67
wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah. Sumber hukum terapan tersebut ialah Undang-undang no. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan serta
peraturan pelaksanaannya.
46
Dan sesuai dengan penegasan pasal 54 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas undang-undang No. 7 Tahun. 1989 tentang Peradilan
Agama menyatakan bahwa: Pasal 54
Hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam
Undang-undang ini.
2. Asas-asas hukum Acara peradilan Agama
Implementasi dari hukum acara perdata didasarkan atas prinsip atau asas- asas hukum acara perdata yang dikenal luas dikalangan peradilan perdata, sebagai
berikut:
47
a. Hakim bersifat menunggu
Prinsip hukum ini bermakna bahwa inisiatif atau maju kepengadilan bukan dari hakim. Tetapi sepenuhnya harus berasal dari para pihak yang
bersengketa. Bahkan jika para pihak sudah berada di depan meja hijau pun, diteruskan atau dihentikannya perkara mereka, inisiatif sepenuhnya tetap
menjadi hak para pihak yang bersengketa. Oleh karenanya menjadi kewajiban
46
Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum Nasonal, Cet., Ke II Jakarta: Logos, 1999, h. 113
47
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indinesia, Cet. Ke. II Yogyakarta: Liberty, 1999, h. 10
68
hakim pada saat sidang pertama, menawarkan perdamaian bagi para pihak. Artinya, para pihak pada kesempatan pertama harus diberikan secara
kekeluargaan di luar pengadilan. Prinsip hukum ini dikenal dengan pepatah “tidak ada tuntutan hak, tidak ada hakim “. Hal ini tercantum dalam pasal 118
RIB dan Pasal 142 RBg yang berisi sebagai berikut:
48
1 Inisiatif pengajuan perkara ada oleh para pihak:
2 Asas Point de Intertet, Poin De Action Jika tidak ada kepentingan, maka
tidak ada perkara: 3
Asas Nemo Judex Sine Actore Jika tidak ada perkara, maka tidak ada hakim:
4 Asas judek ne Procedar ex Offico hakim bersifat menunggu datangnya
tuntutan hak yang diajukan kepadanya.
b. Hakim tidak boleh menolak perkara
Prinsip hukum ini bermakna apabila perkara sudah masuk didaftarkan ke pengadilan, maka tidak ada alasan bagi hakim untuk
menolaknya dengan tidak ada hukum aturannya. Prinsip ini mewajibkan para hakim menggali hukum atau menciptakan hukum yang baru sesuai kebutuhan
para pihak. Prinsip ini tercantum dalam pasal 14 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kekuasaan Kehakiman yang berisi:
48
Ibid., h. 10
69
Pasal 14 1
Pengadilan tidak boleh memeriksa untuk mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa
hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.
2 Ketentuan dalam 1 tidak menutup kemungkinan untuk
usaha penyesaian perkara perdata secara perdamaian.
c. Hakim bersifat pasif menyangkut pokok perkara