Meskipun zaman sekarang pembuatan tato dap at dilakukan dengan jarum listrik yang dapat membuat tato lebih cepat dan tidak menyakitkan, masih banyak
anggota yakuza yang lebih memilih menggunakan cara tradisional karena ketangguhan menahan rasa sakit selama proses pembuatan tato sangat dihargai.
Seperti tujuan awal dibuatnya tato oleh pemerintah untuk mengasingkan penjahat yang tidak berguna, tato yakuza juga merupakan bentuk identitas sebagai
kelompok yang diasingkan dari masyarakat.
2.1.4 Giri dan Ninjo Dalam Yakuza
Yakuza pada awalnya berasal dari para ronin, sehingga banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai dari kaum samurai atau pada zaman Tokugawa disebut bushi. Pada
masa itu samurai menyusun suatu kode etik yang disebut bushido atau jalan hidup bushi samurai. Kode etik ini sangat kental dengan unsur kesetiaan dan
pengabdian diri yang mutlak kepada tuan. Yakuza menganggap mereka mewarisi nilai- nilai bushido. Kesetiaan kobun kepada oyabun merupakan cerminan bushido
yang diakui oleh yakuza. Seperti samurai, yakuza membuktikan kekuatan dan kemampuan mereka dengan ketabahan mereka dalam menahan rasa sakit, lapar
maupun hukuman penjara. Bagi yakuza, kematian adalah takdir yang puitis, tragis, dan terhormat seperti samurai pada zaman dahulu.
Sistem nilai dalam yakuza bukan hanya sebatas cerminan kode etik samurai atau bushido. Inti sistem nilai yakuza terletak pada konsep giri dan
ninjō. Giri dan
ninjō merupakan istilah yang tidak mudah diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Secara sederhana, giri diartikan sebagai kewajiban atau
tanggungjawab besar yang sangat berkaitan dengan nilai-nilai tradisional Jepang
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
yang kompleks. N ilai- nilai tersebut adalah nilai kesetiaan, terima kasih, dan utang budi. Sehingga dapat diartikan giri adalah kain sosial yang mengikat Jepang
dengan penerapan yang terpusat pada hal-hal tertentu seperti sistem oyabun-kobun. Konsep giri yang terdapat dalam nilai bushido menjadi dasar nilai yakuza dalam
mengikat hubungan atasan dan bawahan melalui tugas dan kewajiban. Makna ninj
ō sejajar dengan perasaan dan emosi. Di dalam ninjō terkandung unsur kemurahan hati, simpati terhadap kaum lemah dan tidak
berdaya, dan empati terhadap orang lain. N injō digunakan sebagai ungkapan
penghubung dengan giri dan keduanya tidak bisa dipisahkan. Giri merupakan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat, dan
ninjō merupakan nilai sosial yang bersifat pribadi. Yakuza mengadopsi nilai giri dan
ninjō untuk menaikkan kedudukan mereka dalam masyarakat. Seorang oyabun dari kelompok Inagawa-
kai, salah satu sindikat atau klan yakuza terbesar mengatakan: “yakuza berupaya menjalani patriotisme dan jalan hidup ksatria.
Giri dan ninjō, itulah perbedaan terbesar kami dengan mafia
Amerika. Jika memungkinkan, yakuza mencoba mengurus seluruh masyarakat, bahkan jika dibutuhkan satu juta yen untuk
menolong satu orang” Kaplan Alec Dubro, 2011:18 Senada dengan pendapat tersebut, seorang bos besar kelompok Sumiyoshi-
kai mengatakan: “pada musim dingin, kami memberikan sisi jalan yang terkena
sinar matahari kepada masyarakat karena kami bisa bertahan hidup oleh kerja keras mereka. Pada musim panas, kami berjalan
di sisi jalan yang terkena sinar matahari demi memberikan sisi yang sejuk dan teduh kepada mereka. Jika memperhatikan
perilaku kami, anda bisa melihat komitmen kami yang kuat terhadap giri dan
ninjō” Kaplan Alec Dubro, 2011:18 Aplikasi konsep giri dan
ninjō dalam kehidupan yakuza modern tampak pada masa setelah perang dunia kedua, ketika muncul kelas masyarakat baru
8QLYHUVLWDV6 XPDWHUD8WDUD
sebagai akibat perang yaitu sangokujin. Sangokujin terdiri dari orang-orang Korea, Cina, dan Taiwan yang dibawa ke Jepang untuk mengganti para pekerja Jepang
yang direkrut menjadi tentara. Para sangokujin dipaksa bekerja layaknya budak. Setelah Jepang kalah dalam perang, kemarahan kaum sangokujin kepada orang
Jepang memuncak akibat diskriminasi dan eksploitasi selama bertahun-tahun. Ada sebuah kejadian ketika gerombolan sangokujin berjumlah 300 orang menyerang
kantor polisi di Kobe sebagai ajang untuk unjuk gigi. Karena kesulitan melawan sangokujin, walikota Kobe meminta bantuan kepada Taoka Kazuo, bos besar
Yamaguchi-gumi. Taoka bersama anak buah dan sekutunya berhasil menyergap sangokujin di kantor polisi tersebut, menyerang mereka dengan pedang, senjata
api dan granat. Sangokujin berhasil dikalahkan dan polisi memiliki utang giri kepada yakuza.
Pertempuran melawan sangokujin tersebut sangat patriotik dan sangat dikenang. Yakuza diposisikan sebagai pahlawan yang terjepit musuh tetapi
berhasil menyelamatkan Jepang dari orang asing yang jahat. Layak nya para samurai yang suka menolong, yakuza juga memposisikan dirinya sebagai samurai.
2.1.5 Struktur Organisasi Yakuza