Sejarah Korps HMI Wati di Indonesia

kemanusiaan. Bersifat independen. Berstatus sebagai organisasi mahasiswa. Berfungsi sebagai organisasi kader. Berperan sebagai organisasi perjuangan. Bertugas sebagai sumber insan pemimpin bangsa. Berkedudukan sebagai organisasi modernis. 33 Sebelum Kohati resmi terbentuk secara nasional, HMI Wati di beberapa cabang HMI telah berpartisipasi penuh dalam kegiatan-kegiatan mahasiswa dalam dinamika Angkatan 1966. Di HMI Cabang Jakarta, bersamaan dengan Konferensi Cabang, dalam Musyawarah Kerja Keputrian Cabang Jakarta Desember 1965, secara resmi dibentuk Korps HMI Wati. Tiga orang formaturnya adalah Hartini Hakim, Yulia Mulyati dan Fadhlah Barie. Dipilihnya nama “Korps” adalah karena pada saat tersebut tengah dibentuk berbagai korps dalam Angkatan Bersenjata sebagai wadah khusus perempuan. Karenanya di HMI harus pula ada Korps HMI Wati. Secara hierarkis susunan pengurus HMI dapat dijabarkan sebagai berikut: PB HMI, Badko HMI, Cabang HMI, Korkom HMI dan Komisariat HMI. Badko bertugas untuk mengkoordinir beberapa cabang di dalam satu provinsi. Sedangkan Korkom koordinator komisariat dibentuk untuk membantu tugas cabang dalam mengkoordinasikan beberapa komisariat. Selain itu HMI juga memiliki badan-badan khusus, salah satunya adalah Korps HMI Wati. Badan khusus Korps HMI Wati Kohati yang bersifat otonom dibentuk tanggal 17 September 1966 di Surakarta. Pedoman Dasar Kohati yang mengatur berbagai ketentuan tentang Kohati bertahan hingga tahun 1997 dengan berbagai penyempurnaan sesuai dengan perkembangan internal dan eksternal HMI. Kohati sebagai badan khusus yang bekerja di bidang kewanitaan adalah aparat HMI yang tidak terpisahkan. Hingga sekarang Kohati tetap mempunyai hubungan organisatoris dengan HMI yang bersifat semi otonom.

B. Sejarah Korps HMI Wati di Indonesia

B.1 Kohati: Dari Departemen Keputrian Menjadi Semi Otonom Sebelum kelahiran Korps HMI Wati Kohati, kegiatan HMI Wati dikelola oleh Departemen Keputrian yang merupakan salah satu bidang dalam struktur organisasi HMI. Ditilik dari sejarahnya kiprah kaum hawa di organisasi HMI melekat sejak kelahirannya. Bahwa di antara pendiri HMI pada 5 Februari 1947, terdapat dua orang perempuan, yaitu Maisyarah Hilal dan Siti Zainah. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah Baroroh Baried, Tujimah dan Tedjaningsih. 33 Ibid hlm.6 Universitas Sumatera Utara Tercetusnya kata “Cohati” dikatakan apabila “copilot” selalu berada di samping “pilot” maka “Cohati” berada di samping “hati” HMIwan. 34 34 M. Alfan Alfian. 2013. HMI 1963-1966 Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. Jakarta: Kompas. hlm.133 Sedangkan istilah “korps” digunakan untuk menghindari digunakannya istilah perhimpunan, aosiasi ataupun organisasi, karena tidak mungkin bisa hidup organisasi di dalam organisasi. Semangat mendirikan korps ini adalah karena ia memiliki jiwa korps, yakni jiwa kebersamaan dan persaudaraan plus. Sifatnya semi otonom karena menjadi bagian dari HMI, organisasi induknya. Pada kurun waktu yang hampir bersamaan, 1965 di Cabang Makassar, HMI Wati yang semula tergabung dalam seksi Keputrian Cabang mendirikan korps yang mereka namakan “Corps Keputrian” disingkat CK. Pembentukan ini atas gagasan peserta Training Keputrian Berdikari yang dilaksanakan HMI Cabang Makassar dengan 80 orang peserta. Kegiatan Korps Keputrian sudah sangat maju. Mereka berhasil melaksanakan Training Nasional Keputrian HMI yang dilaksanakan di Pulau Kayangan, Makasaar, pada Mei 1966. Mengamati inisiatif yang berkembang pada tingkat lokal ini, yaitu di sejumlah cabang-cabang HMI, maka pada 11 Juni 1966 PB HMI mengeluarkan Surat Keputusan 29319ASek1966 yang kelak merupakan cikal bakal dibentuknya Kohati di setiap cabang, komisariat dan rayon dengan status semiotonom. SK ditandatangani oleh Ketua Umum PB HMI Sulastomo dan Wakil Sekjen Nabhani Misbach. Instruksi ini disusul pada Juli 1966 dengan sebuah Pedoman Pelaksanaan yang ditandatangani oleh Munadjat Aminarto Ketua, Jususf Sjakir Sekjen dan Anniswati Rochlan Ketua Departemen Keputrian. Sebelum SK PB HMI diterima oleh cabang-cabang di samping cabang Jakarta dan Makassar, sejumlah cabang telah mendirikan Korps HMI Wati atau Korps Keputrian, di antaranya adalah Cabang Bogor 19 Februari 1966 dengan diketuai Ida Ismail, sedangkan Cabang Surabaya diketuai oleh Sri Subekti Desember 1965. Adapun cabang-cabang lainnya baru melaksanakan pembentukan Kohati setelah SK PB HMI diterima. Sebagian lagi baru secara khusus mendirikan Kohati pada saat persiapan-persiapan menyusun delegasi ke Kongres VIII HMI. Universitas Sumatera Utara B.2 Momentum Kelahiran Kohati Kohati secara resmi didirikan pada Munas I, bertepatan dengan Kongres VIII HMI di Solo 10-17 September 1966. Sebagai Presidium Munas adalah lima orang Ketua Badko, yaitu Nurhadidjah Lubis Badko Sumut, Ny. Fauzi Anwar Badko Sumsel, Ida Ismail Badko Jabar, Nurhayati Badko Jateng dan Faizah Hasyim Badko Intim. Munas pertama Kohati tersebut memutuskan nama Cohati, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga PDPRT Cohati, Program Kerja dan Rekomendasi Munas. Mukaddimah PDPRT Kohati pada awal pendiriannya, 17 September 1966, mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya, “Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanitanya, baiklah negara, bila rusak wanitanya, rusaklah negara”. Hal inilah yang menjadi landasan utama mengapa kualitas dan peranan HMI Wati harus ditingkatkan dalam HMI. terkait dengan peningkatan Departemen Keputrian menjadi Korps yang berstatus semiotonom, maka dalam melaksanakan kegiatannya keluar HMI, Kohati seolah-olah sebuah organisasi mahasiswa Islam yang mewakili HMI pada kegiatan-kegiatan eksternal, khususnya bidang kewanitaan. Korps mempunyai struktur mulai dari tingkat PB, Badko, Cabang, Komisariat dan Rayon. Struktur Korps juga mengikuti struktur HMI. formulasi lengkap dari tujuan Kohati pada saat pendiriannya adalah, “Meningkatkan kualitas dan peranan HMI Wati dalam usaha untuk mencapai tujuan HMI pada umumnya dan bidang kewanitaan pada khususnya”. Pada saat sekarang ini, formulasi ini lebih dikenal dengan istilah pemberdayaan atau empowerment. Latar belakang berdirinya Kohati adalah: Pertama, perjuangan HMI makin meningkat sesuai dengan gerakan perjuangan bangsa. Terutama pada masa peralihan dari masa Orde Lama menuju Orde Baru. Peningkatan kesadaran kaum wanita dan masyarakat pada umumnya untuk aktif dalam aspek kehidupan semakin besar. Oleh karena itu, dalam rangka pencapaian tujuan HMI yang lebih maksimal, dilakukanlah pembagian tugas yang lebih efektif. Manifestasi dari pembagian tugas tersebut ialah dikembangkannya lembaga-lembaga khusus, seperti LDMI, LAPMI dan sebagianya sesuai dengan kebutuhan anggota. Di sisi lain, kesadaran untuk lebih meningkatkan peranan dan aktifitas HMI Wati telah mendorong terbentuknya “COHATI” atau kemudian dalam ejaan baru KOHATI. Jika dikatakan HMI merupakan kader umat dan kader bangsa, dengan demikian HMI Wati turut serta bersamanya Universitas Sumatera Utara menjadi kader wanita Islam. Untuk itu sudah sewajarnyalah jika HMI Wati melakukan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dan peranannya dalam setiap gerak HMI. 35 Kedua, semula memang maksud didirikannya Kohati adalah pengerahan massa dalam KAP Kesatuan Aksi Pengayangan GESTAPUPKI. Dalam bentuk Departemen Keputrian, paling-paling hanya tiga atau empat orang saja yang bersedia bekerja. Dengan adanya Korp Hmi Wati, maka banyak HMI Wati yang ambil bagian, sehingga dengan demikian lebih banyak kegiatan yang dilakukan dan lebih banyak HMI Wati yang belajar dari pengalaman di HMI. Dengan kata lain, pembinaan HMI Wati sebagai anggota HMI lebih riil. 36 Ketiga, yang mendorong didirikannya Kohati adalah karena dibentuknya berbagai korps dalam angkatan bersenjata sebagai wadah khusus perempuan, seperti Angkatan Laut punya KOWAL, Angkatan Darat punya KOWAD, Angkatan Udara punya KOWAU, Angkatan Kepolisian punya POLWAN maka HMI punya Kohati. Tujuan dari dibentuknya berbagai korps tersebut adalah untuk mengerahkan massa dalam menghadapi komunis. Gambaran sebenarnya yang mendorong berdirinya Kohati adalah untuk pembentukan kader- kader HMI Wati yang dapat membawakan aspirasi HMI dimanapun berada. Selain itu mengingat situasi sosial politik pada sekitar tahun 1966 menyebabkan timbulnya hasrat dan semangat dari seluruh unsur masyarakat yang ada untuk mempersatukan kekuatan dalam menumpas gerakan PKI waktu itu. PKI merupakan lawan ideologis HMI yang masuk melalui pintu gerakan perempuan GERWANI. Upaya HMI untuk bersentuhan langsung pada gerakan keperempuanan membawa konsekuensi logis masuknya HMI ke kancah perjuangan gerakan perempuan, baik formal maupun informal. Sebagai langkah taktis untuk masuk ke wilayah perempuan akan lebih efektif bila HMI memiliki kelompok kepentingan interest- group yang dapat diperhitungkan sebagai bagian langsung dari gerakan perempuan yang berbasis organisasi perempuan. 37 Pada Munas I tersebut, terpilih Anniswati Rochlan sebagai Ketua Umum Kohati PBKetua formatur didampingi Ida Ismail Badko Jabar dan Yulia Mulyati Cabang Jakarta masing-masing sebagai mede-formatur pembentukan Kohati PB. Pada Kepengurusan Kohati PB tersebut, Anniswati Rochlan menjadi ketua umum, Yulia Mulyati menjadi sekretaris umum dan Ida Ismail menjadi ketua bidang kader. 35 M. Alfan Alfian, op. cit. hlm.136 36 Muslimah Widya Insan Cita. 2012. Sejarah Kohati. https:id- id.facebook.comMuslimahWidyaInsanCitaposts475466072503531 diakses tanggal ‎29 OKtober ‎2013 pukul 22.16 WIB 37 Ibid Universitas Sumatera Utara Pada periode pertama Kohati PB ini, menurut Ida Nasution, Kohati berhasil menyusun sistem pengkaderan yang kemudian diterapkan secara nasional. 38 Tujuan Kohati pada awal didirikannya sejalan dengan tujuan HMI pada saat itu, yaitu mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan derajat rakyat Indonesia; mensyiarkan ajaran agama Islam. Namun tujuan Kohati pada saat itu lebih pada peningkatan kualitas dan kuantitas anggota HMI Wati dalam ikut serta melaksanakan cita- cita perjuangan bangsa. Pengkaderan Kohati yang diberi nama Up Grading Kohati dilaksanakan oleh Kohati Cabang, Badko dan pada tingkat nasional oleh Kohati PB. Kohati Cabang melaksanakan Up Grading II dan Kohati Badko dan Kohati PB melaksanakan Up Grading I. kedua tingkat pengkaderan ini diutamakan pada upaya pengayaan HMI Wati dalam soft skills untuk mengimbangi kemampuan hard skills yang didapat di ruang kuliah, sehingga pada saatnya seorang HMI Wati lengkap dibekali dengan kemampuan kepemimpinan, manajemen, komunikasi dan human relations yang mendukung profesionalisme dalam disiplin ilmu yang dipilihnya. Dijelaskan bahwa upaya pengayaan HMI Wati dalam setiap pembinaan dan pengkaderan berpegang pada slogan “Menjadi Sarjana yang Wanita dan Wanita yang Sarjana”. Artinya, sekalipun dia sarjana, dia tetap mempertahankan fitrah sebagai perempuan, dan sekalipun dia seorang perempuan, dalam seluruh kehidupannya dia menerapkan kompetensinya sebagai sarjana. Status semiotonom telah memberikan keleluasaan kepada Kohati untuk membawakan aspirasi HMI ke dalam organisasi-organisasi perempuan. Kohati merupakan perpanjangan tangan HMI dalam forum tersebut. Lahirnya Kohati dalam HMI telah menjadi bukti nyata bahwa dalam menghadapi isu keperempuanan, HMI telah mempunyai pandangan jauh ke depan. Jauh sebelum negara memformulasikan pemberdayaan perempuan sebagai program utama untuk peningkatan sumberdaya manusia, HMI sudah melaksanakannya sejak tahun 1966. Keputusan HMI untuk membentuk Kohati adalah suatu upaya empowerment, yaitu upaya untuk meningkatkan kualitas dan peranan perempuan di lingkungan HMI yang kelak hasilnya akan dirasakan di lingkungan kehidupan berbangsa. B.3 Tujuan Berdirinya Kohati 39 38 M. Alfan Alfian, op. cit. hlm.137 39 Agussalim Sitompul, op. cit hlm. 14 Universitas Sumatera Utara Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud dalam HMI melalui pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal 4 Anggaran Dasar yaitu “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala”. 40 1. Kualitas insan akademis a. Berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berpikir rasional, obyektif dan kritis. b. Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui. Selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran. c. Sanggup berdiri sendiri dengan lapang ilmu prengetahuan sesuai dengan ilmu pengetahuannya, baik secara teoritis maupun teknis dan sanggup bekerja secara alamiah yaitu secara bertahap. Teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan. 2. Kualitas insan pencipta; insan akademis pencipta a. Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari yang sekedar ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada yaitu Allah. Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan. b. Bersifat independen dan terbuka, tidak isolative. Insan yang menyadari dengan sikap demikian, potensi kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk yang indah. c. Dengan memiliki kemampuan akademis dia mampu melaksanakan tugas kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam. 3. Kualitas insan pengabdi; insan akademis, pencipta pengabdi a. Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau sesama umat. b. Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukan hanya membuat dirinya baik, tetapi juga mampu membuat lingkungan di sekelilingnya menjadi lebih baik. 40 Pasal 4 Bab III Hasil-hasil Ketetapan Kongres HMI XXVII di Depok Universitas Sumatera Utara c. Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah yang bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya. 4. Kualitas insan yang bernafaskan Islam; insan akademis, pencipta pengabdi yang bernafaskan Islam a. Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menapaki dan menjiwai karyanya. b. Ajaran Islam telah berhasil membentuk unity personality dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality, tidak pernah ada dilemma pada dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslimah insan cita ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia. 5. Kualitas insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT a. Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat makmur yang diridhoi Allah SWT. b. Berwatak sanggup memikul akibat-akibat dari perbuatannya, sadar bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya kesadaran moral. c. Spontan dalam menghadapi tugas, responsive dalam menghadapi persoalan- persoalan dan jauh dari sikap apatis. d. Rasa tanggung jawab, takwa kepada Allah SWT yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. e. Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. f. Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai khalifah fil ard yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan. 41 41 Memori Penjelasan Tentang Islam Sebagai Azas HMI. http:ltmi.files.wordpress.com200702memori_penjelasan.pdf diakses 12 November 2013 pukul 23.20 WIB Universitas Sumatera Utara Pada pokoknya insan cita HMI merupakan man of future insan pelopor yaitu insan yang berpikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan. Dalam rangka itu Kohati merumuskan tujuannya sebagai berikut : “Terbinanya Muslimah Yang Berkualitas Insan Cita”. Dengan rumusan tujuan ini, Kohati memposisikan dirinya sebagai bagian yang ingin mencapai tujuan HMI mencapai lima kualitas insan cita tetapi berspesialisasi pada pembinaan anggota HMI Wati untuk menjadi muslimah yang berkualitas insan cita. Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik, maka Kohati harus dapat membekali dirinya dengan meningkatkan kualitasnya sehingga anggota Kohati memiliki watak dan kepribadian yang teguh, kemampuan intelektual, kemampuan professional serta kemandirian dalam merespon dan mengantisipasi berbagai wacana keperempuanan yang berkembang dalam masyarakat.

C. Badan Koordinasi Badko HMI Sumatera Utara