Studi Manajemen Lalu Lintas Meningkatkan Kinerja Jaringan Jalan Pada Daerah Lingkar Dalam Kota Medan

(1)

STUDI MANAJEMEN LALU LINTAS MENINGKATKAN

KINERJA JARINGAN JALAN PADA DAERAH LINGKAR

DALAM KOTA MEDAN

T E S I S

Oleh

MARWAN LUBIS

037016006/TS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007

S

E K O L

A H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

STUDI MANAJEMEN LALU LINTAS MENINGKATKAN

KINERJA JARINGAN JALAN PADA DAERAH LINGKAR

DALAM KOTA MEDAN

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si)

dalam Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MARWAN LUBIS

037016006/TS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2007


(3)

Judul Tesis : STUDI MANAJEMEN LALU LINTAS MENINGKATKAN KINERJA JARINGAN JALAN PADA DAERAH LINGKAR DALAM KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : Marwan Lubis

Nomor Pokok : 037016006 Program Studi : Teknik Sipil

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Sofian Asmirza Silalahi, M.Sc) Ketua

(Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Ir. Roesyanto, MSCE)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 31 Agustus 2007

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Sofian Asmirza Silalahi, M.Sc Anggota : 1. Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT

2. Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc 3. Ir. Makmur Ginting, M.Sc

4. Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng, Sc 5. Ir. Sahrial, MT


(5)

A B S T RA K

Masalah lalu lintas di kota Medan menjadi gejala yang perlu diperhatikan dan ditangani secara bijak dan tepat melalui berbagai penanganan terutama penanganan jangka pendek dalam bentuk penanganan seketika (aktion plant) pada lokasi-lokasi bermasalah yang ada, salah satu bentuk penanganan yang dilakukan adalah dengan cara mengkoordinasi beberapa persimpangan yang ada dilokasi studi .

Lokasi penanganan pada penelitian ini terdiri dari lokasi penanganan -1 dan lokasi penanganan -2 yang ditentukan berdasarkan jarak antar simpang yang berdekatan diukur dengan nilai coupling indeks yang nilainya harus lebih besar sama dengan 0.5. Setelah dilakukan penanganan dengan koordinasi simpang dan disimulasi dengan cara coba-coba (trial error) pada lokasi penanganan diperoleh penurunan nilai tundaan dari sebelum sampai sesudah dikoordinasikan sekitar 64% pada persimpangan Jl B Katamso-Jl Ir Juanda, 60.2 % pada Jl Iskandar muda – Jl Gajah Mada, 37.5 % pada Jl Iskandar muda-Jl Kh Wahid Hasym-Jl Jamin Ginting serta 29.5 % pada Jl Abdulla Lubis – Jl Iskandar Muda.

Koordinasi persimpangan mampu meloloskan jumlah volume lalu lintas pada lokasi penanganan -1, sebesar 1051 smp/jam pada lajur-A dan sebesar 1240 smp/jam pada lajur -B, atau rata-rata 26,9 % pada lajur-A dan 22.5 % pada lajur-B. Sedangkan pada lokasi penanganan – 2 , setelah dilakukan koordinasi persimpangan volume lalu lintas yang mampu diloloskan pada lajur _A sebesar 1625 smp/jam, laju-B sebesar 780 smp/jam, atau rata-rata 38.5 % pada lajur-A dan 7 % pada lajur-B.

Kecepatan perjalanan pada lokasi penanganan -1 segmen Jl B Katamso I, setelah dikoordinasikan mengalami penurunan kecepatan perjalanan dari 40.2 km/jam menjadi 29.8 km/jam pada lajur-A dan sebesar 50.6 km/jam menjadi 29.8 km/jam pada lajur-B, untuk segmen Jl B Katamso II setelah koordinasi simpang baru mengalami peningkatan dari 35.2 km/jam menjadi 49.5 km/jam pada lajur-A dan sebesar 45.2 km/jam menjadi 49.5 km/jam pada lajur-B, sedangkan pada lokasi penanganan -2 segmen Jl Iskandar muda III setelah koordinasi simpang mengalami peningkatan dari 27.8 km/jam menjadi 54.4 km/jam pada lajur –A dan sebesar 39.1 km/jam menjadi 54.4 km/jam pada lajur-B.

Waktu tempuh setelah dilakukan koordinasi simpang pada loksi penanganan -1 segmen Jl B Katamso I menurun dari 37 detik menjadi sebesar 50 detik pada lajur-A dan 29 detik menjadi sebesar 50 detik pada lajur-B, atau mengalami penurunan sebesar -14 % pada lajur-A dan -26 % pada lajur-B. Sedangkan pada segmen Jl B Katamso II setelah dilakukan koordinasi simpang waktu tempuhnya meningkat menjadi sebesar 66 detik pada lajur-A dan 66 detik pada lajur-B, atau sebesar 17 % pada lajur-A dan 5 % pada lajur-B. Sedangkan pada lokasi penanganan – 2 segmen Jl Iskandar muda III waktu tempuh setelah dilakukan koordinasi simpang meningkat menjadi sebesar 41 detik pada lajur-A dan 41 detik pada lajur-B, atau sebesar 32 % pada lajur-A dan 26 % pada lajur-B. Untuk segmen Jl Iskandar muda II setelah dilakukan koordinasi simpang waktu tempuhnya meningkat menjadi sebesar 66 detik


(6)

pada lajur-A dan 66 detik pada lajur-B, atau sebesar 38 % pada lajur-A dan 33 % pada lajur-B.

Secara umum koordinasi simpang mampu meningkatkan kinerja persimpangan pada lokasi penanganan -1 dan lokasi penanganan-2 dari pada sebelum dilakukan koordinasi simpang.


(7)

A B S T R A C T

The problems in Medan are a distinctive phenomenon to be considered. They are handled proportionally especially by means of a short term action plan at some concerned problems, one of which by means of coordination of some crossroads at the location under the study.

The concerned location in this study consists of two locations; location –1 and location –2. The locations are determined based on the distance among the close crossroads measured by coupling index value at the amount of ___ 0,5.

After doing the coordination and dissimilation of the crossroads by means of trial and error at the concerned locations, this study invents postponed value decline around 64% on Jl.Brigjen.Katamso – Jl.Ir.Juanda, 60,2% on Jl.Iskandar Muda – Jl.Gajah Mada, 37,5% on Jl.Iskandar Muda – Jl.KH.Wahid Hasyim – Jl.Jamin Ginting and 29,5% on Jl.Abdullah Lubis – Jl.Iskandar Muda.

The coordinated crossroads are capable of loosing the traffic volume at location –1 amounts to 1051 crossroads/h at line –A and 1240 crossroads/h at line –B, or at the average of 26,9% at line –A and 22,5% at line –B. On the other hand, after coordinating the crossroads at locations –2, the traffics volume looses 1625 crossroad/h at line –A, 780 crossroad/h at line –B, or at the average of 38,5% at line –

A and 7% at line –B.

After being coordinated, the traffic speed at location –1, on Jl.Brigjen.Katamso I declines from 40,2 km/h to 29,8 km/h at line –A and 50,6 km/h to 29,8 km/h at line –

B, while on Jl.Brigjen.Katamso II, the traffic speed increases from 35,2 km/h to 49,5 km/h at line –A and 45,2 km/h to 29,5 km/h at line –B after the coordination of the new crossroads. Mean while, at location –2, on Jl.Iskandar Muda III, the traffic speed increases from 27,8 km/h to 54,4 km/h at line –A and 39,1 km/h to 54,4 km/h at line

–B.

The time scale at location –1 on Jl.Brigjen.Katamso I, after the coordination, decreases from 37 seconds to 50 seconds at line –A and 29 seconds to 50 seconds at line –B. Other words, it gets –14% decline at line –A and 26% at line –B. On Jl.Brigjen.Katamso II, the time scale increases up to 66 seconds at line –A and 66 seconds at line –B, or 17% at line –A and 5% at line –B. However, at location –2, on Jl.Iskandar Muda III, the time scale increases up to 41 seconds at line –A and 41 seconds at line –B, or 32% at line –A and 26% at line –B. On Jl.Iskandar Muda II, the time scale increases up to 66 seconds at line –A and 66 seconds at line –B, or 38% at line –A and 33% at line –B.

In conclusion, crossroads coordination is able to increases the crossroads functions at location –1 and location –2 than before.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “ STUDI MANAJEMEN LALU LINTAS MENINGKATKAN KINERJA JARINGAN JALAN PADA DAERAH LINGKAR DALAM KOTA MEDAN ” sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program Magister Bidang Manajemen Prasarana Publik, program studi Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Dr.Ir.Sofian Asmirza Silalahi, M.Sc Sebagai Ketua komisi pembimbing yang telah memberikan ilmu dan pemahaman yang sangat diperlukan dalam penulisan tesis ini.

2. Bapak Ir.Medis Sejahtera Surbakti,MT , Sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan perhatiannya secara serius, masukan yang sangat berharga dalam penulisan tesis ini.

3. Bapak Dr.Ir.A.Perwira Mulia Tarigan,M.Sc, yang telah banyak memberikan motivasi yang sangat berharga dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Bapak Ir.Rudi Iskandar Pane, MT, Selaku sekretaris program studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Dosen dan staf program studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.


(9)

6. Seluruh rekan – rekan mahasiswa program studi Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara terutama terutama rekan-rekan jurusan MPP yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Kedua Orang tuaku tercinta, Ayahanda Arsyad Lubis, Ibunda Ramlah Harahap, Istriku tercinta dan anak-anak yang ku sayang, atas do’a dan dorongannya hingga penulisan tesis ini selesai.

Penulis sadar bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan masukannya demi perbaikan tulisan ini sangat diharapkan, mudah-mudah tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 1 Agustus 2007

MARWAN LUBIS


(10)

RIWAYAT HIDUP

Lahir di Medan pada tanggal 8 Agustus 1968, Pendidikan Sekolah Dasar (SD) 0640034 di Medan Tamat tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama ( SMP) Negeri 2 di Medan Tamat tahun 1983, Sekolah Menengah Atas ( SMA) Alwasliyah No.3 di Medan Tamat tahun 1986, (S1) Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Medan Tamat tahun 1999.

Pengalaman pekerjaan dibidang yudikatif adalah Staf Pengajar Jurusan Teknik Sipil FT UISU di Medan sejak tahun 1999, Kepala Laboratorium Material Jalan Raya Jurusan Teknik Sipi FT UISU di Medan tahun 2001 – 2003.

