Gambaran Klasifikasi Dermatofitosis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013

4.7. Pembahasan

4.3.1. Gambaran Klasifikasi Dermatofitosis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013

Dari 35 rekam medis yang menjadi sampel penelitian ini, didapatkan bahwa tidak semua tipe dermatofitosis menjadi kasus di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan penelitian, peneliti hanya mengolah data kasus dermatofitosis yang terdaftar di RSUD Dr. Pirngadi tahun 2013. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Estado do Para, Brazil mulai dari Juli 2010 hingga September 2012, bahwa dari 145 kasus dermatofitosis hanya terdapat kasus onikomikosis, tinea corporis, tinea pedis, dan tinea capitis Pires et al., 2014. Meskipun insidensi dermatofitosis dilaporkan cukup tinggi di Indonesia, prevalensi kasus dermatofitosis yang tercatat di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia sangat bervariasi, dari 2,3 di Yogyakarta hingga 39,2 di Denpasar dari semua kasus penyakit kulit Hidayat et al., 2009. Hal ini sesuai dengan jumlah kasus dermatofitosis yang tercatat di RSUD Dr. Pirngadi Medan sebagai rumah sakit pendidikan di Sumatera Utara, bahwa pada tahun 2013 ditemukan hanya terdapat 35 kasus dermatofitosis. Peneliti juga menemukan bahwa pada tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2012, kasus dermatofitosis yang tercatat di rumah sakit yang sama hanya sebanyak 48 kasus. Dengan hasil ini, peneliti mendapatkan bahwa prevalensi kejadian dermatofitosis yang tercatat di RSUD Dr. Pirngadi Medan adalah kecil, namun untuk mengetahui besarnya angka prevalensi tersebut perlu dilakukan penelitian selanjutnya. Distribusi sampel dermatofitosis berdasarkan klasifikasi tinea dapat dilihat dalam diagram lingkaran pada gambar 5.1. Pada diagram, ditemukan bahwa tinea cruris merupakan kasus dermatofitosis yang terbanyak dengan persentasi 60. Tinea corporis menempati urutan kedua sebesar 31, yang kemudian diikuti oleh tinea pedis sebesar 6 dan tinea capitis sebesar 3. Hasil ini berbeda dengan berbagai penelitian yang dilakukan pada tempat yang berbeda. Di Jaipur, dari 110 kasus dermatofitosis prevalensi tinea Universitas Sumatera Utara Gambar 5.1. Persentase Distribusi Dermatofitosis d e corporis menempati tempat tertinggi 54,6 yang diikuti oleh tinea cruris 32,67, tinea capitis 15,33, dan tinea unguium 9,33 Sarika et al., 2014. Selain itu, di Lima dan Callao, Peru ditemukan bahwa tinea pedís menempati urutan tertinggi dengan persentasi 62,6 yang diikuti oleh tinea unguium dan tinea corporis Flores et al., 2009. Hingga saat ini, belum diketahui apa penyebab perbedaan prevalensi dermatofitosis ini secara pasti. Namun banyak faktor yang memungkinkan perbedaan tersebut, misalnya hospes usia jenis kelamin, organisme penyebab, penyakit yang mendasari, dan perubahan populasi Hay RJ, 2004.

4.3.2. Gambaran Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin