2
Merah, jalur Kuning, jalur Hijau, jalur MITA Non Prioritas, dan jalur MITA Prioritas. Berikut adalah tabel perbandingan dari penelitian terdahulu
Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Terdahulu Peneliti
Any Miami Deviyanto The Dlava
Tahun 2008
2012 Permasalahan
1. Bagaimana penetapan tingkat risiko risk
ranking atas profil importir dan profil
komoditi di bidang impor
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
tingkat risiko suatu impor?
2. Bagaimana penetapan tingkat risko atas suatu
impor? Metode
Kualitatif Kualitatif
Hasil Penelitian 1. Profil importir dibagi
menjadi tiga kategori sesuai tingkat risko
importir, yaitu hi- risk, medium-risk
dan low-risk
2. Profil komoditi dibagi menjadi tiga
karegori, yaitu very hi-risk
sebagai komoditi yang
ditetapkan pemerintah, hi-risk
dan low-risk 1. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat risiko adalah profil
importir, profil komoditi, dan profil
pemasok.
2. Penetapan tingkat risiko suatu impor dilakukan
dengan penetapan jalur impor, yaitu jalur merah,
jalur kuning, jalur hijau, jalur MITA Non
Prioritas, dan jalur MITA Prioritas
Sumber : Diolah peneliti
I.2 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari - hari, tanpa disadari maupun direncanakan sebuah resiko dari setiap kegiatan kita lakukanakan menghampiri, baik yang bersifat
positif baik maupun negatif buruk. Oleh karena itu, diperlukan sebuah disiplin khusus yaitu Manajemen Risiko agar kita mampu memanajemen dengan baik
semua risiko yang akan menghampiri sehingga setiap risiko menjadi keuntungan untuk diri kita ataupun memperbaikimemperkecil dampak dari risiko yang
Universitas Sumatera Utara
3
telahterjadi, dan kedepannya kita mulai terlatih untuk menggambarkan risiko- risiko apa saja yang akan menghampiri setiap kegiatan kita dimasa yang akan
datang. Tidak berbeda dengan individu, begitu juga dengan organisasi baik
organisasi swasta maupun organisasi di bawah pemerintah. Dalam hal ini adalah CUSTOMS sebuah Instansi Kepabeanan yang keberadaannya sangat esensial bagi
suatu negara dimanapun, demikian pula dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yakni Instansi Kepabeanan yang dimiliki Indonesia adalah suatu instansi
yang memiliki peran yang cukup penting sebagai ujung tombak dalam tugas pengawasan dan pelayananan barang keluar masuk wilayah Indonesia.Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai selanjutnya kita sebut Bea Cukai merupakan institusi global yang hampir semua negara di dunia memilikinya.Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai memiliki peran yang cukup penting dari negara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya untuk melindungi masyarakat dari masuknya barang-barang
berbahaya, melindungi industri tertentu di dalam negeri dari persaingan yang tidak sehat dengan industri sejenis dari luar negeri, memberantas penyelundupan,
melaksanakan tugas titipan dari instansi-instansi lain yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampaui batas-batas negara, memungut bea masuk dan
pajak dalam rangka impor secara maksimal untuk kepentingan penerimaan keuangan negara.Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memilik 4 fungsi utama yaitu
: 1. Bea Cukai sebagai pelayan atau pemberi fasilitas perdagangan Trade
Facilitator.
Universitas Sumatera Utara
4
2. Bea Cukai ikut menunjang industri dalam negeri agar dapat bersaing dengan industri luar negeri Industrial Assistance.
3. Bea Cukai sebagai abdi negara Revenue Collector. 4. Bea Cukai sebagai pelayan dan pengawas dalam perdagangan Community
Protector yaitu. Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191PMK.
092008 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Di Lingkungan Departemen Keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DJBC sebagai instansi yang
berada di bawah langsung Kementerian Keuangan telah menerapkan manajemen risiko sebagai upaya menanggulangi risiko mitigasi yang dihadapi oleh
organisasi. Bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai DJBC tentunya penerapan Manajemen Risiko memiliki tujuan dan manfaat.Tujuannya adalah untuk
mengantisipasi dan menangani risiko secara efektif dan efisien. Disamping juga untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan risiko serta memelihara
kinerja manajemen risiko serta untuk mengintegrasikan proses manajemen risiko ke dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kinerja. Mengenai manfaat yang
akan diperoleh dengan penerapan Manajemen Risiko adalah menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan dalam bentuk keluhan maupun keberatan
dari para pemangku kepentingan stakeholder, meningkatkan efisiensi, reputasi, tingkat kepercayaan dari stakeholder.
Universitas Sumatera Utara
5
Contoh Kasus Perlunya Penerapan Manajemen Risiko :
Risiko-risiko yang biasa dihadapi oleh Bea dan Cukai adalah pertama, Penyelundupan fisik yang terjadi di pelabuhan-pelabuhan kecil atau sering disebut
sebagai pelabuhan tikus. Kecenderungan terjadi di Pantai Timur Sumatera. Karena di sana rawan terjadinya penyelundupan tekstil dan produk tekstil, terutama
pakaian bekas. Kedua adalah soal dokumen. Bea Cukai akan meningkatkan pengawasan melalui sistem IT. Melalui analisis yang dilakukan atas data yang
tersedia dan melalui observasi serta mempelajari dokumen yang telah selesai. Atas barang-barang yang termasuk risiko menengah dilaksanakan pemeriksaan secara
selektif seperti mainan anak-anak dan lainnya. Barang-barang yang diimpor maupun diekspor masih mempunyai potensi risiko yang kemungkinan dapat
merugikan pendapatan negara. http:finance.detik.comread2015101217215330425484jokowi-minta-
barang-impor-ilegal-diberantas-ini-rencana-dirjen-bea-cukai diakses pada 15 April 2016 pukul 21.44 wib
Berdasarkan kasus di atas sangat jelas bahwa perlunya penerapan Manajemen Risiko yang baik. Maka dari itu penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian
“IMPLEMENTASI MANAJEMEN RISIKO DI BIDANG IMPORStudi Kasus Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Bea Dan Cukai Tipe Madya
Pabean C Teluk Nibung Kota Tanjungbalai”
Universitas Sumatera Utara
6
I.3 Rumusan Masalah