4.3.2 Konflik Yang Mendahului antecedent condition
Konflik muncul karena ada kondisi yang melatarbelakanginya antecedent conditions atau yang disebut juga dengan sumber konflik, ketika sumber penyebab
konflik ini di persepsikan sebagai suatu hal yang menganggu oleh individu atau sekelompok individu, maka muncullah suatu keadaan yang disebut dengan konflik
yang dipersepsikan perceived conflict. Lalu saat individu atau sekelompok individu terlibat secara emosional, kebingungan, merasa cemas, tegang, frustasi, atau
munculnya sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan felt conflict. Selanjutnya konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya
menjadi nyata saat pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Robins 1996:87 mengatakan konflik dalam suatu organisasi muncul
dikarenakan 3 tiga faktor, yaitu: faktor komunikasi, faktor struktur, dan faktor variabel pribadi. Faktor komunikasi menjadi salah satu sumber konflik karena
seringkali pimpinan dalam organisasi tidak mengkomunikasikan pikiran mereka secara terbuka, dan di pihak lain merasa sulit menyampaikan pikiran dan perasaan
mereka secara langsung karena takut dan menyadari bahwa orang lain tidak tertarik akan masalah-masalah mereka sehingga orang lain tidak akan tahu apa yang akan
mereka lakukan, manajer tidak dapat menerima informasi, dan supervisi tidak dapat memberikan perintah.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini juga didukung oleh Cushman 2001:98 yang menyatakan bahwa konflik seseungguhnya merupakan hasil langsung daripada komunikasi yang tidak
efektif karena tujuan komunikasi dalam suatu organisasi adalah mutual understanding, dalam arti mencoba mencari saling sepemahaman antara anggota-
anggota dalam organisasi tersebut. Maka jika komunikasi dalam suatu organisasi tidak berjalan dengan baik tentunya akan muncul ketidaksepahaman antar sesama
pimpinan cabang Ayam Penyet Surabaya dengan Franchisor Ayam Penyet Surabaya. Robins 1996 mengatakan bahwa antiseden yang kedua dari konflik adalah
faktor struktur baik berupa struktur tugas maupun tanggung jawab. Struktur mencakup ukuran kelompok, spesialisasi bidang, wilayah kerja, kesamaan tujuan,
sistem imbalan dan ketergantungan antar kelompok. Ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Istilah derajat
spesialisasi sendiri merujuk kepada aktivitas yang menentukan tugas apa yang harus dikerjakan oleh seorang individu, bentuk spesialisasi yang paling dikenal adalah
spesialisasi fungsional dimana pekerjaan dipecah-pecah menjadi tugas yang sederhana dan berulang. Spesialisasi fungsional ini dikenal sebagai pembagian kerja,
sedangkan bentuk lainnya disebut dengan spesialisasi sosial, dimana para individunya yang di spesialisasi dan bukan pekerjaannya.
Universitas Sumatera Utara
Selain faktor komunikasi dan struktur, antiseden terhadap munculnya konflik yang ketiga adalah apa yang disebut dengan faktor pribadi. Faktor pribadi ini meliputi
sistem nilai dan karakteritik kepribadian individu. Individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang
potensial. Kondisi yang melatarbelakangi munculnya konflik antecedent condition merupakan kunci dalam memahami konflik yang terjadi dalam suatu organisasi,
keberhasilan suatu organisasi dalam menangani konflik bergantung pada seberapa baik organisasi memahami dinamika dasar dari konflik dan apakah organisasi dapat
mengenali hal-hal penting yang terdapat dalam konflik tersebut. Salah satu bentuk konflik yang mendahului pada Ayam Penyet Surabaya
biasanya lebih sering bersumber pada komunikasi. Hal ini dijelaskan oleh Bapak Rachmad yaitu pimpinan cabang Ayam Penyet Surabaya yang terletak di Jl. Krakatau
Simp. Bukit Barisan, dalam menyalurkan ide atau pendapatnya beliau merasa kurang bisa tersalurkan sebab semua operasional perusahaan harus sesuai dengan standar
operasional perusahaan SOP, sehingga beliau merasa tidak bisa menyalurkan ide yang ia miliki. Salah satu contoh pada segi bangunan Ayam Penyet Surabaya yang
memang harus sesuai dengan peraturan dari franchisor, seperti bentuk bangunan, warna cat bangunan, luas bangunan harus sesuai dengan peraturan dari franchisor.
Alasan peraturan tersebut dibuat untuk membangun ciri khas dari Ayam Penyet surabaya untuk mudah dikenal oleh masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Hal lainnya dikemukan oleh Bapak sugiono yang pernah mengalami salah paham atau miss comunication dalam hal pengadaan bahan makanan untuk cabang
Ayam Penyet Surabaya yang dipimpinnya. “pernah terjadi bahan makanan yang diterima tidak sesuai dengan pesanan yang kami minta, dan biasanya kami hanya
memberikan penjelasan kembali kepada pihak management franchisor untuk mengoreksi pesanan yang di minta, mencegah untuk tidak timbulnya konflik yang
lebih besar. Ucap Sugiono. Contoh konflik yang mendahului lainnya di paparkan oleh Bapak Rusli
mengenai cita rasa yang berbeda pada setiap cabang Ayam Penyet Surabaya, padahal seperti diketahui semua bahan makanan dan resep harus sesuai dengan standar
operasional perusahaan pada Ayam Penyet Surabaya. Seharusnya konflik ini tidak boleh terjadi. Penyebabnya dikarenakan salah satu cabang yang tidak mengikuti
standar operasional perusahaan yang telah ditentukan oleh franchisor, mengatasi konflik tersebut untuk tidak terjadi kembali dilakukan pemeriksaan kembali terhadap
standarisasi menu pada cabang Ayam Penyet Surabaya yang melakukan kesalahan.
4.3.3 Konflik Yang Dapat diamati Perceived Conflict