Politik Jepang Setelah Tahun 1952

jabatan umum diakui, dan sistem kepolisian juga diubah pada masa pendudukan sekutu. Pasukan sekutu juga membuat reformasi di bidang sosial dan ekonomi yang mencakup penghapusan unsur feodal dari masyarakat, penghapusan zaibatsu, dan kebijakan land reform untuk kemajuan ekonomi. Sekutu juga berusaha sebisa mungkin membatasi agar Jepang tidak lagi memiliki kemampuan politik dan ambisi militer yang dapat memberikan ancaman bagi bangsa dan negara lain khususnya bangsa barat. Pembatasan itu tampak jelas dalam Undang-Undang Dasar Jepang yang baru dan memang sengaja dipersiapkan oleh Amerika. Namun, kebijakan politik Amerika di Jepang berubah karena kekhawatiran Amerika terhadap komunisme yang semakin berkembang di Asia, sehingga Amerika memberikan tekanan untuk melaksanakan kebijaka n yang antikomunis. Semula sikap politik Amerika di Jepang lebih mengutamakan pelaksanaan hukuman terhadap mereka yang dituduh sebagai penjahat perang. Tetapi kemudian Amerika menyadari pentingnya menghalangi komunisme masuk ke Jepang. Caranya adalah dengan menjadikan Jepang sebagai sekutu dan benteng melawan komunisme. Hal tersebut semakin mudah dilakukan karena Jepang pada dasarnya sudah antikomunis sejak dulu. Sekutu juga menyusun suatu konstitusi baru bagi Jepang. Konstitusi baru menetapkan kaisar hanya sebagai simbol negara dan simbol pemersatu bangsa. Dengan demikian, kaisar tidak lagi memiliki kekuasaan politik apapun.

2.2.2 Politik Jepang Setelah Tahun 1952

Pada tanggal 8 September 1951 Amerika Serikat dan Jepang menandatangani perjanjian perdamaian dan kemudian dilanjutkan dengan 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD pelaksanaan penyerahan kekuasaan dan kedaulatan penuh kepada pihak Jepang pada tanggal 28 April 1952. Sejak saat itu Jepang mendapatkan kembali kedaulatannya sebagai negara merdeka dan memperoleh identitas politiknya sebagai negara berdaulat. Walaupun demikian, Amerika Serikat tetap melakukan pengawasan dan pembatasan terhadap Jepang, khususnya dibidang militer dan masalah keamanan dan pertahanan. Sejak berakhirnya perang dunia kedua sampai tahun 1950, di Jepang terdapat dua golongan politik konservatif yaitu kelompok liberal yang merupakan penerus partai lama yang disebut Seiyūkai, dan kelompok demokrat yang berasal dari kelompok Minseitō. Kedua kelompok konservatif ini pada tahun 1950 bergabung membentuk Partai Liberal te tapi pada tahun 1953 pecah kembali. Tahun 1955 mereka kembali bergabung dengan membentuk partai baru bernama Jiyuminshūtō Partai Liberal Demokrat. Partai inilah yang kelak di kemudian hari berhasil menguasai kehidupan politik Jepang sampai tahun 1990-an. Partai Liberal Demokrat merupakan partai konservatif yang terdiri atas generasi tua yang dalam pandangan politiknya cenderung lebih mementingkan stabilitas politik dan ekonomi dalam negeri. Pimpinan partai dari kelompok konservatif ini ditentukan oleh hirarki berjenjang yang berlaku di lingkungan partai seperti yang berlaku di dalam birokrasi. Di tubuh partai ini sejak semula telah terbagi dalam pengelompokan faksi- faksi yang lebih dilandasi oleh kepemimpinan tokoh perorangan dan bukan oleh penggolongan be rdasarkan kepentingan ideologis. Pada dasarnya faksi- faksi tersebut memiliki program dan tujuan yang hampir sama, tetapi memiliki fanatisme dalam mendukung tokoh kepemimpinan mereka. Adanya faksi- faksi tersebut menunjukkan Partai Liberal 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD Demokrat memberi toleransi terhadap perbedaan pendapat sehingga membuat partai tidak mudah terpecah-belah walaupun terjadi perbedaan pandangan dalam pelaksanaan politik diantara pemimpin faksi. Yang terpenting bagi partai adalah bagaimana cara agar bisa menang dalam pemilihan umum. Ketua partai secara otomatis akan dicalonkan sebagai perdana menteri namun terlebih dahulu harus memperoleh dukungan dari semua faksi atau mayoritas jumlah faksi. Kebijakan politik Partai Liberal Demokrat lebih sering dikaitkan dengan upaya mendapatkan dukungan politik, ekonomi, dan keamanan dari Amerika Serikat. Kebijakan yang reaksioner itu nampak paling jelas pada tahun 1960 ketika kabinet K ishi Nobusuke memaksakan ratifikasi perjanjian keamanan yang diperbaharui. Hal ini membangkitkan protes rakyat secara besar-besaran terhadap taktik yang sangat licik itu, sehingga perdana menteri K ishi Nobusuke terpaksa meletakkan jabatan. Hal itu yang menyebabkan partai harus menghadapi pendapat umum yang cenderung menghendaki Jepang lebih bersikap netral dan mandiri dalam menjalankan politiknya. Setelah tahun 1955, pertumbuhan politik nasional di Jepang ditandai oleh adanya persaingan antara dua sikap politik yaitu antara kelompok yang tetap ingin mempertahankan pola-pola lama yang konservatif, dengan kelompok yang menghendaki pola-pola baru yang progresif. Kelompok yang berpandangan konservatif diwakili oleh para anggota Partai Liberal Demokrat, sedangkan yang berpandangan progresif diwakili oleh Nihonshakaitō Partai Sosialis Jepang. Pemikiran progresif pada saat itu lebih banyak dianut oleh para politisi muda. Di masa ini juga sering terjadi perbedaan sikap antara kelompok konservatif dengan sosialis dalam menanggapi berbagai isu domestik 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD terutama masalah Pakta Keamanan Amerika Serikat-Jepang yang mengatur keberadaan pangkalan militer Amerika di Jepang. Pada tahun 1950 sampai 1958, Partai Liberal Demokrat menguasai 58 suara di parlemen dan Partai Sosialis menguasai 33, sisanya dikuasai partai- partai kecil lainnya. Antara tahun 1970 sampai 1980 terdapat lima partai lain yang menonjol yaitu Kōmeitō Partai Pemerintahan Bersih, Shakaiminshutō Partai Sosialis Demokrat, Nihonkyōsantō Partai Komunis Jepang, New Liberal Club, dan United Social Democratic League. Sejak saat itu terjadi pergeseran dari sistem dua partai menjadi sistem multi partai. Partai konservatif Jepang sangat erat kaitannya dengan kepentingan perdagangan besar. Sebelum perang, Seiyūkai dan Minseitō berhubungan erat dengan kelompok zaibatsu Mitsui dan Mitsubishi. Tetapi setelah perang, kekuasaan perdana menteri menjadi sangat besar. Apabila seseorang dapat bergabung dengan kekuasaan ini dan dapat memanfaatkan posisinya itu, ia akan mendapatkan keuntungan. Itulah yang menyebabkan kalangan pengusaha besar mulai melibatkan diri secara aktif dan menjalin hubungan erat dengan kehidupan politik. Dengan ditandatanganinya perjanjian perdamaian, berakhirnya pendudukan, dan dibangunnya kembali ekonomi Jepang, maka berbagai organisasi di bidang ekonomi seperti Federasi Organisasi Ekonomi Keidanren, Federasi Asosiasi Pengusaha Jepang Nikkeiren, Kamar Dagang dan Industri Jepang Nisshō, dan Komisi Pengembangan Ekonomi Jepang Keizai Dōyūkai menjadi kelompok penekan kuat di bidang politik. Kekuasaan empat organisasi ini bekerja dan menghasilkan penggabungan dua partai konservatif menjadi Partai Liberal Demokrat. Kelompok-kelompok tersebut memberi sumbangan besar 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD dalam dunia politik melalui dana-dana perusahaan bagi partai, dan sumbangan sekaligus menerima sejumlah uang yang besar dalam bentuk pinjaman investasi keuangan, dan pelayanan perpajakan yang menguntungkan dari pemerintah. Partai Liberal Demokrat merupakan partai yang berkuasa sejak tahun 1955. Namun pada tahun 1993 untuk pertama kalinya Partai Liberal Demokrat mengalami kekalahan dalam pemilihan umum. Kekalahan tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan psikologis dalam kehidupan berpolitik di Jepang. Kekalahan itu bukan dikarenakan adanya perubahan sikap politik para pemilihnya, melainkan merupakan refleksi spontan dari masyarakat yang merasa dirugikan atau dikecewakan akibat keadaan ekonomi yang semakin memburuk. Kaum birokrat juga memiliki pengaruh penting dalam kehidupan politik Jepang. Tokoh-tokoh birokrat memiliki fungsi penting dalam menentukan kebijakan negara. Pada awalnya birokrat mema ng terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan dan dedikasi untuk memutuskan serta tidak menggunakan kesempatan hanya untuk mencari keuntungan materi. Namun perkembangan ekonomi Jepang yang semakin maju telah mengubah persepsi, reputasi, dan moral para birokrat. Birokrat dijadikan sasaran oleh pihak penguasa untuk melakukan beberapa kesepakatan dan kontak-kontak informal melalui makan malam, bermain golf, dan lain- lain. Penyalahgunaan berbagai hubungan informal untuk kepentingan pribadi semakin meningk at di kalangan birokrat sehingga timbul celaan dari masyarakat. Korupsi di lingkungan pemerintahan yang melibatkan para birokrat dan politisi merupakan persekongkolan yang mewarnai kehancuran Partai Liberal Demokrat dalam perpolitikan Jepang. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD

BAB III PENGARUH

YAKUZA DALAM POLITIK PEMERINTAHAN JEPANG SETELAH PERANG DUNIA KEDUA

3.1 Pengaruh Terhadap Partai

Pengaruh yakuza terhadap partai politik di Jepang sangat jelas terlihat dalam Partai Liberal Demokrat Jiy ūminshutō. Jiyūminshutō merupakan penggabungan dua partai konservatif yaitu Partai Liberal Jiyutō dan Partai Demokrat Minshutō. Partai konservatif Jepang pada umumnya terdiri dari tokoh- tokoh lama yang cenderung berpikiran kuno dengan mempertahankan tradisi politik yang telah ada sebelumnya. Partai ini tidak terlalu menyukai perubahan karena mereka menganggap tradisi politik yang telah ada harus dipertahankan. Tokoh-tokoh partai konservatif Jepang setelah perang banyak yang berasal dari tokoh-tokoh politik sebelum perang. Meskipun pada masa pendudukan sekutu mereka di tangkap dan dipenjara, tetapi setelah pendudukan sekutu berakhir, mereka dibebaskan dan hak berpolitik mereka dikembalikan. Beberapa tokoh politik tersebut adalah orang-orang yang berasal dari kelompok ultranasionalis kanan. Kelompok ini sering juga disebut kelompok konservatif sayap kanan. Hal yang membedakan dengan orang-orang konservatif pada umumnya adalah kelompok ini cenderung berhaluan radikal dan memiliki pemikiran yang sangat keras. Kelompok ini sangat meninggikan posisi kaisar, mencintai negaranya, dan sangat membenci paham komunisme. Pemikiran mereka sangat sejalan dengan politikus konservatif, sehingga mereka dapat dengan mudah bergabung menjadi bagian dari partai konservatif itu sendiri. 8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD