Pengelompokan usia dalam penelitian ini didasarkan pada distribusi kejadian dermatofitosis dalam bentuk interval. Pada penelitian yang
dilakukan di Arab Saudi, Hashem juga mengelompokkan usia dengan perbedaan interval yang sama Al Sheikh, 2009. Di dalam diagram pada
gambar 5.3. didapatkan bahwa prevalesi dermatofitosis terbanyak pada kelompok usia 46-60 tahun. Pada kelompok ini juga hanya didapatkan tinea
cruris dan tinea corporis. Sementara tinea capitis dan tinea pedÃs masing- masing hanya terdapat pada kelompok usia 1-15 tahun dan usia 16-45 tahun.
Penelitian ini menghasilkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan di Himachal Pradesh, India di mana didapatkan prevalensi tertinggi
tinea berdasarkan usia berada pada kelompok usia 21-50 tahun 64,9, yang semakin menurun pada kelompok usia 1-20 tahun 28,4 dan kelompok usia
di atas 50 tahun 6,8 Bhatia et al., 2014. Hasil penelitian yang juga dilakukan di Arab Saudi mendapatkan
bahwa kelompok usia 1-15 tahun memiliki prevalensi tinea capitis terbanyak dan pada kelompok usia 16-30 tahun terdapat tinea cruris menempati
prevalensi tertinggi yang jika dibandingkan dengan penelitian ini menghasilkan hasil yang sama Al Sheikh, 2009. Penelitian ini juga
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan di India yang melaporkan bahwa tinea capitis ditemukan banyak pada anak usia 12 tahun Balakumar et
al., 2012.
4.3.4. Gambaran Dermatofitosis Berdasarkan Pemeriksaan KOH
Pemeriksaan spesimen lesi dengan KOH merupakan pemeriksaan laboratorium penunjang yang biasanya rutin dilakukan pada klinis untuk
membantu penegakan diagnosa, sementara itu gold standard untuk penegakan diagnosa definitif adalah pemeriksaan kultur jamur. Namun berdasarkan
penelitian yang dilakukan di RSU Dr. Soetomo Surabaya, dikatakan bahwa kasus dermatofitosis sudah dapat ditegakkan umumnya secara klinis yang
dapat diperkuat dengan pemeriksaan penunjang Kurniati et al., 2008. Berikut merupakan hasil penelitian pemeriksaan KOH yang didapatkan:
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan gambar 5.4. ditemukan bahwa 34 kasus tidak dilakukan pemeriksaan KOH dan 66 dilakukan pemeriksaan KOH dengan hasil
presentasi jumlah spora dan hifa yang positif berbeda. Persentasi spora dan hifa yang positif masing-masing adalah sebesar 55 dan 49, sementara
hasil yang negatif adalah sebesar 11 dan 17. Penelitian yang dilakukan di Ahmedabab ditemukan bahwa persentasi pemeriksaan KOH yang positif
adalah 68,2 Hitendra K. et al., 2012.
4.3.5. Gambaran Dermatofitosis Berdasarkan Penyakit Penyerta
Penyakit yang mendasari terjadinya dermatofitosis sangat berperan besar terhadap patogenitas dan prognosis dermatofitosis itu sendiri.
Gambar 5.4. Persentase Dermatofitosis Berdasarkan Pemeriksaan KOH
49 34
17 55
34
11
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa lebih dari 50 kasus dermatofitosis disertai dengan penyakit penyerta, yaitu sebesar 52 Gambar
5.5.. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa kejadian dermatofitosis yang terjadi di RSUD Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2013 ditemukan secara tidak
sengaja ketika melakukan pemeriksaan fisik pada penyakit penyebab underlying disease, misalnya pada pasien yang berobat ke departemen
penyakit dalam. Ada sebanyak 13 rekam medis yang didapatkan dari luar Departemen Kulit Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan, seperti departemen
SMF Penyakit Dalam, Psikiatri, Paru, dan Kardiologi. Beberapa penyakit yang mendasari tersebut adalah diabetes mellitus,
hiperkolesterolnemia, obesitas, skizoprenia, dan penyakit kronis lainnya. Sebanyak 8 kasus dermatofitosis ditemukan mengalami diabetes mellitus baik
tipe 1 dan tipe 2. Sindroma metabolik lainnya juga dilaporkan terjadi pada pasien dermatofitosis. Dari data tersebut juga didapatkan 1 kasus skizoprenia
paranoid yang mengalami dermatofitosis. Pada penelitian yang dilakukan di rumah sakit jiwa di Jepang
misalnya, dari 317 pasien 152 skizoprenia dan 165 depresi ditemukan 46,1 tinea pedis dan 23,7 tinea unguium Kawai et al., 2014. Penelitian
yang lain di Guatemala juga melaporkan 23,8 kasus dermatofitosis disertai dengan underlying disease seperti hipertensi, diabetes, dan psoriasis
Martinez et al., 2014. Qadim et al. juga melaporkan pada penelitian deskriptif cross sectional di tahun 2013 bahwa xerosis sangat mempengaruhi
terjadinya dermatofitosis, sementara itu prevalensi diabetes pada dermatofitosis adalah sebesar 5,2.
4.3.6. Gambaran Dermatofitosis Berdasarkan Gambaran Lesi di RSUD Dr. Pirngadi Medan