Analisis Kasus Peran Kader Perempuan Dalam Organisasi

Peningkatan wawasan ini bisa dimulai dalam kegiatan yang ada dalam organisasi perempuan. Kohati sebagai organisasi perempuan dalam proyek kerjanya membuat kegiatan yaitu Pelatihan dan Pendidikan Politik Perempuan. Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah sebagai sarana pemberian informasi kepada perempuan tentang sekelumit politik yang tengah terjadi di masyarakat. Partisipasi politik perempuan diharapkan bisa mencegah kondisi yang tidak menguntungkan perempuan dalam mengatasi permasalahan stereotip terhadap perempuan. Selain hal tersebut di atas, Kohati Badko juga mengikutsertakan kadernya dalam kegiatan volunteer pemilu 2014 bekerjasama dengan National Democratic Institute. Program utama dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan partisipasi pemilih, khususnya pemilih pemula. Kohati Badko juga mengadakan workshop untuk caleg perempuan dengan tujuan untuk member pembekalan tentang politik. Karena saat ini banyak caleg perempuan yang mengikutsertakan dirinya dalam pemilu tanpa mempunyai pemahaman tentang politik itu sendiri.

G. Analisis Kasus

Meningkatkan kualitas diri perempuan suatu hal yang sangat penting untuk dilakukan guna mempersempit ruang diskriminasi bagi perempuan itu sendiri. Dalam membentuk kualitas diri perempuan pastinya kita akan melihat dinamika tersendiri di dalamnya yang terjadi di internal maupun eksternal yang nantinya menjadi tanggung jawab bersama khususnya bagi kaum perempuan yang menginginkan dirinya selalu dapat berada pada posisi yang setara dimata publik dengan laki laki. Hal ini pastinya bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah dan sangat dibutuhkan konsistensi maupun kerja keras. Salah satu cara yang dapat ditempuh guna meningkatkan kualitas perempuan ialah remaja putri mengikut sertakan dirinya dalam berorganisasi. Dengan berorganisasi berarti perempuan mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam proses-proses pembuatan kebijakan. Perempuan berkeinginan mempengaruhi keputusan- keputusan yang menyangkut kehidupan dan keluarga mereka, perekonomian, masyarakat dan negara. Kohati sebagai organisasi perempuan memberikan ruang kepada perempuan untuk mendapatkan hak dalam memperbaiki kualitas diri melalui penyediaan akses dengan pengajian yang tidak hanya membahas ilmu agama, melainkan juga membahas masalah- masalah sosial, seminar yang menambah pengetahuan anggota terhadap masalah hukum, Universitas Sumatera Utara politik, ekonomi, pendidikan keluarga dan lain-lain. Di dalam organisasi juga terdapat sistem pengkaderan yaitu pelatihan kepemimpinan agar perempuan tidak canggung untuk berbicara di depan publik dan terbiasa untuk membuat keputusan. Perempuan yang berada diorganisasi berarti juga berupaya untuk bangkit dari keterpurukan posisi perempuan dimata publik serta berusaha mewujudkan mimpi bersama bagi perempuan yang selalu mendapatkan perlakuan yang tak layak diberbagai aspek. Seorang anggota Kohati dapat dikatakan telah menjadi seorang kader apabila telah mengikuti jenjang pendidikan dan pelatihan yang dibuat oleh organisasinya, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Anggota Kohati mengerti akan perannya yaitu sebagai pencetak dan pembina muslimah sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai keIslaman dan keIndonesiaan. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Agussalim Sitompul mengenai pengertian kader yaitu sebagai tenaga penggerak organisasi, yang memahami sepenuhnya dasar dan ideologi perjuangan. Kader mampu melaksanakan perjuangan secara konsekuen di setiap waktu, situasi dan tempat. Terbawa oleh fungsinya itu, untuk menjadi kader organisasi yang berkualitas, anggota harus menjalani pendidikan, latihan dan praktikum. 56 Kohati termasuk salah satu lembaga HMI yang ikut serta memperjuangkan peran perempuan guna meningkatkan kapasitas dan kapabilitas untuk kehidupannya yang lebih baik di tengah-tengah pandangan masyarakat, yang beranggapan bahwasanya perempuan subordinat. Ditempahnya perempuan-perempuan seperti ini berarti selangkah lebih maju guna memperjuangkan hak-hak perempuan. Kohati yang juga merupakan organisasi sosial keagamaan yang otonom yang mempunyai wewenang untuk mengatur rumah tangganya . Mengingat fungsi HMI sebagai organisasi kader, maka seluruh kegiatan HMI, termasuk di dalamnya Badko HMI beserta Kohati, dikembangkan pada penggalian potensi kualitatif pribadi dari anggota-anggotanya dalam rangka melahirkan anggota-anggota yang militant, memiliki kedalaman pengetahuan dan keimanan, serta mempunyai kesetiaan pada organisasi. Penekanan pengkaderan organisasi ini dititikberatkan pada hal-hal berikut: a watak dan kepribadian, yang dilakukan dengan cara memberi pemahaman agama sebagai dasar kesadaran, b kemampuan ilmiah, yaitu membina kadernya sehingga memiliki pengetahuan, kecerdasan dan kebijaksanaan, c keterampilan, yaitu kepandaian menerjemahkan ide dan pikiran dalam praktik. 56 H. Agussalim Sitompul. 2005. 44 Indikator Kemunduran HMI: Suatu Kritik dan Koreksi untuk Kebangkitan Kembali HMI. Jakarta: Misaka Galiza. hlm. 10 Universitas Sumatera Utara sendiri yang tujuan berdirinya adalah untuk memberdayakan perempuan. Karena tujuan awal berdirinya Kohati adalah agar perempuan mendapatkan perhatian khusus. Perempuan juga dapat berprestasi apabila mampu memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya secara maksimal. Atas dasar pandangan yang demikian kemudian muncul suatu pemikiran membangun dunia atau umat dengan cara bersama-sama antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini Kohati di HMI juga berusaha untuk memperbaiki posisi perempuan dalam meningkatkan kemandirian perempuan dengan memperhatikan beberapa aspek dimensi pemberdayaan, yaitu meningkatkan kesejahteraan , meningkatkan akses, meningkatkan kesadaran kritis, meningkatkan dimensi partisipasi organisasi dan meningkatkan dimensi kuasa organisasi. Dengan melakukan pemberdayaan perempuan pastinya ini akan mengurangi ataupun meringankan beban pria dalam menanggungjawabi kesejahteraan keluarga, bahwasanya kita sadari bersama perempuan adalah pilar penting dalam pembangunan, baik di keluarga, masyarakat maupun di dalam negara. Kader Kohati Badko HMI Sumatera Utara merasakan banyak manfaat yang didapat setelah menjadi kader Kohati diantaranya dapat menambah ilmu agama, meningkatnya wawasan mengenai masalah sosial, politik, hukum dan sebagainya, yang pastinya mampu membuka cakrawala berpikir yang konstruktif. Hal ini ditunjukkan dengan pola tingkah laku para kader Kohati Badko HMI Sumut, yang mampu berpikir kritis, radikal dan siap ditempatkan di mana saja. Berangkat dari isu-isu ketidakadilan gender, kader Kohati Badko HMI Sumut menyadari bahwasanya pentingnya menghapus isu tersebut serta menyetarakan keberadaan perempuan dengan laki-laki di organisasi maupun kekuasaan organisasi. Kesetaraan gender adalah bagian utama dari strategi pembangunan dalam rangka untuk memberdayakan perempuan guna meminimalisir pandangan masyarakat bahwasanya perempuan sebagai subordinat bagi laki-laki di dalam sebuah organisasi. Sudah seharusnya kita pahami bersama bahwasannya perempuan mampu berdiri sebagai insan yang berpikir membangun organisasi yang memiliki kualitas. Perempuan juga mampu mengambil peran laki laki dalam dunia organisasi, artinya perempuan mampu berperan aktif bersama laki laki dalam mengkontruksi organisasi baik dalam kekuasaan organisasi maupun tindakan organisasi. Struktur yang ada di Badko HMI Sumut sendiri saat ini memang didominasi oleh laki- laki. Namun dalam mekanisme organisasi yang ada baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sama, misalnya dalam hak berpolitik. Laki-laki dan perempuan diberi kebebasan dan hak yang sama untuk tampil dan bersaing menjadi seorang Universitas Sumatera Utara ketua organisasi. Tidak ada larangan bagi kader perempuannya untuk menjadi ketua umum maupun ketua bidang dalam Badko HMI Sumut. Politik dalam hal ini bukanlah merujuk kepada partai politik, lembaga eksekutif ataupun legislatif dan bukan pula dalam hubungan kenegaraan. Berpolitik dalam organisasi dihubungkan dengan kompetisi maupun stragtegi yang dilakukan dalam mencapai tujuan tertentu. Terjadi persaingan untuk merebutkan kekuasaan ataupun kepemimpinan dalam organisasi. Persoalan kepemimpinan bukanlah masalah gender atau jenis kelamin laki-laki atau perempuan tapi sejauh mana seseorang mampu berkompetisi serta memiliki kepercayaan diri dan semangat juang tinggi. Kader HMI juga menyakini, terlepas dari identitas gender bahwa setiap orang adalah khalifah pemimpin, sehingga setiap orang bisa menjadi seorang pemimpin. HMI sebagai sebuah organisasi tidak ketinggalan dengan isu-isu gender yang ada saat ini. Gender kerap menjadi sebuah perbincangan dalam diskusi HMI. Dengan meningkatkan kesetaraan gender berarti memberikan akses dan kontrol kepada kader perempuannya dalam hal pengambilan keputusan organisasi. Kader perempuan dikatakan memiliki akses ketika mereka diberi hak suara dan diperhitungkan pendapatnya dalam pengambilan keputusan. Setelah diberi hak suara berarti perempuan akan mampu mendapatkan kontrol dalam mengelola organisasi. Ketika kader perempuan telah mendapatkan kontrol artinya perempuan tidak hanya sekedar mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, tetapi kader perempuan dalam Badko juga mendapatkan manfaat dari keputusan yang dibuat. Dengan demikian kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan belumlah cukup, masih diperlukan penyadaran tentang gender agar kader perempuan dalam Badko memikirkan dan memperjuangkan kepentingan perempuan dalam organisasi. Dengan adanya hak dan wewenang kekuasaan yang sama dengan laki-laki dalam Badko tersebut, adanya kesetaraan dalam kontrol dan pengambilan keputusan, berarti relasi timpang dapat dihilangkan. Pengurus Badko Sumut ketika ditanyai mengenai pendapat perempuan dalam pengambilan keputusan setiap rapat mengatakan bahwa pendapat yang dikemukakan oleh kader perempuan diperhatikan dan menjadi pertimbangan, dengan catatan pendapat tersebut dapat diterima akal sehat dan dibarengi dengan alasan yang logis. Namun keputusan rapat biasanya tetap berada di tangan ketua umum, dalam hal ini ketua umum Badko adalah laki- laki. Tapi kadang pendapat yang dikemukakan oleh kader perempuan kemudian Universitas Sumatera Utara dikembalikan kepada forum dan ditanyai persetujuannya kepada seluruh anggota, lalu dihitung suara terabnyak untuk menyetujui pendapat tersebut. Sejarah Badko sendiri sampai saat ini memang belum ada kader perempuannya yang menjadi ketua umum. Akan tetapi dalam tataran yang lebih kecil dari Badko, seperti HMI Cabang Binjai saat ini diketuai oleh seorang perempuan. Hal ini membuktikan bahwa kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalam organisasi bisa dikatakan setara. HMI sebagai sebuah organisasi yang memiliki Islam sebagai azasnya tidak menutup kemungkinan bagi seorang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Islam tidak membedakan antara hak dan kewajiban yang ada pada anatomi manusia, hak dan kewajiban itu selalu sama di mata Islam bagi kedua anatomi yang berbeda tersebut. Islam mengedepankan konsep keadilan bagi siapun dan untuk siapapun tanpa melihat jenis kelamin mereka. Dapat diartikan tugas seorang pemimpin itu adalah merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan, mengawasi dan mengevaluasi. Secara spesifik tugas pemimpin berkaitan dengan pengambilan keputusan dan mengembangkan keputusan tersebut. Kualitas seorang pemimpin dinilai dari pemantapannya dalam pengambilan keputusan. Dengan beberapa kriteria yang diungkapkan tersebut, maka perempuan juga tentu memiliki kemampuan yang tidak kalah dengan laki-laki, karena yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pemimpin adalah wawasan yang luas. Islam tidak melarang perempuan untuk menjadi seorang pemimpin karena dalam hadist dinyatakan bahwa setiap orang itu adalah pemimpin: Kullukum raa’in wa kullukum mas’ulun ‘an ra’iyyatihil “Setiap kamu semua adalah pemimpin dan semua akan diminta tanggung jawab terhadap kepemimpinannya.” 57 Kutipan tersebut mengartikan bahwa setiap orang, siapapun juga, termasuk perempuan berhak menjadi seorang pemimpin terhadap orang yang lebih rendah daripada dirinya. Seorang yang memipin haruslah lebih baik daripada orang yang dipimpinnya. Hal ini menjadi dasar bagi kader HMI Wati dalam Badko HMI untuk maju sebagai pemimpin organisasinya atau sebagai ketua umum. Karena tidak selamanya laki-laki selalu lebih baik dalam hal pengambilan keputusan. Hal ini mengindikasikan adanya kesetaraan gender di dalam organisasi. Dengan demikian dalam pandangan Islam , hubungan antara laki- laki dan 57 Eka Setiawati. 2011. Perempuan Dalam Pendidikan. http:ekasetiawati88subang.blogspot.com201112perempuan- dalam-pendidikan.html diakses tanggal 11 Maret 2014 pukul 10.49 WIB Universitas Sumatera Utara perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi- rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah . Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki- laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya. Kesetaraan gender berarti adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak yang sama agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan. Serta mempunyai kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidakadilan struktural sehingga setiap laki-laki maupun perempuan mempunyai akses, kesempatan berpartisipasi dan kontrol. Dengan adanya posisi, peran dan aktifitas perempuan di organisasi yang semakin meningkat, keterwakilan perempuan setidaknya dapat memberikan visi misi yang objektif namun tetap berkeadilan gender. Dari penelitian yang dilakukan, kader Badko dan Kohati berpendapat bahwa di dalam organisasi Badko HMI Sumut sudah mengimplementasikan kesetaraan gender dalam hal pembagian peran dan jabatan secara struktural. Namun kesetaraan gender yang dilakukan belum terjadi secara sempurna, di mana kesetaraan gender yang terjadi hanyalah bagian luarnya saja. Hal ini terlihat dari penempatan antara peran laki-laki dan perempuan dalam masing-masing bidang di dalam Badko sangat patriarkhi dengan ketua bidang adalah laki- laki. Perempuan pada umumnya menempati posisi wakil ataupun bendahara. Kader HMI Wati yang ada di Badko HMI Sumut yang menempati posisi strategis bisa dikatakan masih sedikit. Selain itu, perempuan yang memiliki kedudukan struktural masih berada dalam bidang yang memang dianggap cocok bagi kaum perempuan itu sendiri. Akan sangat jelas terlihat peran perempuan akan mendominasi bagian seperti bendahara ataupun sekretaris. Selain itu peran perempuan dalam pengambilan keputusan dalam organisasi masih sangat lemah dikarenakan jumlah perempuan dalam organisasi Badko HMI sangat sedikit bila dibandingkan dengan jumlah laki-lakinya. Sebenarnya tidak ada pembatasan peran dan aktifitas bagi perempuan di dalam organisasi untuk menjadi seorang pemimpin. Namun hari ini terlalu besar doktrin dan cara paham sebagian besar orang dalam memahami gender yang berkembang di dalam masyarakat bahwa perempuan harus berada di bawah laki-laki, yang memahami bahwa pemimpin itu haruslah seorang laki-laki. Bahkan perempuan itu sendiri merasa bahwa segala aktifitas yang frontal itu hanya menjadi bagian laki-laki. Dalam hal inilah Kohati berusaha untuk merubah Universitas Sumatera Utara pandangan tersebut. Dengan berkohati berarti bertujuan untuk membuat perempuan itu menjadi mandiri, berpotensi dan profesional. 58 Berdirinya Kohati Badko Sumut sebagai badan semi otonom dari Badko itu sendiri dan memiliki ADART sendiri untuk mengatur kegiatannya merupakan sebuah bentuk kesetaraan gender yang dilakukan oleh Badko. Bagaimanapun peran antara laki-laki dan perempuan di dalam organisasi ini adalah sama yaitu untuk menciptakan insan akademis pencipta dan pengabdi yang bernafaskan Islam. Walaupun masih ada pembagian peran antara laki-laki dan perempuan namun peran keduanya harus berjalan secara beriringan dan saling melengkapi. 59 Dengan didirikannya Kohati berarti mengindikasikan bahwa perempuan juga dapat menjadi pemimpin di dalam sebuah organisasi. Dibentuknya Kohati merupakan suatu upaya peningkatan kualitas dan peranan perempuan di lingkungan HMI agar perempuan dapat bersaing dengan laki-laki, yang kelak hasilnya akan dirasakan di lingkungan kehidupan berbangsa. Kesetaraan partisipasi perempuan dalam pembuatan keputusan bukan sekedar tuntutan keadilan, atau demokrasi, melainkan juga dapat dipandang sebagai kondisi yang diperlukan agar kepentingan perempuan dapat diperhitungkan, tanpa partisipasi aktif perempuan dan pernyataan perspektif perempuan di semua tingkatan pembuatan keputusan, tujuan kesetaraan, dan pembangunan tidak akan tercapai 60 58 Wawancara langsung dengan Husni Laili, Ketua Umum Kohati Badko HMI Sumut Periode 2010-2012 tanggal 5 Desember 2013 di Medan 59 Wawancara dengan Zulfan Efendi Rambe, Ketua Bidang Pembinaan Aparatur Organisasi Badko Sumut periode 2008- 2010 via surat elektronik. 60 Suparno Indriyati. 2005. Masih dalam Posisi Pinggiran : Membaca Tingkat Partisipasi Politik Perempuan di Kota Surakarta. Yogyakarta: Solidaritas Perempuan. Hlm.19 Universitas Sumatera Utara BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan