Gambaran Dermatofitosis Berdasarkan Gambaran Lesi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa lebih dari 50 kasus dermatofitosis disertai dengan penyakit penyerta, yaitu sebesar 52 Gambar 5.5.. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa kejadian dermatofitosis yang terjadi di RSUD Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2013 ditemukan secara tidak sengaja ketika melakukan pemeriksaan fisik pada penyakit penyebab underlying disease, misalnya pada pasien yang berobat ke departemen penyakit dalam. Ada sebanyak 13 rekam medis yang didapatkan dari luar Departemen Kulit Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan, seperti departemen SMF Penyakit Dalam, Psikiatri, Paru, dan Kardiologi. Beberapa penyakit yang mendasari tersebut adalah diabetes mellitus, hiperkolesterolnemia, obesitas, skizoprenia, dan penyakit kronis lainnya. Sebanyak 8 kasus dermatofitosis ditemukan mengalami diabetes mellitus baik tipe 1 dan tipe 2. Sindroma metabolik lainnya juga dilaporkan terjadi pada pasien dermatofitosis. Dari data tersebut juga didapatkan 1 kasus skizoprenia paranoid yang mengalami dermatofitosis. Pada penelitian yang dilakukan di rumah sakit jiwa di Jepang misalnya, dari 317 pasien 152 skizoprenia dan 165 depresi ditemukan 46,1 tinea pedis dan 23,7 tinea unguium Kawai et al., 2014. Penelitian yang lain di Guatemala juga melaporkan 23,8 kasus dermatofitosis disertai dengan underlying disease seperti hipertensi, diabetes, dan psoriasis Martinez et al., 2014. Qadim et al. juga melaporkan pada penelitian deskriptif cross sectional di tahun 2013 bahwa xerosis sangat mempengaruhi terjadinya dermatofitosis, sementara itu prevalensi diabetes pada dermatofitosis adalah sebesar 5,2.

4.3.6. Gambaran Dermatofitosis Berdasarkan Gambaran Lesi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Gambaran lesi pada dermatofitosis pada penelitian ini sangat bervariasi tergantung lokasi predileksi, lama, stadium, durasi kekronisan, dan keparahannya. Ditemukan bahwa pasien datang dengan keluhan gatal pada daerah lesi, ini merupakan bagian dari gejala symptom. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Callao, Peru ditemukan bahwa 61,5 pasien Universitas Sumatera Utara datang dengan keluhan gatal, sementara itu hanya 38,5 yang datang tanpa keluhan asimptomatik Flores et al., 2009. Bentuk lesi yang ditemukan ada berupa bercak, plak, makula, ataupun skuama. Bentuk-bentuk tersebut disertai hiperpigmentasi ataupun eritema yang tebal, polisiklik, multipel, ataupun yang pinggirannya aktif. Pada kasus tinea capitis misalnya ditemukan juga bahwa gambarannya berupa plak hiperkeratotik disertai dengan alopesia multipel. Sementara itu, pada tipe tinea yang lain ditunjukkan gambaran lesi yang hampir sama. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : • Walaupun dilaporkan bahwa tingkat kejadian deramtofitosis tinggi di Indonesia, penelitian ini melaporkan kejadian dermatofitosis sebanyak 35 kasus, yang memiliki jumlah yang konstan dengan tahun sebelumnya, yaitu sebesar 48 kasus. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti prevalensi dermatofitosis ini. • Tinea cruris merupakan tipe dermatofitosis yang memiliki prevalensi paling banyak pada penelitian ini. • Perbandingan prevalensi antara jenis kelamin perempuan dan laki-laki yang mengalami dermatofitosis tidaklah berbeda jauh secara signifikan. • Dari hasil penelitian ini, kelompok usia yang paling banyak menderita dermatofitosis adalah 46-60 tahun. • Setengah dari kasus dermatofitosis yang menunjukakan hasil positif pada pemeriksaan KOH. • Setengah dari kasus dermatofitosis yang terjadi disertai dengan penyakit penyerta. • Gambaran lesi dermatofitosis menunjukkan gambaran yang relatif sama pada setiap tipe tinea yaitu berupa bercak plak makula yang hiperpigmentasi eritema dengan pinggir polisiklik yang aktif. Universitas Sumatera Utara