Survei Hambatan Samping pada Ruas Jalan

7 U 0.00 0.00 0.00 0.00 S 14.40 14.40 0.00 0.00 T 23.50 18.00 0.00 12.11 Jl Gatot Subroto-Jl Iskandar Muda I B 333 12.50 14.40 0.00 14.40 2 8 U 15.00 12.00 3.00 7.00 S 7.00 5.00 2.00 15.00 T 15.00 0.00 0.00 0.00 Jl Iskandar muda-Jl Gajah Mada B 423L 7.00 7.00 0.00 15.00 3 9 U 7.00 7.00 0.00 7.00 S 7.00 7.00 0.00 7.00 T 3.65 3.65 0.00 5.80 Jl Iskadandar muda II-Jl Abdullah Lubis B 422 5.80 5.80 0.00 3.65 4 10 U 5.50 5.50 0.00 6.00 S 6.00 6.00 0.00 5.50 T 6.00 6.00 0.00 4.50 Jl Iskadandar muda II-Jl Jamin Ginting-Jl KH Wahid hasyim B 422 4.50 4.50 0.00 6.00 4 11 U 7.00 7.00 0.00 7.00 S 7.00 7.00 0.00 7.00 T 7.00 7.00 0.00 7.00 Jl Ir H Juanda-Jl Dipenegoro-Jl Polonia B 423 7.00 7.00 0.00 7.00 4

4.1.6 Survei Hambatan Samping pada Ruas Jalan

Survei ini di lakukan dengan cara visualisasi atau pengamatan langsung yang bertujuan untuk menentukan frekwensi kejadian hambatan sampin pada masing- masing ruas jalan yang ada pada lokasi studi, yang nantinya dipergunakan untuk menentukan kelas hambatan samping pada masing-msing ruas jalan. Pada pelaksanaannya yang ditetapkan oleh Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI Februari 1997, bahwa jarak pengamatan untuk masing – masing ruas jalan Marwan Lubis : Studi Manajemen Lalu Lintas Meningkatkan Kinerja Jaringan Jalan Pada Daerah Lingkar Dalam Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 pada survei ini sepanjang 200 m dengan pengelompokan tipe kejadian dan faktor bobotnya seperti Tabel 4.19 berikut ini, Tabel 4.19 Pengelompokan tipe kejadian dan faktor bobot hambatan samping No. Tipe kejadian hambatan samping Faktor bobor 1 Pejalan kaki 0.5 2 Parkir, Kendaraan berhenti 1.0 3 Kendaraan masuk dan keluar perkantoran atau parkir 0.7 4 Kendaraan lambat, angkutan menaikan dan menurunkan penumpang 0.4 Sumber : MKJI, Februari 1997 Dengan mengalikan jumlah kejadian hambatan samping pada pengamatan langsung dilapangan dengan faktor bobot, maka diperoleh frekwensi bobot untuk masing-masing tipe kejadian yang selanjutnya di totalkan sehingga diperoleh angka frekwensi bobot kejadian. Besarnya total frekwensi bobot yang diperoeh merupakan penentu kelas hambatan samping masing-masing ruas jalan, Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI Februari 1997. Bentuk kelas hambatan samping yang ditetapkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia MKJI Februari 1997 dapat dilihat pada Tabel 4.20 berikut ini, Tabel 4.20 Penentuan kelas hambatan samping berdasarkan frekwensi bobot kejadian Frekwensi berbobot kejadian Kondisi khusus Kelas hambatan samping 1 2 3 4 100 Pemukiman,hampir tidak ada kejadian Sangat rendah VL 100 - 299 Pemukiman, beberapa angkutan umum, dll Rendah L 300 - 499 Daerah industri dengan toko-toko di sisi jalan Sedang M 500 - 899 Daerah niaga dengan aktivitas sisi jalan yang tinggi Tinggi H 900 Daerah niaga dgn aktivitas pasar sisi jalan yang sangat tinggi Sangat tinggi VH Sumber : MKJI, Februari 1997 Marwan Lubis : Studi Manajemen Lalu Lintas Meningkatkan Kinerja Jaringan Jalan Pada Daerah Lingkar Dalam Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Dari hasil pengalian jumlah kejadian hambatan samping dengan faktor bobot dan hasinya diperoleh frekwensi berbobot kejadian akibat hambatan samping pada ruas jalan. Dari frekwensi berbobot kejadian maka ditentukanlah kelas hambatan samping untuk masing-masing ruas jalan pada lokasi studi seperti Tabel 4.21 berikut ini, Tabel 4.21 Kelas hambatan samping pada masing-masing ruas jalan di lokasi studi Frekwensi Kejadianjam No. Nama Ruas jalan Pejalan kaki Parkir Kend.Berhenti Kend.masu k+keluar Kend.La mbat Total Kelas hambatan samping 1 B.Katamso I 125.5 76 71.4 122.8 395.7 M 2 B.Katamso II 106.5 232 37.8 120.8 497.1 M 3 Jl Pemuda 113.5 52 147 160.4 472.9 M 4 Jl.A Yani 105.5 119 12.6 120.8 357.9 M 5 Jl Balai Kota 195 61 280.7 126.8 663.5 H 6 Jl G Patimpus 198 128 133.7 151.6 611.3 H 7 Jl Gatot Subroto 201 197 277.9 204.8 880.7 H 8 Jl Iskandar Muda I 207.5 78 145.6 199.6 630.7 H 9 Jl Iskandar Muda II 192.5 109 128.1 203.6 633.2 H 10 Jl Iskandar Muda III 96 89 78.4 43.6 307 M 11 Jl S Parman 30.5 7 45.5 31.6 114.6 L 12 Jl Mongonsidi 58 111 95.2 108.4 372.6 M 13 Jl Ir H Juanda I 39.5 32 53.9 81.6 207 L 14 Jl Ir H Juanda II 165.5 219 70.7 159.6 614.8 H Jika dilihat dari hasil perhitungan menentukan kelas hambatan samping pada masing-masing ruas jalan dan dirata-ratakan, maka kelas hambatan samping rata-rata pada ruas – ruas jalan di loksi studi sebesar 675.9 frekwensi kejadian yang mengindikasikan bahwa hambatan samping rata-rata diruas jalan pada lokasi studi tergolong tinggi H. Bentuk-bentuk kejadian hambatan samping dan permasalahan lalu lintas lainnya pada ruas – ruas jalan di lokasi studi dapat dilihat pada gambar hasil dokumentasi berikut ini. Marwan Lubis : Studi Manajemen Lalu Lintas Meningkatkan Kinerja Jaringan Jalan Pada Daerah Lingkar Dalam Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Kendaraan yang keluar dan masuk pada lokasi parkir area perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan dan parkir kendaraan umum seperti becak betor didepan pintu keluar dan masuk area parkir Penyeberang jalan yang tidak pada tempatnya seperti zebra croos atau jembatan penyeberangan sehingga dapat memperlambat kecepatan kendaraan dan bisa menimbulkan kemacatan atau kecelakaan Parkir kendaraan pada badan bersudut yang menyebabkan penyempitan jalan dan memperkecil kapasitas ruas jalan serta mengganggu laju kendaraan lain saat akan keluar area parkir. Kendaraan umum yang menaikkan dan menurunkan penumpang tidak pada tempatnya dan berlapis sehingga memperlambat laju kendaraan lain .Pedagang kaki lima yang berjualan di atas trotoar. Penyeberang jalan secara bergerombolan yang menyeberang tidak pada tempat yang telah disediakan sehing rawan kecelakaan dan memperlambat laju kendaraan di ruas jalan.d Marwan Lubis : Studi Manajemen Lalu Lintas Meningkatkan Kinerja Jaringan Jalan Pada Daerah Lingkar Dalam Kota Medan, 2007 USU Repository © 2008 Gambar 4.6 Bentuk-bentuk hambatan samping hasil pengamatan di jaringan jalan lokasi studi

4.2 Pengolahan Data