Pengertian Hukum Acara Perdata

56 Berdasarkan bunyi pasal tersebut menunjukan unsur-unsur Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama hampir seluruhnya sama, kecuali Juru sita yang hanya terdapat pada Pengadilan Agama.

C. Pengertian dan Sejarah Singkat Hukum Acara di Peradilan Agama

1. Pengertian Hukum Acara Perdata

Hubungan hukum adalah obyek hukum yang diatur dan diberi akibat oleh hukum. Karena terjadi antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain, maka hubungan itu disebut hubungan hukum perdata verbentenis. 27 Hukum perdata mengatur hak dan kewajiban orang-orang yang mengadakan hubungan hukum. Misalnya BWm WvK, Undang-undang perkawinan, dan peraturan tidak tertulis berupa hukum adat dan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Semua peraturan hukum yang memuat hak dan kewajiban disebut hukum material subtantiv law. Hukum material yang mengatur tentang hubungan hukum antara pribadi yang satu dengan pribadi yang lain disebut dengan hukum perdata materiil. 28 Pelaksanaan hukum perdata materiil, dapatlah berlangsung secara diam-diam diantara para pihak yang bersangkutan tanpa melalui pejabat atau instansi resmi. Akan tetapi sering terjadi, bahwa hukum materiil perdata itu dilanggar, sehingga ada pihak yang dirugikan dan terjadilah gangguan 27 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, bandung: PT. Citra Aditya bakti, 2000,Cet. VII, h. 14 28 Ibid., h. 14 57 keseimbangan kepentingan di dalam masyarakat. Dalam hal ini maka, hukum materiil perdata yang telah dilanggar itu haruslah dipertahankan atau ditegakan. 29 Sedangkan untuk melaksanakan hukum materiil perdata terutama dalam hal pelanggaran atau mempertahankan tuntutan hak, diperlukan rangkaian peraturan-peraturan hukum lain disamping hukum materiil perdata itu sendiri. Peraturan inilah yang disebut hukum formil atau hukum acara perdata. 30 Kata “acara” disini berarti proses penyelesaian perkara melalui pengadilan hakim. Tujuannya adalah untuk memulihkan hak seseorang yang terganggu atau dirugikan oleh pihak lain, mengembalikan keadaan seperti semula sebelum terjadi gangguan atau kerugian, agar peraturan hukum perdata dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya. Secara teologis dapat dirumuskan bahwa hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang berfungsi untuk mempertahankan berlakunya hukum perdata. Karena penyelesaian perkara dimintakan melalui pengadilan hakim, hukum acara perdata dirumuskan sebagai peraturan hukum yang mengatur proses penyelesaian perkara perdata melalui pengadilan hakim, sejak diajukan gugatan sampai dengan pelaksanaan putusan hakim. 31 29 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 1 30 Ibid., h. 1-2 31 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 15 58 Hukum acara perdata dikenal pula dengan nama process recht atau formeel rech. Hukum acara perdata bersifat privaatrecht yaitu tergantung pada perseorangan. Di dalam hukum acara perdata, tidak kita jumpai ketentuan yang tegas melarang tindakan menghakimi sendiri. Larangan Eigenn”chting terdapat dalam putusan Mahkamah Agung 10 Desember 1973 No. 366 kip1973, kecuali bahwa tindakan menghakimi sendiri itu merupakan perbuatan melawan hukum, juga dapat dihukum. 32 Tuntutan hak seperti yang telah diuraikan di atas sebagai tindakan yang bertujuan memperoleh perundangan hukum yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “Eigenn”chting”,ada dua macam yaitutuntutan hak yang mengandung sengketa, yang disebut gugatan, dimana terdapat sekurang- kurangnya dua pihak dan tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa yang disebut permohonan, di mana hanya terdapat satu pihak saja. 33 Lazimnya peradilan dibagi menjadi peradilan volunter volun taire jurisdictie , yang sering juga disebut” peradilan yang tidak sesungguhnya” dan peradilan contentieus contentie use jurisdictie atau peradilan “sesungguhnya”. Tuntutan hak yang merupakan permohonan yang tidak mengandung sengketa termasuk dalam peradilan volunter, sedangkan gugatan termasuk peradilan 32 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 2 33 Ibid., h. 2 59 contentieus, sering tidak mudah dibedakan antara peradilan volunter dan contentieus. 34 Pada umumnya orang berpendapat bahwa yang termasuk peradilan volunter ialah semua perkara yang telah UUD tentukan harus diajukan dengan permohonan, sedangkan selebihnya termasuk peradilan contentius. 35 Mengenai pengertian hukum acara perdata itu sendiri maka dalam hal ini seorang ahli hukum Prof. Wirjono Prodjodikoro merumuskan, hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalanya peraturan-peraturan hukum perdata. 36 Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantaraan hakim atau peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. 37 Dari berbagai pendapat dan pandangan para ahli hukum, dapat diambil sebuah kesimpulan pengertian dari Hukum Acara Perdata, yaitu mengatur 34 Ibid., h. 3 35 Ibid., h. 3 36 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, bandung:PT, Citra Adtya Bakti, 2000, h. 16 37 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, h. 2 60 tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya. Karena ada peraturan hukum acara perdata, orang dapat memulihkan haknya yang telah dirugikan atau terganggu melalui pengadilan atau berusaha menghindarkan diri dari tindakan menghakimi sendiri. Dengan melalui pengadilan orang mendapat kepastian tentang haknya yang harus dihormati oleh setiap orang, misalnya hak sebagai ahli waris, hak sebagai pemilik barang atau hak-hak lainnya. Sedangkan pengertian Hukum Acara Peradilan Agama yaitu peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara mentaati hukum materiil atau cara bagaimana bertindak di muka Peradilan Agama dan bagaimana cara hakim bertindak agar hukum itu berjalan sebagaimana mestinya. 38 Mengenai Hukum Acara Peradilan Agama yang berlaku, seperti yang telah diketahui dalam pasal 54 Undang-undang no. 3 Th. 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7 Th. 1989 tentang Peradilan Agama, yang berbunyi, Pasal 54 Hukum Acara yang berlaku pada peradilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara perdata yang berlaku pada peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam Undang-undang ini. Dalam ketentuan UU No. 3 tahun 2006 pasal 54 dijelaskan bahwa, baik hukum acara perdata maupun hukum acara Peradilan Agama tidak berbeda. Kecuali, ada hal-hal khusus yang diatur hukum acara pada masing- masing badan Peradilan. 38 A. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, h. 9 61

2. Sejarah Hukum Acara Perdata