Pengalaman di bidang konsultan sebagai Surveyor CV ANUGRAH CONSULTAN pada kegiatan Kajian efisiensi dan efektivitas sistem jaringan jalan di kota Medan tahun 2000, sebagai Surveyor CV ANUGRAH CONSULTAN pada kegiatan Studi manajemn lalu lintas menyeluruh meningkatkan kinerja jaringan jalan di kota Medan tahun 2002. Sebagai team leader CV. NEFTA CONSULTANT pada kgiatan Inventarisasi dan optimasi sistem jaringan hidroklimatologi daerah aliran sungai Barumun Kualuh tahun 2007, sebagai team leader CV PEMETAAN INTERNATIONAL CONSULTAN pada kegiatan Inventarisasi dan optimasi sistem jaringan hidroklimatologi daerah aliran sungai Natal Batang Gadis tahun 2007.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii KATA PENGANTAR ... iv RIWAYAT HIDUP ... vi DAFTAR ISI ... vii DAFTAR TABEL ... x DAFTAR GAMBAR ... xiii DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB. I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan daerah lokasi studi ... 3

1.3 Maksud dan tujuan ... 4

1.4 Permasalahan ... 5

1.5 Batasan masalah ... 6

1.6 Methodologi ... 7

1.6.1 Pengumpulan data ... 7

1.6.2 Pengolahan data ... 8

1.6.3 Analisa data ... 9

BAB. II STUDI PUSTAKA ... 11

2.1 Jalan ... 11


(12)

2.1.2 Persyaratan jalan menurut peranannya ... 15

2.2 Persimpangan ... 19

2.3 Parkir ... 19

2.4 Metode perhitungan persimpangan bersinyal dan ruas jalan ... 21

2.5 Pengukuran kinerja lalu lintas ... 21

2.5.1 Mengidentifikasikan permasalahan ... 21

2.5.2 Pendekatan terhadap identifikasi permasalahan ... 26

2.6 Kapasitas ruas jalan dan persimpangan ... 29

2.7 Nisbah Volume Kapasitas (NVK) ... 33

2.8 Penentuan waktu siklus dan waktu hijau ... 35

2.9 Tundaan ... 37

2.10 Kecepatan lalu lintas dan kecepatan arus bebas (FV) ruas jalan 39 2.11 Indikator Tingkat Pelayanan (ITP) ... 41

2.12 Koordinasi persimpangan bersinyal ... 44

BAB. III METODOLOGI PENELITIAN ... 48

3.1 Tahapan pekerjaan ... 48

3.2 Tahapan persiapan ... 49

3.3 Tahap Pengumpulan data ... 49

3.3.1 Pengumpulan data sekunder ... 50

3.3.2 Pengumpulan data primer (data lapangan) ... 51

3.3.2.1 Survei volume lalu lintas ... 51

3.3.2.2 Survei kecepatan perjalanan ... 53

3.3.2.3 Survei geometrik ruas jalan dan persimpangan ... 55

3.3.2.4 Survei hambatan samping pada ruas jalan ... 55

3.4 Tahap pengolahan data ... 56

3.4.1 Perhitungan ruas jalan ... 57

3.4.2 Perhitungan persimpangan ... 58


(13)

BAB. IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... 60

4.1 Pengumpulan data ... 60

4.1.1 Umum ... 60

4.1.2 Gambaran umum wilayah kota Medan ... 61

4.1.3 Survei Volume lalu lintas ... 68

4.1.4 Survei kecepatan perjalanan ... 78

4.1.5 Survei geometrik pada ruas jalan dan persimpangan ... 79

4.1.6 Survei hambatan samping pada ruas jalan ... 82

4.2 Pengolahan data ... 85

4.2.1 Hasil perhitungan ruas jalan dan persimpangan ... 86

4.2.2 Penentuan nilai Nisbah Volume Kapasitas (NVK) pada ruas jalan ... 90

BAB. V ANALISA DATA ... 92

5.1 Tingkat pelayanan ruas dan persimpangan kondisi saat ini (eksisting) ... 92

5.2 Bentuk penanganan dan lokasi penanganan ... 97

5.3 Koordinasi persimpangan ... 100

5.4 Analisa sebelum dan sesudah koordinasi ... 108

5.5 Pembahasan Analisa Hasil ... 112

BAB. VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

6.1 Kesimpulan ... 115

6.2 Saran-saran ... 118


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda .... 36

2.2 Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) berdasarkan kecepatan rata-rata ... 42

2.3 Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) berdasarkan kecepatan arus bebas dan tingkat kejenuhan lalu lintas ... 43

2.4 Indikator Tingkat Pelayanan berdasarkan nilai rasio volume Kapasitas atau nisbah volume kapasitas (NVK) ... 43

2.5 Indikator Tingkat Pelayanan berdasarkan nilai tundaan pada persimpangan ... 44

4.1 Letak Geografis Beberapa Daerah di Kota Medan ... 61

4.2 Wilayah Administratif Kota Medan ... 62

4.3 Pertumbuhan Penduduk di Kota Medan ... 63

4.4 Perkembangan PDRB Kota Medan ... 64

4.5 Distribusi PDRB Kota Medan ... 65

4.6 Jenis dan luas penggunaan lahan ... 65

4.7 Pertumbuhan kendaraan bermotor menurut jenis kendaraan .... 66

4.8 Kondisi dan Panjang Jalan (km) ... 68

4.9 Ekivalen mobil penumpang (emp) jalan perkotaan tak terbagi . 69 4.10 Ekivalen mobil penumpang (emp) jalan perkotaan terbagi dan satu arah ... 69

4.11 Hasil survei volume lalu lintas saat jam puncak pada ruas jalan satuan kendaraan per-jam (kend./jam) ... 70


(15)

4.12 Hasil survei volume lalu lintas saat jam puncak pada ruas jalan

satuan mobil penumpang per-jam (smp/jam) ... 71 4.13 Hasil survei volume lalu lintas saat jam puncak pada

persimpangan dengan satuan kenderaan per-jam (kend./jam) ... 74 4.14 Angka ekivalen mobil penumpang (emp) untuk persimpangan

bersinyal pada masing-masing pendekatan terlindung dan

terlawan ... 75 4.15 Hasil survei volume lalu lintas jam puncak persimpangan

satuan mobil penumpang per-jam (smp/jam) ... 76 4.16 Data hasil survei kecepatan rata-rata ruas jalan pada lokasi

studi ... 78 4.17 Hasil survei geometrik ruas jalan pada lokasi studi ... 80 4.18 Hasil survei geometrik persimpangan pada lokasi studi... 80 4.19 Pengelompokan tipe kejadian dan faktor bobot hambatan

samping ... 82 4.20 Penentuan kelas hambatan samping berdasarkan frekwensi

bobot kejadian ... 83 4.21 Kelas hambatan samping pada masing-masing ruas jalan di

lokasi studi ... 83 4.22 Hasil perhitungan kinerja operasional ruas jalan pada lokasi

studi ... 86 4.23 Hasil perhitungan kinerja operasional persimpangan pada

lokasi studi ... 88 4.24 Nilai Nisbah Volume Kapasitas (NVK) pada ruas jalan di

lokasi studi ... 90 5.1 Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) Ruas Jalan berdasarkan nilai

Nisbah Volume Kapasitas (NVK) pada ruas jalan ... 93


(16)

nilai Tundaan pada pesimpangan bersinyal dilokasi studi ... 95

5.3 Waktu hijau dan waktu offset hasil koordinasi persimpangan

dengan cara coba-coba ... 100 5.4 Jumlah volume lalu lintas yang terlewatkan saat koordinasi

persimpangan pada masing-masing lokasi penanganan ……... 102

5.5 Nilai tundaan setelah koordinasi persimpangan ... 103 5.6 Waktu tempuh sebelum dan sesudah koordinasi ……….. 104

5.7 Kecepatan perjalanan antara persimpangan sebelum dan

sesudah koordinasi persimpangan (km/jam) ……… 106

5.8 Nilai Indeks Tingkat Pelayanan sebelum dan sesudah


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1 Lokasi studi ………... 4

1.2 Bagan alir analisa data ……….. 10

3.1 Bagan alir methodologi penelitian ……… 48

3.2 Bagan alir perhitungan ruas jalan ………. 57

3.3 Bagan alir perhitungan persimpangan ……….. 58

4.1 Peta Kota Medan ………... 67

4.2 Volume lalu lintas kendaraan per-jam (kend/jam) dan satuan mobil penumpang per-jam (smp/Jam) pada saat jam puncak ruas jalan ……… 72

4.3 Kepadatan lalu lintas di jalan Balai Kota saat jam puncak sore dan aktivitas pinggir jalan yang sibuk ………... 73

4.4 Volume lalu lintas persimpangan satuan mobil penumpang per-jam (smp/jam) pada saat jam puncak di lokasi studi ……….... 77

4.5 Kecepatan rata-rata perjalanan ruas jalan lajur-A dan lajur-B pada lokasi studi ………... 79

4.6 Bentuk-bentuk hambatan samping hasil pengamatan di jaringan jalan lokasi studi ………. 85

4.7 Tundaan simpang rata-rata (detik/smp) pada masing-masing persimpangan di lokasi studi ………... 89

4.8 Nilai Nisbah Volume Kapasitas (NVK) pada ruas jalan lokasi studi ……….... 91

5.1 Nilai Nisbah Volume Kapasitas (NVK) dan Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) masing-masing ruas jalan di lokasi studi ……….... 94


(18)

5.2 Nilai tundaan masing-masing simpang rata-rata pada

lokasi studi kondisi eksisting ……… 96

5.3 Nilai Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) kondisi saat ini

pada masing-masing simpang di lokasi studi ……… 97

5.4 Lokasi penanganan 1 dan lokasi penanganan 2 ... 99 5.5 Diagram offset persimpangan lokasi penanganan-1

sesudah koordinasi ……… 101

5.6 Diagram offset persimpangan lokasi penanganan-2

sesudah koordinasi ……… 101

5.7 Grafik waktu tempuh antara simpang di lokasi

penanganan -1 sebelum dan sesudah koordinasi simpang.. 105 5.8 Grafik waktu tempuh antara simpang di lokasi

penanganan -2 sebelum dan sesudah koordinasi simpang.. 105 5.9 Grafik kecepatan perjalanan antara simpang di lokasi

penanganan -1 sebelum dan sesudah koordinasi simpang.. 107 5.10 Grafik kecepatan perjalanan antara simpang di lokasi


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1.1 Peta wilayah Kota Medan ……… 122

1.2 Peta jaringan jalan di Kota Medan ………... 123

1.3 Peta hirarki jaringan jalan di Kota Medan ………... 124

1.4 Peta lokasi studi ……… 125

2 Rekapitulasi hasil perhitungan dengan metode MKJI kondisi eksisting pada persimpangan ……… 126

3 Lanjutan rekapitulasi hasil perhitungan dengan metode MKJI kondisi eksisting pada persimpangan ………... 128

4 Dokumentasi kondisi lalu lintas di lokasi studi ……… 129

5.1 Sebelum dan setelah koordinasi persimpangan pada lokasi 1 .. 135

5.2 Sebelum dan setelah koordinasi persimpangan pada lokasi 2 .. 136

6 Hasil perhitungan sebelum dan setelah koordinasi persimpangan ………... 137


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Guna mewujudkan kota medan sebagai kota metropolitan dan bestari serta dalam menghadapi tantangan daya saing era globalisasi, maka kota Medan harus didukung oleh infrastruktur perkotaan modern dan berkualitas (terstandarisasi) diberbagai bidang. Sesuai dengan program otonomi daerah yang sampai ke Daerah tingkat II, yang berarti daerah kota bisa merupakan suatu otonomi, maka berkaitan dengan penanganan permasalahan lalu lintas, diperlukan selain sumber daya manusia juga petunjuk teknis sebagai langkah awal pengembangan perkotaan yang mampu mandiri dalam memecahkan permasalahannya.

Masalah lalu lintas di kota Medan menjadi gejala yang perlu diperhatikan dan ditangani secara bijak dan tepat melalui berbagai penanganan terutama penanganan jangka pendek pada lokasi lokasi permasalahan lalu lintas melalui metode menejemen lalu lintas. Kota Medan memiliki pusat-pusat kegiatan yang sibuk dan terus berkembang , juga seiring tingginya tingkat perjalanan, terutama didaerah pusat kota Medan, menimbulkan permasalahan. Kemacetan lalu lintas dibeberapa lokasi menyebabkan menurunnya tingkat pelayanan beberapa ruas jalan dan persimpangan, sehingga tidak memenuhi kenyamanan pengguna jalan, yang diikuti oleh tingginya tingkat polusi dan emisi tingkat kebisingan kendaraan, tingginya biaya transportasi


(21)

serta lebih jauh lagi menurunnya kualitas hidup, merupakan akibat langsung dari permasalahan tersebut. Pada dasarnya permasalahan lalu lintas tersebut merupakan rendahnya kwalitas manajemen lalu lintas yang ada di kota Medan yang secara luas melibatkan banyak faktor dan pihak terkait.

Dalam kasus permasalahan lalu lintas di kota Medan sudah dilakukan beberapa perencanaan jaringan jalan pada tingkat makro maupun sampai tingkat mikro, akan tetapi dibeberapa titik di daerah pusat kota medan sangat dibutuhkan penanganan yang bersifat kegiatan untuk implementasi dalam jangka waktu kurang dari 5 tahun, menyangkut penanganan berupa manajemen ataupun fisik berskala kecil sampai menengah, masalah jaringan transportasi (manajemen lalu lintas ) secara umum dapat dilakukan dengan melalui pendekatan penanganan kebutuhan (Demand), dan pendekatan sediaan (supply) ,berarti melakukan penanganan terhadap jaringan transportasi. berupa pembangunan sarana transportasi baru seringkali membutuhkan dana implementasi yang sangat besar. Lebih lagi dalam kondisi perekonomian yang belum stabil, jenis penanganan seperti itu nanpaknya bukan merupakan pemilihan yang menonjol. Sehingga kemungkinan yang lebih baik untuk suatu penanganan jaringan transportasi adalah melakukan penataan ulang terhadap sistem operasi jaringan transportasi (dengan meminimalkan pembangunan prasarana). sehingga permasalahan yang ada dapat dikurangi, dan potensi permasalahan dimasa yang akan datang dapat sejauh mungkin dihindari.


(22)

Penanganan jaringan khusus untuk jaringan transportasi jalan perkotaan yang permasalahannya (terutama di kota-kota besar) kebanyakan sudah mulai serius dan mencemaskan sehingga mempengaruhi kinerja jaringannya, untuk itu diperlukan suatu sistem yang mampu mengatur jaringan jalan dengan cara yang lebih dikenal dengan manajemen lalu lintas jalan perkotaan.

1.2 Batasan Daerah Lokasi Studi

Berdasarkan informasi daan identifikasi awal, daerah lokasi studi yang di analisa meliputi daerah – daerah yang di nilai kinerja lalu lintas jaringan jalan rendah, yaitu :

Pada ruas Jalan meliputi :

Jl Brigjen Katamso-Jl Pemuda-Jl A Yani-Jl Balai Kota-Jl Guru Patimpus-Jl Gatot Subroto-Jl Iskandar Muda-Jl Mongonsidi-Jl Ir H Juanda.

Pada persimpangan meliputi :

Jl Ir H Juanda – Jl Brigjen Katamso sampai dengan Jl Brigjen Katamso – Jl Mesjid Raya sampai dengan Jl Brigjen Katamso – Jl R Suprapto – Jl Pandu – Jl Pemuda sampai dengan Jl Pemuda – Jl Palang Merah – Jl A Yani sampai dengan Jl A Yani – Jl Raden Saleh – Jl Balai Kota sampai dengan Jl Balai Kota – Jl Guru Patimpus – Jl Putri Hijau – Jl Perintis Kemerdekaan sampai dengan Persimpangan Jl Guru Patimpus – Jl H Adam Malik – Jl Kapten Maulana – Jl Gatot Subroto sampai dengan Jl Gatot Subroto – Jl Iskandar Muda sampai dengan Jl Iskandar Muda – Jl


(23)

Gajah Mada sampai dengan Jl Iskandar Muda – Jl Jamin Ginting – Jl Mongonsidi sampai dengan Jl Mongonsidi – Jl Ir H Juanda – Jl Dipenogoro.

Secara umum lokasi studi dibatasi sesuai dengan gambar 1.1 dibawah ini,

Gambar 1.1 Lokasi Studi

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dari studi ini adalah mengevaluasi dan menganalisa tingkat

kemacatan khususnya dilokasi-lokasi tinjauan, untuk mengurangi permasalahan lalu lintas di daerah pusat kota Medan .

Tujuan dari studi ini adalah memformulasikan penanganan dalam bentuk program kegiatan ( action plan ) jangka pendek terhadap beberapa lokasi – lokasi permasalahan lalu lintas di lingkup lokasi studi pada daerah pusat kota Medan.


(24)

1.4 Permasalahan

Dengan melakukan kajian studi literatur terkait dan studi-studi terdahulu mengenai manajemen lalu lintas, maka dapat di identifikasi permasalahan secara umum dalam manajemen lalu lintas di daerah pusat kota Medan saat ini, seperti

Pada ruas jalan

a. Parkir kendaraan-kandaraan pribadi dan kendaraan angkutan barang.

b. Berhentinya kendaraan-kendaraan angkutan umum (diluar daerah pemberhentian yang telah ditentukan).

c. Para pejalan kaki, khususnya yang berkaitan dengan toko-toko, pasar-pasar, sekolah, dan fasilitas-fasilitas angkutan umum.

d. Akses yang tidak memadai ke daerah parkir diluar jalan dan terminal. Khususnya kedaerah pasar dan terminal bus, dan tidak memadainya kapasitas dari fasilitas ini sehingga menyebabkan terjadinya antrian untuk masuk kedalamnya.

e. Tumpang tindihnya (bercampurnya) beragam jenis-jenis kendaraan - ( kendaraan bermotor dan tidak bermotor ).

f. Tingginya perbandingan (ratio) volume / kapasitas

Pada persimpangan

a. Tingginya jumlah konflik, dan sistem prioritas yang tidak memadai. b. Buruknya geometrik, jarak pandangan.


(25)

c. Buruknya sistim kanalisasi (pengarahan) arus lalu lintas.

d. Tidak tepatnya program waktu hijau lampu pengatur lalu lintas.

e. Tingginya ratio volume / kapasitas pada salah satu atau lebih pergerakan-pergerakan utama.

f. Tingginya volume yang membelok kekanan.

1.5 Batasan Masalah

Dengan keterbatasan waktu dan biaya maka permasalahan – permasalahan dalam studi ini dibatasi pada :

a. Evaluasi data dan analisa Kinerja mengacu pada metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Februari 1997.

b. Parameter kinerja jaringan jalan (skala Kota ) meliputi : 1. Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) rata-rata

2. Nisbah Volume Kapasitas (NVK) rata-rata. 3. Tingkat gangguan samping.

4. Kecepatan rata-rata 5. Kepadatan rata-rata

c. Parameter kinerja ruas jalan dan persimpangan ( skala koridor dan persipangan ) meliputi :

1. Hirarki jalan

2. Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) . 3. Nisbah Volume Kapasitas (NVK)


(26)

4. Kecepatan dan kepadatan 5. Tundaan dan antrian

d. Simpang yang di evaluasi dan dianalisa khusus persimpangan bersinyal, sedangkan simpang tak bersinyal dan jalinan tidak dibahas secara khusus. e. Menyusun formulasi bentuk-bentuk penanganan bersifat jangka pendek

(action plan).

f. Pengaruh pembiayaan terhadap kinerja jaringan jalan tidak dibahas secara rinci pada tesis ini.

1.6 Methodologi

Sesuai dengan maksud dan tujuan dari penelitian ini serta batasan dan ruang lingkup penelitian, maka pelaksanaan penelitian meliputi :

1.6.1 Pengumpulan Data

1. Tahap persiapan studi merupakan pengumpulan data dan identifikasi awal tentang permasalahan lalu lintas saat ini dan dianalisa guna penetapan lokasi-lokasi tinjauan studi di wilayah pusat kota Medan.

2. Data Skunder yang dibutuhkan pada studi ini meliputi pengumpulan jurnal-jurnal, teks book, data – data statistik, laporan studi mengenai lokasi studi , peta – peta thematik jaringan jalan serta peta thematik hirarki jaringan jalan kota Medan.

3. Data primer (data survei lapangan) yang perlu dilakukan, diantaranya adalah :


(27)

a. Survei karakteristik lalu lintas di persimpangan dan ruas jalan meliputi :

1. Volume lalu lintas di lokasi studi pada jalan lingkar dalam pusat kota Medan,

2. Geometrik ruas jalan dan persimpangan ,

3. Hambatan samping ruas jalan dan persimpangan yang ditinjau.

4. Tundaan persimpangan,

5. Jenis moda dan kecepatan jalan diruas jalan . 6. Traffic signal pada persimpangan.

b. Survei visual kondisi permasalahan, rambu-rambu dan prasarana lainnya yang tersedia pada lokasi studi .

1.6.2 Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan rangkaian perhitungan operasional ruas jalan dan persimpangan yang mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Februari 1997 dan merekapitulasi hasil perhitungan sesuai kebutuhan seperti :

a. Ruas jalan meliputi :

1. Kecepatan perjalanan. 2. Waktu tempuh perjalanan. 3. Kecepatan arus bebas. 4. Kapasitas (C).


(28)

5. Kelas hambatan samping. 6. Derajat Kejenuhan (DS). b. Persimpangan meliputi :

1. Arus Jenuh (S). 2. Kapasitas (C). 3. Waktu hijau (g).

4. Derajat Kejenuhan (DS). 5. Panjang antrian.

6. Tundaan (D)

1.6.3 Analisa Data

Tahapan ini merupaka kegiatan membandingkan hasil perhitungan dengan parameter kinerja ruas jalan dan persimpangan yang selanjutnya ditetapkan lokasi-lokasi yang dipilih menjadi lokasi-lokasi yang akan ditangani, ketentuan lokasi-lokasi yang akan ditangani yaitu terdiri dari simpang bersinyal yang berdekatan dalam jaringan jalan.

Sedangkan kegiatan penanganannya berorientasi pada kegiatan penanganan seketika (action plan) seperti penanganan simpang terkoordinasi dimana pergerakan pleton kendaraan dari satu simpang tanpa mendapat hambatan pada persimpangan berikutnya, kegiatan ini di lakukan dengan cara simulasi manual dengan coba-coba (trial error ) hingga diperoleh waktu offset, waktu siklus dan tundaan yang ideal.

Pada penelitian ini bentuk kinerja ruas jalan diukur dari nilai Nisbah Volume Kapasitas (NVK) sedangkan pada persimpangan bentuk kinerjanya diukur dari nilai


(29)

tundaan (D), selanjutnya dari nilai tersebut ditetapkan Indek Tingkat Pelayanan (ITP) atau Level of service (LOS) masing-masing ruas jalan dan persimpangan.

Secara sistematis analisa data dapat mengikuti bagan alir seperti gambar 1.2 berikut ini :


(30)

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 Jalan

Yang dimaksud dengan jalan seperti yang tertera dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang jalan, menerangkan bahwa Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada dipermukaan tanah, di atas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan atau air serta di atas permukaan air, kecuali jalan lori, jalan kerata api, dan jalan kabel.

Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum sedangkan jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. Penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meluputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan.

Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyususnan rencana umum, dan penyusunan peraturan perundangan-undangan jalan. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standart teknis , pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan. Pembangunan jalan adalah kegiatan pemrograman dan penganggaran ,


(31)

perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujutkan tertib pengaturan, pembinaan dan pembangunan jalan.

Sementara bangunan pelengkap jalan adalah bangunan yang melekat dan tidak dapat dipisahkan dari badan jalan itu sendiri, seperti jembatan, ponton, lintas atas (overpass), lintas bawah (underpass), tempat parkir, gorong-gorong, tembok penahan lahan atau tebing, saluran air dan pelengkapan yang meliputi rambu-rambu dan marka jalan, pagar pengaman lalu lintas, pagar daerah milik jalan serta lampu lalu lintas.

Jalan mempunyai suatu sistem jaringan yang mengikat dan menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam hubungan hierarki. Menurut perananan pelayanan jasa distribusi, terdapat 2 macam jaringan jalan yaitu sistem jaringan jalan primer dan sistem jalan sekunder. Pada dasarnya di Indonesia terdapat tiga klasifikasi (hirarki) utama jalan, yaitu: a. Hirarki menurut fungsi/peranan jalan (Arteri, Kolektor, Lokal)

b. Hirarki menurut kelas jalan (I, IIA, IIB, III)

c. Hirarki menurut administrasi/wewenang pembinaan (Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kotamadya)

2.1.1 Pembinaan Jalan

Pengelompokkan jalan menurut status/wewenang pembinaannya dibagi menjadi jalan Nasional, jalan Propinsi, jalan kabupaten/kotamadya, jalan desa dan


(32)

jalan khusus. Pembina jalan nasional dilaksanakan oleh Menteri PU atau pejabat yang ditunjuk, jalan propinsi dilaksanakan oleh kabupaten adalah pemda tingkat II kabupaten atau instansi yang ditunjuk, jalan kotamadya dilaksanakan oleh pemda Tk II kotamadya atau instansi yang ditunjuk, jalan desa dilaksanakan oleh Pemerintah Desa/kelurahan dan jalan khusus pelaksananya adalah Pejabat atau orang yang ditunjuk

Sistem jaringan primer dan jalan arteri sekunder oleh Menteri P.U, atas menteri perhubungan , secara berkala dan sistem jaringan jalan sekunder, kecuali jalan arteri sekunder , oleh Gubernur/kepala daerah Tk I atas usul bupati/walikota madya, sesuai petunjuk menteri P.U dan menteri perhubungan.

Pada pelaksanaannya pembinaan jalan disusun mencangkup usaha-usaha memelihara/merawat serta memperbaiki kerusakan-kerusakan terhadap seluruh ruas jalan yang ada agar tetap dalam kondisi mantap. Pengertian ini mencakup penanganan permukaan aspal dan drainase, maka pemeliharaan perlu ditingkatkan dengan ketajaman yang memadai, pemeliharaan jalan menyangkut pemeliharaan rutin dan pemeliharaan berkala (routine and periodic maintenances). Pemeliharaan jalan yang memadai dapat memperpanjang umum pelayanan jalan yang mantap.

Program rehabilitasi jalan, mencakup penanganan khusus pada jalan terhadap setiap kerusakan spesifik dan bersifat setempat, pada ruas jalan dengan kemampuan pelayanan yang mantap.

Program penunjangan jalan, merupakan penanganan jangka pendek terhadap ruas-ruas jalan dan jembatan yang berada dalam keandaan kondisi pelayanan tidak


(33)

mantap, sebelum program peningkatan dapat dilakukan, untuk menjaga agar ruas jalan dan jembatan dimaksud tetap dapat berfungsi melayani lalu lintas meskipun dengan kemampuan pelayanan yang tidak mantap.

Program peningkatan merupakan usaha-usaha meningkatkan kemampuan pelayanan ruas ruas jalan (termasuk jembatannya) untuk memenuhi tingkat pelayanan yang sesuai dengan pertumbuhan lalu lintas serta berada tetap dalam kemampuan pelayanan mantap sesuai umum rencana yang ditetapkan (umumnya 5 tahun sampai dengan 10 tahun).

Program penggantian jembatan, dimaksud sebagai program untuk mempercepat berfungsinya jalan, karena adanya sejumlah besar jembatan yang ada dalam keadaan perlu diganti dan sebagian besar merupakan penyebab kurangnya ruas jalan.

Program pembangunan jalan baru ialah pembanguan ruas-ruas jalan yang ada dalam bentuk alternatif, atau penyediaan prasarana jalan baru guna pembukaan daerah baru dalam rangka pengembangan wilayah dan dalam usaha menunjang lokasi sektor-sektor sterategis . Program-program mencakup pembangunan jalan baru baik yang akan dioperasikan sebagai jalan tol , maupun bukan jalan tol . Pada pembangunan jalan baru bukan jalan tol , produk pembangunan pada umumnya dilakukan dengan cara pentahapan untuk mencapai produk standar teknis terbaik ataupun produk fungsional.


(34)

Jalan mempunyai peranan penting terutama yang menyangkut perwujudan perkembangan antar daerah yang seimbang dan pemerataan hasil bangunan serta pemantapan pertahan dan keaman nasional dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional.

a) Jalan Arteri Primer

Jalan arteri primer adalah jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota. Jalan arteri primer menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan yang kedua. yang melayani perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan dibatasi secara efesien, dengan persyaratan sebagai berikut :

1. kecepatan rencana minimal 60 Km/jam 2. lebar badan jalan minimal 11 meter

3. kapasitas lebih besar dari pada volume lalu lintas rata-rata 4. lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas

ulang-alik, lalu lintas lokal dan kegiatan lokal 5. jalan masuk dibatasi secara efesien

6. jalan persimpangan dengan peraturan tertentu tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan .


(35)

b) Jalan Kolektor Primer

Jalan kolektor primer adalah menghubungkan kota jenjang kedua dengan dengan kota jenjang yang kedua atau menghubungkan yang kedua dengan yang ketiga, yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi, dengan persyaratannya sebagai berikut :

1. kecepatan rencana minimal 40 km/jam 2. lebar badan jalan minimal 9 meter

3. kapasitas sama dengan atau lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata

4. jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecepatan rencana dan kapasitas jalan

5. tidak terputus walau memasuki kota

c) Jalan Lokal Primer

Jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau kota jenjang kedua dengan persil, kota jenjang ketiga dengan ketiga, kota jenjang ketiga dengan yang di bawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil atau kota dibawah kota kota jenjang ketiga sampai persil, yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri


(36)

perjalan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi, dengan persyaratannya sebagai berikut :

1. kecepatan rencana minimal 20 km/jam 2. lebar minimal 7.5 meter

3. tidak terputus walau masuk desa

d) Jalan Arteri Sekunder

Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu atau yang kesatu dengan yang kedua, dengan persyaratannya sebagai berikut :

1. kecepatan rencana minimal 30 km/jam 2. lebar badan jalan minimum 11 meter

3. kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata 4. lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat 5. persimpangan dengan peraturan tertentu, tidak mengurai

kecepatan dan kapasitas jalan

e) Jalan Kolektor Sekunder

Jalan kolektor sekunder menghubungkan sekunder dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan perumahan atau


(37)

kawasan sekunder ketiga dan seterusnya dengan perumahan, dengan persyaratannya sebagai berikut :

1. kecepatan rencana minimum 20 km/jam 2. lebar jalan minimum 9 meter

f) Jalan Lokal Sekunder

Jalan lokal sekunder adalah menghubungkan satu dengan lainnya dikawasan sekunder dengan angkutan setempat dengan jarak pendek dan kecepatan rendah, dengan persyaratannya sebagai berikut :

1. kecepatan rencna minimal 10 km/jam 2. lebar badan jalan minimal 6.5 meter

3. lebar jalan tidak diperuntukkan bagi kendaraan beroda tiga atau lebih, minimal 3,5 meter

2.2 Persimpangan

Pengoperasian persimpangan sangat dipengaruhi oleh volume total, jenis dan pergerakan belok dari kendaraan dalam arus lalu lintas, beberapa jenis persimpangan, yaitu :

a. Persimpangan sebidang (at-grade junctions) dimana dua ruas jalan yang saling bertemu pada elevasi yang sama (sebidang). Pengendalian simpang


(38)

sebidang dapat dilakukan dengan aturan prioritas (unsignalised intersection), lampu lalu lintas (signalised intersection), bundaran (roundabout) dan variasi dari ketiga jenis simpang tersebut.

b. Persimpangan tidak sebidang (grade-separated junctions) dimana pertemuan dua ruas jalan yang satu diatas dan dibawah atau sebaliknya.

2.3 Parkir

Lalu Lintas tidak hanya dibangkitkan untuk pergerakan saja, namun juga tempat berhenti (parkir) setelah sampai di tujuan harus dipikirkan. Ketidakmampuan menyediakan prasarana parkir akan menimbulkan kemacetan dan frustasi bagi pengemudi. Secara umum, penambahan terhadap jumlah kendaraan akan menimbulkan masalah perparkiran sehingga tanpa pengetahuan mengenai kebutuhan maka jawaban terhadap masalah tidak pernah akan bisa dipecahkan.

Parkir dapat dibedakan menjadi Street Parking dan Off-Street Parkir. On-Street Parking merupakan tempat yang paling mudah untuk memarkirkan kendaraan adalah pinggir jalan, namun hal ini mempunyai ketidakuntungan seperti terganggunya lalu lintas di jalan yaitu berkurangnya kapasitas jalan tersebut. Sedangkan Off-Street Parking, dibanyak tempat khususnya di daerah urban, lapangan untuk parkir biasanya sangat terbatas, sehingga diperlukan suatu lahan badan jalan untuk memarkir kendaraan. Jenis parkir semacam ini bisa diklasifikasikan menjadi:


(39)

b. Parkir di gedung bertingkat c. Parkir di bawah lahan

d. Parkir pengembangan komposit e. Parkir pengelolaan mekanik f. Parkir dengan fasilitas pengemudi

Lokasi dari Off-Street Parking idealnya terletak di tengah daerah tujuan kebanyakan pengemudi seperti pusat-pusat bisnis, dan lain sebagainya.

Dari data kendaraan yang akan parkir atau kendaraan yang direncanakan akan parkir terutama komposisi jenis kendaraan diperlukan untuk menentukan pembagian area parkir baik berdasarkan jenis kendaraan maupun tujuan/kepentingannya. Juga dapat dipisahkan daerah parkir periode pendek atau panjang (short stay atau long stay).

Sistem pengaturan parkir harus dibuat sedemikian sehingga memperlancar sirkulasi pergerakan kendaraan secara internal, disamping pengaturan akses dari jaringan eksternal sehingga menggangu kelancaran lalu lintas secara menyeluruh. 2.4 Metode Perhitungan Persimpangan Bersinyal dan Ruas Jalan

Prosedur perhitungan untuk menentukan data hasil perhitungan pada simpang besinyal dan ruas jalan mengacu pada prosedur perhitungan metode Manual

Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Februari 1997 denganbantuan perangkat lunak Kaji.


(40)

2.5 Pengukuran Kinerja Lalu lintas

Sistem transportasi tersedia untuk menggerakan (memindahkan) orang dan barang dari satu tempat ketempat lain secara efisien dan aman. Efisiensi biasanya dipertimbangkan dalam bentuk kecepatan dan biaya. Jadi bagaimanakah seyogyanya unjuk kerja (performans) suatu sistem transportasi dievaluasi ? dan bagaimanakah permasalahan-permasalahan dapat diidentifikasikan untuk dilakukan pemecahannya ? dan bagaimanakah permasalahan-permasalahan ini ditetapakan peringkatnya

(dirangking) menurut urutan tingkat beratnya (keseriusan) permasalahan tersebut.

2.5.1 Mengidentifikasikan Permasalahan

Permasalahan-permasalahan biasanya diidentifikasikan dari pendapat

masyarakat atas apa yang terjadi (menimpa) pada dirinya secara pribadi, dan apakah yang terjadi tersebut diinginkan dan apakah dapat diterima atau tidak. Permasalahan-permasalahan biasanya berkaitan dengan kemacetan, kecepatan, keselamatan, biaya atau kenyamanan pada suatu perjalanan secara individu, dan

permasalahan-permasalahan tersebut biasanya dievaluasi oleh seseorang secara subyektif (bukan kwantitatif) dan secara pribadi (misalnya, kondisi ini merupakan suatu masalah bagi saya, dan saya tidak perduli dengan orang lain ). Sering keluhan seseorang malah akan merancukan permasalahan tersebut dengan memberikan suatu kemungkinan pemecahannya (misalnya, mengapa pemerintah tidak memperlebar jalan ini ?, dimana sesungguhnya keluhan yang sebenarnya adalah mengenai kemacetan lalu lintas).


(41)

Permasalahan-permasalahan sering disuarakan melalui koran-koran atau radio-radio, atau dengan cara mengajukan keluhan secara langsung ke instansi-instansi yang berwenang. Kadang-kadang ke instansi-instansi-instansi-instansi yang lain, misalnya kepolisian (lalu lintas), departemen Pekerjaan Umum, Badan Perencana

Pembangunan Kota dan Daerah akan mengajukan pendapat-pendapat dan keluhan-keluhan yang diketahuinya.

Bagaimanakah seharusnya permasalahan-permasalahan dikwantifikasikan dalam rangka untuk mengidentifikasikan dan menetapkan peringkatnya ? Pada tahap pendahuluan (awal) dari pengidentifikasikan suatu permasalahan, untuk kerja yang ada (eksisting) dari sistem transportasi yang ada sekarang ini diidentifikasi terlebih dahulu, khususnya bagaimana para pemakai jasa transportasi merasakan unjuk kerja (perpormansi) yang diterimanya.

Dalam memperkenalkan hal tersebut diatas, maka 3 buah kriteria dasar dapat diidentifikasikan, yaitu :

(1) Total waktu perjalanan: dimana hal ini ditentukan oleh :

a. Mobilitas (kecepatan pada jaringan jalan yang dipengaruhi oleh kecepatan-kecepatan pada ruas jalan dan hambatan-hambatan pada persimpangan).

b. Aksesibilitas, ditentukan oleh lokasi jaringan jalan dan ruas-ruas jalan didalamnya yang mempengaruhi rute


(42)

yang harus dipergunakan untuk melakukan suatu perjalanan.

(2) Keselamatan : resiko terhadap kecelakaan. Hal ini sangat mudah diukur dari data tingkat-tingkat kecelakaan yang ada (3) Biaya : biaya perjalanan merupakan suatu hal yang penting,

tetapi hal ini berkaitan secara langsung dengan efisiensi dan keselamatan operasi. Harap dicatat bahwa harga (price) adalah berbeda dengan biaya (cost).

Mobilitas berkenaan dengan prakte-prakte operasional, dan penghilangan atas hambatan-hambatan perjalanan yang tidak diinginkan. Didalam manajemen lalu lintas, permasahan-permasalahan tersebut berkaitan dengan efisiensi pengoperasian persimpangan-persimpangan dan ruas-ruas jalan.

Konsep tersebut dapat diterapkan dengan cara yang sama terhadap moda-moda angkutan umum yang lain, seperti misalnya jasa-jasa pelayanan bus, taksi, kereta api, dll. Waktu perjalanan dengan menggunakan angkutan umum terdiri atas waktu berjalan kaki, waktu menunggu, dan waktu perjalanan didalam kendaraan; waktu menunggu ditentukan oleh frekuensi pelayanan yang merupakan kebijaksanaan pengelolaan manajemen operasional; waktu perjalanan didalam kendaraan (mobilitas) adalah dipengaruhi baik kemacatan lalu lintas maupun oleh praktek-praktek


(43)

pengoperasian yang dilakukan oleh para awak bus khususnya berhenti untuk mengangkut dan menurunkan para penumpang.

Aksesibilitas adalah berkenaan dengan pengembangan jaringan jalan. Tidak memadainya pengembangan jaringan-jaringan jalan merupakan suatu alasan yang

‘tersembunyi’ dari permasalahan-permasalahan lalu lintas, dimana hal ini akan memaksa lalu lintas untuk menjalani rute-rute yang lebih panjang dan menjalani jalan-jalan kolektor dan lokal yang didesain bukan untuk keperluan tersebut, sehingga mengakibatkan timbulnya masalah-masalah kemacetan, keselamatan dan lingkungan. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi; ‘tidak adanya’ jalan; ruas-ruas jalan memberikan unjuk kerja yang tidak memadai; dan tindakan-tindakan manajemen lalu lintas yang tidak efisien serta tidak produktif (misalnya jalan-jalan satu arah , dll).

Aksesibilitas dengan menggunakan kendaraan pribadi juga dipengaruhi oleh waktu yang dipergunakan untuk mencari ruang parkir, dimana secara fisik berupa saat memarkir kendaraan dan saat berjalan ketempat tujuan.

Kriteria lainnya disamping hal – hal di atas masih banyak faktor-faktor lainnya yang juga terkait (relevan) dalam mengidentifikasi permasalahan yang terjadi.

Faktor-faktor lain yang terkait (relevan) adalah : Kenyamanan :


(44)

Masyarakat menginginkan kenyamanan, dan mau membayar lebih atau merubah moda perjalanannya untuk mendapatkan kenyamanan tersebut. Lingkungan: sangat penting, tetapi merupakan pertimbangan yang skunder. Pertama-pertama suatu rencana pengoperasian yang efisien untuk suatu sistim transportasi harus ditetapkan terlebih dahulu, dan kemudian baru dievaluasi dampak lingkungannya. Pengoperasian yang efisien biasanya akan

memberikan keuntungan (manfaat) bagi lingkungan.

Penghematan energi

Merupakan suatu hal yang utama, berkenaan dengan meningkatnya harga minyak. Meskipun demikian, suatu pengoperasian sistem transportasi yang efisien , khususnya penghilangan kemacetan lalu lintas dan pemberian semangat (dorongan) untuk menggunakan moda-moda angkutan kota yang efisien akan memberikan keuntungan terhadap penghematan energi. Dalam setiap hal, tindakan-tindakan yang mengakibatkan terjadinya efisiensi terhadap penggunaan energi terutama adalah akan tergantung dari tindakan-tindakan kebijaksanaan pemerintah dibandingkan dengan tindakan-tindakan-tindakan-tindakan manajemen lalu lintas yang sifatnya terisolasi (tersendiri).


(45)

Ada 2 tahap identifikasi permasalahan yang diantaranya dalah melalui studi pendahuluan terhadap suatu jaringan jalan untuk menentukan

karakteristik-karakteristik umum, dan melaksanakan suatu penetapan peringkat (rangking) permasalahan guna mengidentifikasikan lokasi-lokasi yang terlihat memiliki permasalahan yang terburuk.

Studi yang lebih terperinci pada lokasi-lokasi tersebut guna mengidentifikasi penyebab-penyebab khusus dari permasalahan-permasalahan tersebut, dimana kemudian dapat menjadi subyek (pokok) dari usulan-usulan peningkatannya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka 4 daerah ( bidang) identifikasi permasalahan dapat diusulkan :

(1) Manajemen lalu lintas :

melaksanakan survei-survei kecepatan pada ruas jalan dan

hambatan-hambatan pada persimpangan dengan sasaran untuk menentukan dimana dan seberapa besar suatu arus lalu lintas telah terhambat. Sasarannya adalah untuk melaksanakan penyelidikan-penyelidikan yang lebih terperinci pada lokasi-lokasi tersebut untuk mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan khusus (spesifik), kemudian menganalisa permasalahan-permasalahan tersebut secara terperinci, dan membuat pemecahan-pemecahan jangka mendesak (desain perekayasaan lalu lintas) dan jangka pendek manajemen lalu lintas.


(46)

(2) Pengoperasian angkutan umum :

melaksanakan survei-survei kecepatan pada ruas jalan dan

hambatan-hambatan pada persimpangan dengan sasaran untuk menentukan dimana dan seberapa besar para penumpang mengalami hambatan.

(3) Pengembangan jaringan jalan :

melaksanakan analisis-analisis aksesibilitas bagi kendaraan-kendaraan pribadi disekitar jaringan jalan. Suatu strategi harus disusun untuk membuat

pemecahan-pemecahan jangka menengah dan panjang yang umumnya didasarkan kepada pengembangan jaringan jalan dan rute serta pengendalian terhadap tata guna lahan dengan maksud untuk menyeimbangkan permintaan (demand) saat sekarang dan yang diramalkan dengan penaearan (supply) yang tersedia untuk keseluruhan jangka-jangka waktu tersebut.

