penulis ke desa ini. Proses wawancara pun berjalan secara lancar, dan informan juga bersemangat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari penulis.
Informan mengaku mengalami kasus perebutan tanah warisan disebabkan keegoisan saudara kandungnya. Sebenarnya sudah ada kesepakatn pada awalnya ketika
pembagian tanah warisan ini, namun setelah beberapa tahun saudara informan
Universitas Sumatera Utara
menggugatnya karena menganggap bahwa tidak adilnya pembagian tanah warisan tersebut diantara mereka.
4.2.1.10. Ar. Sitepu
Ar. Sitepu adalah salah satu pihak tergugat dalam kasus konflik tanah ini. Informan digugat oleh saudara perempuannya, karena diduga mengambil tanah warisan
yang seharusnya milik saudara perempuannya tersebut. Ar. Sitepu menegaskan bahwa diri nya lah yang lebih berhak atas tanah tersebut, mengingat masyarakat karo menganut
system kekerabatan patrilineal. Dalam hal ini , informan mengatakan perempuan sebenarnya tidak berhak mendapatkan tanah warisan karena mereka juga akan
mendapatkannya dari suami mereka. Pria berusia 45 tahun ini menambahkan bahwa biasanya harta warisan yang diterima oleh saudara perempuannya adalah berupa perkuah
ate pemberian karena belas kasihan dari saudara laki-laki nya.
4.3. Faktor- Faktor Penyebab terjadinya Konflik Perebutan Tanah Warisan Pada Masyarakat Karo