Pembuktian Terhadap Terjadinya Pembajakan

pelanggaran hak cipta di bidang lagu atau musik. Adapun peniruan atau penjiplakan lagu atau musik yang dianggap melanggar hak cipta adalah apabila sebuah komposisi musik atau lagu: 1. motif dan karakternya sama dengan motif dan karakter komposisi musik atau lagu yang sudah ada atau diumumkan danatau; 2. temanya sama dengan tema komposisi musik atau lagu yang sudah ada atau sudah diumumkan danatau; 3. struktur melodinya mengandung lebih dari 10 secara berturut-turut melodi asli komposisi musik atau lagu yang sudah ada atau sudah diumumkan danatau; 4. mempunyai kesamaan lebih dari 10 jumlah ruas secara berturut-turut dari komposisi musik atau lagu yang sudah ada atau sudah diumumkan danatau; 5. liriknya lebih dari 10 secara berturut-turut sama dengan lirik komposisi musik atau lagu yang sudah ada atau sudah diumumkan.

D. Pembuktian Terhadap Terjadinya Pembajakan

Pembajakan atau plagiarisme hak cipta khususnya terhadap hak cipta lagu dan musik menjadi masalah serius di Indonesia, bahkan Indonesia pernah dikecam dunia internasional karena lemahnya perlindungan terhadap perlindungan hak cipta atas rekaman musik dan lagu. Selain itu Negara juga dirugikan sebesar 1,8 trilyun rupiah per tahun akibat pembajakan tersebut. 25 25 Pembajakan terhadap lagu dan musik ini bukan hanya terhadap lagu dan musik yang diciptakan oleh orang http:www.antaranews.comview?i=1141901161c=NASs= Akibat Pembajakan Musik, Negara Rugi Rp1,8 Triliun per Tahun Kamis, 9 Maret 2006 17:46 WIB Indonesia asli, tetapi juga meliputi lagu dan musik yang diciptakan oleh orang luar negeri. Memang secara yuridis tidak ada kewajiban mendaftarkan setiap ciptaan kepada Kantor Hak Cipta, karena hak cipta tidak diperoleh berdasarkan pendaftaran, namun hak cipta terjadi dan dimiliki penciptanya secara otomatis ketika ide itu selesai diekspresikan dalam bentuk suatu karya atau ciptaan yang berwujud. Seandainya suatu ciptaan didaftar pada Kantor Hak Cipta, hal itu merupakan anggapan bahwa pendaftar dianggap sebagai penciptanya kecuali ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya bahwa ia sebagai pencipta atau pemegang hak cipta. Seperti kita ketahui diatas, pembajakan merupakan tindakan pengeksploitasian karya cipta lagu dan musik yang dilakukan secara ilegal oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan ekonomis untuk dirinya sendiri. Proses pembajakan dilakukan dengan melanggar peraturan yang sudah ada atau prosedur resmi dalam proses penciptaan lagu hingga sampai kepada konsumen. Karena itu, untuk membuktikan bahwa benar telah terjadi pembajakan terhadap suatu karya cipta lagu maka kita harus mengetahui proses penciptaan lagu hingga sampai kepada konsumen melalui cara yang legal. 1. Penciptaan Lagu Sebuah lagu bisa saja tercipta berawal dari unsur melodi yang dibuat oleh seorang musikus, lalu olehnya atau dengan bantuan orang lain dibuatlah liriknya yang sesuai. Ada kalanya juga seorang musikus menulis terlebih dahulu syair atau kata-kata, kemudian membuat melodinya. Dalam hal terkahir ini, sering seorang musikus membuat lagu melodi berdasarkan sajak atau puisi yang sudah ada dan ditulis oleh orang lain. Setelah melampaui beberapa waktu, Pencipta lagu kemudian merekam lagu dinyanyikan dengan iringan musik, gitar, piano, atau keyboard dalam pita kaset. Sangat mungkin kalau Pencipta lagu berkali-kali mengganti kaset rekamannya sampai diyakini oleh Penciptanya sudah optimal. Sesudah Pencipta lagu mencipta lagu dan direkam dalam pita kaset dengan atau tanpa iringan musik pada saat itu sudah lahir sebuah Ciptaan lagu dan secara otomatis muncul hak cipta atas lagu yang mendapat perlindungan hukum hak cipta. Hal ini sesuai dengan asas hak cipta yang disebut dengan asas perlindungan otomatis automatical protection. Sejak sebuah karya cipta diwujudkan dalam suatu bentuk Ciptaan, secara otomatis karya tersebut akan memiliki perlindungan hak cipta tanpa didasarkan pada pendaftaran Ciptaan, asalkan karya cipta itu bersifat asli dan bukan tiruan. 2. Perekaman Lagu Kecuali kalau Pencipta lagu sekaligus sebagai pemilik perusahaan rekaman, Pencipta lagu biasanya mendatangi produser rekaman suara dan menawarkan lagunya untuk direkam. Kadang-kadang, produser rekaman suara yang meminta atau memesan lagu pada Pencipta dan sering disertai dengan pembayaran di muka. Di beberapa Negara lain, dikenal lembaga yang disebut dengan penerbit musik publisher of music yang berperan mempromosikan lagu- lagu untuk direkam. Lembaga inilah yang mendatangi produser rekaman suara dan menawarkan lagu-lagu baru untuk direkam. Di Indonesia memang dikenal penerbit musik, tetapi perannya bukan mempromosikan lagu-lagu baru, melainkan mengelola lagu-lagu yang sudah pernah direkam, alias lagu lama. Kalau ada produser yang hendak merekam ulang lagu lama, dia cukup berurusan dengan penerbit musik, tidak harus ke Pencipta lagu sepanjang lagu lama itu termasuk lagu yang dikelola oleh penerbit musik. Kalau produser rekaman tertarik atas lagu yang ditawarkan oleh Pencipta lagu kepadanya, dia akan menerima lagu tersebut untuk direkam dan mengadakan perjanjian dengan Pencipta lagu. Bentuk surat perjanjian antara Pencipta lagu dengan produser rekaman biasanya dibedakan berdasarkan cara pembayaran honorarium Pencipta lagu, yamg terbagi antara lain: a. Flat pay sempurna atau jual putus Dalam hal ini Pencipta menerima honorarium sekali saja. Selanjutnya, produser rekaman yang berhak atas pengeksploitasian lagu. b. Flat pay terbatas atau bersyarat Dalam hal ini Pencipta pun menerima honorarium sekali saja. Akan tetapi, hak produser untuk mengeksploitasi lagu dibatasi, misalnya pemakaian lagu hanya untuk satu kali atau dua kali saja. Setelah itu, si Pencipta lagu akan kembali mendapatkan hak untuk mengeksploitasi lagu ciptaannya. c. Royalti Dalam hal ini, pembayaran honorarium Pencipta lagu didasarkan atas jumlah phonogram yang terjual dengan terlebih dahulu ditentukan berapa jumlah uang atau berapa persen yang menjadi hak Pencipta dari setiap keping phonogram yang terjual. d. Semi royalti Bentuk ini merupakan gabungan antara cara pembayaran flat pay dan royalti. Jadi, Pencipta lagu menerima uang muka dan royalti. Mengenai pembayaran royalti, ada yang dihitung sejak phonogram yang pertama beredar. Akan tetapi, pada umumnya pembayaran royalti dihitung setelah phonogram terjual sejumlah tertentu, yang dianggap sudah mencapai target Break Event Point BEP. Penentuan BEP yaitu seluruh biaya produksi dan uang muka ditutupi. Biasanya perkiraan BEP ini telah ditentukan sejak awal dalam perjanjian, misalnya apabila angka penjualan phonogram melamapui sekitar 30.000 keping. Setelah ada kesepakatan antara Pencipta lagu dengan produser rekaman, dimana produser menerima hak untuk merekam lagu secara mekanik menchanical right, produser akan mencari penyanyi untuk menyanyikan lagu, penata musik untuk menata musik, dan pemain musik untuk lagu tersebut. Sama seperti Pencipta lagu, penyanyi dan pemusik pun membuat kesepakatan atau perjanjian dengan produser rekaman tentang cara pembayaran honorariumnya. Secara praktik, perjanjian antara penyanyi dan produser rekaman dalam pembayaran honorarium memiliki persamaan dengan perjanjian antara Pencipta lagu dengan produser rekaman suara. Artinya, pembayaran honorarium penyanyi juga ada yang menggunakan sistem flat pay sempurna, flat pay terbatas, royalti, dan semi royalti. Namun pada umumnya pembayaran honorarium di Indonesia menggunakan sisitem semi royalti. Adapun bentuk perjanjian antara pemusik dengan produser rekaman pada umumnya menggunakan sistem flat pay sempurna. Agak berbeda dengan Pencipta lagu dan penyanyi, biasanya kesepakatan antara pemusik dengan produser rekaman suara tidak dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis, tetapi hanya secara lisan yang disertai bukti pembayaran honorarium dalam bentuk kuitansi. Setelah semua tahapan proses rekaman selesai, hasilnya disimpan pada kaset yang merupakan master rekaman. Pada master rekaman melekat hak produser rekaman yang disebut dengan hak rekaman suara. Hak ini adalah hak khusus yang hanya dimiliki produser rekaman dan masuk ke dalam kelompok hak terkait. Pelanggaran terhadap hak ini juga merupakan salah satu bentuk pembajakan, dimana si pembajak merekam baik secara langsung maupun tidak langsung hasil rekaman yang seharusnya hanya menjadi hak produser rekaman. 