BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Perempuan dalam masyarakat umum sering kali tertinggal dalam segala hal dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan masih menjadi masyarakat kelas dua. Hal ini
disebabkan adanya sistem budaya patriarkhi yang dalam perkembangannya diartikan sebagai sistem pengambilan keputusan dalam kehidupan politik di mana pendapat laki-laki adalah
yang utama. Berbicara mengenai perempuan tentu tidak terlepas dari permasalahan gender. Gender
menjadi sebuah masalah yang krusial karena perbedaan gender melahirkan ketidakadilan bagi kaum perempuan, misalnya perempuan dianggap tidak layak untuk mendapatkan pendidikan,
perempuan hanya boleh bekerja di rumah. Gender juga mengakibatkan adanya pendapat yang mengatakan perempuan tidak mempunyai kemampuan untuk mengaktualisasikan dirinya
dalam organisasi, baik itu organisasi masyarakat, mahasiswa maupun organisasi politik. Keterlibatan perempuan di dalam organisasi masih sama dengan kondisi masyarakat
secara umum. Perempuan hanya menempati jabatan seperti bendahara ataupun sekretaris. Oleh karena itu Kohati hadir sebagai wadah untuk memfasilitasi kader-kader perempuannya
untuk dapat membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi serta kualitasnya agar dapat bersaing dengan kader laki-laki.
Agar dapat menjalankan perannya dengan baik, Kohati mempunyai landasan dalan setiap gerakannya. Gerakan Kohati adalah tindakan bersama secara sadar dan terorganisir
sebagai akselerasi pencapaian tujuan HMI dengan meningkatkan kapasitas, kualitas dan peranan HMI Wati yang bertujuan untuk terbinanya muslimah HMI Wati yang berkualitas
insan cita. Kohati sebagai lembaga yang ada di HMI memiliki peran aktif untuk menyikapi salah satu permasalahan perempuan. Isu utama yang ditawarkan sebagai wacana gerakan
Kohati adalah Ke-Islaman, Kesejahteraan, Pemberdayaan Empowerment, Egalitarianisme dan Demokrasi, Etikamoralitas masyarakat.
Pemberdayaan yang dilakukan oleh Kohati dalam upaya peningkatan kualitas hidup perempuan adalah melalui penyediaan akses pengajian, seminar-seminar tentang
Universitas Sumatera Utara
keperempuanan, pelatihan pengkaderan serta pelatihan-pelatihan tentang kepemimpinan. Kohati juga mengkaji permaslahan gender yang ada di tengah masyarakat. Selain itu untuk
meningkatkan kualitas perempuan Kohati berperan dalam peningkatan ekonomi dan politik perempuan.
Kohati sebagai organisasi memberikan ruang kepada perempuan untuk mendapatkan hak dalam memperbaiki kualitas diri melalui penyediaan akses dengan pengajian yang tidak
hanya membahas ilmu agama, tapi juga membahas masalah-masalah sosial, seminar yang menambah pengetahuan terhadap masalah hukum, politik, ekonomi, pendidikan dan lain-lain.
Hal ini dilakukan guna meningkatkan kualitas perempuan dalam kontrol dan pengambilan keputusan, juga untuk meningkatkan kesetaraan gender di dalam organisasi.
Kesetaraan gender di dalam organisasi Badko HMI Sumut telah terwujud dalam hal pembagian peran dan jabatan secara struktural. Kader perempuan juga mendapatkan
kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam hal pengambilan keputusan. Namun kesetaraan gender yang terjadi hanya bagian luarnya saja. Perempuan hanya menduduki
posisi seperti bendahara dan sekretaris. Selain itu peran perempuan dalam pengambilan keputusan dinilai masih lemah dikarenakan jumlah perempuan dalam organisasi tersebut
masih sedikit. Namun hal ini pasti dapat diubah sejalan dengan meningkatnya peran perempuan, karena dengan adanya posisi, peran dan aktifitas perempuan dalam organisasi
yang semakin meningkta, maka dapat memberikan visi misi yang objektif dan berkeadilan gender.
B. Saran