Pola Penguasaan Lahan Atau Kepemilikan Lahan Pada Masyarakat Sei Mati di Lingkungan XI

101 adalah keinginan untuk saling menundukkan. Karena negara tidak lagi menjadi “kendaraan” bagi masyarakat untuk mencapai progresivitas sejarah pada titik kemuliaan. Namun, justru sebagai lembaga kekuasaan yang menciptakan relasi- relasi konfliktual dalam komentar Lukmantoro : Arief Budiman, Teori Negara : Negara, Kekuasaan dan Ideologi.

4.3.2 Pola Penguasaan Lahan Atau Kepemilikan Lahan Pada Masyarakat Sei Mati di Lingkungan XI

Lahan merupakan sumber daya alam karunia dari Tuhan yang bersifat langka karena bersifat tidak bisa diperbaharui maupun ditambah jumlahnya, terlebih lagi untuk daerah perkotaan yang memiliki lahan yang terbatas. Lahan adalah suatu permukaan tanah yang menjadi pijakan manusia, hewan, tumbuh- tumbuhan dan berbagai macam kegiatan lainnya. Sedangkan untuk tanah adalah lebih mengarah kepada jenis-jenis kimia yang terkandung di dalamnya. Lahan sendiri mempunyai sifat rentan terhadap konflik, sehingga perlu dikelolah oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang diantara stakeholders lainnya yaitu pihak masyarakat dan pihak swasta. Menurut Mochtarram bahwa, lahan mempunyai beberapa ciri yaitu : 1. Permanen, artinya tidak berubah-ubah bersifat tetap dan tidak bisa diperbaharui. 2. Supply ketersediaan lahan terbatas dan langka. 3. Menjadi tumpuan harapan dari berbagai kepentingan para stakeholders. Dalam penggunaan lahan perlu dikelolah serta direncanakan fungsi dan penggunaan lahannya sesuai dengan karakteristik lahan tersebut sehingga mampu meredam konflik di masa yang akan datang. Agar lahan tidak beralih fungsi 102 menjadi hal yang tidak sesuai dengan rencana maka diperlukan penataan penggunaan tanah, yang sangat dikenal sebagai perencanaan tata guna tanah. Pada masyarakat di Sei Mati juga, pola penguasaan lahannya sangat bermacam-macam bentuknya. Ada yang lahan milik pribadi, lahan milik tanah developer, lahan yang diberikan oleh saudara atau rekanan dekat dan lain sebagainya. Berdasarkan analisis di atas, maka dapat kita analisis bahwa pada dasarnya pola penguasaan lahan atau kepemilikan lahan yang terdapat pada masyarakat di Sei Mati ini adalah sebagai berikut : 1. Lahan Yang Diperoleh Dari Saudara atau Rekanan Pola penguasaan lahan pada hal ini dikarenakan masyarakat tersebut memiliki hubungan kekerabatan dengan ikatan saudara maupun ikatan rekanan yang dekat dengan orang lain tersebut. Seperti yang terjadi pada Ibu Asia yaitu salah satu masyarakat yang tinggal di Sei Mati ini telah mendapatkan sebagian lahan dari keluarga kesultanan. Hal ini terjadi dikarenakan keluarga Ibu Asia adalah salah satu orang yang dekat dengan keluarga kesultanan deli tersebut. Sehingga keluarga Ibu Asia diberikan sebagian lahan yang ada di Sei Mati tersebut. Sehingga saat ini dia menjadi tuan tanah di daerah tersebut. Dikarenakan sebagian tanah tersebut dibangunnya rumah sewa. 2. Lahan Yang Diperoleh Dari Masyarakat Pola penguasaan lahan dalam hal ini adalah bentuk penguasaan lahan yang dibeli pihak developer dari masyarakat yang ada di daerah tersebut. Disini pihak developer membeli tanah masyarakat dengan harga yang sesuai dan adanya transaksi jual beli antara pihak developer dengan masyarakat. Jika harga telah 103 sesuai maka transaksi jual beli pun akan terjadi. Pihak developer menilai bahwa jika bentuk rumah kecil, maka harga rumah rendah. Sedangkan jika bentuk rumah besar, maka harga rumah tinggi. Sehingga developer dapat memiliki lahan di daerah tersebut dari penjualan masyarakat. Tetapi tidak semua masyarakat yang tinggal disitu mau menjual lahan tempat tinggalnya kepada pihak developer. Karena mereka merasa bahwa pihak developer membeli lahan tempat tinggal mereka dengan harga yang murah. Hingga sampai saat ini masih banyak rumah masyarakat yang berada di daerah tersebut. Banyak juga lahan yang sudah dimiliki oleh pihak developer ditempati sama masyarakat. Karena pada awalnya masyarakat melihat bahwa adanya lahan kosong yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal. Sehingga mereka berani untuk membangun rumah mereka. Dan masyarakat tidak membayar uang sewa maupun uang PBB. Karena semua itu telah dibayar oleh pihak developer. Karena melihat lahannya sudah ditempati oleh rumah masyarakat, maka pihak developer memberikan perjanjian baik secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat tersebut. Jika suatu waktu tanah yang mereka tempati akan digunakan oleh pihak developer, maka masyarakat harus segera pindah dan tidak adanya ganti rugi yang diberikan oleh pihak developer. 3. Lahan Yang Diperoleh Dari Tanah Wakaf Pola penguasaan lahan atau kepemilikan lahan dalam hal ini masyarakat memiliki lahan tempat tinggal mereka yang berasal dari tanah wakaf. Hal ini dapat terjadi dikarenakan sebagian orang tua dari masyarakat yang tinggal di lahan tersebut adalah seorang penjaga tanah wakaf, serta juga sebagai penggali kuburan. Sehingga mereka dibolehkan untuk menempati lahan tersebut sampai dengan 104 sekarang. Juga dikarenakan lahan yang mereka tempati berdekatan dengan perkuburan yang ada di daerah tersebut. 4. Lahan Yang Diperoleh Dari Tanah Pribadi Pola penguasaan lahan atau kepemilikan lahan dalam hal ini adalah masyarakat yang memiliki lahan tempat tinggal mereka yang berasal asli dari lahir sudah tinggal disini. Lahan tersebut adalah merupakan lahan milik pribadinya sendiri dan juga berasal dari keluarganya sendiri. Terkadang juga berasal dari warisan keluarganya sendiri. 5. Lahan Yang Diperoleh Dari Rumah Sewa Pola penguasaan lahan atau kepemilikan lahan dalam hal ini adalah lahan yang berasal dari adanya tuan tanah yang memiliki beberapa lahan rumah yang kemudian dia sewakan kepada masyarakat lainnya yang menyewa rumah tersebut. Mereka harus membayar uang sewa dan membayar uang PBB kepada tuan tanah pada setiap tahunnya. Setiap rumah berbeda-beda tergantung pada bentuk ukuran rumah. Jika rumah yang ditempati besar, maka uang sewa yang dibayar tinggi. Sedangkan jika rumah yang ditempati kecil, maka uang sewa yang dibayar rendah. Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa pola penguasaan lahan atau kepemilikan lahan yang dimiliki oleh masyarakat di Sei Mati bermacam-macam bentuknya. Hanya yang membedakan dalam hal ini adalah uang sewa dan uang PBB yang dibayarkan saja. Bagi masyarakat yang menempati lahan milik developer, maka sama sekali tidak adanya pembayaran 105 uang sewa dan uang PBB terhadap pihak developer. Sedangkan bagi masyarakat yang menyewa ataupun menempati rumah milik tuan tanah harus membayar uang sewa dan uang PBB tiap tahunnya kepada pihak tuan tanah.

4.3.3 Sewa Tanah PBB Pajak Bumi dan Bangunan