3. Perbanyakan dan Distribusi Lagu Penggandaan rekaman lagu dalam bentuk kaset, CD, VCD, atau DVD ada kalanya dilakukan sendiri oleh produser rekaman suara dan dia pun bertindak sebagai distributor. Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa setelah produser rekaman suara memperbanyak lagu, dia menyerahkan kepada pihak lain sebagai distributor. Dalam kaitan ini terdapat berbagai macam bentuk perjanjian antara produser rekaman suara dan distributor rekaman lagu, antara lain: a. Jual beli putus Dalam hal ini produser yang menggandakan rekaman lagu dalam bentuk kaset atau CD, kemudian kaset atau CD tersebut dijual putus kepada distributor dan selanjutnya distributor memasarkannya di wilayah yang menjadi wewenangnya. b. Konsinyasi Sistem ini sering disebut sebagai titip jual, produk rekaman suara yang diperbanyak produser diberikan kepada distributor untuk dijual atau dipasarkan. Dari setiap produk rekaman suara yang terjual, distributor mendapat komisi atau potongan harga. Kalau produk tidak laku, produk rekaman tersebut dikembalikan kepada produser. c. Jual beli label Dalam sistem ini, produser mencetak sejumlah label untuk produk rekaman suara kaset atau CD, menjual label itu kepada distributor, dan sekaligus meminjamkan master lagu master rekaman suara kepada distributor untuk diperbanyak sesuai dengan jumlah label yang dibeli oleh distributor dari produser. Dalam sistem ini, produser dan distributor bekerja sama menggandakan produk rekaman suara, sementara distributor bertanggung jawab untuk memasarkannya. Keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan. Setelah produk rekaman suara diperbanyak dalam bentuk kaset, CD atau VCD dan berada di tangan distributor, selanjutnya, produk rekaman suara tersebut didistribusikan ke para agen penjualan, dari agen penjualan diteruskan ke pengecer atau toko-toko penjualan, dan kemudian dari pengecer sampailah kepada masyarakat atau konsumen. Dari uraian di atas tampak bahwa produksi rekaman lagu hingga pendistribusiannya sampai ke konsumen melampaui proses yang panjang dan berliku-liku. Untuk memproduksi sebuah rekaman lagu sampai pendistribusiannya ke konsumen, produsen pun harus mengeluarkan berbagai macam biaya, antara lain pembelian material kaset, CD, atau VCD, sewa studio, honor atau royalti Pencipta lagu, honor atau royalti penyanyi, honor penyanyi, honor penata musik, honor pemain musik, honor operator musik, honor penata vocal, honor backing vocal, dan potongan harga kepada distributor, agen penjualan sampai pada pengecer, serta yang paling penting adalah pajak pertambahan nilai PPN. Berdasarkan perhitungan segala pengeluaran biaya inilah kemudian ditentukan harga jual kaset, CD, atau VCD yang perlu ditanggung konsumen. Kalau kemudian banyak anggota masyarakat mengeluhkan mahalnya harga kaset atau CD atau VCD lagu, hal ini sebenarnya terjadi karena dibandingkan dengan harga kaset, CD, atau VCD bajakan. Harga produk bajakan bisa menjadi jauh lebih murah dibanding harga produk orisinal disebabkan para pembajak tidak membayar berbagai biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk memproduksi produk rekaman suara seperti biaya produksi, pajak, biaya promosi, honorarium atau royalti Pencipta lagu dan artis penyanyi, honorarium penata musik, pemain musik, pembantu vokal, dan biaya-biaya lainnya. BAB III GUGATAN GANTI RUGI TERHADAP PELAKU PEMBAJAKAN KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK

A. Kompetensi Mengadili Gugatan Ganti Rugi terhadap Pelaku Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik