Peran Kader Perempuan Dalam Organisasi

(1)

PENGALAMAN ORGANISASI / ORGANIZATIONAL EXPERIENCE

- Anggota Biro Jurnalistik HMI Komisariat FISIP USU Periode 2010-2011

- Wakil Bendahara Umum Pemerintahan Mahasiswa FISIP USU Periode 2011-2012 - Anggota Himpunan Mahasiswa Departemen Ilmu Politik (IMADIP) FISIP USU

Periode 2010-2011

Demikian ini saya nyatakan dengan sesungguhnya, bilamana dikemudian hari terdapat kesalahan dalam penulisan ini atau rekayasa, maka saya siap menanggung segala konsekuensinya.

Medan, 2 April 2014 Hormat Saya,


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Alfian, M. Alfan 2013. HMI 1963-1966 Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. Jakarta: Kompas.

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Bangun, Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial, Surabaya: Airlangga University Press Daulay, Harmona. 2007. Perempuan Dalam Kemelut Gender, Medan: USU Press Effendi,Taufiq. 2013. Peran, Tangerang: Lotus Books

Fakih, Mansour. 2004. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Handayani, Trisakti dan Sugiarti. 2006. Konsep Dan Teknik Penelitian Gender, UMM Press Indriyati, Suparno. 2005. Masih dalam Posisi Pinggiran : Membaca Tingkat Partisipasi

Politik Perempuan di Kota Surakarta. Yogyakarta: Solidaritas Perempuan Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis Dan Ekonomi, Jakarta: Erlangga Listiani dkk. 2002. Gender Dan Komunitas Perempuan Pedesaan, Medan: BITRA Indonesia Marilyn , Friedman, M. 1998. Family Nursing. Theory & Practice. 3/E. Jakarta: EGC

Muhammad, Arni. 2009. Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara

Nasution , Ida Ismail. 2008. Kohati: Mengakar ke Dalam untuk Meraih Asa. Jakarta: Kohati PB HMI.

Robbins, P. Stephen. 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi, Jakarta: Arcan Siagian, Mathias. 2011. Metode Penelitian Sosial, Medan: PT. Grasindo

Sitompul, Agussalim. 2005. 44 Indikator Kemunduran HMI: Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI, Jakarta: Misaka Galiza

________________. 2002. Menyatu dengan Umat Menyatu dengan Bangsa: Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan HMI 1947-1997. Jakarta: Logos

Solichin. 2010. HMI Candradimuka Mahasiswa. Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation Strauss, Anselm & Juliet Corbin. 2003. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Pustaka Pelajar,


(3)

Sugihastuti dan Itsna Hadi. 2007. Gender Dan Inferioritas Perempuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sutarto.1995. Dasar-Dasar Organisasi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Thoha, Miftah. 2010. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Perilakunya. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.

Umar, Nasaruddin. 1999. Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif Al-Quran, Jakarta: Paramadina

________________. 1999. Kodrat Perempuan dalam Islam. Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender

Sumber internet

Cita , Muslimah Widya Insan. 2012. Sejarah Kohati. ‎29 OKtober ‎2013 pukul 22.16 WIB‏‎

Kohati HMI Sumut. 2006. Kohati Badko HMI Sumut 1994-1996.

________________. 2006. Kohati Badko HMI Sumut 1997.

Memori Penjelasan Tentang Islam Sebagai Azas HMI.

2013 pukul 23.20 WIB

Noexs. 2009. Sejarah HMI

Soejipto. Adit. 2013. Sejarah Singkat HMI.

November 2013 pukul 12.48 WIB

Mazdalifah MSi. 4 Desember 2011. Perempuan Dan Organisasi

http://mazdalifahjalil.wordpress.com/2011/12/04/perempuan-dan-organisasi/ diakses tanggal 20 September 2013 pukul 10.42 WIB


(4)

Setiawati, Eka. 2011. Perempuan Dalam Pendidikan.

Setyarini, Ety. 31 Agustus 2012. Konsep Gender

21.40 WIB

Ulfah, Maria. 2011. Peran Kohati Cabang Ciputat Periode 1970-1980 dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Intelektual Mahasiswa IAIN Jakarta .

Witasoka, Dyah. 6 Januari 2013. Arti Kader Dan Pengkaderan

diakses

tanggal 24 Juli 2013 pukul 21.27 WIB

Dokumen

Draft Musyawarah Nasional Korps HMI WATI XIX. Optimalisasi Peran Kohati Untuk Mengukuhkan Nilai Kejuangan HMI

Hasil-hasil Ketetapan Kongres HMI XXVII Depok Tahun 2010 Pedoman Dasar Kohati

Sumber Wawancara

• Wawancara dengan dengan Husni Laili, Ketua Umum Kohati Badko HMI Sumut Periode 2010-2012

• Wawancara dengan Rizki Emeliya, Ketua Umum Kohati Badko HMI Sumut Periode 2014-2016

• Wawancara dengan Zulfan Efendi Rambe, Ketua Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi Badko Sumut periode 2008-2010


(5)

BAB III

PERAN KADER PEREMPUAN (KOHATI) DALAM ORGANISASI HIMPUNAN

MAHASISWA ISLAM (HMI)

Permasalahan perempuan senantiasa berkembang seiring dengan perubahan dan perkembangan kondisi masyarakat. Demikian pula dengan perkembangan pemikiran yang mengikuti kondisi zaman yang semakin kompleks sangat dibutuhkan dalam menyikapi permasalahan tersebut. Oleh karena permasalahan tersebut meruapakan suatu hal yang sangat penting dan mendasar, yang menuntut keluasan dan pemahaman yang mendalam tentang peran dan fungsi perempuan, yang pada gilirannya perempuan berkualitaslah yang dapat menjawab segala permasalahan tersebut.

Peran perempuan di Indonesia bisa dikatakan sudah mengalami peningkatan. Kebebasan berpendapat, berorganisasi serta berekspresi di kalangan perempuan Indonesia mulai berkembang. Bahkan telah dibuat Undang-undang untuk memberikan hak-hak politik bagi perempuan, termasuk UU tentang Partai Politik yang mengharuskan setiap partai politik memberikan jatah 30% dari total caleg yang mereka ajukan dalam pemilu.

Secara politik bisa dikatakan bahwa perempuan sudah memperoleh pengakuan yang layak dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya, tetapi dalam hal-hal lain kondisi perempuan Indonesia masih memprihatinkan. Adanya konstruksi budaya patriarkhi yang masih menempatkan perempuan pada posisi yang tidak menguntungkan. Berbagai kasus kekerasan dalam rumah tangga, perempuan rentan terhadap pelecehan dan kekerasan, perempuan yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga masih sering mendapat penganiayaan, tanggung jawab pemeliharaan anak masih dominan dalam tugas perempuan. Ini tentu persoalan tersendiri yang harus dipecahkan oleh aktifis perempuan pada umumnya.

Perempuan mempunyai peran yang mulia. Di satu sisi perempuan berperan sebagai seorang istri dan ibu yang mengharuskannya untuk selalu berada di rumah. Sudah sepantasnya kita mengerti bahwa peran perempuan sebagai istri dan ibu merupakan sebuah tugas yang utama. Dikatakan begitu karena seorang ibulah yang akan melahirkan dan mendidik pemimpin-pemimpin baru yang akan merubah negara ini menjadi sejahtera. Di sisi


(6)

lain perempuan ingin berperan di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, perempuan juga berperan dalam pembangunan bangsa juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Perannya merupakan sebuah asset bangsa yang potensial.

Selama ini kualitas perempuan dinilai masih rendah, di mana hal itu menunjukkan pula rendahnya perhatian dan kepedulian terhadap kaum perempuan. Selain itu, dari banyaknya organisasi perempuan dirasa masih kurangnya pembinaan dan pengkaderan dibidang keperempuanan. Keberadaan organisasi perempuan sangat diperlukan karena banyak sekali manfaat yang didapat jika masuk menjadi anggota organisasi perempuan, manfaat yang paling dasar adalah perempuan menjadi terbiasa untuk berbicara di depan umum, berani mengeluarkan pendapat, bisa saling bertukar informasi sesama perempuan dan pastinya menambah wawasan mengenai masalah perempuan dan dengan berorganisasi perempuan diharapkan mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

Rendahnya kualitas hidup sebagian besar perempuan merupakan indikator rendahnya perhatian dan kepedulian terhadap perempuan. Kita harus melihat perempuan sebagai pendidik pertama dan yang utama. Perempuan secara biologis akan menjadi seorang ibu. Hal tersebut sangat strategis dalam proses pertumbuhan generasi berikutnya. Oleh karena perempuan akan menjadi seorang pendidik pertama dan utama, maka harus diupayakan agar ditingkatkan kualitasnya, diberikan dorongan agar perempuan lebih berdaya, lebih mandiri, lebih memiliki pertahanan fisik maupun psikis. Kondisi inilah yang akan diubah dengan cara-cara yang terencana, terarah dan terpadu melalui peningkatan kualitas perempuan serta adanya sebuah lembaga ataupun organisasi sebagai medianya.

Dalam menjawab persoalan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat pada saat inilah, Kohati mempunyai peran dan tanggung jawab moral yang cukup besar dalam membentuk kader-kader perempuan yang mandiri, memiliki independensi dan keahlian dalam menghadapi kondisi sulit. Kohati sebagai lembaga khusus HMI berperan untuk merespons isu-isu gender, untuk memperjuangkan hak-hak perempuan namun tetap berada dalam lingkup nilai-nilai yang Islami. Sudah saatnya kader-kader Kohati memiliki independensi yang cukup kuat, memiliki keterampilan serta pemahaman dan solusi dalam menyikapi permasalahan di tengah-tengah masyarakat.

Sesuai dengan fungsi dari Kohati yaitu merupakan misi HMI dibidang kewanitaan, sudah menjadi keharusan bagi Kohati untuk senantiasa mengikuti telaah yang dilakukan kemudian diterjemahkan dalam bentuk dan peran yang harus dijalankan oleh kader HMI. Untuk menjaga kesinambungan aktifitas dalam menghadirkan perempuan yang berkualitas,


(7)

maka diperlukan kebijakan mengenai peran yang akan dijalankan melalui program kerja yang hasilnya diharapkan dapat menjawab permasalahan yang ada serta mengembangkan potensi dalam diri perempuan.

Agar dapat menjalankan perannya dengan baik, kader Kohati dituntut untuk memahami dirinya sebagai perempuan. Untuk tujuan tersebut, Kohati memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk membentuk dan membina seluruh kader-kadernya agar dapat mengerti dan mengetahui perannya sebagai perempuan. Lebih jauh, seluruh kader Kohati dituntut memahami dengan seksama apa yang menjadi kewajiban, hak dan tanggung jawabnya sebagai perempuan.

A. Fungsi dan Peran Kohati

Fungsi Kohati yaitu sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi kader HMI dalam wacana dan dinamika pergerakan keperempuanan. Ditingkat internal HMI berfungsi sebagai bidang keperempuanan, ditingkatan eksternal HMI berfungsi sebagai organisasi perempuan. Kohati sebagai badan khusus HMI, mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mengkoordinir potensi HMI Wati dalam melakukan akselerasi tercapainya tujuan HMI dalam mengembangkan wacana keperempuanan.

Dunia keperempuanan yang menjadi lahan kerja Kohati adalah pembinaan sebagai anggota HMI, yaitu HMI Wati. Pembinaan tersebut diarahkan pada pembinaan akhlak, intelektual, keterampilan, kepemimpinan, keorganisasian, keluarga yang sejahtera serta beberapa kualitas lain yang menjadi kebutuhan anggotanya. Maksud pembinaan tersebut adalah mempersiapkan kader HMI Wati yang mampu berperan secara optimal sebagai pencetak muslimah yang memperjuangkan nilai-nilai keIslaman dan keIndonesiaan. Hal tersebut sesuai dengan peran Kohati yang tertuang dalam Pedoman Dasar Kohati, yaitu: “Kohati berperan sebagai pencetak dan pembina muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keIslaman dan keIndonesiaan”.47

Konsep analisa fungsi dan peranan Kohati adalah sebagai berikut:48

1. Fungsi sebagai pemudi atau putri, Kohati dituntut untuk tumbuh menjadi putri islam yang berpendidikan tinggi

47

Pedoman Dasar Kohati BAB I Pasal 7 48


(8)

2. Fungsi sebagai istri, Kohati dituntut untuk tumbuh menjadi istri- istri yang bijaksana, kekasih suami yang serba bisa

3. Fungsi sebagai ibu rumah tangga, Kohati dituntut untuk menjadi ibu ibu yang bisa membina anak-anaknya menjadi insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bertakwa kepada Allah SWT

4. Fungsi sebagai anggota masyarakat, Kohati dituntut untuk menjadi wanita-wanita dinamis, kreatif dan sadar bahwa ia adalah masyarakat yang mempunyai tanggung jawab terhadap pembangunan bangsa dan negaranya.

Oleh karena itu Kohati berfungsi sebagai akselerator pengkaderan bagi HMI Wati. Sebagai wadah Kohati tentunya merupakan alat pencapaian tujuan HMI oleh karenanya keberhasilan Kohati sangat ditentukan oleh anggotanya. Dengan didukung perangkat dan mekanisme organisasi HMI. Oleh karena itu sebagai strategi perjuangan HMI, Kohati berfungsi sebagai organisasi perempuan. Sebagai fasilitator, Kohati memiliki perangkat pembinaan berupa pedoman dan jaringan informasi pemanfaan perangkat-perangkat tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas aparat organisasi.49

1. Aspek Internal

Kohati berperan sebagai pencetak dan pembina muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keIslaman dan keIndonesiaan. Agar kader HMI Wati mampu berperan secara optimal sebagai pencetak muslimah yang memperjuangkan nilai-nilai tersebut. Kohati mempunyai tanggung jawab moral yang besar dalam menjabarkan dan menyahuti komitmen HMI di bidang keperempuanan, dalam arti yang luas yaitu menyangkut aspek pengembangan potensi perempuan dalam konteks sosial kemasyarakatan seperti potensi intelektual, potensi kepemimpinan, potensi moral dan lainnya. Operasionalisasi dan fungsi tersebut diwujudkan dalam dua aspek pembagian kerja Kohati yaitu:

Dalam hal ini Kohati menjadi wadah / media latihan bagi para HMI Wati untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi serta kualitasnya dalam bidang keperempuanan, khususnya menyangkut kodrat kemanusiaannya sebagai seorang

49

Maria Ulfah. 2011. Peran Kohati Cabang CIputat Periode 1970-1980 dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan

Intelektual Mahasiswa IAIN Jakarta .

2013 pukul 20.59 WIB


(9)

perempuan, dan bidang sosial kemasyarakatan umumnya melalui pendidikan, penelitian dan pelatihan serta aktifitas-aktifitas lain dalam kepengurusan HMI.

2. Aspek Eksternal

Dalam hal ini Kohati merupakan pembawa misi HMI di setiap forum-forum keperempuanan. Kehadiran Kohati dalam forum itu tentunya semakin memperluas keberadaan HMI di semua aspek dan level kehidupan. Secara khusus bagi kader HMI Wati, keterlibatan pada dunia eksternal merupakan pengembangan dari kualitas pengabdian masyarakat yang dimilikinya. Dengan kata lain fungsi Kohati adalah wadah aktualisasi dan pemacu seluruh potensi perempuan khususnya HMI Wati, untuk mengejar kesenjangan yang ada serta mendorong HMI Wati untuk berinteraksi secara optimal dalam setiap aktivitas HMI serta menjadikan ruang gerak HMI dalam masyarakat menjadi lebih luas.50

1. Training Formal

Kader HMI, termasuk di dalamnya kader Kohati, adalah anggota HMI yang telah melalui proses pengkaderan sehingga memiliki ciri kader tersendiri dan memiliki integritas kepribadian yang utuh : Beriman, Berilmu dan Beramal Shaleh sehingga siap mengemban tugas dan amanah kehidupan beragama, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam mencapai kualitas kader seperti itu, harus dilakukan metode-metode atau proses pembentukan kader yang dimaktubkan secara formal untuk kemudian dijalankan. Proses pembentukan kader merupakan sekumpulan aktifitas pengkaderan yang terintegrasi dalam upaya mencapai tujuan HMI. Proses-proses ini tertuang dalam Hasil-hasil Kongres / Konstitusi HMI yang disepakati secara nasional, yakni Latihan Kader.

Pelatihan (training) adalah salah satu media pengkaderan yang masih dianggap efektif untuk melahirkan kader-kader yang berkualitas. Pelatihan adalah roda utama dalam berjalannya regenerasi sebuah organisasi. Adapun jenis training yang terdapat dalam HMI adalah Training Formal dan Training In-Formal.

Training formal adalah training berjenjang yang diikuti oleh anggota, dan setiap jenjang merupakan prasyarat untuk mengikuti jenjang selanjutnya. Training formal HMI terdiri dari : Latihan Kader I (Basic Training), Latihan Kader II (Intermediate Training), Latihan Kader Ill (Advence Training).

50

Draft Musyawarah Nasional Korps HMI WATI XIX. Optimalisasi Peran Kohati Untuk Mengukuhkan Nilai Kejuangan HMI. hlm.93


(10)

2. Training In-Formal

Training In-Formal adalah training yang dilakukan dalam rangka meningkatkan pernahaman dan profesionalisme kepemimpinan serta keorganisasian anggota.

Training ini terdiri dari PUSDIKLAT Pimpinan HMI, Pelatihan Instruktur (Senior Course), Latihan Khusus Kohati, Up-Grading Kepengurusan, Up-Grading

Kesekretariatan, Pelatihan Kekaryaan dan lain sebagainya.

Latihan kader merupakan pengkaderan HMI yang dilakukan secara sadar, terencana, sistematis dan berkesinambungan serta memiliki pedoman dan aturan yang baku secara rasional dalam rangka mencapai tujuan HMI. Latihan ini berfungsi memberikan kemampuan tertentu kepada para pesertanya sesuai dengan tujuan dan target pada masing-masing jenjang latihan. Latihan kader merupakan media pengkaderan formal HMI yang dilaksanakan secara berjenjang serta menuntut persyaratan tertentu dari pesertanya, pada masing-masing jenjang latihan ini menitikberatkan pada pembentukan watak dan karakter kader HMI melalui transfer nilai, wawasan dan keterampilan serta pemberian rangsangan dan motivasi untuk mengaktualisasikan kemampuannya. Latihan kader terdiri dari 3 (tiga) jenjang, yaitu: Latihan Kader I (Basic Training), Latihan Kader II (Intermediate Training) dan Latihan Kader III (Advance Training).

a) Latihan Kader I (Basic Training)

Latihan Kader I (LK I) merupakan sebuah langkah awal atau pintu masuk yang harus diikuti untuk menjadi kader organisasi HMI ini. Di dalamnya dijelaskan materi tentang keHMIan, keIndonesiaan/kebangsaan, dan keagamaan. Ketiga materi menjadi sangat penting untuk diketahui dan dipahami oleh seorang kader. LK I bertujuan untuk mengembangkan potensi kreatif mahasiswa agar memiliki kesadaran berproses menjadi seorang muslim dan mempertegas jati diri sebagai mahasiswa. LK I bertujuan untuk membentuk sikap dan mental kader-kader HMI agar mampu menyikapi permasalahan yang ada di sekitarnya.

b) Latihan Kader II (Intermediate Training)

Latihan Kader II (LK II) merupakan tingkat lanjut yang merupakan media aktualisasi dan pengembangan potensi kreatif secara mandiri dengan berpedoman pada nilai dasar keIslaman untuk menumbuhkan analisis dalam merespon persoalan keumatan dengan ketegasan sikap. LK II bertujuan untuk menunjang cakrawala berpikir bagi setiap kader-kader HMI.


(11)

c) Latihan Kader III (Advanced Training)

Latihan Kader III (LK III) adalah jenjang pembinaan dan pengembangan kader dalam memformulasikan gagasan-gagasan kreatifnya (konsepsional dan operasional) dan dalam mengantisipasi berbagai persoalan keumatan sehingga yang akhirnya mampu memberi solusi alternatif pada rekayasa masa depan umat. Atas dasar tersebut maka LK III diformat dalam bentuk eksperimentasi. Eksperimentasi ini dapat berupa penelitian maupun simulasi lapangan. Materi yang hadir hanya untuk membangkitkan memori peserta atas pembacaan mereka terhadap lingkungan sekitar sebagai dasar lahirnya gagasan-gagasan perubahan. LK III bertujuan agar mampu memberikan solusi konkrit ditengah permasalahan yang ada di masyarakat.

Kohati dengan status semi otonomnya membangun sistem pengkaderannya sendiri yang dirangkum dalam pola pembinaan Kohati. Training formal Kohati adalah Latihan Khusus Kohati (LKK) dan dilengkapi dengan training non formal juga di setiap kepengurusan. Bahkan untuk meningkatkan kualitas kader perempuannya, setiap kader HMI Wati wajib mengikuti LK I, di mana dalam LK I diselipkan materi khusus tentang Kohati dan gerakan perempuan. Tujuannya adalah pengenalan lembaga khusus Kohati saat memasuki pintu awal pengkaderan HMI. Latihan Khusus Kohati adalah training formal dalam lembaga Kohati yang memberi muatan-muatan tentang kepemimpinan dan lembaga Kohati. Untuk dapat menjadi seorang pengurus Kohati Badko, setidaknya seorang kader harus sudah menjalani LK I, LK II dan LKK. Dengan mengenal kader maka kemudian Kohati sebagai salah satu badan khusus tempat kader dapat mengembangkan potensi dirinya terutama dalam persoalan keperempuanan.

B. Platform Gerakan Kohati

Platform gerakan Kohati merupakan bentuk-bentuk landasan dari gerakan Kohati itu sendiri. Gerakan Kohati adalah tindakan bersama secara sadar dan terorganisir sebagai akselerasi pencapaian tujuan HMI dengan meningkatkan kapasitas, kualitas dan peranan HMI Wati yang bertujuan untuk terbinanya muslimah HMI Wati yang berkualitas insan cita.

Berbicara tentang platform gerakan Kohati adalah berbicara tentang landasan umum suatu komunitas yang memiliki basis mahasiswi Islam dengan banyak agenda. Di samping platform gerakan juga berbicara tentang suatu paradigma, yaitu mengarahkan sudut pandang masyarakat akademis. Paradigma dianggap penting bagi suatu gerakan organisasi untuk mempengaruhi aspek gerak maupun aspek pemikiran HMI-Wati secara berkesinambungan


(12)

sejalan dengan proses terbentuknya sejarah HMI yang tidak terpisahkan dengan visi ke-Islaman, keintelektualan dan ke-Indonesian. Kohati sebagai lembaga yang ada di HMI memiliki peran aktif dan strategis untuk menyikapi permasalahan perempuan, salah satunya adalah permasalahan sosial yaitu ketidakadilan maupun diskriminasi yang banyak menimpa kaum perempuan di dalam masyarakat. Dengan demikian persoalan keperempuanan yang merupakan masalah sosial, harus mendapatkan perhatian khusus dari HMI untuk merealisasikan cita-citanya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Kohati membentuk dasar kebijakan dalam gerakannya agar gerakan yang dilakukan dapat tercapai dengan baik. Inti dari gerakan itu menuntut kaum perempuan untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan memiliki keterampilan yang memadai.

Isu utama (main issue) yang hendak ditawarkan sebagai wacana gerakan Kohati adalah : Ke-Islaman, Kesejahteraan, Pemberdayaan (Empowerment), Egalitarianisme dan Demokrasi, Etika/moralitas masyarakat.51

1. KeIslaman

a) Mengkaji ayat-ayat al-Qur’an dan hadist yang membahas tentang perempuan.

b) Menyikapi adanya pemahaman (isu keperempuanan dalam perspektif Islam) keperempuanan yang mengatasnamakan Islam yang keluar dari jalur hukum Islam untuk mengantisipasi pemahaman-pemahaman yang merusak umat (dihapuskan) c) Kajian tentang fiqih nisa

2. Kesejahteraan

a) Penanganan Iost Generation (rendahnya kualitas hidup masyarakat).

Adanya Iost Generation dimana ibu-ibu hamil dan menyusis, serta anak yang tidak mendapat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak, maka seyogyanya Kohati mentikapi masalah ini dengan tindakan nyata. Koahti melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah, ormas, LSM dan lain-lain. Kampanye publik seperti gerakan sayang ibu, kesehatan reproduksi, hak-hak reproduksi perempuan dengan pendekatan ke-Islaman , kampanye hak anak.

b) Pembuatan kegiatan yang bernilai produktif. 3. Pemberdayaan (Empowerment)

a) Pemberdayaan perempuan dalam menghapuskannya dari ketergantungan psikis, ekonomis maupun politis.

51


(13)

b) Pemberdayaan perempuan di bidang politik. Membangun partisipasi politik dan meningkatkan posisi tawar (bargaining position) perempuan dalam politik.

c) Memberdayakan perempuan untuk mampu mengadvokasi terhadap pelanggaran hak azasi perempuan khususnya dan masyarakat pada umumnya.

4. Egalitarianisme dan Demokrasi

a) Pressure secara aktif terhadap produk hokum yang diskriminatif terhadap perempuan. b) Mendobrak tirani budaya diskriminatif pendidikan bagi perempuan, baik formal

maupun non-formal. 3. Etika / Moralitas Masyarakat

a) Mewujudkan iklim yang kondusif bagi partisipasi aktif perempuan dalam proses politik dan ketatanegaraan.

b) Menumbuhkan jiwa kompetisi bagi perempuan secara professional dengan tetap memegang asas meritokrasi (kesamaan memperoleh kesempatan).

C. Peran Kohati Badko HMI Sumut dalam Peningkatan Pemberdayaan Perempuan

Salah satu mimpi yang harus diperjuangkan oleh gerakan atau organisasi perempuan adalah bertambahnya pemimpin perempuan yang memiliki kredibilitas. Terbukanya kesempatan perempuan sebagai pemimpin, berarti terbuka pula kesempatan perempuan untuk mengambil bagian dalam pengambilan keputusan. Selama ini, pemimpin hampir selalu dikaitkan dengan sifat laki-laki atau maskulin yang menunjukkan laki-laki hampir selalu mengambil keputusan secara dominan. Perempuan memang mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan, namun peranannya hanya sebagai orang kedua, subordinat. Dalam hal ini perempuan belum secara otomatis mendapatkan hak dan kedudukan yang sama dengan laki-laki dimata publik.

Pendekatan pemberdayaan (empowerment) menginginkan perempuan mempuanyai kontrol terhadap beberapa sumber daya materi dan non materi yang penting dan pembagian kembali kekuasaan di dalam maupun di antara masyarakat.52

52

Moser dalam Harmona Daulay. Op.cit hlm.97

Di Indonesia keberadaan perempuan yang jumlahnya lebih besar dari laki-laki maka pendekatan pemberdayaan dianggap suatu strategi yang melihat perempuan bukan sebagai beban pembangunan melainkan potensi yang harus dimanfaatkan untuk menunjang proses pembangunan. Tujuan pemberdayaan perempuan adalah untuk menentang ideologi patriarkhi yaitu dominasi


(14)

laki-laki dan subordinasi perempuan, merubah struktur dan pranata yang memperkuat dan melestarikan diskriminasi gender dan ketidakadilan sosial.

Pemberdayaan kaum perempuan termasuk di dalamnya organisasi perempuan sangat penting untuk diperjuangkan secara serius melalui upaya yang berkesinambungan. Banyak cara yang dapat dilakukan dalam peningkatan pemberdayaan perempuan. Kohati sebagai organisasi yang bergerak di bidang keperempuanan merupakan sebuah organisasi yang memiliki peran strategis dalam meningkatkan kemampuan perempuan dalam berbagai aspek. Kohati diharapkan dapat menjadi sebuah organisasi yang fungsional dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai organisasi yang bergerak dalam menangani masalah perempuan dan berjuang untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan. Kegiatan yang biasa dilakukan dalam peningkatan pemberdayaan perempuan adalah melalui penyediaan akses pengajian, seminar-seminar tentang keperempuanan, pengkaderan serta pelatihan-pelatihan.

Untuk membentuk kader yang bisa tampil di hadapan umum dan masyarakat, Kohati memberi pengarahan dan motivasi kepada perempuan, terutama kadernya untuk mencoba mengembangkan potensi yang ada dalam setiap diri perempuan tersebut. Kohati mengupayakan untuk meningkatkan kualitas perempuan dengan menambah wawasan mereka tentang berbagai persoalan yang berkembang di masyarakat, misalnya dalam bidang ekonomi, sosial, ekonomi, hukum dsb. Karena selama ini perempuan selalu mengalami keraguan jika ingin menyampaikan pendapatnya di tengah-tengah masyarakat, bahkan perempuan cenderung tidak berani untuk menyampaikan pendapatnya. Padahal mereka juga mempunyai potensi dan kemampuan yang bisa disejajarkan dengan laki-laki.

Dalam meningkatkan pemberdayaan perempuan, Kohati mempunyai program kerja yang berfungsi sebagai koordinasi dan kontrol terhadap penjabaran kerja yang menjadi tanggung jawab Kohati Badko HMI Sumut. Untuk bidang internal proyek kerja yang dilaksanakan antara lain (1) membuat Latihan Khusus Kohati (LKK) dengan tujuan untuk mewujudkan perempuan yang berkepribadian pemimpin; (2) sosialisasi Pedoman Dasar Kohati ke kohati-kohati cabang Medan dan melaksanakan kunjungan kerja. Pada tahap ini Kohati Badko juga membuat modul up grading Kohati dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang kinerja keorganisasian Kohati. (3) melakukan kajian terhadap pemahaman Al-Quran dan hadist yang berkaitan dengan perempuan.


(15)

Proyek kerja Kohati dalam bidang eksternal lebih kepada peningkatan kualitas perempuan dalam bidang ekonomi, politik dan kesehatan. Kohati membuat seminar kesehatan inisiasi menyusui dini untuk meningkatkan pemahaman kadernya dan perempuan umumnya dalam bidang kesehatan dalam mengurangi angka kematian ibu dan anak.

D. Respon Kohati Badko HMI Sumut terhadap Isu Gender

Telah dipahami sebelumnya bahwa perbedaan gender telah melahirkan ketidakadilan. Perbedaan gender ini telah mengakibatkan lahirnya sifat stereotip yang oleh masyarakat dianggap sebagai suatu kodrat. Sifat dan stereotip yang sebetulnya merupakan konstruksi sosial dan akhirnya menjadi kodrat kultural, dalam proses yang panjang akhirnya telah mengakibatkan terkondisinya beberapa posisi perempuan.

Semua juga mengetahui bahwa perempuan dan laki-laki tentulah berbeda. Namun yang membuat berbeda adalah jenis kelaminnya, bukan gendernya. Gender merupakan perbedaan peranan dan fungsi yang berkembang di dalam masyarakat. Dengan adanya perbedaan gender tentulah sangat merugikan perempuan, karena adanya perbedaan gender telah mengakibatkan subordinasi atau anggapan yang bersifat menyepelekan, marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi, penandaan atau stereotip yang berakibat penindasan, pembagian kerja yang lebih banyak, adanya kekerasan dan penyiksaan yang semuanya dialami oleh kaum perempuan. Sudah saatnya perempuan juga mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam memilih dan meraih posisi, baik itu di dalam organisasi maupun di dalam masyarakat. Untuk merubah hal ini tentu saja diperlukan upaya pelaksanaan pendidikan dan mengaktifkan berbagai organisasi atau kelompok perempuan.53

Memperjuangkan kaum perempuan merupakan persoalan sistem dan struktur ketidakadilan masyarakat dan ketidakadilan gender. Gerakan kaum perempuan adalah gerakan transformasi, yaitu suatu proses gerakan untuk menciptakan hubungan antara sesama manusia yang secara fundamental lebih baik dan baru.54

Pemecahan permasalahan gender perlu dilakukan secara bersamaan. Perlu upaya dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dari segi pemecahan jangka pendek dapat

Hubungan ini meliputi hubungan ekonomi, politik, kultural, ideologi, lingkungan dan termasuk di dalamnya hubungan antara laki-laki dan perempuan.

53

Wawancara langsung dengan Rizki Emeliya, Ketua Umum Kohati Badko HMI Sumut Periode 20113-2015 tanggal 10 Februari 2014 di Medan.

54


(16)

dilakukan upaya-upaya program aksi yang melibatkan perempuan agar mereka mampu membatasi masalahnya sendiri. Misalnya dalam hal mengatasi masalah marginalisasi perempuan di berbagai proyek peningkatan pendapatan kaum perempuan, perlu melibatkan kaum perempuan dalam program pengembangan masyarakat, serta berbagai kegiatan yang memungkinkan kaum perempuan terlibat dan ikut menjalankan kekuasaan di sektor publik.

Untuk itu kaum perempuan mulai harus melawan hegemoni kaum laki-laki yang dapat merendahkan maupun mendiskriminasi para kaum perempuan, dengan cara salah satunya adalah melakukan dekonstruksi ideologi. Melakukan dekonstruksi artinya mempertanyakan kembali segala sesuatu yang menyangkut nasib perempuan di mana saja, pada tingkat dan dalam bentuk apa saja. Pertanyaan tersebut dapat dimulai dari hal kecil yakni pembagian gender di rumah tangga.55

E. Peran Kohati Badko HMI Sumut dalam Peningkatan Ekonomi Perempuan Harus diakui selama ini perempuan memang selalu dihadapkan kepada peran ganda. Di satu sisi perempuan memiliki kewajiban intern yaitu mengurus keluarga, sementara pada sisi lain sebenarnya perempuan juga memiliki peran yang sama dengan laki-laki yaitu bersosialisasi di masyarakat. Tetapi saat ini dengan berkembangnya wawasan kemitrasejajaran berdasarkan pendekatan gender dalam berbagai aspek kehidupan, maka peran perempuan mengalami perkembangan yang cukup cepat. Namun yang perlu dipahami kembali ialah bahwa perkembangan perempuan tidaklah mengubah peranannya dalam lingkup rumah tangga (peran reproduktif), maka dari itu perkembangan peran perempuan ini sifatnya menambah dan umumnya perempuan mengerjakan peran sekaligus untuk memenuhi tuntutan pembangunan

Perempuan merupakan salah satu aktor penyumbang perekonomian di Indonesia. Namun sumbangsih perempuan dalam perekonomian masih bisa dikatakan sangat minim. Kecilnya keterlibatan perempuan dikarenakan perempuan tidak memiliki modal, harta dan penghasilan. Karena selama ini keuangan dan harta dipegang oleh laki-laki. Walaupun perempuan mempunyai penghasilan tersendiri, penghasilan tersebut tidak sebanding besarnya dengan penghasilan laki-laki. Selain kalah dalam hal keuangan, minimnya keterlibatan perempuan dalam perekonomian disebabkan karena tidak adanya pendidikan yang didapat oleh kaum perempuan itu sendiri. Selama ini pendidikan tidak diperuntukkan kepada

55 Ibid


(17)

perempuan, hanya kepada laki-laki saja, sehingga menyebabkan perempuan tertinggal. Meningkatkan kontrol perempuan dalam ruang publik dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan ekonomi perempuan itu. Peningkatan ekonomi perempuan, bersama-sama dengan peningkatan pendidikan dan akses informasi akan memenuhi partisipasi perempuan dalam masyarakat.

Kohati dalam program kerjanya juga memberikan pendidikan ekonomi kepada perempuan agar dapat lebih berkarya. Salah satu usaha yang dilakukan Kohati adalah Peningkatan Keterampilan Hidup Perempuan melalui Pelatihan Usaha Merangkai Bunga. Pelatihan ini dimaksudkan agar perempuan mampu mandiri dalam membangun dunia usaha yang sesuai dengan minatnya. Pelatihan usaha merangkai bunga ini dipilih mengingat kedekatan peremppuan dengan bunga. Kegiatan ini dilaksanakan pada Januari 2005 dan bekerjasama dengan Dinas Pemuda dan Olahraga Sumatera Utara. Peserta yang mengikuti kegiatan ini bukan hanya dari anggota Kohati itu sendiri, namun dihadiri juga oleh masyarakat umum Kota Medan.

Selain itu mengingat semakin derasnya persaingan kerja dalam masyarakat, Kohati Badko HMI mengambil sikap dengan mengadakan Seminar Strategi Karir dan Peluang Kerja bekerjasama denagn PT. Great Resources Indonesia. Tujuan diselenggarakannya kegiatan ini adalah untuk menyiapkan kader HMI Wati memasuki dunia kerja. Kader Kohati diberikan pemahaman dan peningkatan kemampuan (skill) agar dapat bersaing dengan laki-laki. Kegiatan ini dilaksanakan di Medan bekerjasama dengan Kohati Cabang Medan.

F. Peran Kohati Badko HMI Sumut dalam Peningkatan Politik Perempuan

Tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak sekali perempuan yang bersikap apatis terhadap politik. Hal ini tentu saja dipengaruhi oleh sistem yang berkembang di masyarakat yang telah mengakar dan tentu saja berpengaruh dalam pembentukan pola pikir perempuan. Perempuan masih berpikir bahwa tugas mereka semata hanya mengurus rumah tangga. Padahal perempuan sebagai bagian dari masyarakat tentu saja sangat ditunggu kontribusinya untuk negara ini.

Munculnya sikap apatis di kalangan perempuan bisa disebabkan karena perempuan yang tampil ranah politik belum mampu menunjukkan perubahan yang maksimal, sehingga kaum perempuan menganggap bahwa perempuan itu memang ditakdirkan untuk tidak berada dalam ranah politik, tidak ditakdrikan untuk menjadi seorang politikus.


(18)

Namun dalam beberapa tahun terakhir ini semakin banyak muncul perempuan yang berkarir dalam bidang politik. Apalagi setelah disahkannya undang-undang mengenai jumlah kuota perempuan yang harus dialokasikan oleh partai politik, yaitu sebesar 30% sehingga semua partai politik berlomba untuk memenuhi kewajibannya. Namun peningkatan jumlah perempuan ini tidak dibarengi dengan kualitas perempuannya. Masih banyak partai politik yang tidak selektif dalam memilih calonnya. Dalam pemilihan umum sendiri seringkali perempuan merasa tidak yakin untuk mewakilkan suaranya kepada calon perempuan. Hal ini terjadi karena belum adanya perempuan yang muncul di ranah politik dengan kemampuan yang mumpuni dan tersosialisasi dengan baik. Dengan kondisi demikian dirasa perlu untuk memberikan pendidikan tentang politik kepada perempuan, karean hal ini akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pola pikir perempuan tersebut.

Untuk meningkatkan kesadaran dan peran perempuan dalam pembangunan berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah. Dalam bidang organisasi misalnya pemerintah membentuk berbagai organisasi perempuan, misalnya: para istri pegawai negeri dikelompokkan dalam Dharma Wanita, para istri anggota ABRI dikelompokkan dalam Dharma Pertiwi, para ibu rumah tangga yang bukan istri pegawai negeri dan ABRI masuk dalam organisasi PKK. Kesemuanya organisasi ini dibentuk untuk mendorong partisipasi perempuan Indonesia dalam pembangunan.

Salah satu isu penting yang sering dibahas tentang perempuan adalah bagaimana meningkatkan peran perempuan Indonesia dalam dunia politik dan pembangunan. Peran perempuan dalam politik mengharuskan perempuan sebagai anggota masyarakat harus mau dan mampu menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk pembangunan masyarakat secara umum dan untuk diri mereka sendiri khususnya.

Tentu saja membangun suatu pendidikan politik bagi kaum perempuan sanagtlah penting, melihat kontribusinya yang masih sangat minim di bidang ini. Ketika menyuarakan akan pentingnya kehadiran perempuan di dunia politik tentu penting juga untuk mempersiapkan bekal berupa ilmu dan wawasan politim yang memadai bagi kaum perempuan. Sehingga kehadiran kaum perempuan di dunia politik bukan hanya sebagai pelengkap dan pemenuhan kuota saja, akan tetapi lebih daari itu di mana kehadiran perempuan mampu memberikan kontribusi dan perubahan yang baik.


(19)

Peningkatan wawasan ini bisa dimulai dalam kegiatan yang ada dalam organisasi perempuan. Kohati sebagai organisasi perempuan dalam proyek kerjanya membuat kegiatan yaitu Pelatihan dan Pendidikan Politik Perempuan. Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah sebagai sarana pemberian informasi kepada perempuan tentang sekelumit politik yang tengah terjadi di masyarakat. Partisipasi politik perempuan diharapkan bisa mencegah kondisi yang tidak menguntungkan perempuan dalam mengatasi permasalahan stereotip terhadap perempuan.

Selain hal tersebut di atas, Kohati Badko juga mengikutsertakan kadernya dalam kegiatan volunteer pemilu 2014 bekerjasama dengan National Democratic Institute. Program utama dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan partisipasi pemilih, khususnya pemilih pemula. Kohati Badko juga mengadakan workshop untuk caleg perempuan dengan tujuan untuk member pembekalan tentang politik. Karena saat ini banyak caleg perempuan yang mengikutsertakan dirinya dalam pemilu tanpa mempunyai pemahaman tentang politik itu sendiri.

G. Analisis Kasus

Meningkatkan kualitas diri perempuan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan guna mempersempit ruang diskriminasi bagi perempuan itu sendiri. Dalam membentuk kualitas diri perempuan pastinya kita akan melihat dinamika tersendiri di dalamnya yang terjadi di internal maupun eksternal yang nantinya menjadi tanggung jawab bersama khususnya bagi kaum perempuan yang menginginkan dirinya selalu dapat berada pada posisi yang setara dimata publik dengan laki laki. Hal ini pastinya bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan sangat dibutuhkan konsistensi maupun kerja keras. Salah satu cara yang dapat ditempuh guna meningkatkan kualitas perempuan ialah remaja putri mengikut sertakan dirinya dalam berorganisasi.

Dengan berorganisasi berarti perempuan mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam proses-proses pembuatan kebijakan. Perempuan berkeinginan mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan dan keluarga mereka, perekonomian, masyarakat dan negara. Kohati sebagai organisasi perempuan memberikan ruang kepada perempuan untuk mendapatkan hak dalam memperbaiki kualitas diri melalui penyediaan akses dengan pengajian yang tidak hanya membahas ilmu agama, melainkan juga membahas masalah-masalah sosial, seminar yang menambah pengetahuan anggota terhadap masalah-masalah hukum,


(20)

politik, ekonomi, pendidikan keluarga dan lain-lain. Di dalam organisasi juga terdapat sistem pengkaderan yaitu pelatihan kepemimpinan agar perempuan tidak canggung untuk berbicara di depan publik dan terbiasa untuk membuat keputusan. Perempuan yang berada diorganisasi berarti juga berupaya untuk bangkit dari keterpurukan posisi perempuan dimata publik serta berusaha mewujudkan mimpi bersama bagi perempuan yang selalu mendapatkan perlakuan yang tak layak diberbagai aspek.

Seorang anggota Kohati dapat dikatakan telah menjadi seorang kader apabila telah mengikuti jenjang pendidikan dan pelatihan yang dibuat oleh organisasinya, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Anggota Kohati mengerti akan perannya yaitu sebagai pencetak dan pembina muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keIslaman dan keIndonesiaan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Agussalim Sitompul mengenai pengertian kader yaitu sebagai tenaga penggerak organisasi, yang memahami sepenuhnya dasar dan ideologi perjuangan. Kader mampu melaksanakan perjuangan secara konsekuen di setiap waktu, situasi dan tempat. Terbawa oleh fungsinya itu, untuk menjadi kader organisasi yang berkualitas, anggota harus menjalani pendidikan, latihan dan praktikum.56

Kohati termasuk salah satu lembaga HMI yang ikut serta memperjuangkan peran perempuan guna meningkatkan kapasitas dan kapabilitas untuk kehidupannya yang lebih baik di tengah-tengah pandangan masyarakat, yang beranggapan bahwasanya perempuan subordinat. Ditempahnya perempuan-perempuan seperti ini berarti selangkah lebih maju guna memperjuangkan hak-hak perempuan. Kohati yang juga merupakan organisasi sosial keagamaan yang otonom yang mempunyai wewenang untuk mengatur rumah tangganya

.

Mengingat fungsi HMI sebagai organisasi kader, maka seluruh kegiatan HMI, termasuk di dalamnya Badko HMI beserta Kohati, dikembangkan pada penggalian potensi kualitatif pribadi dari anggota-anggotanya dalam rangka melahirkan anggota-anggota yang militant, memiliki kedalaman pengetahuan dan keimanan, serta mempunyai kesetiaan pada organisasi. Penekanan pengkaderan organisasi ini dititikberatkan pada hal-hal berikut: (a) watak dan kepribadian, yang dilakukan dengan cara memberi pemahaman agama sebagai dasar kesadaran, (b) kemampuan ilmiah, yaitu membina kadernya sehingga memiliki pengetahuan, kecerdasan dan kebijaksanaan, (c) keterampilan, yaitu kepandaian menerjemahkan ide dan pikiran dalam praktik.

56

H. Agussalim Sitompul. 2005. 44 Indikator Kemunduran HMI: Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI. Jakarta: Misaka Galiza. hlm. 10


(21)

sendiri yang tujuan berdirinya adalah untuk memberdayakan perempuan. Karena tujuan awal berdirinya Kohati adalah agar perempuan mendapatkan perhatian khusus. Perempuan juga dapat berprestasi apabila mampu memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya secara maksimal. Atas dasar pandangan yang demikian kemudian muncul suatu pemikiran membangun dunia atau umat dengan cara bersama-sama antara laki-laki dan perempuan.

Dalam hal ini Kohati di HMI juga berusaha untuk memperbaiki posisi perempuan dalam meningkatkan kemandirian perempuan dengan memperhatikan beberapa aspek dimensi pemberdayaan, yaitu meningkatkan kesejahteraan , meningkatkan akses, meningkatkan kesadaran kritis, meningkatkan dimensi partisipasi organisasi dan meningkatkan dimensi kuasa organisasi. Dengan melakukan pemberdayaan perempuan pastinya ini akan mengurangi ataupun meringankan beban pria dalam menanggungjawabi kesejahteraan keluarga, bahwasanya kita sadari bersama perempuan adalah pilar penting dalam pembangunan, baik di keluarga, masyarakat maupun di dalam negara.

Kader Kohati Badko HMI Sumatera Utara merasakan banyak manfaat yang didapat setelah menjadi kader Kohati diantaranya dapat menambah ilmu agama, meningkatnya wawasan mengenai masalah sosial, politik, hukum dan sebagainya, yang pastinya mampu membuka cakrawala berpikir yang konstruktif. Hal ini ditunjukkan dengan pola tingkah laku para kader Kohati Badko HMI Sumut, yang mampu berpikir kritis, radikal dan siap ditempatkan di mana saja. Berangkat dari isu-isu ketidakadilan gender, kader Kohati Badko HMI Sumut menyadari bahwasanya pentingnya menghapus isu tersebut serta menyetarakan keberadaan perempuan dengan laki-laki di organisasi maupun kekuasaan organisasi.

Kesetaraan gender adalah bagian utama dari strategi pembangunan dalam rangka untuk memberdayakan perempuan guna meminimalisir pandangan masyarakat bahwasanya perempuan sebagai subordinat bagi laki-laki di dalam sebuah organisasi. Sudah seharusnya kita pahami bersama bahwasannya perempuan mampu berdiri sebagai insan yang berpikir membangun organisasi yang memiliki kualitas. Perempuan juga mampu mengambil peran laki laki dalam dunia organisasi, artinya perempuan mampu berperan aktif bersama laki laki dalam mengkontruksi organisasi baik dalam kekuasaan organisasi maupun tindakan organisasi.

Struktur yang ada di Badko HMI Sumut sendiri saat ini memang didominasi oleh laki-laki. Namun dalam mekanisme organisasi yang ada baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sama, misalnya dalam hak berpolitik. Laki-laki dan perempuan diberi kebebasan dan hak yang sama untuk tampil dan bersaing menjadi seorang


(22)

ketua organisasi. Tidak ada larangan bagi kader perempuannya untuk menjadi ketua umum maupun ketua bidang dalam Badko HMI Sumut. Politik dalam hal ini bukanlah merujuk kepada partai politik, lembaga eksekutif ataupun legislatif dan bukan pula dalam hubungan kenegaraan. Berpolitik dalam organisasi dihubungkan dengan kompetisi maupun stragtegi yang dilakukan dalam mencapai tujuan tertentu. Terjadi persaingan untuk merebutkan kekuasaan ataupun kepemimpinan dalam organisasi. Persoalan kepemimpinan bukanlah masalah gender atau jenis kelamin laki-laki atau perempuan tapi sejauh mana seseorang mampu berkompetisi serta memiliki kepercayaan diri dan semangat juang tinggi. Kader HMI juga menyakini, terlepas dari identitas gender bahwa setiap orang adalah khalifah (pemimpin), sehingga setiap orang bisa menjadi seorang pemimpin.

HMI sebagai sebuah organisasi tidak ketinggalan dengan isu-isu gender yang ada saat ini. Gender kerap menjadi sebuah perbincangan dalam diskusi HMI. Dengan meningkatkan kesetaraan gender berarti memberikan akses dan kontrol kepada kader perempuannya dalam hal pengambilan keputusan organisasi. Kader perempuan dikatakan memiliki akses ketika mereka diberi hak suara dan diperhitungkan pendapatnya dalam pengambilan keputusan. Setelah diberi hak suara berarti perempuan akan mampu mendapatkan kontrol dalam mengelola organisasi.

Ketika kader perempuan telah mendapatkan kontrol artinya perempuan tidak hanya sekedar mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, tetapi kader perempuan dalam Badko juga mendapatkan manfaat dari keputusan yang dibuat. Dengan demikian kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan belumlah cukup, masih diperlukan penyadaran tentang gender agar kader perempuan dalam Badko memikirkan dan memperjuangkan kepentingan perempuan dalam organisasi. Dengan adanya hak dan wewenang (kekuasaan) yang sama dengan laki-laki dalam Badko tersebut, adanya kesetaraan dalam kontrol dan pengambilan keputusan, berarti relasi timpang dapat dihilangkan.

Pengurus Badko Sumut ketika ditanyai mengenai pendapat perempuan dalam pengambilan keputusan setiap rapat mengatakan bahwa pendapat yang dikemukakan oleh kader perempuan diperhatikan dan menjadi pertimbangan, dengan catatan pendapat tersebut dapat diterima akal sehat dan dibarengi dengan alasan yang logis. Namun keputusan rapat biasanya tetap berada di tangan ketua umum, dalam hal ini ketua umum Badko adalah laki-laki. Tapi kadang pendapat yang dikemukakan oleh kader perempuan kemudian


(23)

dikembalikan kepada forum dan ditanyai persetujuannya kepada seluruh anggota, lalu dihitung suara terabnyak untuk menyetujui pendapat tersebut.

Sejarah Badko sendiri sampai saat ini memang belum ada kader perempuannya yang menjadi ketua umum. Akan tetapi dalam tataran yang lebih kecil dari Badko, seperti HMI Cabang Binjai saat ini diketuai oleh seorang perempuan. Hal ini membuktikan bahwa kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam organisasi bisa dikatakan setara. HMI sebagai sebuah organisasi yang memiliki Islam sebagai azasnya tidak menutup kemungkinan bagi seorang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Islam tidak membedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada anatomi manusia, hak dan kewajiban itu selalu sama di mata Islam bagi kedua anatomi yang berbeda tersebut. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi siapun dan untuk siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka.

Dapat diartikan tugas seorang pemimpin itu adalah merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan, mengawasi dan mengevaluasi. Secara spesifik tugas pemimpin berkaitan dengan pengambilan keputusan dan mengembangkan keputusan tersebut. Kualitas seorang pemimpin dinilai dari pemantapannya dalam pengambilan keputusan. Dengan beberapa kriteria yang diungkapkan tersebut, maka perempuan juga tentu memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan laki-laki, karena yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pemimpin adalah wawasan yang luas.

Islam tidak melarang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin karena dalam hadist dinyatakan bahwa setiap orang itu adalah pemimpin:

Kullukum raa’in wa kullukum mas’ulun ‘an ra’iyyatihil “Setiap kamu semua adalah pemimpin dan semua akan diminta tanggung jawab terhadap kepemimpinannya.”57

Kutipan tersebut mengartikan bahwa setiap orang, siapapun juga, termasuk perempuan berhak menjadi seorang pemimpin terhadap orang yang lebih rendah daripada dirinya. Seorang yang memipin haruslah lebih baik daripada orang yang dipimpinnya. Hal ini menjadi dasar bagi kader HMI Wati dalam Badko HMI untuk maju sebagai pemimpin organisasinya atau sebagai ketua umum. Karena tidak selamanya laki-laki selalu lebih baik dalam hal pengambilan keputusan. Hal ini mengindikasikan adanya kesetaraan gender di dalam organisasi. Dengan demikian dalam pandangan Islam , hubungan antara laki- laki dan

57

Eka Setiawati. 2011. Perempuan Dalam Pendidikan


(24)

perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah . Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya.

Kesetaraan gender berarti adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak yang sama agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan. Serta mempunyai kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural sehingga setiap laki-laki maupun perempuan mempunyai akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol. Dengan adanya posisi, peran dan aktifitas perempuan di organisasi yang semakin meningkat, keterwakilan perempuan setidaknya dapat memberikan visi misi yang objektif namun tetap berkeadilan gender.

Dari penelitian yang dilakukan, kader Badko dan Kohati berpendapat bahwa di dalam organisasi Badko HMI Sumut sudah mengimplementasikan kesetaraan gender dalam hal pembagian peran dan jabatan secara struktural. Namun kesetaraan gender yang dilakukan belum terjadi secara sempurna, di mana kesetaraan gender yang terjadi hanyalah bagian luarnya saja. Hal ini terlihat dari penempatan antara peran laki-laki dan perempuan dalam masing-masing bidang di dalam Badko sangat patriarkhi dengan ketua bidang adalah laki-laki. Perempuan pada umumnya menempati posisi wakil ataupun bendahara.

Kader HMI Wati yang ada di Badko HMI Sumut yang menempati posisi strategis bisa dikatakan masih sedikit. Selain itu, perempuan yang memiliki kedudukan struktural masih berada dalam bidang yang memang dianggap cocok bagi kaum perempuan itu sendiri. Akan sangat jelas terlihat peran perempuan akan mendominasi bagian seperti bendahara ataupun sekretaris. Selain itu peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam organisasi masih sangat lemah dikarenakan jumlah perempuan dalam organisasi Badko HMI sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah laki-lakinya.

Sebenarnya tidak ada pembatasan peran dan aktifitas bagi perempuan di dalam organisasi untuk menjadi seorang pemimpin. Namun hari ini terlalu besar doktrin dan cara paham sebagian besar orang dalam memahami gender yang berkembang di dalam masyarakat bahwa perempuan harus berada di bawah laki-laki, yang memahami bahwa pemimpin itu haruslah seorang laki-laki. Bahkan perempuan itu sendiri merasa bahwa segala aktifitas yang frontal itu hanya menjadi bagian laki-laki. Dalam hal inilah Kohati berusaha untuk merubah


(25)

pandangan tersebut. Dengan berkohati berarti bertujuan untuk membuat perempuan itu menjadi mandiri, berpotensi dan profesional.58

Berdirinya Kohati Badko Sumut sebagai badan semi otonom dari Badko itu sendiri dan memiliki AD/ART sendiri untuk mengatur kegiatannya merupakan sebuah bentuk kesetaraan gender yang dilakukan oleh Badko.

Bagaimanapun peran antara laki-laki dan perempuan di dalam organisasi ini adalah sama yaitu untuk menciptakan insan akademis pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam. Walaupun masih ada pembagian peran antara laki-laki dan perempuan namun peran keduanya harus berjalan secara beriringan dan saling melengkapi.

59

Dengan didirikannya Kohati berarti mengindikasikan bahwa perempuan juga dapat menjadi pemimpin di dalam sebuah organisasi. Dibentuknya Kohati merupakan suatu upaya peningkatan kualitas dan peranan perempuan di lingkungan HMI agar perempuan dapat bersaing dengan laki-laki, yang kelak hasilnya akan dirasakan di lingkungan kehidupan berbangsa. Kesetaraan partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan bukan sekedar tuntutan keadilan, atau demokrasi, melainkan juga dapat dipandang sebagai kondisi yang diperlukan agar kepentingan perempuan dapat diperhitungkan, tanpa partisipasi aktif perempuan dan pernyataan perspektif perempuan di semua tingkatan pembuatan keputusan, tujuan kesetaraan, dan pembangunan tidak akan tercapai 60

58

Wawancara langsung dengan Husni Laili, Ketua Umum Kohati Badko HMI Sumut Periode 2010-2012 tanggal 5 Desember 2013 di Medan

59

Wawancara dengan Zulfan Efendi Rambe, Ketua Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi Badko Sumut periode 2008-2010 via surat elektronik.

60

Suparno Indriyati. 2005. Masih dalam Posisi Pinggiran : Membaca Tingkat Partisipasi Politik Perempuan di Kota Surakarta. Yogyakarta: Solidaritas Perempuan. Hlm.19


(26)

BAB IV.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perempuan dalam masyarakat umum sering kali tertinggal dalam segala hal dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan masih menjadi masyarakat kelas dua. Hal ini disebabkan adanya sistem budaya patriarkhi yang dalam perkembangannya diartikan sebagai sistem pengambilan keputusan dalam kehidupan politik di mana pendapat laki-laki adalah yang utama.

Berbicara mengenai perempuan tentu tidak terlepas dari permasalahan gender. Gender menjadi sebuah masalah yang krusial karena perbedaan gender melahirkan ketidakadilan bagi kaum perempuan, misalnya perempuan dianggap tidak layak untuk mendapatkan pendidikan, perempuan hanya boleh bekerja di rumah. Gender juga mengakibatkan adanya pendapat yang mengatakan perempuan tidak mempunyai kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinya dalam organisasi, baik itu organisasi masyarakat, mahasiswa maupun organisasi politik.

Keterlibatan perempuan di dalam organisasi masih sama dengan kondisi masyarakat secara umum. Perempuan hanya menempati jabatan seperti bendahara ataupun sekretaris. Oleh karena itu Kohati hadir sebagai wadah untuk memfasilitasi kader-kader perempuannya untuk dapat membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi serta kualitasnya agar dapat bersaing dengan kader laki-laki.

Agar dapat menjalankan perannya dengan baik, Kohati mempunyai landasan dalan setiap gerakannya. Gerakan Kohati adalah tindakan bersama secara sadar dan terorganisir sebagai akselerasi pencapaian tujuan HMI dengan meningkatkan kapasitas, kualitas dan peranan HMI Wati yang bertujuan untuk terbinanya muslimah HMI Wati yang berkualitas insan cita. Kohati sebagai lembaga yang ada di HMI memiliki peran aktif untuk menyikapi salah satu permasalahan perempuan. Isu utama yang ditawarkan sebagai wacana gerakan Kohati adalah Ke-Islaman, Kesejahteraan, Pemberdayaan (Empowerment), Egalitarianisme dan Demokrasi, Etika/moralitas masyarakat.

Pemberdayaan yang dilakukan oleh Kohati dalam upaya peningkatan kualitas hidup perempuan adalah melalui penyediaan akses pengajian, seminar-seminar tentang


(27)

keperempuanan, pelatihan pengkaderan serta pelatihan-pelatihan tentang kepemimpinan. Kohati juga mengkaji permaslahan gender yang ada di tengah masyarakat. Selain itu untuk meningkatkan kualitas perempuan Kohati berperan dalam peningkatan ekonomi dan politik perempuan.

Kohati sebagai organisasi memberikan ruang kepada perempuan untuk mendapatkan hak dalam memperbaiki kualitas diri melalui penyediaan akses dengan pengajian yang tidak hanya membahas ilmu agama, tapi juga membahas masalah-masalah sosial, seminar yang menambah pengetahuan terhadap masalah hukum, politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain. Hal ini dilakukan guna meningkatkan kualitas perempuan dalam kontrol dan pengambilan keputusan, juga untuk meningkatkan kesetaraan gender di dalam organisasi.

