Kebijakan Publik I.5.1.1 Definisi Kebijakan Publik

8

I.6.1 Kebijakan Publik I.5.1.1 Definisi Kebijakan Publik

Secara etimoligis, istilah kebijakan atau policy berasal dari bahasa Yunani “polis” berarti negara. Diartikan ke dalam bahasa Inggris “policie” yang artinya berkenaan dengan pengendalian masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan William N Dunn 2000:22. Istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku sorang aktor misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu badan pemerintah atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu, Budi Winarno 2002:14. Sedangkan kata publik sendiri dapat diartikan sebagai negara. Namun demikian, kebijakan publik merupakan konsep tersendiri yang mempunyai arti dan definisi khusus akademik. Definisi kebijakan publik menurut para ahli sangat beragam. Menurut Easton 1963 dalam Tangkilisan 2003:2 kebijakan publik adalah sebagai alat pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya meningkat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan suatu tinfakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupkan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Menurut Carl Friedrich 1963 dalam Budi Winarno 2002:19, mendefinisikan kebijakan publik sebagai arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam Universitas Sumatera Utara 9 suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu atau merealisasikan suatu sasaran dan maksud tertentu.Menurut James E Anderson Ibid 2002:16, mendefinisikan kebijakan publik adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep kebijakan ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan atau bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bawha kebijakan publik merupakan serangkaian tindakan yang menjadi keputusan pemerintah untuk melakukan atau tindakan melakukan sesuatu yang bertujuan untuk memecahkan masalah demi kepentingan masyarakat.

I.6.1.2 Proses Kebijakan Publik

Tahap-tahap kebijakan publik menurut William Dunn adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan Agenda Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalahpublik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status Universitas Sumatera Utara 10 sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Isu kebijakan policy issues sering disebut juga sebagai masalah kebijakan policy problem. Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan. 1. telah mencapai titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius; 2. telah mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis; 3. menyangkut emosi tertentu dari sudut kepentingan orang banyak umat manusia dan mendapat dukungan media massa; 4. menjangkau dampak yang amat luas ; 5. mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ; Universitas Sumatera Utara 11 6. menyangkut suatu persoalan yang fasionable sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama. Penyusunan agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder. 2. Formulasi kebijakan Masalah yang sudah masuk dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah yang terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing slternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. 3. Adopsi Legitimasi Kebijakan Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur Universitas Sumatera Utara 12 oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah.Mendukung. Dukungan untuk rezim cenderung berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu. Di mana melalui proses ini orang belajar untuk mendukung pemerintah. 4. Implementasi Kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. 5. Penilaian Evaluasi Kebijakan Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini, evaluasi dipandang Universitas Sumatera Utara 13 sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.

I.6.1.3 Implementasi Kebijakan Publik

Pengertian implementasi adalah serangkaian kegiatan yang terencana berdasarkan kebijakanprogram yang telah dibuat yang berkaitan dengan kepentingan publik. Kebijakan yang telah dibuat merupakan strategi yang memanfaatkan sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik yang ada. Kebijakan dilaksanakan oleh aktor politik atau sekelompok aktor politik implementor untuk memecahkan masalah-masalah yang ada sebatas kewenangan yang dimiliki oleh para implementor. Selama ini kebijakan publik hanya menitik beratkan pada studi tentang proses pembuatan kebijakan dan studi-studi tentang evaluasi, tapi mengabaikan permasalahan-permasalahan pengimplementasian. Dua perspektif awal dalam studi implementasi didasarkan pada pertanyaan sejauhmana implementasi terpisah dari formulasi kebijakan, yakni apakah suatu kebijakan dibuat oleh pusat dan diimplementasikan oleh daerah bersifat Top-Down atau kebijakan tersebut dibuat dengan melibatkan aspirasi dari bawah termasuk yang akan menjadi para pelaksananya Bottom-Up. Padahal persoalan ini hanya merupakan bagian dari Universitas Sumatera Utara 14 permasalahan yang lebih luas, yakni bagaimana mengidentifikasikan gambaran-gambaran dari suatu proses yang sangat kompleks, dari berbagai ruang dan waktu, serta beragam aktor yang terlibat di dalamnya. Dalam studi implementasi terdapat berbagai variabel yang mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan berdasarkan para ahli. Secara umum yang membuat perbedaan variabel dalam teori implementasi ini berkaitan dengan keragaman isu-isu kebijakan, atau jenis kebijakan. Isu atau jenis kebijakan yang berbeda menghendaki perbedaan pendekatan pula, karena ada jenis kebijakan yang sejak awal diformulasikan sudah rumit karena melibatkan banyak faktor dan banyak aktor, dan ada pula yang relatif mudah. Kebijakan yang cakupannya luas dan menghendaki perubahan yang relatif besar tentu cara implementasi dan tingkat kesulitannya akan berbeda dengan kebijakan yang lebih sederhana. Ada beberapa teori implementasi kebijakan publik diantaranya, Model Donald Van Metter dan Van Horn, Model George C. Edward III, Model Grindle, dan lain-lain. Penulis mengambil teori yang dikemukakan oleh George C. Edward III 1980, yakni : 1. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III 1980 Dalam pendekatan teori ini terdapat empat variabel yang mempengaruhi keberhasilan impelementasi suatu kebijakan,yaitu: Komunikasi, Sumberdaya, Disposisi dan Struktur birokrasi. a. Komunikasi Universitas Sumatera Utara 15 Variabel pertama yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan menurut Goerge C. Edward III dalam Agustino, 2008 : 150 adalah komunikasi. Komunikasi, menurutnya sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi kebijakan publik. Implementasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan impelementasi harus ditansmisikan atau dikomunikasikan kepada bagian personalia yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi atau pentransmisian informasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementor akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi yaitu : a Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah pengertianmisscommunication. b Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan street-level-bureuarats haruslah jelas dan tidak membingungkan tidak ambigumendua ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu mengahalangi impelementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana Universitas Sumatera Utara 16 membutuhkan fleksibelitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c Konsistensi; perintah yang diberikan dalam melaksanakan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas untuk diterapkan atau dijalankan. Karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan, b. Sumber daya Variabel kedua yang mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya. Sumber daya merupakan hal penting lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan, menurut Goerge C.Edward III dalam Agustino, 2008 :151-152. Indikator sumber daya terdiri dari beberapa elemen, yaitu : a Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan dalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh karena staf yang tidak mencukupi, memadai, ataupun tidak ompoten dibidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementor saja tidak cukup, tetapi diperlukan juga kecukupan staf dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan kompeten dan kapabel dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri. b Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi yang berhubungan dengan cara Universitas Sumatera Utara 17 melaksanakan kebijakan. Implementor harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan saat mereka diberi perintah. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementer harus mengetahui apakah orang yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum. c Wewenang; pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang nihil, maka kekuatan para implementor dimata publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat efektivitas kewenangan. Disatu pihak, efektivitas akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya. d Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukan dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung sarana dan prasarana maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. Universitas Sumatera Utara 18 c. Disposisi Variabel ketiga yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan adalah disposisi. Hal-hal penting yang perlu dicermati pada variabel disposisi, menurut Goerge C.Edward III dalam Agustino, 2008:152-154, adalah : a Pengangkatan birokrat; disposisi atau sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan apabila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan. b Insentif; Edward menyatakan bahwa salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi self interst atau organisasi. d. Struktur birokrasi; Menurut Edward III dalam Agustino,2008 : 153- 154, yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber daya untuk melaksanakan Universitas Sumatera Utara 19 suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan, dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu kebijakan, kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat dilaksanakan atau direalisasikan karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang, ketika stuktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumber daya-sumber daya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Dua karakteristik, menurut Edward III, yang dapat mendongkrak kinerja struktur birokrasiorganisasi kearah yang lebih baik, yaitu dengan melakukan : a Standar Operating Prosedures SOPs; adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakanadministratorbirokrat untuk melaksanakan kegiatan- kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang ditetapkan atau standar minimum yang dibutuhkan. b Fragmentasi; adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan atau aktivitas - aktivitas pegawai diantara beberapa unit kerja. Universitas Sumatera Utara 20 Gambar 1.1 Faktor Penentu Implementasi Menurut Edwards III Sumber : George III Edward, 1980 Jadi, tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengna membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau kegiatan program pemerintah Tangkilisan 2003:9.

I.6.2 Manajemen Risiko

Dokumen yang terkait

Penerapan Electronic Government Dalam Pelayanan Publik Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Madya Pabean Belawan

10 101 114

JAMINAN KEPABEANAN PADA KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN SURAKARTA

2 10 73

APLIKASI NOTA PELAYANAN EKSPOR BERBASIS WEB STUDI KASUS : KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B SIDOARJO.

0 0 15

SISTEM PELAYANAN INFORMASI BERBASIS WEB STUDI KASUS : KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B SIDOARJO.

0 0 4

SISTEM OTOMATISASI KANTOR DI KANTOR PENGAWASAN DAN PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE MADYA PABEAN B SURAKARTA.

0 1 15

Implementasi Manajemen Risiko di Bidang Impor (Studi Kasus Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung Kota Tanjungbalai)

0 1 11

Implementasi Manajemen Risiko di Bidang Impor (Studi Kasus Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung Kota Tanjungbalai)

0 0 1

Implementasi Manajemen Risiko di Bidang Impor (Studi Kasus Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung Kota Tanjungbalai)

0 0 50

Implementasi Manajemen Risiko di Bidang Impor (Studi Kasus Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung Kota Tanjungbalai)

0 0 5

Implementasi Manajemen Risiko di Bidang Impor (Studi Kasus Pada Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean C Teluk Nibung Kota Tanjungbalai)

0 0 2