Gambar 5.1. Persentase Distribusi Dermatofitosis
d e
corporis menempati tempat tertinggi 54,6 yang diikuti oleh tinea cruris 32,67, tinea capitis 15,33, dan tinea unguium 9,33 Sarika et al.,
2014. Selain itu, di Lima dan Callao, Peru ditemukan bahwa tinea pedís menempati urutan tertinggi dengan persentasi 62,6 yang diikuti oleh tinea
unguium dan tinea corporis Flores et al., 2009. Hingga saat ini, belum diketahui apa penyebab perbedaan prevalensi
dermatofitosis ini secara pasti. Namun banyak faktor yang memungkinkan perbedaan tersebut, misalnya hospes usia jenis kelamin, organisme
penyebab, penyakit yang mendasari, dan perubahan populasi Hay RJ, 2004.
4.3.2. Gambaran Dermatofitosis Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, hasil penelitian mendapatkan bahwa prevalensi dermatofitosis pada perempuan 57 sedikit lebih tinggi dari
laki-laki 43. Persentase ini dapat dilihat dalam diagram pada gambar 5.2. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Brazil bahwa
prevalensi dermatofitosis lebih tinggi pada perempuan Pires et al., 2014 dan di Chile ditemukan prevalensi dermatofitosis pada wanita adalah sebesar 61
Cruz et al., 2011. Hashem juga melaporkan hasil yang sama di mana prevalensi dermatofitosis pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di
Arab Saudi Al Sheikh, 2009.
60 30
6
3
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5.3. Persentase Dermatofitosis Berdasarkan Usia
Akan tetapi, pada beberapa penelitian seperti di Tabriz ditemukan bahwa laki-laki memiki prevalensi lebih besar yaitu sebesar 60,5
dibandingakan wanita yang memiliki prevalensi sebesar 30,5 Qadim et al., 2013. Flores et al. 2009 juga melaporkan prevalensi dermatofitosis pada
laki-laki sebesar 64 dan perempuan sebesar 36 di Peru. Perbedaan prevalensi dari berbagai hasil penelitian-penelitian ini sangat dipengaruhi
oleh dermatofitosis itu sendiri dan berdasarkan studi epidemiologi holistik ditemukan tidak adanya perbedaan yang signifikan kejadian dermatofitosis
berdasarkan jenis kelamin Obre et al., 2010.
4.3.3. Gambaran Dermatofitosis Berdasarkan Usia
Universitas Sumatera Utara
Pengelompokan usia dalam penelitian ini didasarkan pada distribusi kejadian dermatofitosis dalam bentuk interval. Pada penelitian yang
dilakukan di Arab Saudi, Hashem juga mengelompokkan usia dengan perbedaan interval yang sama Al Sheikh, 2009. Di dalam diagram pada
gambar 5.3. didapatkan bahwa prevalesi dermatofitosis terbanyak pada kelompok usia 46-60 tahun. Pada kelompok ini juga hanya didapatkan tinea
cruris dan tinea corporis. Sementara tinea capitis dan tinea pedís masing- masing hanya terdapat pada kelompok usia 1-15 tahun dan usia 16-45 tahun.
Penelitian ini menghasilkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan di Himachal Pradesh, India di mana didapatkan prevalensi tertinggi
tinea berdasarkan usia berada pada kelompok usia 21-50 tahun 64,9, yang semakin menurun pada kelompok usia 1-20 tahun 28,4 dan kelompok usia
di atas 50 tahun 6,8 Bhatia et al., 2014. Hasil penelitian yang juga dilakukan di Arab Saudi mendapatkan
bahwa kelompok usia 1-15 tahun memiliki prevalensi tinea capitis terbanyak dan pada kelompok usia 16-30 tahun terdapat tinea cruris menempati
prevalensi tertinggi yang jika dibandingkan dengan penelitian ini menghasilkan hasil yang sama Al Sheikh, 2009. Penelitian ini juga
didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan di India yang melaporkan bahwa tinea capitis ditemukan banyak pada anak usia 12 tahun Balakumar et
al., 2012.
4.3.4. Gambaran Dermatofitosis Berdasarkan Pemeriksaan KOH