Kesetaraan gender di dalam organisasi Badko HMI Sumut telah terwujud dalam hal pembagian peran dan jabatan secara struktural. Kader perempuan juga mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam hal pengambilan keputusan. Namun kesetaraan gender yang terjadi hanya bagian luarnya saja. Perempuan hanya menduduki posisi seperti bendahara dan sekretaris. Selain itu peran perempuan dalam pengambilan keputusan dinilai masih lemah dikarenakan jumlah perempuan dalam organisasi tersebut masih sedikit. Namun hal ini pasti dapat diubah sejalan dengan meningkatnya peran perempuan, karena dengan adanya posisi, peran dan aktifitas perempuan dalam organisasi yang semakin meningkta, maka dapat memberikan visi misi yang objektif dan berkeadilan gender.

B. Saran

- Kohati harus memperbanyak kerjasama dengan lembaga-lembaga masyarakat yang ada di sekitarnya, khusunya kerjasama dengan lembaga perempuan dalam rangka pengembangan kemampuan dan wawasan kadernya. Kohati juga harus berperan secara aktif dalam menyikapi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro perempuan.

- Kader perempuan yang ada saat ini harus menyadari bahwa sudah saatnya bagi mereka untuk menunjukkan kemampuan mereka untuk memperjuangkan kesetaraan gender yang diinginkan. Karena dengan berorganisasi kader perempuan diharapkan


(28)

dapat menghimpun kesadaran kolektif untuk memperjuangkan hak-hak yang selama ini terabaikan.


(29)

BAB II. HMI SUMATERA UTARA

A. Sejarah Himpunan Mahasiswa Islam

Berdirinya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diprakasai oleh Lafran Pane, seorang mahasiswa STI (Sekolah Tinggi Islam), kini UII (Universitas Islam Indonesia) yang masih duduk di tingkat I yang ketika itu genap berusia 25 tahun. Tentang sosok Lafran Pane, secara singkat dapat dijelaskan antara lain bahwa Pemuda Lafran Pane lahir di Sipirok-Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Beliau adalah anak seorang Sutan Pangurabaan Pane –tokoh pergerakan nasional “serba komplit” dari Sipirok, Tapanuli Selatan-. Pemuda Lafran Pane yang tumbuh dalam lingkungan nasionalisme muslim pernah mengenyam di pendidikan Pesantren, Ibtidaiyah, Wusta dan Sekolah Muhamadiyah.30

Adapun latar belakang pemikirannya dalam pendirian HMI adalah: "Melihat dan menyadari keadaan kehidupan mahasiswa yang beragama Islam pada waktu itu, yang pada umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agamanya. Keadaan yang demikian adalah akibat dari sistem pendidikan dan kondisi masyarakat pada waktu itu. Karena itu perlu dibentuk organisasi untuk merubah keadaan tersebut. Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agamanya, yaitu agama Islam. Tujuan tersebut tidak akan terlaksana kalau NKRI tidak merdeka, rakyatnya melarat. Maka organisasi ini harus turut mempertahankan Negara Republik Indonesia ke dalam dan keluar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat”.31

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berdiri pada hari Rabu Pon 1878 Tahun Saka atau tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H bertepatan dengan 5 Februari 1947 M. Itulah hari bersejarah bagi HMI dan juga bagi dunia mahasiswa serta bangsa Indonesia pada umumnya. Keberanian dan cita-cita luhur putra bangsa itu telah lahir sarana dan wahana perjuangan mempertahankan dan mengisi kemerdekaan, dari kalangan mahasiswa muslim yang memiliki

30

Noexs. 2009.Sejarah HMI. tanggal 7 November 2013 pukul 12.40 WIB

31

Adit Soejipto. 2013. Sejarah Singkat HMI tanggal 7 November 2013 pukul 12.48 WIB


(30)

komitmen atas keislaman dan keindonesiaan. Jerih payah Lafran Pane dan 14 orang kawan-kawannya mahasiswa STI membuahkan hasil gemilang, HMI menjadi organisasi yang besar dan terkemuka.

Pembentukan organisasi HMI saat itu juga dikarenakan adanya dorongan kepentingan yang lebih luas sebagai respon atas tuntutan perjuangan melawan penjajah Belanda, kesadaran yang mendalam atas kedudukan dan peranan mahasiswa sebagai kader bangsa yang dituntut tanggungjawabnya secara nyata di tengah-tengah masyarakat. Selain itu, dilihat dari segi politis, perkembangan komunisme mulai mengkhawatirkan dan semakin disadari hadirnya berbagai tantangan untuk mewujudkan masa depan Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, adil dan makmur. Bagi HMI tidak ada dikotomi antara keislaman dan keindonesiaan. Suasana kebatinanlah yang menjadi karakter HMI, sebagai organisasi kader umat dan kader bangsa. Sedangkan wawasan kemahasiswaan menunjukkan HMI adalah organisasi mahasiswa yang berorientasi pada ilmu pengetahuan.32

Dari berbagai dokumen organisasi seperti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP), Tafsir Azas, Tafsir Tujuan, Tafsir Independensi, karakteristik HMI mengandung prinsip-prinsip: Berazaskan Islam dan bersumber pada Al-Quran serta As Sunnah. Berwawaskan keislaman dan keindonesiaan atau kebangsaan dan kemahasiswaan. Bertujuan membina lima kualitas insan cita di dalam pribadi seorang mahasiswa yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas Kalau sekarang anggota HMI mencapai ratusan ribu dan tersebar di seluruh Indonesia, tentu saja hal tersebut merupakan perkembangan yang luar biasa di mana saat pertama terbentuk anggota yang ada hanya berjumlah 15 orang. Pesatnya perkembangan HMI bagaimanapun tidak dapat dilepaskan dari keberhasilannya dalam menjawab aspirasi mahasiswa dan tantangan zaman. Dari kampus STI, dalam waktu singkat banyak mahasiswa dari BPT Gadjah Mada dan STT bergabung dan selanjutnya HMI memperoleh sambutan luas dari kalangan mahasiswa muslim di Yogyakarta dan sekitarnya. Dalam perkembangannya, pengaruh dan daya tarik HMI meluas ke luar Yogyakarta menjangkau Surakarta, Klaten Jakarta, Bandung, Bogor, Surabaya dan kota-kota lain yang mempunyai perguruan tinggi. Keberadaan HMI ternyata sejalan dengan tuntutan bangsa Indonesia yang sedang perang melawan Belanda. Dengan senantiasa belajar dan berjuang secara gigih membentuk anggota HMI yang tangguh.

32


(31)

kemanusiaan. Bersifat independen. Berstatus sebagai organisasi mahasiswa. Berfungsi sebagai organisasi kader. Berperan sebagai organisasi perjuangan. Bertugas sebagai sumber insan pemimpin bangsa. Berkedudukan sebagai organisasi modernis.33

Sebelum Kohati resmi terbentuk secara nasional, HMI Wati di beberapa cabang HMI telah berpartisipasi penuh dalam kegiatan-kegiatan mahasiswa dalam dinamika Angkatan 1966. Di HMI Cabang Jakarta, bersamaan dengan Konferensi Cabang, dalam Musyawarah Kerja Keputrian Cabang Jakarta Desember 1965, secara resmi dibentuk Korps HMI Wati. Tiga orang formaturnya adalah Hartini Hakim, Yulia Mulyati dan Fadhlah Barie. Dipilihnya nama “Korps” adalah karena pada saat tersebut tengah dibentuk berbagai korps dalam Angkatan Bersenjata sebagai wadah khusus perempuan. Karenanya di HMI harus pula ada Korps HMI Wati.

Secara hierarkis susunan pengurus HMI dapat dijabarkan sebagai berikut: PB HMI, Badko HMI, Cabang HMI, Korkom HMI dan Komisariat HMI. Badko bertugas untuk mengkoordinir beberapa cabang di dalam satu provinsi. Sedangkan Korkom (koordinator komisariat) dibentuk untuk membantu tugas cabang dalam mengkoordinasikan beberapa komisariat. Selain itu HMI juga memiliki badan-badan khusus, salah satunya adalah Korps HMI Wati. Badan khusus Korps HMI Wati (Kohati) yang bersifat otonom dibentuk tanggal 17 September 1966 di Surakarta. Pedoman Dasar Kohati yang mengatur berbagai ketentuan tentang Kohati bertahan hingga tahun 1997 dengan berbagai penyempurnaan sesuai dengan perkembangan internal dan eksternal HMI. Kohati sebagai badan khusus yang bekerja di bidang kewanitaan adalah aparat HMI yang tidak terpisahkan. Hingga sekarang Kohati tetap mempunyai hubungan organisatoris dengan HMI yang bersifat semi otonom.

B. Sejarah Korps HMI Wati di Indonesia

B.1 Kohati: Dari Departemen Keputrian Menjadi Semi Otonom

Sebelum kelahiran Korps HMI Wati (Kohati), kegiatan HMI Wati dikelola oleh Departemen Keputrian yang merupakan salah satu bidang dalam struktur organisasi HMI. Ditilik dari sejarahnya kiprah kaum hawa di organisasi HMI melekat sejak kelahirannya. Bahwa di antara pendiri HMI pada 5 Februari 1947, terdapat dua orang perempuan, yaitu Maisyarah Hilal dan Siti Zainah. Dalam perkembangan selanjutnya muncullah Baroroh Baried, Tujimah dan Tedjaningsih.

33


(32)

Tercetusnya kata “Cohati” dikatakan apabila “copilot” selalu berada di samping “pilot” maka “Cohati” berada di samping “hati” (HMIwan).34

34

M. Alfan Alfian. 2013. HMI 1963-1966 Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara. Jakarta: Kompas. hlm.133

Sedangkan istilah “korps” digunakan untuk menghindari digunakannya istilah perhimpunan, aosiasi ataupun organisasi, karena tidak mungkin bisa hidup organisasi di dalam organisasi. Semangat mendirikan korps ini adalah karena ia memiliki jiwa korps, yakni jiwa kebersamaan dan persaudaraan plus. Sifatnya semi otonom karena menjadi bagian dari HMI, organisasi induknya.

Pada kurun waktu yang hampir bersamaan, 1965 di Cabang Makassar, HMI Wati yang semula tergabung dalam seksi Keputrian Cabang mendirikan korps yang mereka namakan “Corps Keputrian” disingkat CK. Pembentukan ini atas gagasan peserta Training

Keputrian Berdikari yang dilaksanakan HMI Cabang Makassar dengan 80 orang peserta. Kegiatan Korps Keputrian sudah sangat maju. Mereka berhasil melaksanakan Training

Nasional Keputrian HMI yang dilaksanakan di Pulau Kayangan, Makasaar, pada Mei 1966. Mengamati inisiatif yang berkembang pada tingkat lokal ini, yaitu di sejumlah cabang-cabang HMI, maka pada 11 Juni 1966 PB HMI mengeluarkan Surat Keputusan 29319/A/Sek/1966 yang kelak merupakan cikal bakal dibentuknya Kohati di setiap cabang, komisariat dan rayon dengan status semiotonom. SK ditandatangani oleh Ketua Umum PB HMI Sulastomo dan Wakil Sekjen Nabhani Misbach. Instruksi ini disusul pada Juli 1966 dengan sebuah Pedoman Pelaksanaan yang ditandatangani oleh Munadjat Aminarto (Ketua), Jususf Sjakir (Sekjen) dan Anniswati Rochlan (Ketua Departemen Keputrian).

Sebelum SK PB HMI diterima oleh cabang-cabang di samping cabang Jakarta dan Makassar, sejumlah cabang telah mendirikan Korps HMI Wati atau Korps Keputrian, di antaranya adalah Cabang Bogor (19 Februari 1966) dengan diketuai Ida Ismail, sedangkan Cabang Surabaya diketuai oleh Sri Subekti (Desember 1965). Adapun cabang-cabang lainnya baru melaksanakan pembentukan Kohati setelah SK PB HMI diterima. Sebagian lagi baru secara khusus mendirikan Kohati pada saat persiapan-persiapan menyusun delegasi ke Kongres VIII HMI.


(33)

B.2 Momentum Kelahiran Kohati

Kohati secara resmi didirikan pada Munas I, bertepatan dengan Kongres VIII HMI di Solo 10-17 September 1966. Sebagai Presidium Munas adalah lima orang Ketua Badko, yaitu Nurhadidjah Lubis (Badko Sumut), Ny. Fauzi Anwar (Badko Sumsel), Ida Ismail (Badko Jabar), Nurhayati (Badko Jateng) dan Faizah Hasyim (Badko Intim). Munas pertama Kohati tersebut memutuskan nama Cohati, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) Cohati, Program Kerja dan Rekomendasi Munas.

Mukaddimah PD/PRT Kohati pada awal pendiriannya, 17 September 1966, mengutip hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya, “Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanitanya, baiklah negara, bila rusak wanitanya, rusaklah negara”. Hal inilah yang menjadi landasan utama mengapa kualitas dan peranan HMI Wati harus ditingkatkan dalam HMI. terkait dengan peningkatan Departemen Keputrian menjadi Korps yang berstatus semiotonom, maka dalam melaksanakan kegiatannya keluar HMI, Kohati seolah-olah sebuah organisasi mahasiswa Islam yang mewakili HMI pada kegiatan-kegiatan eksternal, khususnya bidang kewanitaan. Korps mempunyai struktur mulai dari tingkat PB, Badko, Cabang, Komisariat dan Rayon. Struktur Korps juga mengikuti struktur HMI. formulasi lengkap dari tujuan Kohati pada saat pendiriannya adalah, “Meningkatkan kualitas dan peranan HMI Wati dalam usaha untuk mencapai tujuan HMI pada umumnya dan bidang kewanitaan pada khususnya”. Pada saat sekarang ini, formulasi ini lebih dikenal dengan istilah pemberdayaan atau empowerment.

Latar belakang berdirinya Kohati adalah: Pertama, perjuangan HMI makin meningkat sesuai dengan gerakan perjuangan bangsa. Terutama pada masa peralihan dari masa Orde Lama menuju Orde Baru. Peningkatan kesadaran kaum wanita dan masyarakat pada umumnya untuk aktif dalam aspek kehidupan semakin besar. Oleh karena itu, dalam rangka pencapaian tujuan HMI yang lebih maksimal, dilakukanlah pembagian tugas yang lebih efektif. Manifestasi dari pembagian tugas tersebut ialah dikembangkannya lembaga-lembaga khusus, seperti LDMI, LAPMI dan sebagianya sesuai dengan kebutuhan anggota. Di sisi lain, kesadaran untuk lebih meningkatkan peranan dan aktifitas HMI Wati telah mendorong terbentuknya “COHATI” atau kemudian dalam ejaan baru KOHATI. Jika dikatakan HMI merupakan kader umat dan kader bangsa, dengan demikian HMI Wati turut serta bersamanya


(34)

menjadi kader wanita Islam. Untuk itu sudah sewajarnyalah jika HMI Wati melakukan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas dan peranannya dalam setiap gerak HMI.35

Kedua, semula memang maksud didirikannya Kohati adalah pengerahan massa dalam KAP (Kesatuan Aksi Pengayangan) GESTAPU/PKI. Dalam bentuk Departemen Keputrian, paling-paling hanya tiga atau empat orang saja yang bersedia bekerja. Dengan adanya Korp Hmi Wati, maka banyak HMI Wati yang ambil bagian, sehingga dengan demikian lebih banyak kegiatan yang dilakukan dan lebih banyak HMI Wati yang belajar dari pengalaman di HMI. Dengan kata lain, pembinaan HMI Wati sebagai anggota HMI lebih riil.36

Ketiga, yang mendorong didirikannya Kohati adalah karena dibentuknya berbagai korps dalam angkatan bersenjata sebagai wadah khusus perempuan, seperti Angkatan Laut punya KOWAL, Angkatan Darat punya KOWAD, Angkatan Udara punya KOWAU, Angkatan Kepolisian punya POLWAN maka HMI punya Kohati. Tujuan dari dibentuknya berbagai korps tersebut adalah untuk mengerahkan massa dalam menghadapi komunis. Gambaran sebenarnya yang mendorong berdirinya Kohati adalah untuk pembentukan kader-kader HMI Wati yang dapat membawakan aspirasi HMI dimanapun berada. Selain itu mengingat situasi sosial politik pada sekitar tahun 1966 menyebabkan timbulnya hasrat dan semangat dari seluruh unsur masyarakat yang ada untuk mempersatukan kekuatan dalam menumpas gerakan PKI waktu itu. PKI merupakan lawan ideologis HMI yang masuk melalui pintu gerakan perempuan (GERWANI). Upaya HMI untuk bersentuhan langsung pada gerakan keperempuanan membawa konsekuensi logis masuknya HMI ke kancah perjuangan gerakan perempuan, baik formal maupun informal. Sebagai langkah taktis untuk masuk ke wilayah perempuan akan lebih efektif bila HMI memiliki kelompok kepentingan ( interest-group) yang dapat diperhitungkan sebagai bagian langsung dari gerakan perempuan yang berbasis organisasi perempuan.37

Pada Munas I tersebut, terpilih Anniswati Rochlan sebagai Ketua Umum Kohati PB/Ketua formatur didampingi Ida Ismail (Badko Jabar) dan Yulia Mulyati (Cabang Jakarta) masing-masing sebagai mede-formatur pembentukan Kohati PB. Pada Kepengurusan Kohati PB tersebut, Anniswati Rochlan menjadi ketua umum, Yulia Mulyati menjadi sekretaris umum dan Ida Ismail menjadi ketua bidang kader.

35

M. Alfan Alfian, op. cit. hlm.136 36

Muslimah Widya Insan Cita. 2012. Sejarah Kohati

‎29 OKtober ‎2013 pukul 22.16 WIB 37


(35)

Pada periode pertama Kohati PB ini, menurut Ida Nasution, Kohati berhasil menyusun sistem pengkaderan yang kemudian diterapkan secara nasional.38

Tujuan Kohati pada awal didirikannya sejalan dengan tujuan HMI pada saat itu, yaitu mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan derajat rakyat Indonesia; mensyiarkan ajaran agama Islam. Namun tujuan Kohati pada saat itu lebih pada peningkatan kualitas dan kuantitas anggota HMI Wati dalam ikut serta melaksanakan cita-cita perjuangan bangsa.

Pengkaderan Kohati yang diberi nama Up Grading Kohati dilaksanakan oleh Kohati Cabang, Badko dan pada tingkat nasional oleh Kohati PB. Kohati Cabang melaksanakan Up Grading II dan Kohati Badko dan Kohati PB melaksanakan Up Grading I. kedua tingkat pengkaderan ini diutamakan pada upaya pengayaan HMI Wati dalam soft skills untuk mengimbangi kemampuan hard skills yang didapat di ruang kuliah, sehingga pada saatnya seorang HMI Wati lengkap dibekali dengan kemampuan kepemimpinan, manajemen, komunikasi dan

human relations yang mendukung profesionalisme dalam disiplin ilmu yang dipilihnya.

Dijelaskan bahwa upaya pengayaan HMI Wati dalam setiap pembinaan dan pengkaderan berpegang pada slogan “Menjadi Sarjana yang Wanita dan Wanita yang Sarjana”. Artinya, sekalipun dia sarjana, dia tetap mempertahankan fitrah sebagai perempuan, dan sekalipun dia seorang perempuan, dalam seluruh kehidupannya dia menerapkan kompetensinya sebagai sarjana.

Status semiotonom telah memberikan keleluasaan kepada Kohati untuk membawakan aspirasi HMI ke dalam organisasi-organisasi perempuan. Kohati merupakan perpanjangan tangan HMI dalam forum tersebut. Lahirnya Kohati dalam HMI telah menjadi bukti nyata bahwa dalam menghadapi isu keperempuanan, HMI telah mempunyai pandangan jauh ke depan. Jauh sebelum negara memformulasikan pemberdayaan perempuan sebagai program utama untuk peningkatan sumberdaya manusia, HMI sudah melaksanakannya sejak tahun 1966. Keputusan HMI untuk membentuk Kohati adalah suatu upaya empowerment, yaitu upaya untuk meningkatkan kualitas dan peranan perempuan di lingkungan HMI yang kelak hasilnya akan dirasakan di lingkungan kehidupan berbangsa.

B.3 Tujuan Berdirinya Kohati

39

38

M. Alfan Alfian, op. cit. hlm.137 39


(36)

Kualitas insan cita HMI merupakan dunia cita yang terwujud dalam HMI melalui pribadi seorang manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan serta mampu melaksanakan tugas kerja kemanusiaan. Kualitas tersebut sebagaimana dalam pasal 4 Anggaran Dasar yaitu “Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah Subhanahu wata’ala”.40

1. Kualitas insan akademis

a. Berpendidikan tinggi, berpengetahuan luas, berpikir rasional, obyektif dan kritis.

b. Memiliki kemampuan teoritis, mampu memformulasikan apa yang diketahui. Selalu berlaku dan menghadapi suasana sekelilingnya dengan kesadaran. c. Sanggup berdiri sendiri dengan lapang ilmu prengetahuan sesuai dengan ilmu

pengetahuannya, baik secara teoritis maupun teknis dan sanggup bekerja secara alamiah yaitu secara bertahap. Teratur, mengarah pada tujuan sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.

2. Kualitas insan pencipta; insan akademis pencipta

a. Sanggup melihat kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih dari yang sekedar ada dan bergairah besar untuk menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih baik dan bersikap dengan bertolak dari apa yang ada (yaitu Allah). Berjiwa penuh dengan gagasan-gagasan kemajuan, selalu mencari perbaikan dan pembaharuan.

b. Bersifat independen dan terbuka, tidak isolative. Insan yang menyadari dengan sikap demikian, potensi kreatifnya dapat berkembang dan menentukan bentuk yang indah.

c. Dengan memiliki kemampuan akademis dia mampu melaksanakan tugas kemanusiaan yang disemangati ajaran Islam.

3. Kualitas insan pengabdi; insan akademis, pencipta pengabdi

a. Ikhlas dan sanggup berkarya demi kepentingan orang banyak atau sesama umat.

b. Sadar membawa tugas insan pengabdi, bukan hanya membuat dirinya baik, tetapi juga mampu membuat lingkungan di sekelilingnya menjadi lebih baik.

40


(37)

c. Insan akademis, pencipta dan pengabdi adalah yang bersungguh-sungguh mewujudkan cita-cita dan ikhlas mengamalkan ilmunya untuk kepentingan sesamanya.

4. Kualitas insan yang bernafaskan Islam; insan akademis, pencipta pengabdi yang bernafaskan Islam

a. Islam yang telah menjiwai dan memberi pedoman pola pikir dan pola lakunya tanpa memakai merk Islam. Islam akan menjadi pedoman dalam berkarya dan mencipta sejalan dengan nilai-nilai universal Islam. Dengan demikian Islam telah menapaki dan menjiwai karyanya.

b. Ajaran Islam telah berhasil membentuk unity personality dalam dirinya. Nafas Islam telah membentuk pribadinya yang utuh tercegah dari split personality, tidak pernah ada dilemma pada dirinya sebagai warga negara dan dirinya sebagai muslimah insan cita ini telah mengintegrasikan masalah suksesnya dalam pembangunan nasional bangsa ke dalam suksesnya perjuangan umat Islam Indonesia.

5. Kualitas insan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT

a. Insan akademis, pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat makmur yang diridhoi Allah SWT.

b. Berwatak sanggup memikul akibat-akibat dari perbuatannya, sadar bahwa menempuh jalan yang benar diperlukan adanya kesadaran moral.

c. Spontan dalam menghadapi tugas, responsive dalam menghadapi persoalan-persoalan dan jauh dari sikap apatis.

d. Rasa tanggung jawab, takwa kepada Allah SWT yang menggugah untuk mengambil peran aktif dalam suatu bidang dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

e. Korektif terhadap setiap langkah yang berlawanan dengan usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

f. Percaya pada diri sendiri dan sadar akan kedudukannya sebagai khalifah fil ard yang harus melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.41

41

Memori Penjelasan Tentang Islam Sebagai Azas H


(38)

Pada pokoknya insan cita HMI merupakan man of future insan pelopor yaitu insan yang berpikiran luas dan berpandangan jauh, bersikap terbuka, terampil atau ahli dalam bidangnya, sadar apa yang menjadi cita-citanya dan tahu bagaimana mencari ilmu perjuangan untuk secara kooperatif bekerja sesuai dengan yang dicita-citakan.

Dalam rangka itu Kohati merumuskan tujuannya sebagai berikut : “Terbinanya Muslimah Yang Berkualitas Insan Cita”.

Dengan rumusan tujuan ini, Kohati memposisikan dirinya sebagai bagian yang ingin mencapai tujuan HMI (mencapai lima kualitas insan cita) tetapi berspesialisasi pada pembinaan anggota HMI Wati untuk menjadi muslimah yang berkualitas insan cita.

Untuk dapat menjalankan peranannya dengan baik, maka Kohati harus dapat membekali dirinya dengan meningkatkan kualitasnya sehingga anggota Kohati memiliki watak dan kepribadian yang teguh, kemampuan intelektual, kemampuan professional serta kemandirian dalam merespon dan mengantisipasi berbagai wacana keperempuanan yang berkembang dalam masyarakat.

C. Badan Koordinasi (Badko) HMI Sumatera Utara

Secara hierarkis kepemimpinan tertinggi HMI berada di tangan Pengurus Besar HMI (PB HMI). Dalam melaksanakan aktifitasnya, PB dibantu oleh Badan Koordinator (Badko). Badko HMI dibentuk tahun 1963 bertugas sebagai pembantu Pengurus Besar. Badko HMI dibentuk untuk mengkoordinasi beberapa cabang, minimal mengkoordinasikan cabang-cabang di satu provinsi. Masa jabatan Pengusrus Badko disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Besar. Formasi Pengurus Badko sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum.

Dalam melaksanakan tugasnya, Badko mempunyai tugas dan wewenang, antara lain adalah:42

a) Melaksanakan dan mengembangkan kebijaksanaan Pengurus Besar tentang berbagai masalah organisasi di wilayahnya.

b) Mewakili Pengurus Besar menyelesaikan persoalan intern di wilayah koordinasinya tanpa meninggalkan keharusan konsultasi dengan Pengurus Besar.

42


(39)

c) Melaksanakan segala ketetapan Musyawarah Daerah (MUSDA). d) Melaksanakan Sidang Pleno setiap semester.

e) Membantu menyiapkan draft materi Kongres.

f) Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan Cabang dalam wilayah koordinasinya. g) Mewakili Pengurus Besar dalam melantik Cabang-cabang di wilayah koordinasinya. h) Meminta laporan perkembangan Cabang-cabang dalam wilayah koordinasinya. i) Menyampaikan laporan kerja Pengurus setiap semester kepada Pengurus Besar. j) Menyelenggarakan Musda selambat-lambatnya tiga bulan setelah Kongres. k) Memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Musda.

l) Menyelenggarakan LK III minimal 1 tahun sekali.

Sebagaimana badan pembantu Pengurus Besar, Badan Koordinasi berfungsi di antaranya adalah sebagai koordinator yang melaksanakan dan mengembangkan kebijakan Pengurus Besar tentang berbagai masalah atau menyelesaikan persoalan-persoalan intern HMI di lingkungan koordinasinya. Hal yang lebih penting lagi adalah dimaksudkan untuk menyerasikan gerak langkah organisasi selaras dan sejalan dengan kebijakan PB yang berpedoman kepada ketetapan-ketetapan kongres sebagai instansi pengambilan keputusan tertinggi organisasi.

2.3.1 Struktur Organisasi Pengurus Badan Koordinasi

Struktur organisasi Pengurus Badan Koordinasi sesuai dengan pembidangan dalam Program Kerja Nasional HMI, disesuaikan dengan pembidangan kerja dalam struktur PB kecuali bidang hubungan internasional yang hanya ada pada tingkat PB.

a. Bidang Intern b. Bidang Ekstern

c. Bidang Administrasi dan Kesekretariatan d. Bidang Keuangan dan Perlengkapan e. Bidang Pemberdayaan Perempuan

Struktur organisasi Pengurus Badko HMI diisi dengan personalia yang memenuhi persyaratan sesuai dengan persyaratan Pengurus Besar. Hal ini dikarenakan Badko seperti tercantum dalam Pasal 25 Anggaran Rumah Tangga HMI. Oleh sebab itu, maka persyaratan minimal dapat menjadi Pengurus Badko HMI adalah anggota yang pernah menjadi Pengurus Komisariat dan Pengurus Cabang atau anggota yang berprestasi dan telah mengikuti LK II.


(40)

Badko Sumatera Utara pertama kali berdiri pada tahun 1965. Badko Sumut dibentuk untuk mengkoordinasikan cabang-cabang HMI yang berada dalam wilayah Sumatera Utara. Badko HMI Sumut menaungi delapan Cabang HMI, yaitu HMI Cabang Medan, HMI Cabang Binjai, HMI Cabang Langkat, HMI Cabang Kisaran Asahan, HMI Cabang Pematang Siantar, HMI Cabang Labuhan Batu, HMI Cabang Padang Sidempuan dan HMI Cabang Mandailing Natal.

D. Perjalanan Kohati Badko HMI Sumatera Utara

Seperti yang dilaporkan PB HMI bahwa perkembangan Kohati sangat cepat, karena HMI sebagai induknya sudah ada di berbagai cabang, yang membawahi komisariat, rayon di seluruh Indonesia. Pada usianya yang kedua setengah tahun, sejak didirikannya Kohati pada tahun 1966, Kohati berhasil membentuk 70 cabang dari 110 cabang HMI. Dari perkembangan ini, dibeberapa tempat terjadi konflik secara organisatoris disebabkan adanya penyempurnaan organ Kohati. Konflik antara Kohati dan HMI saat itu terjadi karena HMI kurang mampu mengelola organisasi dengan baik, sehingga Kohati terdorong kearah ekslusif. Akibatnya di beberapa cabang terjadi salah tindak dan salah pengertian, di mana HMI menganggap Kohati ingin melepaskan diri dari HMI, sementara Kohati sendiri seolah-olah seperti dilepaskan dari HMI. Ini semua terjadi karena kurangnya koordinasi HMI.43

a. Periode 1990-1992

Untuk mengkoordinir cabang-cabang tersebut dibentuklah Badan Koordinasi HMI. Salah satu Badan Koordinasi yang dibentuk oleh HMI adalah Kohati Badko Sumatera Utara. Terbentuknya Kohati Badko ini adalah untuk mengkoordinir cabang-cabang HMI yang berada di daerah Sumatera Utara. Kohati Badko Sumut terbentuk pada tahun 1990. Berikut ini adalah sekilas tentang perjalanan Kohati Badko Sumut.

Berdasarkan hasil Musda Badko HMI Sumut pada tahun 1991 maka, terpilihlah Saudari Irmayani sebagai KOREG (koordinator Regional ). Pada saat FKK (forum Komunikasi Kohati) PB HMI, saudari Irmayani mengundurkan diri dan digantikan oleh saudari Ira Suryani yang pada saat sebelumnya menjabat sebagai sekum Kohati Badko HMI Sumut., dengan sekumnya saudari Ratna Lubis. Setelah 6 bulan kepengurusan saudari Ratna Lubis mengundurkan diri dan digantikan oleh saudari Masganti.

43

Agussalim Sitompul. 2002. Menyatu dengan Umat Menyatu dengan Bangsa: Pemikiran Keislaman-Keindonesiaan HMI 1947-1997. Jakarta: Logos. hlm. 230


(1)

positions such as treasurer and secretary. In addition, the role of women in decision-making was assessed as weak because the number of women in this organization is still small.


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh Halaman Persetujuan

Nama : Yudieth Sry Lestari NIM : 090906078

Departemen : Ilmu Politik

Judul : Peran Kader Perempuan Dalam Organisasi

(Studi Deskriptif Peran Perempuan Pada Himpunan Mahasiswa Islam Sumatera Utara)

Menyetujui: Ketua

Departemen Ilmu Politik,

Dra. T. Irmayani, M. Si. NIP. 196806301994032001

Dosen Pembimbing Dosen Pembaca,

(Faisal Andri Mahrawa, S.IP., M.Si)

NIP. 197512222008121002 NIP. 196806301994032001 (Dra. T. Irmayani, M. Si)

Mengetahui: Dekan FISIP USU,

NIP. 196805251992031002 (Prof. Dr. Badaruddin, M.Si)


(3)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat yang diberikan-Nya, atas segala nikmat yang telah Engkau berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk meraih gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul “Peran Kader Perempuan dalam Organisasi (Studi Deskriptif Peran Perempuan Pada Himpunan Mahasiswa Islam Sumatera Utara).

Teristimewa rasa hormat dan terimakasih penulisa ucapkan kepada kedua orangtua tercinta, ayahanda Nimbangsa Pelawi dan ibunda Ernita. Serta kedua saudara penulisa, Bayu Frans Kesuma Pelawi dan Reynaldi Agung Setiawan Pelawi, yang selama ini telah memberikan dukungan dan semangat agar saya bisa menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk kasih sayang dan segala pengorbanannya.

Dalam masa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara moral maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. T. Irmayani, selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen pembaca saya, yang telah banyak memberi masukan demi kelancaran skripsi saya.

3. Bapak Faisal Andri Mahrawa S.IP., M.Si, selaku dosen pembimbing dan dosen wali yang sangat baik bagi penulis. Terimakasih pak, atas bimbingan yang bapak berikan dan terimakasih juga untuk selalu bertanya tentang perkembangan skripsi saya.

4. Kepada seluruh narasumber saya, Rizqi Emeliya, Husni Lalili dan Zulfan Efendi Rambe terimakasih atas waktu dan informasi yang telah kakak dan abang berikan untukku.

5. Kepada Kak Emma Sari Dalimunthe, Kak Siti, Bang Burhan dan seluruh pegawai Departemen Ilmu Politik. Terimakasih untuk segala bantuannya selama ini.

6. Untuk sahabat-sahabat terbaik penulis, Teguh Setyawan, Mita Novianty, Annisa Bilhaq, Ezwin Fahmi Daulay, Dini Oktiari, Kiki Cyntia, Veronica, Dewi Lestari., Frenky, Hamzah Rambe, Abdurrahman dan Joni Rahman, terimakasih karena selalu ada dan terimakasih untuk bantuan dan semangatnya.


(4)

7. Terimakasih untuk keluarga besar Departemen Ilmu Politik angkatan 2009, Elisa, Ningsih, Leni, Indah, Dhea, Ira, Kafi, Sarah, Rian Indah, Maya Thiara, Ingrace, Edo, Novi, Chastry, Azhary dan semuanya yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu-persatu. Tetap semangat dan sukses untuk kita semuanya.

8. Kepada adek-adek 2010, Ricky, Ari, Devi, Mail, Ipan, Cafry, Yuva, Amal dan Muklis. Adek-adek 2011, Sayid, Ucup, Mujahid, Ojan, Rusmi, Riza, Rio, Iil, Ciona, Dwi, Umi, Tio dan yang lainnya terimakasih untuk bantuannya selama ini.

Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis mengaharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Medan, 21 Maret 2014


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ……… i

Abstrak ... ii

Abstract ……….. iv

Halaman Persetujuan ………. vi

Kata Pengantar ……….……… vii

Daftar Isi ………... ix

Daftar Gambar ………. x

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………. 7

C. Pembatasan Masalah ……….. 7

D. Tujuan Penelitian ………. 8

E. Manfaat Penelitian ………. 8

F. Kerangka Teori ……….. 8

G. Metode Penelitian ………. 26

H. Sistematika Penulisan ……… 28

BAB II HMI Sumatera Utara A. Sejarah Himpunan Mahasiswa Islam ……… 29

B. Sejarah Korps HMI Wati di Indonesia ………. 32

C. Badan Koordinasi (Badko) HMI Sumatera Utara ……… 41

D. Perjalanan Kohati Badko HMI Sumatera Utara ……….. 43

BAB III Peran Kader Perempuan (Kohati) Dalam Organisasi HMI A. Fungsi dan Peran Kohati ………. 61

B. Platform Gerakan Kohati ………. 66

C. Peran Kohati Badko HMI Sumut dalam Peningkatan Pemberdayaan Perempuan ……….. 68

D. Respon Kohati Badko HMI Sumut terhadap Isu Gender……… 71

E. Peran Kohati Badko HMI Sumut dalam Peningkatan Ekonomi Perempuan ……….. 73

F. Peran Kohati Badko HMI Sumut dalam Peningkatan Politik Perempuan ……… 74

G. Analisis Kasus ……….. 76

BAB IV Penutup A. Kesimpulan ……… 84

B. Saran ……….. 87


(6)

Daftar Lampiran

DAFTAR GAMBAR