(4) Pengembangan angkutan umum

Melaksanakan analisis-analisis aksesibilitas bagi para penumpang disekitar jaringan angkutan umum.

Identifikasi permasalahan terinci terhadap permasalahan ruas jalan harus ditindak lanjuti dengan penelitian secara terinci dengan melakukan survei-survei tambahan. Dalam hal rekayasa lalu lintas kecepatan biasanya merupakan suatu permasalahan. Survei-survei waktu perjalanan dan hambatan yang terinci harus


(47)

dilaksanakan di sepanjang ruas jalan, dengan tujuan untuk menyiapkan diagram ruang-waktu (time-space diagram) yang secara grafis dapat menunjukkan kecepatan dan hambatan, serta dapat mengidentifikasi secara terinci terhadap mobolitas

(kelancaran lalu lintas ). Gangguan dan hambatan-hambatan tersebut biasanya timbul karena sebab-sebab seperti sebagai berikut :

(A) Pada ruas jalan

(1) Parkir kendaraan-kandaraan pribadi dan kendaraan angkutan barang. (2) Berhentinya kendaraan-kendaraan angkutan umum (diluar daerah

pemberhentian yang telah ditentukan).

(3) Para pejalan kaki, khususnya yang berkaitan dengan toko-toko, pasar-pasar, sekolah, dan fasilitas-fasilitas angkutan umum.

(4) Akses yang tidak memadai ke daerah parkir diluar jalan dan terminal. Khususnya kedaerah pasar dan terminal bus, dan tidak memadainya kapasitas dari fasilitas ini sehingga menyebabkab terjadinya antrian untuk masuk kedalamnya.

(5) Tumpang tindihnya (bercampurnya) beragam jenis-jenis kendaraan ( kendaraan bermotor dan tidak bermotor ).

(6) Tumpang tindihnya lalu lintas terusan dengan lalu lintas yang singgah. (7) Tingginya perbandingan (ratio) volume / kapasitas

(B) Pada persimpangan


(48)

(2) Buruknya geometrik, jarak pandangan.

(3) Buruknya sistim kanalisasi (pengarahan) arus lalu lintas.

(4) Tidak tepatnya program waktu hijau lampu pengatur lalu lintas.

(5) Tingginya ratio volume / kapasitas pada salah satu atau lebih pergerakan-pergerakan utama.

(6) Tingginya volume yang membelok kekanan.

A1,2,3,4 secara keseluruhan adalah berkaitan dengan tata guna lahan dan bangkitan perjalanan, serta kemampuan dari jaringan jalan dalam menyediakan akses. Sedangkan sisanya adalah berkaitan terhadap arus lalu lintas, kapasitas, dan

khususnya disain persimpangan.

2.6 Kapasitas Ruas Jalan dan Persimpangan

Kapasitas didefinisikan sebagai tingkat arus maksimum dimana kendaraan dapat diharapkan untuk melalui suatu potongan jalan pada periode waktu tertentu untuk kondisi lajur/jalan, lalu lintas, pengendalian lalu lintas dan kondisi cuaca yang berlaku, (Edward K.Marlok,1991).

Kapasitas jalan adalah volume kendaran maksimum yang dapat melewati jalan per satuan waktu dalam kondisi tertentu. Besarnya kapasitas jalan tergantung khususnya pada lebar jalan dan gangguan terhadap arus lalu lintas yang melalui jalan tersebut.


(49)

Oleh karena itu, kapasitas tidak dapat dihitung dengan formula yang sederhana. Yang penting dalam penilaian kapasitas jalan adalah pemahaman akan berbagai kondisi yang berlaku.

a. Kondisi Ideal

Kondisi ideal dapat dinyatakan sebagai kondisi yang mana peningkatan kondisi jaln lebih lanjut dan perubahan kondisi cuaca tidak akan

menghasilkan pertambahan nilai kapasitas. b. Kondisi Jalan

Kondisi jalan yang mempengaruhi kapasitas meliputi : 1. Tipe fasilitas atau kelas jalan

2. Lingkungan sekitar (misalnya antar-kota atau perkotaan) 3. Lebar lajur/jalan

4. Lebar bahu jalan

5. Kebebasan lateral (dari fasilitas pelekap lalu lintas) 6. Kecepatan rencana

7. Alinyemen horizontal dan vertikal 8. Kondisi permukaan jalan dan cuaca c. Kondisi Medan

Tiga katagori dari kondisi medan umumnya dikenal :

1. Medan datar semua kombinasi dari alinyemen horizontal dan vertikal dan kelandaian yang tidak menyebabkan kendaraan angkutan barang


(50)

kehilangan kecepatan dan dapat mempertahankan kecepatan yang sama seperti kecepatan mobil penumpang.

2. Medan bukit semua kombinasi dari alinyemen horizontal dan vertical dan kelandaian yang menyebabkan kendaraan angkutan barang kehilangan kecepatan jauh dibawah kecepatan mobil penumpang tetapi tidak menyebabkan mereka merayap untuk perioda waktu yang panjang.

3. Medan gunung semua kombinasi dari alinyemen horizontal dan vertikal dan kelandaian yang menyebabkan kendaraan angkutan barang merayap untuk perioda waktu yang cukup panjang dengan interval yang sering.

d. Kondisi Lalu Lintas

Tiga katagori dari lalu lintas jalan yang umumnya dikenal, yaitu :

1. Mobil penumpang, kendaran yang terdaftar sebagai mobil penumpang dan kendaraan ringan lainnya seperti van, pick-up..

2. Kendaran barang, kendaraan yang mempunyai lebih dari empat roda, dan umumnya digunakan untuk transportasi barang.

3. Bus, kendaraan yang mempunyai lebih dari empat roda, dan umumnya digunakan untuk transportasi penumpang, dan mobil karavan.


(51)

Karakteristik arus lalu lintas, seringkali, dihubungkan dengan kondisi lalu lintas pada hari kerja yang teratur, misalnya komuter dan pemakai jalan lainnya yang rutin. Kapasitas diluar hari kerja, atau bahkan diluar jam sibuk pada hari kerja, mungkin akan lebih rendah.

f. Kondisi Pengendalian Lalu Lintas

Kondisi pengendalian lalu lintas mempunyai pengaruh yang nyata pada kapasitas jalan, tingkat pelayanan dan arus jenuh. Bentuk pengendalian lalu lintas tipikal termasuk :

1. Lampu lalu lintas 2. Rambu/marka henti 3. Rambu/ marka beri jalan

Disamping perhitungan dengan dasar kondisi di atas, secara giometrik kapasitas (C) dari suatu pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan seperti rumus (1 ) berikut :

C = S x g/c (1) Dimana :

C = Kapasitas (smp/jam)

S = Arus jenuh,yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam= smp per-jam hijau)


(52)

c = Waktu siklus,yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang

lengkap (yaitu dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama). Sedangkan untuk ruas jalan kapastas (C) berdasarakan Manual Kapasitas

Jalan Indonesia (MKJI) 1997, dapat dinyatakan dengan rumus (2 ) sebagai berikut : C = Co x Fw x Fks x Fsp x Fsf x Fcs (2) Dimana :

C = Kapasitas (skr/jam) Co = Kapasitas dasar

Fw = Faktor penyesuaian lebar jalan

Fks = Faktor penyesuaian kerb dan bahu jalan Fsp = Faktor penyesuaian arah lalu lintas Fsf = Faktor penyesuaian gesekan samping Fcs = Faktor ukuran kota

2.7 Nisbah Volume Kapasitas (NVK)

Nilai volume kapasitas sama halnya dengan Derajat kejenuhan (DS), menunjukkan kondisi ruas jalan dalam melayani volume lalulintas yang ada. Nilai nisbah volume kapasitas (NVK) atau derajat kejenuhan (DS) untuk ruas jalan di dalam daerah pengaruh akan didapatkan berdasarkan hasil survei volume lalu lintas


(53)

di ruas jalan dan survei geometrik untuk mendapatkan besarnya kapasitas pada saat ini.

Berdasarkan hasil pengolah volume arus lalulintas akan didapatkan Nisbah Volume Kapasitas (NVK) yang selanjutnya dapat menunjukkan rekomendasi jenis penanganan bagi ruas jalan dan persimpangan.

Dengan menggunakan hubungan dasar volume, kapasitas dan kecepatan perjalanan yang telah ditetapkan Highway capacity manual 1965, dapat ditentukan Indek Tingkat Pelayanan (ITP) berdasarkan grafik hubungan rasio volume kapasitas atau derajat kejenuhan (DS) dengan kecepatan ( Edward K.Marlok,1991).

Nilai Nisbah Volume Kapasitas (NVK) atau Derajat kejenuhan (DS) pada persimpangan bersinyal diperoleh menggunakan rumus (3) sebagai berikut:

DS = Q/C = ( Q x c )/ (S x g ) (3)

Dimana :

DS = Derajat kejenuhan atau Nisbah Volume Kapasitas. Q = Volume lalu lintas (smp/jam)

S = Arus jenuh,yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam= smp per-jam hijau) g = Waktu hijau (detik).


(54)

c = Waktu siklus,yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama).

Nilai Nisbah Volume Kapasitas (NVK) atau Derajat Kejenuhan Ruas Jalan, dapat dihitung dengan menggunakan rumus (4 ) seperti dibawah ini,

DS = Q/C (4)

Dimana :

Q = Volume arus lalu-lintas total (smp/jam) C = Kapasitas (smp/jam)

2.8 Penentuan Waktu Siklus Dan Waktu Hijau

Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan berdasarkan metode Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu simpang. Pertama-pertama ditentukan waktu siklus (c), selanjutnya waktu hijau (gi) pada masing-masing fase (i).

Waktu Siklus sebelum penyesuaian dapat dicari dengan menggunakan rumus (5) berikut ini :

c = (1,5 x LTI + 5 )/ (1-Frcrit) (5) Dimana :

c = Waktu siklus sinyal (detik)


(55)

FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)

FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase sinyal.

(FRcrit) = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus tersebut.

Jika alternatif rencana fase sinyal dievaluasi, maka yang menghasilkan nilai terendah dari (IFR +LTI / c) adalah yang paling efisien.

Tabel 2.1 Waktu siklus yang disarankan untuk kendaraan yang berbeda Tipe Pengaturan Waktu Siklus Yang Layak

(det) Pengaturan dua – fase

Pengaturan tiga – fase Pengaturan empat – fase

40 – 80

50 – 100

80 - 130

Sumber : IHCM, 1996

Nilai-nilai yang lebih rendah dipakai untuk simpang dengan lebar jalan < 10m nilai yang lebih tinggi untuk jalan yang lebih besar. Waktu siklus lebih rendah dari nilai yang disarankan,akan menyebabkan kesulitan bagi para pejalan kaki untuk menyeberang jala. Waktu siklus yang melebihi 130 detik harus dihindari kecuali pada kasus sangat khusus (simpang sangat besar), karena hal ini sering kali menyebabkan kerugian dalam kapasitas keseluruhan.

Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada resiko serius akan terjadi lewat pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata.Jika nilai (Frcrit) mendekati atau


(56)

lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.

Waktu Hijau pada persimpangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus (6) berikut ini :

gi = (C LTI ) x FRcrit / (Frcrit) (6)

Dimana :

gi = Tampilan waktu hijau pada fase (detik)

Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan – kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu siklus.Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang tentukan dari rumus 5 dan 6 diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.

Waktu siklus disesuiakan ( c ) berdasar pada waktu hijau yang diperoleh dan telah dibulatkan serta waktu hilang LTI , seperti pada rumus (7) berikut ini :

c = g + LTI (7) Dimana :

c = Waktu siklus sinyal (detik)

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik) gi = Tampilan waktu hijau pada fase (detik)


(57)

Tundaan (D) pada suatu simpang dapat terjadi karena interaksi arus lalulintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang yang disebut dengan Tundaan lalulintas (DT) dan karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang atau terhenti karena lampu merah. Untuk menghitung tundaan dipersimpangan dapat menggunakan rumus – rumus dibawah ini, antara lain :

Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai :

Dj = DTj + DGj (8)

Dimana :

Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

Tundaan Lalu Lintas (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lain pada suatu simpang. Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus (9) berikut :

C

x NQ DS GR GR x cx DT 3600 1 1 5 ,

0 2 1

  

 (9) Dimana :

DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)

GR = Rasio Hijau (g/c) DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam)


(58)

Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktor-faktor “luar” seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dan sebagainya.

Tundaan Geometri (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu simpang dan / atau terhenti karena lampu merah. Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat di perkirakan sebagai berikut :

DGj = ( 1 – Psv ) x Pt x 6 + ( Psv x 4 ) (10)

Dimana :

DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat (det/smp)

Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat

Pt = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

Tundaan rata – rata untuk seluruh simpang D1 dengan membagi jumlah nilai

tunda dengan arus total (QTat) dalam smp/jam dengan rumus (11) sebagai berikut :

Tot I

Q QxD

D

(11)

Dimana :

DI = Tundaan rata – rata simpang

Q = Arus Lalulintas kondisi j Dj = Tundaan kondisi j


(59)

Menurut Indonesian Highway Capacity Manual 1, kecepatan lalu lintas untuk jalan kota dapat dihitung berdasarkan rumus (12) berikut :

V = Vo x 0.5 x [1+(1-Q/C)0.5] (12) Dimana :

V = Kecepatan (km/jam) pada arus Q

Vo = Kecepatan arus bebas yang diperoleh dari grafik pada lampiran modul ini

Q/C = Tingkat kejenuhan C = Kapasitas jalan

Kecepatan arus bebas (FV) adalah kecepatan pada tingkat arus nol yaitu kecepatan yang akan dipilih pengemudi jika mengendarai kendaraan bermotor tanpa dipengaruhi oleh kendaraan bermotor lain di jalan. Kecepatan arus bebas kendaraan ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk kinerja segmen jalan pada arus = 0, kecepatan arus bebas untuk kendaraan berat dan sepeda motor juga diberikan sebagai referensi. Kecepatan arus bebas untuk mobil penumpang biasanya 10-15% lebih tinggi dari tipe kendaraan ringan lain.

Persamaan untuk penentuan kecepatan arus bebas menurut Manual Kapsitas Jalan Indonesia (MKJI) februari 1997, mempunyai bentuk umum berikut:

FV = (FVO + FVW) x FFVSF x FFVCS (13)


(60)

FV = Kecepatan arus bebas kendaraan ringan pada kondisi lapangan (km/jam)

FVO = Kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan pada jalan yang

diamati

FVW = Penyesuaian kecepatan untuk lebar jalan (km/jam)

FFVSF = Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu atau

jarak kereb penghalang FFVCS = Faktor penyesuaian kecepatan untuk ukuran kota

2.11 Indikator Tingkat Pelayanan (ITP)

Indikator Tingkat Pelayanan (ITP) pada suatu ruas jalan menunjukkan kondisi secara keseluruhan ruas jalan tersebut. Tingkat pelayanan ditentukan berdasarkan nilai kuantatif, seperti: kecepatan perjalanan, dan faktor lain yang ditentukan berdasarkan nilai kualitatif, seperti: kebebasan pengemudi dalam memilih kecepatan, derajat hambatan lalu lintas, serta kenyamanan, ( Tamin,ofyar Z,2000).

Secara umum indeks tingkat pelayanan (ITP) dapat di bedakan sebagai berikut:

Indeks Tingkat pelayanan A

Kondisi arus lalu lintasnya bebas antara satu kendaraan dengan kendaraan lainnya, besarnya kecepatan sepenuhnya ditentukan oleh keinginan pengemudi dan sesuai dengan batas kecepatan yang telah di tentukan.

Indeks Tingkat pelayanan B

Kondisi arus lalu lintas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi oleh kendaraan lainnya dan mulai dirasakan hambatan oleh kendaraan di sekitarnya.


(61)

Indeks Tingkat pelayanan C

Kondisi arus lalu lintas masih dalam batas stabil, kecepatan operasi mulai dibatasi dan hambatan dari kendaraan lain semakin besar.

Indeks Tingkat pelayanan D

Kondisi arus lalu lintas mendekati tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat pada akibat hambatan yang timbul, dan kebebasan bergerak relatif kecil.

Indeks Tingkat pelayanan E

Volume lalu lintas sudah mendekati kapasitas ruas jalan, kecepatan kira-kira lebih rendah dari 40 km/jam. Pergerakan lalu lintas kadang terhambat.

Indeks Tingkat pelayanan F

Pada tingkat pelayanan ini arus lalu lintas berada dalam keadaan dipaksakan, kecepatan relatif rendah, arus lalu lintas sering terhenti sehingga menimbulkan antrian kendaraan yang panjang.

Nilai indeks tingkat pelayanan (ITP) berdasarkan kecepatan perjalanan dan kecepatan arus bebas pada ruas jalan dapat dilihat pada tabel 2.2 dan tabel 2.3 berikut ini,

Tabel 2.2 Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) berdasarkan kecepatan perjalanan rata-rata

Kelas arteri I II III

Kecepatan (km/jam) 72-56 56-48 56-40

ITP Kecepatan perjalanan rata-rata (km/jam)

A 56 48 40

B 45 38 31

C 35 29 21

D 28 23 15

E 21 16 11

F 21 16 11


(62)

Tabel 2.3 Indeks Tingkat Pelayanan (ITP) berdasarkan kecepatan arus bebas dan tingkat kejenuhan lalu lintas

Tingkat pelayanan % dari kecepatan bebas Tingkat kejenuhan lalulintas

A 90 0.35

B 70 0.54

C 50 0.77

D 40 0.93

E 33 1.0

F 33 1

Sumber: Tamin dan Nahdalina (1998)

Dengan menggunakan hubungan dasar volume, kapasitas dan kecepatan perjalanan yang telah ditetapkan Highway capacity manual 1965, dapat ditentukan Indek Tingkat Pelayanan (ITP) berdasarkan grafik hubungan rasio volume kapasitas atau derajat kejenuhan (DS) dengan kecepatan ( Edward K.Marlok,1991).

Klasifikasi indeks tingkat pelayanan ruas jalan berdasarkan nilai rasio volume capasitas atau nisbah volume kapasitas (NVK) dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.4 Indikator Tingkat Pelayanan berdasarkan nilai rasio volume kapasitas

atau nisbah volume kapasitas (NVK)

Tingkat Pelayanan Karakteristik Interval

VC Ratio

A

(Free flow/arus bebas)

Kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan sesuai dengan batas kecepatan yang ditentukan

0,00 – 0,19

B

(stable flow/arus stabil)

Arus stabil tetapi kecepatan operasional mulai dibatasi oleh kondisi lalu lintas. Pengemudi memiliki kebebasan yang cukup untuk memilih kecepatan

0,20 – 0,44

C

(stable flow/arus stabil)

Arus masih dalam batas stabil tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dikendalikan. Pengemudi dibatasi dalam memilih kecepatan


(63)

D

(Approching unstable flow/arus hampir tidak

stabil)

Arus mendekati tidak stabil, kecepatan masih dikendalikan namun menurun relatif cepat akibat hambatan yang timbul. Pengemudi dibatasi memilih kecepatan dan kebebasan bergerak relatif kecil

0,75 – 0,84

Lanjutan Tabel 2.4. E

(Unstable flow/arus tak stabil)

Arus tidak stabil karena volume lalu lintas mendekati/berada pada kapasitas dimana kecepatan lebih rendah dari 40 km/jam dan pergerakan kendaraan terkadang terhenti

0,85 – 0,99

F

(Forced Flow/arus yang dipaksakan)

Arus yang dipaksakan atau macet, kecepatan rendah, volume di atas kapasitas. Arus lalu lintas sering terhenti hingga terjadi antrian panjang dan hambatan-hambatan yang besar.

≈ 1,00

Simposium ke-7 FSTPT, Universitas Parahyangan Bandung,11 September 2004

Untuk menentukan nilai indeks tingkat pelayanan (ITP) pada persimpangan diukur berdasarkan nilai tundaan, ( Tamin,ofyar Z,2000).

Nilai indeks tingkat pelayanan (ITP) pada persimpangan berdasarkan nilai tundaan dapat dilihat pada tabel 2.5 berikut ini,

Tabel 2.5 Indikator Tingkat Pelayanan berdasarkan nilai tundaan pada persimpangan Indeks tingkat Pelayanan (ITP) Tundaan perkendaraan (detik)

A ≤5.0

B 5.1 – 15.0

C 15.1 – 25.0

D 25.1 – 40.0

E 40.1 – 60.0

F >60.0

Sumber: Tamin dan Nahdalina (1998)


(64)

Koordinasi simpang bersinyal bertujuan untuk mengurangi terjadinya antrian dan tundaan pada beberapa simpang bersinyal yang berdekatan secara berurutan, sehingga dapat memberikan kelancaran lalu-lintas. (Abdurrahman,2006).

Antrian-antrian kendaraan yang terjadi pada simpang yang lain merupakan efek dari simpang-simpang yang ada di sekitarnya. Kendaraan yang lepas dari simpang yang pertama (hulu) biasanya akan berhenti pada simpang berikutnya. Bila simpang-simpang tersebut tidak dikoordinasikan satu dengan yang lain maka akan menimbulkan dampak-dampak lalu lintas seperti kemacetan atau antrian kendaraan bertambah, jumlah henti kendaraan (number of stops) meningkat, waktu tundaan meningkat, biaya operasi kendaraan meningkat serta kerugian ekonomi yang tidak bisa diukur langsung dengan rupiah (intangible), (Tahir,Anas,2006).

Sering kali persimpangan dengan sinyal lalu lintas ini sangat berdekatan satu dengan yang lainnya, sehingga cukup logis untuk meninjaunya sekaligus sebagai satu kesatuan. Kendaraan – kendaraan yang melewati satu sinyal selama fase hijau tergabung dalam suatu gelombang (platoon), kemudian mencapai sinyal berikutnya tetap dalam kumpulan-kumpulan kendaraan tadi (platoon), gerakan seperti ini sering disebut dengan gelombang hijau (E.K.Marlok,1991).

Persimpagan dapat dikoordiasikan jika panjang ruas jalan antara satu persimpangan dengan yang lainnya memiliki nilai coupling index ≥ 0.5 , (Whilshire, 1992).

Skenario bentuk penanganan pada masing-masing lokasi penanganan dilakukan dengan memperhatikan kondisi lalu lintas antara kendaraan bermotor


(65)

dengan kendaraan tak bermotor, pertama-tama yang perlu di analisa adalah waktu siklus koordinasi, yaitu merupakan pembagian jarak antara simpang dengan kecepatan, dimana jarak dibagi kecepatan adalah sama dengan offset antara simpang yang di koordinasikan (Priyanto,1990).

Priode waktu saat fase hijau dimulai pada sinyal pertama sampai saat fase hijau dimulai pada sinyal berikutnya disebut dengan offset, jadi untuk mendapatkan gelombang hijau dan lalu lintas bergerak dengan kecepatan konstan (R.T Underwood,1990).

Semua metode koordinasi umumnya sasaran akhirnya adalah mendapatkan offset relatif antara dua simpang bersignal yang bersebelahan. Pengertian offset adalah perbedaan waktu munculnya signal hijau antara dua signal yang bersebelahan. Perbedaan waktu munculnya signal waktu hijau tersebut ditentukan sedemikian rupa sehingga kendaraan pertama dari kelompok kendaraan (pleton) yang berasal dari persimpangan (1) sampai persimpangan (2) tepat pada saat indikasi lampu hijau menyala. Dengan demikian maka kelompok kendaraan tersebut dapat bergerak dengan kecepatan tertentu tanpa terhenti di setiap persimpangan.

Besar offset dipengaruhi oleh panjang ruas jalan, kecepatan rata-rata kendaraan, antrian kendaraan yang mengantri pada persimpangan hilirnya. Besar offset ideal dapat dihitung dengan menggunakan rumus (14) persamaan berikut ini:

V L

T  3.6 (detik) (14) Dimana :


(1)

atau rata-rata 26,9 % pada lajur-A dan 22.5 % pada lajur-B. Sedangkan pada lokasi penanganan – 2 , jumlah volume yang diloloskan pada lajur-A sebesar 697 smp/jam, lajur-B sebesar 678 smp/jam dan setelah dilakukan koordinasi persimpangan volume lalu lintas yang mampu diloloskan pada lajur _A sebesar 1625 smp/jam, laju-B sebesar 780 smp/jam, atau rata-rata 38.5 % pada lajur-A dan 7 % pada lajur-B.

4. Kecepatan perjalanan dan waktu tempuh antara simpang pada lokasi penanganan, juga mengalami peningkatan kinerja dari sebelum dilakukan koordinasi persimpangan hingga setelah dilakukan koordinasi persimpangan, kecuali pada lokasi penanganan – 1 dimana pada ruas jalan Jl B Katamso I yang berjarak 410 meter mengalami penurunan kecepatan dari 40.2 km/jam menjadi 29.8 km/jam pada lajur A dan 50.6 km/jam menjadi 29.8 km/jam pada lajur B , waktu tempuh sebelum koordinasi simpang sebesar 37 detik pada lajur-A, dan sebesar 29 detik pada lajur-B, setelah dilakukan koordinasi simpang waktu tempuhnya menurun kinerjanya menjadi sebesar 50 detik pada lajur-A dan 50 detik pada lajur-B, atau penurunan sebesar -14 % pada lajur-A dan -26 % pada lajur-B. Peningkatan kecepatan dan waktu tempuh terjadi pada Jl B Katamso II yang berjarak 901 meter, kecepatan sebelum koordinasi sebesar 35.2 km/jam pada A, sebesar 45.2 km/jam pada B, setelah koordinasi simpang kecepatannya menjadi 49.5 km/jam pada lajur-A dan sebesar 49.5 km/jam pada lajur-B, waktu tempuh sebelum koordinasi simpang sebesar 92 detik pada lajur-A, sebesar 72 detik pada lajur-B, setelah


(2)

dilakukan koordinasi simpang waktu tempuhnya meningkat menjadi sebesar 66 detik pada A dan 66 detik pada B, atau sebesar 17 % pada lajur-A dan 5 % pada lajur-B.

5. Lokasi penanganan – 2 juga mengalami peningkatan dimana kecepatan sebelum koordinasi simpang pada Jl Iskandar muda III yang berjarak 619 meter sebesar 27.8 km/jam pada lajur-A, sebesar 39.1 km/jam pada lajur-B, setelah koordinasi simpang kecepatannya menjadi 54.4 km/jam pada lajur-A dan sebesar 54.4 km/jam pada lajur-B, waktu tempuh sebelum koordinasi simpang sebesar 80 detik pada lajur-A, sebesar 57 detik pada lajur-B, setelah dilakukan koordinasi simpang waktu tempuhnya menjadi sebesar 41 detik pada lajur-A dan 41 detik pada lajur-B, atau sebesar 32 % pada lajur-A dan 26 % pada lajur-B.

6. Sedangkan pada Jl Iskandar muda II yang berjarak 1062 meter sebelum di lakukan koordinasi simpang kecepatannya sebesar 26.4 km/jam pada lajur-A, sebesar 29.2 km/jam pada lajur-B, setelah koordinasi simpang kecepatannya menjadi 54.4 km/jam pada lajur-A dan sebesar 54.4 km/jam pada lajur-B, waktu tempuh sebelum koordinasi simpang sebesar 145 detik pada lajur-A, sebesar 131 detik pada lajur-B, setelah dilakukan koordinasi simpang waktu tempuhnya menjadi sebesar 66 detik pada lajur-A dan 66 detik pada lajur-B, atau sebesar 38 % pada lajur-A dan 33 % pada lajur-B.

7. Secara umum kinerja persimpangan pada lokasi penanganan-1 dan lokasi penanganan-2 mengalami peningkatan setelah dilakukan nya koordinasi


(3)

simpang yang disimulasi dengan cara coba-coba (trial error) dibandingkan pada saat kondisi sebelum di lakukan koordinasi persimpangan.

6.2 Saran-saran

Dari hasil analisa data dan kesimpulan di atas maka disarankan sebagai berikut,

1. Peningkatan kinerja persimpangan pada lokasi penanganan -1 dan lokasi penanganan-2 sudah sangat baik untuk diimplementasikan pada kegiatan seketika (action plan), namun pada pelaksanaannya harus didukung pemerintah dan masyarakat, hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan disiplin berlalu lintas dan kesadaran pentingnya kenyamanan dalam berlalu lintas.

2. Juga direkomondasikan agar sepanjang jalan lokasi penanganan harus dihindari parkir di badan jalan yang mengganggu kapasitas jalan, meniadakan pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar atau ruko-ruko yang memanfaatkan trotoar untuk memajang barang dagangannya, juga sepanjang jalan penanganan harus dilengkap rambu-rambu yang jelas dan lengkap serta tersediannya jembatan penyeberangan untuk memperkecil hambatan akibat orang yang akan menyeberang juga menghindarkan aktivitas U-tren ( belok dua kali ).


(4)

3. Perlu di buat halte tempat kendaraan umum menaikkan dan menurunkan penumpang dengan pengawasan untuk tetap menjaga fungsi halte sebagai mana mestinya.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penggunaan metode koordinasi simpang untuk jumlah simpang yang lebih banyak dengan memperhitungkan pertumbuhan kendaraan, sehingga diperlukan batasan umur kendaraan yang beroperasi di jalan raya, serta batasan tentang kepemilikan kendaraan.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman., “Koordinasi simpang bersinyal S Parman-Belitung-P Kemerdekaan dengan simpang S Parman-Bali-Tarakan kota Banjarmasin.” Journal ITS, Surabaya 2006.

Agus Salim Ridwan.,” Permasalahan dan pemecahan transportasi kota metropolitan Medan. Seminar sehari dan workshop, Universitas Darma Agung , Medan 2003.

Akcelik, R., “Introduction to SIDRA-2 for Signal design.” Workshop Paper and Discussions, Australia rood research, Research report ARR N0.148,ARRB, Vermont south Victoria 1987.

Anonimus, “Manual Kapsitas Jalan Indonesia (MKJI). Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta 1997.

Badan Pusat Statistik., ”Medan dalam angka.” BPS Tk.I Sumatera Utara 2005.

Hendratmoko., “Perbandingan kinerja simpang bersinyal antara kenyataan dengan hasil perhitungan menggunakan KAJI dan TRANSYT.” Journal ITS, Surabaya 2007.

Morlock, E. K., ”Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi.” Erlangga, Jakarta 1991.

Munawar, A., ”Manajemen Lalu Lintas Perkotaan.” Betta offset, Yogyakarta 2004. Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 34 tahun 2006, tentang

jalan.

Penjelasan Undang-Undang Pemerintah Republik Indonesia nomor 38 tahun 2004 tentang jalan.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia nomor 14 tahun 2006 tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 34 tahun 2006, tentang jalan.

Priyanto, S., “Strategy For A Coordinated Urban Arterial Traffic Control System In Developing Countries.” Faculty of Civil Engineering, Netherlands 1990.


(6)

Sitohang, O. dkk., ”Analisa Kapasitas dan Tingkat Pelayanan Jalan di Kodya Medan.” Proceeding Simposium IV Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi FSTPT) 1-2 Nopember 2001, Universitas Udayana Bali 2001.

Suteja, I.W., ”Studi Hubungan Kecepatan Volume Kerapatan pada Lalu Lintas Dominan Sepeda Motor.” Proceeding Simposium II Forum Studi Transportasi Antar Perguruan Tinggi (FSTPT) 8 Oktober 1999, ITS Surabaya 1999.

Tamin Ofyar.Z.,Nahdalina.,”Analisa dampak lalu lintas (Andall).” journal perencanaan wilayah dan kota, Bandung 1998.

Tamin,Ofyar.Z., “Perencanaan dan Pemodelan Transportasi.” ed.ke-2, Bandung 2000.

Tamin,Ofyar.Z.,“Penataan system transportasi angkutan umum perkotaan sebagai alternative pemecahan permasalahan transportasi di kota Medan dan sekitarnya.” Seminar sehari dan workshop,Universitas Darma Agung, Medan 2003.

Tahir.,Anas ., “Optimasi koordinasi simpang memakai program transit dengan analisa sensitivitas terhadap circle time.” Journal ITS, Surabaya 2006. Underwood, R.T.,”Traffic management.” North Melbourne, Victoria 3051, Australia

1990.