73
Kemudian pihak developer menawarkan harga untuk membeli tanah yang ditempati Ibu Endang ini. Tetapi menurut Ibu Endang Susanti ini, pihak developer
menawarkan harga yang terlalu rendah dibawah normal dalam jual beli tanah menurutnya. Menurutnya tidak adanya kejujuran pada pihak developer itu sendiri.
Hal ini dikarenakan pihak developer meminta 500 semeter. Dia sudah 5 kali bertemu dengan pihak developer tersebut. Tetapi menurut pengamatannya,
pihak developer akan menjual tanah yang sudah dibelinya kepada pihak lain dengan harga yang jauh lebih mahal. Seperti dengan harga 2 jutameter itu masih
tanahnya saja, bangunan belum termasuk hitungan harga tersebut. Sehingga menurut Ibu Endang ini dapat dilihat bahwa adanya spekulan-spekulan tanah yang
bermain dalam jual beli tanah tersebut. Menurut pengamatannya sendiri warga masyarakat ada yang dikarenakan keluarganya mendesak, makanya orang tersebut
menjual tanahnya. Bahkan ada juga yang sampai menggadaikan tanahnya tersebut kepada pihak developer tersebut. Begitulah yang dikatakan Ibu Endang Susanti
terhadap masalah tanah yang terjadi di lingkungan tersebut.
4.2.9 Informan Kesembilan
Tipe Rumah : Tidak Memiliki Tanah tetapi Punya Rumah Sendiri” Nama
: Ibu Dani Usia
: 45 Tahun Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga + Jualan Sarapan Pendidikan Terakhir : SMK
Ibu Dani adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Lingkungan XI di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Dia sudah tinggal selama
74
33 tahun di rumah tersebut. Ibu Dani ini memiliki 3 orang anak. Tipe rumah yang ditempati Ibu Dani ini adalah tipe rumah yang tidak memiliki tanah tetapi
mempunyai rumah sendiri. Maksudnya disini bahwa tanah yang ditempatinya adalah bukan miliknya tetapi dia membangun rumah miliknya sendiri di tanah
tersebut. Yang menjadi latar belakang Ibu Dani ini tinggal di rumah ini adalah dikarenakan dibawa oleh kedua orang tuanya dan dikarenakan tanggung jawab
keluarga, serta merasa nyaman dan tempatnya sangat strategis untuk tinggal di rumah tersebut.
Mereka tinggal di rumah tersebut tanpa adanya izin tetapi rumah sewa terus dibeli tapi tetap tidak ada sewa jadi Ibu Dani tersebut melapor hal tersebut
kepada kepling. Setahu Ibu Dani ini, tanah yang ada di daerah tersebut adalah tanah dari Sultan Deli yang kemudian tanah tersebut digarap sama warga. Seperti
tanah yang ditempati oleh Ibu Dani ini adalah tanah yang dimiliki oleh seorang warga yang bernama Ibu Anti. Ibu Anti adalah salah satu warga yang tinggal di
lingkungan tersebut, dan mamaknya adalah seorang anak dari panti asuhan. Sehingga mamak Ibu Anti tersebut dipercayakan untuk mengurus tanah tersebut
sama pengurus panti asuhan. Dikarenakan pemikiran maju yang dimiliki mamaknya Ibu Anti tersebut, dan dia juga berdekatan dengan Sultan Deli, maka
dia mengurus kepemilikan atas lahan tersebut. Menurutnya lagi, bahwa suratnya masih atas nama Grand Sultan. Pihak
developer pun mengatakan bahwa surat tersebut masih atas nama Grand Sultan, tetapi sertifikatnya hak pakai dan bukan hak milik. Maka timbulnya prona, yaitu
ketika sebuah tanah tidak dikelola selama ± 25 tahun maka Ibu ini ada haknya
75
untuk mengelola lahan tersebut. jadi dikarenakan dia yang mengelola tanah tersebut, maka dialah yang direkomendasikan untuk mengelola tanah tersebut.
Begitulah menurut sejarah yang diketahui oleh Ibu Dani ini. Biaya kontribusi yang harus dibayar oleh Ibu Dani ini adalah sebesar Rp 300.000 tahun.
Tiap bulannya dia harus membayar uang lampu, sewa tanah, dan juga PBB. Biaya PBB ynag harus dibayarnya adalah sebesar Rp 42.000tahun. Ibu Dani ini sudah
pernah beberapa kali bertemu dengan pihak developer. Mereka akan bertemu jika ada masalah yang terjadi antara warga masyarakat yang tinggal di daerah tersebut
dengan pihak developer mengenai masalah tanah yang ada di daerah tersebut.
4.2.10 Informan Kesepuluh