Sistematika Penulisan Hak Eksklusif Pemegang Hak Cipta Lagu dan Musik

Pemerintah RPP, hasil penelitian hukum, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum, dan sebagainya. 3. bahan hukum tertier, yakni bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, misalnya: kamus- kamus hukum, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya. Agar diperoleh informasi yang terbaru dan berkaitan erat dengan permasalahannya, maka kepustakaan yang dicari dan dipilih harus relevan dan mutakhir. 9

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan sistematika yang secara garis besar terdiri dari 4 bab dan sejumlah sub bab. Dengan harapan agar mudah dalam penyusunan dan pemahaman isi serta pesan yang ingin disampaikan maka penulis menguraikan secara ringkas pembahasan dalam skripsi ini. Secara sistematis penulis membagi skripsi ini kedalam beberapa bab, dimana setiap bab terdiri dari sub bab, antara lain :

BAB I : PENDAHULUAN, dalam bab ini diuraikan tentang latar

belakang pemikiran penulis sehingga mengangkat permasalahan tersebut, perumusan masalah, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai melalui penulisan skripsi ini, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian yang dipakai serta sistematika penulisan. 9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, 2005, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 113.

BAB II :PEMBUKTIAN TERHADAP TERJADINYA

PEMBAJAKAN KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK, pada bab ini penulis akan membahas mengenai pengertian hak cipta dan hak cipta lagu dan musik, hak eksklusif pemegang hak cipta lagu dan musik, bentuk-bentuk pembajakan karya cipta lagu dan musik, dan pembuktian terhadap terjadinya pembajakan.

BAB III :GUGATAN GANTI RUGI TERHADAP PELAKU

PEMBAJAKAN KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK, bab ini khusus membahas mengenai kompetensi mengadili gugatan ganti rugi terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik, pihak-pihak yang terlibat dalam gugatan ganti rugi, hal- hal yang dapat digugat dalam gugatan ganti rugi, dan pembuktian dalam gugatan ganti rugi terhadap pelaku pembajakan karya cipta lagu dan musik yang terdiri atas pembuktian terhadap perbuatannya dan pembuktian terhadap jumlah kerugian.

BAB IV :PENUTUP, bab ini merupakan bagian terakhir yang memuat

kesimpulan dan saran atas setiap permasalahan yang telah dikemukakan. BAB II PEMBUKTIAN TERHADAP TERJADINYA PEMBAJAKAN KARYA CIPTA LAGU DAN MUSIK

A. Pengertian Hak Cipta dan Hak Cipta Lagu dan Musik 1.

Pengertian Lagu dan Musik Apakah lagu dan musik? Samakah pengertian lagu dan musik? Dalam pengertian sehari-hari kedua istilah itu cenderung digunakan untuk maksud yang sama. Kedua istilah itu sungguh tidak bisa dipisahkan. Secara etimologi bahwa lagu dan musik sebenarnya memiliki perbedaan arti. Lagu adalah suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan pelbagai nada yang berurutan. Setiap lagu ditentukan oleh panjang-pendek dan tinggi-rendahnya nada-nada tersebut. Di samping itu irama juga memberi corak tertentu kepada suatu lagu. 10 Adapun pengertian musik menurut Ensiklopedia Indonesia adalah seni menyusun suara atau bunyi. Musik tidak bisa dibatasi dengan seni menyusun Menurut Ensiklopedia Indonesia sebuah lagu terdiri dari beberapa unsur, yaitu: melodi, lirik, aransemen, dan notasi. Melodi adalah suatu deretan nada yang, karena karena kekhususan dalam penyusunan menurut jarak dan tinggi nada, memperoleh suatu watak tersendiri dan menurut kaidah musik yang berlaku membulat jadi suatu kesatuan organik. Lirik adalah syair atau kata-kata yang disuarakan mengiringi melodi. Aransemen adalah penataan terhadap melodi. Selanjutnya, notasi adalah penulisan melodi dalam bentuk not balok atau not angka. 10 Ensiklopedia Indonesia, buku 4, Penerbit PT. Ichtiar baru – Van Hoeve, Jakarta, tanpa tahun penerbitan, hlm. 1940. bunyi atau suara indah semata-mata. Suara atau bunyi sumbang disonansi telah lama digunakan, dan banyak komponis modern bereksperimen dengan suara atau bunyi semacam itu. Walaupun pengertian lagu dan musik berbeda, tetapi kepustakaan hak cipta tampaknya tidak membedakannya. Di dalam kepustakaan hukum internasional, istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan lagu atau musik adalah musical work. Konvensi Bern menyebutkan salah satu work yang dilindungi adalah komposisi musik music competitions dengan atau tanpa kata- kata with or without words. Tidak ada uraian yang tegas dalam Konvensi Bern tentang apa sesungguhnya musical work itu. Namun, dari ketentuan yang ada dapat disimpulkan bahwa ada dua jenis ciptaan musik yang dilindungi hak cipta, yaitu musik dengan kata-kata dan musik tanpa kata-kata. Musik dengan kata-kata berarti adalah lagu yang unsurnya terdiri dari melodi, lirik, aransemen, dan notasi, sedangkan musik tanpa kata-kata adalah musik yang hanya terdiri dari unsur melodi, aransemen, dan notasi. Dalam Undang-Undang Hak Cipta penjelasan Pasal 12 huruf d terdapat rumusan pengertian lagu atau musik sebagai berikut: “Lagu atau musik dalam undang-undang ini diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta.” Dari penjelasannya itu dapat diambil suatu kesimpulan bahwa: 1. lagu dan musik dianggap sama pengertiannya; 2. lagu atau musik bisa dengan teks, bisa juga tanpa teks; 3. lagu atau musik merupakan satu karya cipta yang utuh, jadi unsur melodi, lirik, aransemen, dan notasi, bukan merupakan ciptaan yang berdiri sendiri. 11 David Bainbridge 1999: 50 membuat pengertian yang sederhana tentang musical work dengan mengatakan: “A musical work is one consisting of music, exclusive of any words or action intended to be sung, spoken or performed with music, dari pengertian ini tampak ada tiga unsur karya musik, yaitu musik, syair, dan penampilan musik.” Suatu pengertian yang lebih luas disampaikan oleh David A. Weinstein 1987:19 dengan mengatakan: Musical works are generally deemed to be those which consist of combination of varying melody, harmony, rhythm, and timbre regardless of the material objects in which they are embodied. They can be manifested in terms of notation musical notes on a staff with or without accompanying words as found on sheet music and lead sheets. Or they can be manifested in other visually perceptible forms like player piano rolls, for instance. Further, they may expressed in formats you cannot see e.g., sounds when they are embodied in phonograph records, cassette tapes, or disk.” Some musical works are expressed solely in terms of notation e.g., a symphonic score while others are expressed in terms of words integrally associated with notation e.g., an opera or popular song. The fact that words compose part of musical work will not make any difference insofar as classification is conserned. The combination is still treated as a musical work. This one exception to the classification of works comprised of words as literary. However, when words are created independent of musical notation 11 Dr. Otto Hasibuan, SH., MM., Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, 2007, PT. Alumni, Bandung, hlm. 141. with no intention at the time of creation to combine them with music e.g, poetry, and subsequently they are so combined, the words will be classified as a literary work. Dari pengertian ini jelas sekali bahwa musik memiliki unsur yang sangat kompleks, yakni melody, harmony, rhythm, and timbre regardless, words lyric, notation. Di samping itu, bahwa musik juga memiliki dimensi yang begitu luas, bukan saja untuk dinyayikan atau ditampilkan, melainkan juga disajikan dalam bentuk sheet music dan direkam dalam bentuk kaset dan disk. Tabel Pengertian Lagu atau Musik dalam Beberapa Konteks No. Konteks Istilah Pengertian 1. Etimologi menurut Ensiklopedia Indonesia Lagu dan musik dibedakan Lagu adalah suatu kesatuan musik yang terdiri atas susunan pelbagai nada yang berurutan. Musik adalah seni menyusun suara atau bunyi. 2. Pendapat Ahli David Bainbridge Musical Work A musical work is one consisting of music, exclusive of any words or action intended to be sung, spoken or performed with music. 3. Konvensi Bern Musical compositions with or without words. Tidak diuraikan pengertiannya. 4. UUHC Lagu atau musik dengan atau tanpa teks Lagu atau musik diartikan sebagai karya yang bersifat utuh sekalipun terdiri atas unsur lagu atau melodi, syair atau lirik, dan aransemennya termasuk notasi. Yang dimaksud dengan utuh adalah bahwa lagu atau musik tersebut merupakan satu kesatuan karya cipta.

2. Pengertian Hak Cipta Lagu dan Musik

Di Indonesia istilah Hak Cipta sudah sejak lama dikenal, untuk pertama kalinya diusulkan oleh Moh. Syah, pada Kongres Kebudayaan di Bandung tahun 1951. istilah hak pengarang itu sendiri merupakan terjemahan dari istilah Belanda Auteurs Recht. 12 Di dalam Universal Copy Right Convention Pasal V menyatakan, Hak Cipta meliputi hak tunggal si Pencipta untuk membuat, menerbitkan dan memberi kuasa untuk terjemahan dari karya yang dilindungi perjanjian ini. 13 Istilah Hak Cipta atau droit d’auteur adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau Penerima Hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. 14 Hal yang mempengaruhi dan menyebabkan disepakatinya sebuah perlindungan terhadap karya yang digolongkan dalam ruang lingkup Hak Cipta, Berbicara tentang Hak Cipta secara umum, akan dihadapkan pada sebuah pemikiran yang dapat dikatakan cukup rumit namun sekaligus menarik. Apalagi di era teknologi sekarang ini, aktifitas budaya tidak hanya berbentuk konvensional, namun telah merambah ke dunia maya yang dijadikan batas-batas wilayah Negara di dunia sudah terkesan tanpa pagar. 12 Ajip Rosidi, Undang-Undang Hak Cipta 1982: Pandangan Seorang Awam, Djambatan, Jakarta, 1984, hlm. 3. 13 Ibid., hlm. 30. 14 Jurnal Hukum Bisnis, Julius Indra Dwipayono Singara: Hak Cipta Versus Teknologi Peer to Peer, Volume 24 No. 1 Tahun 2005, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Jakarta, 2005, hlm. 74. sebenarnya berawal dari terciptanya alat-alat pengganda atau pengkopian seperti percetakan, mesin duplicating atau apa pun bentuknya. Dari alat cetak tertua Guttenberg sampai alat yang tercanggih dalam bentuk digital. Sebelum alat-alat tersebut ada, orang tidak meributkan masalah hak Cipta karena semua karya yang dibuat selalu ditampilkan dan dibawakan secara eksklusif atau setidak-tidaknya karya tersebut tidak disebarkan dan tidak dieksploitir secara besar-besaran. 15 Terdapat 2 dua unsur penting yang terkandung dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 tersebut, yaitu : Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 berbunyi : “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” 16 1. hak yang dapat dipindahkan, dialihkan kepada pihak lain; 2. hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun tidak dapat ditinggalkan daripadanya, seperti mengumumkan karyanya, menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama samarannya dan mempertahankan keutuhan dan integritas ceritanya. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu Ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut 15 Husain Audah, Hak Cipta dan Karya Cipta Musik, PT. Litera Antarnusa, Jakarta, 2004, hlm.4. 16 Rachmadi sman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia, PT. Alumni Bandung, 2003, hlm. 58. peraturan perundang-undangan yang berlaku Pasal 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002. Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Pengertian “mengumumkan atau memperbanyak” termasuk juga kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam dan mengkomunikasikan Ciptaan kepada publik melalui sarana apa pun. Bertolak dari rumusan Pasal 1 tersebut, beberapa pengertian di dalam Hak Cipta antara lain : 1. Pencipta Author Pasal 1 angka 1 UUHC No. 19 Tahun 2002 menentukan bahwa, Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk khas dan bersifat pribadi. Defenisi tersebut menjelaskan bahwa pada dasarnya yang digolongkan sebagai Pencipta adalah seorang yang melahirkan suatu Ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama yang mempunyai hak-hak sebagai Pencipta dan lebih ringkasnya disebut Hak Cipta. Mengetahui siapa yang merupakan Pencipta pertama suatu Ciptaan adalah sangat signifikan, karena : a. hak-hak yang dimiliki seorang Pencipta pertama sangat berbeda dengan hak-hak Pencipta dan hak-hak yang berkaitan dengan Hak Cipta. b. masa berlakunya perlindungan hukum bagi Pencipta biasanya lebih lama dari orang yang bukan Pencipta pertama. c. pengidentifikasian Pencipta pertama secara benar, merupakan syarat bagi keabsahan pendaftaran Ciptaan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002, walaupun pendaftaran tidak mutlak harus dilakukan. 2. Ciptaan Work Menurut Pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, yang dimaksud dengan Ciptaan adalah hasil karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra. Menunjuk keaslian artinya bukan tiruan atau jiplakan dari Ciptaan orang lain. Ciptaan itu bersifat pribadi artinya berasal dari kemampuan intelektual yang menyatumanunggal dengan diri Pencipta. Hal yang dilindungi Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 adalah Pencipta yang atas inspirasinya menghasilkan setiap karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Perlu ada keahlian Pencipta untuk dapat melakukan karya cipta yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreativitasnya yang bersifat pribadi Pencipta. 17 17 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, Penerbit Alumni, Bandung, 2002, hlm, 131. Berdasarkan bentuknya, Ciptaan diklasifikasikan sebagai berikut : a. Karya tulis berupa buku, program komputer, pamphlet, perwajahan lay out, karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya. Menurut penjelasan perubahan ini hanya merupakan penataan ulang dari rumusan mengenai jenis-jenis Ciptaan yang termasuk dalam lingkup Hak Cipta telah dikelompokkannya sesuai dengan jenis dan sifat Ciptaannya. b. Karya lisan, berupa ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu yang diwujudkan dengan cara diucapkan. c. Karya alat peraga, berupa alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan. d. Karya seni rupa, berupa lukisan, gambar ukiran, kaligrafi, pahatan, patung, seni terapan berupa kerajinan tangan. e. Karya seni musik, berupa lagu atau musik dengan atau tanpa teks termasuk karawitan dan rekaman suara. Jelas bahwa lagu dan musik juga dapat merupakan Ciptaan yang diberikan perlindungan Hak Cipta. f. Karya tampilan dan siaran, berupa drama, tari koreografi, pewayangan, pantomim, pertunjukan, konser, film. g. Karya seni gambar, berupa fotografi, sinematografi, seni batik, peta, arsitektur. h. Karya pengalihwujudan berupa terjemahan, saduran, bunga rampai, dan karya lainnya hasil pengalihwujudan. Bahwa terjemahan juga dapat merupakan suatu Hak Cipta tersendiri dan dapat dipandang sebagai wajar jika memang diingat pada berapa besarnya usaha yang harus dilakukan untuk melakukan terjemahan secara tepat. 18 3. Pemegang Hak Cipta Copyright Holder Setiap Pencipta adalah pemilik Hak Cipta, kecuali jika diperjanjikan lain dalam hubungan kerja. Pemegang Hak Cipta adalah : a. Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta b. Penerima hak dari Pencipta, yaitu ahli waris atau penerima hibah atau penerima wasiat atau penerima hak berdasarkan perjanjian lisensi. c. Orang lain sebagai penerima lebih lanjut hak dari penerima Hak Cipta. Walaupun bukan Pencipta, Negara adalah pemegang Hak Cipta atas karya: a. Peninggalan sejarah, prasejarah, dan benda budaya nasional. 18 Sudargo Gautama, Rizawanto Winata, Pembaharuan Undang-Undang hak Cipta, 1997, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. b. Hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama dipelihara dan dilindungi oleh Negara. Negara hanya pemegang hak cipta terhadap luar negeri. c. Ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan. 19 Dalam Pasal 11 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 diadakan perubahan untuk menegaskan status daripada Hak Cipta jika Pencipta karya tidak diketahui dan juga belum diterbitkan atau tidak terbit, seperti lazimnya Ciptaan itu diwujudkan. Sebagai contoh, dalam Penjelasan dinyatakan misalnya dalam hal karya musik, Ciptaan tersebut belum diterbitkan dalam bentuk buku atau direkam. Dalam hal ini, maka karya cipta bersangkutan dipegang oleh Negara untuk melindungi Hak Cipta bagi kepentingan Penciptanya. Sedangkan apabila karya tersebut berupa karya tulis dan telah diterbitkan, maka Hak Cipta dipegang oleh Penerbit. Penerbit juga dianggap pemegang Hak Cipta atau Ciptaan yang diterbitkan dengan menggunakan nama samaran penciptanya. Suatu Ciptaan yang diterbitkan dengan “pseudoniem”, dan tidak diketahui siapa Penciptanya kalau telah memakai nama samaran dari Penciptanya, maka Penerbit yang namanya tertera di dalam Ciptaan tersebut adalah Pencipta. Hal ini tidak berlaku jika Pencipta dapat membuktikan bahwa Ciptaan tersebut adalah Ciptaannya. Dalam Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dinyatakan : 19 Ibid., hlm. 114. “Jika suatu Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan itu belum diterbitkan, Negara memegang Hak Cipta atas Ciptaan tersebut untuk kepentingan Penciptanya.” Perbedaan antara Pencipta dan Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta merupakan seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Sedangkan Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima lebih lanjut dari pihak yang menerima hak tersebut Pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Dengan demikian, Pencipta otomatis menjadi Pemegang Hak Cipta yang merupakan Pemilik Hak Cipta, sedangkan yang menjadi Pemegang Hak Cipta tidak harus Penciptanya, tetapi bisa pihak lain yang menerima hak tersebut dari Pencipta atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan.

3. Pengaturan Hak Cipta Lagu dan Musik

Walaupun seni musik atau lagu sudah sangat lama dikenal, khasanah perlindungan terhadap ciptaan lagu atau musik baru muncul belakangan. Para seniman musik, baik sebagai pencipta, pemusik, maupun penyanyi mungkin saja mendapat tempat yang terhormat di masyarakat sejak dahulu kala dan mendapat penghargaan baik secara moral maupun ekonomis dari penguasa. Meskipun demikian, tidak ada bukti autentik bahwa hak-hak pencipta lagu atau musik, pemusik, dan penyanyi telah mendapat perlindungan hukum sejak dahulu kala. Memang, pembicaraan tentang perlindungan hak cipta baru muncul ke permukaan sejak penemuan mesin cetak moveable type oleh Gutenberg pada tahun 1455 dan hal ini berkaitan dengan karya tulis. Kemudian, hukum hak cipta yang pertama melindungi hak pencipta baru lahir pada tahun 1709 Statute of Anne, di Inggris, tetapi hak cipta yang dilindungi masih terbatas pada karya tulis. Penemuan mesin cetak, lahirnya hukum hak cipta yang pertama di Inggris, dan berbagai pemikiran yang berkembang tentang perlunya penghormatan terhadap hak milik telah mendorong para pencipta di berbagai bidang seni, sastra, dan ilmu pengetahuan menuntut perlindungan atas haknya dari upaya peniruan atau penggandaan oleh orang lain. Di Inggris, perlindungan terhadap karya musik baru dimasukkan dalam undang-undang pada tahun 1883. jika dilihat Undang-Undang Hak Cipta Inggris yang terakhir The 1956 Copyright Act, ciptaan yang dilindungi dibagi atas tiga kelompok, yaitu: a. Literary, dramatic and musical work, to which are often assimilated; b. Artistic works, and in a special section; c. Sound recording, cinematograph films and broadcasts. Edward W. Ploman and L. Clark Hamilton, 1980: 91. Dalam pasal 2 ayat 1 Konvensi Bern sesuai hasil revisi tahun 1971 di Paris atau yang sering disebut Paris Act 1971, disebutkan sebagai berikut: The expression “literary and artistic works” shall include every production in the literary, scientific and artistic domain, whatever may be the mode or form of its expression, such as books, pamphlets and other writings, lecturers, sermons and other works of the same nature, dramatic or a dramatico-musical works; choreographic works and entertainments in dumb show; musical compositions with or without words… Kemudian, di dalam pasal 2 ayat 6 Konvensi Bern dikatakan bahwa: “The works mentioned in this article shall enjoy protecyion in all countries of the Union. This protection shall operate for the benefit of author and his succerssors in title.” Menurut Undang-Undang Hak Cipta, lagu dan musik dianggap sama pengertiannya. Lagu atau musik bias dengan teks dan bisa juga tanpa teks, lagu atau musik merupakan satu karya cipta yang utuh: unsur melodi, lirik, aransemen, dan notasi bukan merupakan ciptaan yang berdiri sendiri. Pengertian yang demikian ini sekilas tidak menimbulkan masalah, tetapi jika disimak lebih jauh akan menciptakan kerancuan, karena: Pertama, ada kalanya sebuah lagu menggunakan lirik yang berasal dari sebuah puisi, sementara puisi termasuk ciptaan karya sastra yang mendapat perlindungan tersendiri, baik dalam Konvensi Bern maupun Undang-Undang Hak Cipta. Kedua, aransemen musik adalah karya turunan yang menurut Konvensi Bern dilindungi sebagai ciptaan yang berdiri sendiri, setara dengan karya terjemahan. Anehnya, dalam Undang-Undang Hak Cipta diakui bahwa karya terjemahan merupakan ciptaan yang dilindungi secara tersendiri, tetapi aransemen musik tidak. Ketiga, dalam Undang-Undang Hak Cipta diakui bahwa pemusik merupakan salah satu unsur dari pelaku yang merupakan pemegang hak terkait. Akan tetapi, tidak ada penjelasan apakah pemusik yang disebut pelaku itu adalah penata musik atau pemain musik, atau keduanya. 20 Dalam keadaan sekarang ini, pada umumnya pencipta lagu membuat karya lagu adalah untuk dinyanyikan atau direkam. Sebelum karya diserahkan kepada Hak cipta hanya melindungi ide yang sudah berwujud atau memiliki bentuk dan asli. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Hak Cipta dijelaskan bahwa perlindungan hak cipta tidak diberikan pada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi, dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, dan keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca dan didengar. Jadi, jelas bahwa yang terkait dengan hak cipta adalah bentuk nyata karya intelektual, bukan pada ide yang melatarbelakanginya. Orang bernyanyi-nyanyi dengan nada dan syair sembarangan atau memainkan musik dengan nada-nada yang tidak jelas, kemudian tidak ada bentuknya yang nyata yang bisa dilihat atau didengar lagi, misalnya tidak ada rekaman suaranya yang bisa didengar dan tidak ada liriknya yang bisa dibaca, sehingga nyanyian dan musik semacam itu tidak termasuk dalam perlindungan hak cipta. 20 Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia, Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, 2008, PT. Alumni, Bandung, hlm. 146. produser rekaman suara, karya lagu atau musik tersebut sudah dalam bentuk yang bisa didengar direkam dalam pita kaset atau bisa dilihat lirik dan notasinya dituliskan. Setelah itu lagu atau musik terwujud dalam bentuk rekaman pita kaset atau tertulis dalam bentuk lirik yang disertai notasi, pada saat itu sudah lahir hak cipta lagu atau musik. Jadi, lahirnya hak cipta lagu atau musik tidak harus dengan dinyanyikannya lagu dan direkam oleh produser rekaman suara atau didaftarkan ke Direktorat HKI. Menurut Penjelasan Pasal 35 ayat 4: “Pendaftaran Ciptaan bukan merupakan suatu keharusan bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta, dan timbulnya perlindungan suatu Ciptaan dimulai sejak Ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran. Hal ini berarti suatu Ciptaan, baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar, tetap dilindungi.”

B. Hak Eksklusif Pemegang Hak Cipta Lagu dan Musik

Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Hak Cipta disebutkan bahwa: “Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.” Dari pengertian hak cipta yang diatur dalam Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Hak Cipta dapat diketahui bahwa hak cipta sebagai hak eksklusif. Keberadaan hak eksklusif melekat erat kepada pemiliknya atau pemegangnya yang merupakan kekuasaan pribadi atas ciptaan yang bersangkutan. Oleh karena itu tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak cipta kecuali atas izin pemegangnya. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran, bahwa untuk menciptakan suatu ciptaan bukanlah pekerjaan yang mudah dilakukan. Menciptakan suatu ciptaan diawali dengan mencari inspirasi terlebih dahulu kemudian menggunakan sebuah pemikiran untuk dapat mewujudkan ciptaan. Dengan latar belakang tersebut orang lain tidak boleh langsung meniru atau menjiplak suatu ciptaan karena setiap ciptaan selalu ada penciptanya. Kalau hendak meniru sebuah ciptaan maka harus permisi atau minta izin dulu kepada penciptanya. Munculnya hak eksklusif adalah setelah sebuah ciptaan diwujudkan dan sejak saat itu hak tersebut mulai dapat dilaksanakan. Dengan hak ekslusif seorang penciptapemegang hak cipta mempunyai hak untuk mengumumkan, memperbanyak ciptaannya serta memberi izin kepada pihak lain untuk melakukan perbuatan tersebut. Sebuah ciptaan yang telah diwujudkan bentuknya oleh seorang pencipta yang sekaligus sebagai pemegang hak cipta dapat mengumumkan dengan cara seperti melakukan pameran atau pementasan sehingga diketahui oleh orang lain. Di lain pihak apabila penciptapemegang hak cipta mengetahui ciptaannya ditiru serta diperdagangkan oleh orang lain maka dia berhak untuk melarangnya dan bahkan berhak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan niaga. Selain itu sebagai pihak korban berhak pula melaporkan kepada petugas yang berwenang agar pelanggaran hak cipta dapat diproses secara pidana. Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk: 1. membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut termasuk, pada umumnya, salinan elektronik; 2. mengimpor dan mengekspor ciptaan; 3. menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan mengadaptasi ciptaan; 4. menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum; 5. menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain. Begitu juga dengan musik atau lagu. Undang-Undang Hak Cipta jelas memberikan perlndungan terhadap lagu atau musik sebagai suatu ciptaan. Hal ini jelas terlihat di dalam Pasal 12 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta. Tentunya, maksud perlindungan terhadap Ciptaan lagu atau musik adalah untuk melindungi hak-hak pencipta lagu, penyanyi, pemusik, dan pihak-pihak terkait lainnya yang telah mencurahkan tenaga, karsa, cipta, waktu dan biaya demi lahirnya ciptaan lagu atau musik tersebut. Undang-Undang Hak Cipta menegaskan bahwa Pencipta lagu memiliki hak cipta, yakni hak eksklusif untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan- pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, penyanyi dan pemusik memiliki hak terkait, yaitu hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara danatau gambar pertunjukannya. Pasal 24 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Hak Cipta: “1 Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam Ciptaannya. 2 Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal Pencipta telah meninggal dunia.” Pasal 1 angka 1 dan Pasal 24 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Hak Cipta mencantumkan hak-hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta yang secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Hak Ekonomi Economic Rights Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki oleh pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari ciptaannya yang terdiri dari hak untuk: a. Memproduksi karya dalam segala bentuk; b. Mengedarkan perbanyakan karya kepada publik; c. Menyewakan perbanyakan karya; d. Membuat terjemahan atau adaptasi; e. Mengumukan karya kepada publik. Hak cipta sebagai hak ekonomi dapat dilihat dari penerapan hak eksklusif. Seorang penciptapemegang hak cipta melakukan perbanyakan ciptaan kemudian dijual di pasaran, maka ia memperoleh keuntungan materi dari perbanyakan ciptaan tersebut. Demikian pula dengan memberikan izin kepada pihak lain untuk memproduksi, memperbanyak, dan menjual hasil copy-an ciptaan adalah bukan semata-mata karena perbuatan memberi izin saja melainkan penciptapemegang hak cipta juga bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari perbuatan tersebut. Hal ini memang wajar penciptapemegang hak cipta ikut serta mendapat bagian keuntungan, karena pihak yang diberi izin mendapatkan keuntungan dari penerimaan izin tersebut. Aplikasi dari hak ini adalah bahwa pencipta hendaknya mendapatkan manfaat ekonomi berkaitan dengan pengumuman atau perbanyakan ciptaannya. Demikian pula pelaku atau penyanyi dan pemusik mendapatkan manfaat ekonomi berkaitan dengan kegiatan perbanyakan dan penyiaran dari rekaman suara danatau gambar pertunjukannya. Dalam rangka mewujudkan hak ekonomi Pencipta lagu, penyanyi, dan pemusik, sehubungan dengan hak mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan Ciptaanrekaman suara danatau gambar pertunjukannya, Pasal 45 Undang-Undang Hak Cipta mengatur bahwa: 1 Pemegang Hak Cipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; 2 Kecuali diperjanjikan lain, lingkup Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi semua perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berlangsung selama jangka waktu Lisensi diberikan dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara Republik Indonesia; 3 Kecuali diperjanjikan lain, pelaksanaan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi; 4 Jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada Pemegang Hak Cipta oleh penerima Lisensi adalah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi. Dari ketentuan Pasal 45 Undang-Undang Hak Cipta tersebut, ada dua hal pokok berkaitan dengan pengalihan hak cipta maupun hak terkait dari pemilik hak kepada pihak lain, yaitu: a. Lisensi – apabila orang lain hendak melakukan perbuatan perbanyakan dan pengumuman Ciptaan serta kegiatan perbanyakan dan penyiaran dari rekaman suara danatau gambar pertunjukan, harus mendapat lisensi dari Pencipta atau pemegang hak terkait; dan b. Royalti – penerima lisensi wajib memberi royalti kepada Pencipta atau pemegang hak terkait. 21 Dalam sebuah karya cipta lagu atau musik, setelah sebuah karya lagu atau musik selesai dikerjakan, setidak-tidaknya ada melodi dengan atau tanpa lirik yang sudah final, orang yang menciptakan karya lagu atau tersebut secara otomatis memiliki hak cipta, baik hak moral maupun hak ekonomi. Mencakup apa saja hak ekonomi Pencipta lagu tidak spesifik diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta. Yang disebutkan dalam Undang- Undang Hak Cipta adalah hak ekonomi Pencipta pada umumnya. Menurut berbagai sumber kepustakaan, terminologi yang digunakan untuk berbagai hak ekonomi yang dimiliki Pencipta lagu adalah sebagai berikut: a. Hak merekam the mechanical right; b. Hak memperbanyak the reproduction right; • Memperbanyak secara mekanis mechanical reproduction; 21 Ibid., hlm. 168. • Memperbanyak secara cetaktertulis printing reproduction; • Memperbanyak untuk karya audio visual synchronization; c. Hak mengalihwujudkan the adaptation right; d. Hak menyiarkan the broadcasting and cablecasting right atau hak mengumumkan the performing right; e. Hak menjual the selling right; f. Hak mengedarkan the distribution right; g. Hak menyebarkan the publication right; Agar lagu yang tercipta samapai kepada umum tersedia bagi masyarakat dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, Pencipta lagu menyerahkan lagu itu kepada produser rekaman suara untuk direkam. Setelah itu, rekaman lagu akan diperbanyak, kemudian disebarkan kepada masyarakat atau dijual. Dalam hubungan kerja sama antara Pencipta lagu dan produser rekaman suara ada kesepakatan-kesepakatan yang kemudian dituangkan dalam suatu surat perjanjian. Ada empat macam bentuk perjanjian antara Pencipta lagu dengan produser rekaman berdasarkan pembayaran honorarium Pencipta lagu, yaitu: a. Flat pay sempurna atau jual putus; b. Flat pay terbatas atau bersyarat; c. Royalti; dan d. Semi royalti. Akan tetapi, bagaimana substansi yang sebenarnya dari perjanjian antara Pencipta lagu dan produser rekaman adalah sangat bergantung kepada kedua belah pihak yang membuat perjanjian. Menurut Mertokusumo, pada dasarnya perjanjian adalah proses interaksi atau hubungan hukum dari dua perbuatan hukum yang saling berhadapan, yaitu penawaran oleh pihak penawar dan penerimaan oleh pihak penerima. Diantara pihak penawar dan pihak penerima tersebut harus mencapai kesepakatan untuk menentukan isi perjanjian yang akan mengikat kedua belah pihak. 22 a. Hak merekam lagu; Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata ayat 1 yang menyatakan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.” Berkaitan dengan pemakaian lagu oleh produser rekaman suara, Pencipta lagu setidaknya menyerahkan empat macam hak ekonominya, yaitu: b. Hak memperbanyak rekaman lagu; c. Hak mengedarkan dan memasarkan rekaman lagu, termasuk di dalamnya memasarkan melalui media tertentu, seperti media digital, internet, sistem telepon, dan sistem suara lainnya;dan d. Hak mengumumkan, khususnya memperdengarkan lagu kepada publik. Secara praktik, dalam kerja sama antara Pencipta lagu dengan produser rekaman suara, pada umumnya surat perjanjian sudah disipakan oleh produser rekaman suara. Jadi Pencipta lagu tinggal 22 Mertokusumo, Sudikno. Sejarah Peradilan dan Perundang-Undangannya di Indonesia Sejak 1942, Cetakan II. 1983. Yogyakarta: Penerbit Liberty. menandatanganinya saja. Akan tetapi, selalu diberi kesempatan kepada Pencita lagu untuk mempelajari konsep surat perjanjian yang ditawarkan oleh produser rekaman suara untuk ditandantangani. Jadi, penyiapan surat perjanjian semata-mata adalah untuk tujuan praktis. Terlepas dari bahwa pada umumnya produser rekaman suara selalu menjaga hubungan baik dengan para Pencipta lgu, secara praktik memang bargaining position Pencipta lagu sering lebih rendah daripada produser rekaman suara. Hal itu disebakan produser rekaman cenderung tampil sebagai pengusaha atau investor yang memiliki modal, sementara Pencipta lagu tampil seolah-olah sebagai pekerja. Jadi, hubungan Pencipta lagu dan produser rekaman tidak seimbang. Dalam kaitan ini, permasalahan yang sering terjadi dalam hubungan kerja samanya antara lain adalah: 1 Dalam sistem pembayaran flat pay atau jual putus, produser menghargai sebuah lagu pada umumnya sangat rendah; dan 2 Dalam hal pembayaran dengan sistem royalti, produser rekaman suara sering tidak transparan mengenai jumlah produk rekaman suara yang diproduksi dan yang terjual. Alasan yang sering diungkapkan oleh produser rekaman suara untuk menghargai suatu lagu sangat rendah karena tidak ada jaminan produk rekaman suara yang diterima oleh pasar dan karena produser sering merugi akibat ulah pembajak. Begitu juga alasan mengapa produksi kaset atau CD sangat sedikit dan yang terjual hanya sedikit juga selalu dikaitkan dengan maraknya pembajakan di Indonesia. Peranan seorang penyanyi sangat dominan menentukan berhasil tidaknya sebuah lagu di masyarakat. Jika ada sebuah lagu yang populer di masyarakat, kebanyakan orang tidak tahu siapa penciptanya, siapa produser rekaman suaranya dan siapa pemusiknya. Yang diketahui orang adalah siapa yang menyanyikan lagu itu sehingga menjadi hit. Penyanyi adalah salah satu yang disebut sebagai pemegang hak terkait, yang bekerja sama dengan aktor, pemusik, dan penari yang disebut sebagai pelaku atau penampil. Hak para pelaku ini juga sering disebut sebagai hak penampilan. Berdasarkan Pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Hak Cipta, penyanyi sebagai pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberi izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya: 1 Membuat rekaman suara danatau gambar pertunjukannya; 2 Memperbanyak rekaman suara danatau gambar pertunjukannya; 3 Menyiarkan rekaman suara danatau gambar pertunjukannya. Menurut WPPT WIPO Performance and Phonograms Treaty 1996, yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2004, hak-hak pelaku, termasuk disini penyanyi, adalah hak moral dan hak ekonomi. Inti dari hak moral pelaku adalah hak untuk disebut namanya atau dinyatakan sebagai pelaku atas karya pertunjukannya. Sementara hak ekonomi pelaku, WPPT menjabarkannya dalam empat macam hak, yaitu: 1 Hak Reproduksi, yaitu hak khusus untuk melarang atau memberi izin penggandaan dalam segala bentuk dan cara, baik langsung maupun tidak langsung, karya pertunjukan yang telah diwujudkan dalam rekaman; 2 Hak Distribusi, yaitu hak untuk melarang atau memberi izin untuk menyediakan rekaman pertunjukan asli atau salinannya kepada masyarakat baik melalui cara-cara pengalihan pemilikan lainnya, baik yang dikaitkan dengan saat pertama kali dilakukan penjualan atau pengalihan kepemilikan rekaman asli atau salinannya, dengan persetujuan pelaku; 3 Hak Sewa, yaitu hak untuk melarang atau memberi izin penyewaan secara komersial rekaman asli karya pertunjukan atau salinannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan peraturan perundang- undangan nasional. Hal serupa berlaku sekalipun rekaman karya pertunjukan telah diedarkan dengan persetujuan pelaku; 4 Hak memberi kuasa untuk disajikan kepada publik, yaitu hak untuk melarang atau memberi izin untuk menyediakan rekaman pertunjukan, baik dengan menggunakan peralatan dengan kabel atau tanpa kabel dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap orang dapat menikmatinya dari tempat dan waktu yang dipilihnya sendiri. Setelah Pencipta lagu menyerahkan lagunya ke produser rekaman suara untuk direkam, produser kemudian mencari penyanyi untuk menyanyikannya. Dapat juga terjadi, produser terlebih dahulu menemukan penyanyi dan setelah itu mencari lagu-lagu untuk dibawakan oleh penyanyi tersebut dan selanjutnya direkam. Jika penyanyi setuju untuk menyanyikan lagu-lagu untuk direkam, pada saat itu si penyanyi telah memberikan haknya kepada produser rekaman suara berupa hak membuat dan memperbanyak rekaman suara danatau gambar pertunjukannya. Tentunya atas penyerahan hak penyanyi kepada produser rekaman suara, penyanyi akan memperoleh imbalan tertentu, yang jumlah dan cara pembayarannya diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Sama halnya dengan perjanjian antara Pencipta lagu dan produser rekaman suara, bentuk-bentuk perjanjian antara penyanyi dan produser rekaman suara pun dapat dibedakan berdasarkan cara pembayaran honorarium, yaitu: 1 Perjanjian dengan sistem flat pay sempurna, yaitu penyanyi dibayar hanya dengan sekali dan lunas; 2 Perjanjian dengan sistem flat pay terbatas, yaitu penyanyi dibayar lunas sekaligus tetapi dibatasi jumlah produk rekaman suara yang diproduksi; 3 Perjanjian dengan sistem royalti, yaitu penyanyi mendapat bayaran berupa royalti dari penjualan produk rekaman suara; 4 Perjanjian dengan sistem semi royalti, yaitu penyanyi mendapat bayaran berupa uang muka dan royalti dari penjualan produk rekaman suara, dan uang muka yang diterima akan diperhitungkan sebagai bagian dari royalti. Dalam praktik di Indonesia, hubungan kerja sama antara produser rekaman suara dengan pemusik berbeda dengan Pencipta lagu dan penyanyi. Jika hubungan kerja sama antara produser rekaman suara dengan Pencipta lagu dan penyanyi pada umumnya dituangkan dalam suatu perjanjian dan pembayaran honorariumnya dapat dilakukan sekali bayar putus atau royalti, pada umumnya hubungan kerja sama produser rekaman suara dengan pemusik tidak dituangkan secara tertulis atau dalam suatu perjanjian dan pembayaran honorarium pemusik pada umumnya hanya sekali saja putus, tidak bersifat royalti. 2. Hak Moral Moral Rights Hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun, walaupun hak cipta ataupun hak terkait telah dialihkan Penjelasan umum Undang- Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002. Secara umum, hak moral berhubungan dengan hubungan spirit atau jiwa dari pencipta dengan karyanya. Secara historis, hak moral berasal dari tradisi droit d’auteur Perancis yang melihat kreasi intelektual sebagai sebuah perwujudan semangat atau jiwa dari pencipta. Sedangkan Negara Anglosaxon menganggap hak cipta dan hak terkait sebagai hak kebendaan yang murni dan sederhana yang dapat dibeli, dijual, disewakan layaknya membeli sebuah rumah atau mobil. Perbedaan persepsi inilah yang membedakan perlindungan hukum terhadap hak moral di Negara Eropa Kontinental dan Anglo-Saxon. Negara Eropa pada umumnya memberikan perlindungan yang kuat sedangkan Negara Anglo-Saxon tidak seketat Negara Eropa Kontinental. Tidak seperti hak ekonomi, hak moral adalah hak yang tidak dapat dialihkan. Ada 2 dua jenis hak moral, yaitu: a. Hak untuk diakui sebagai pencipta Jika karya dari seorang pencipta diperbanyak, dumumkan atau dipamerkan di hadapan publik, nama pencipta harus tercantum pada karya tersebut. b. Hak keutuhan karya Hak ini akan mencegah tindakan perubahan terhadap ciptaan yang berpotensi merusak reputasi dan kehormatan pencipta. Perubahan tersebut dapat berupa: pemutarbalikan, pemotongan, perusakan, dan penggantian yang berhubungan dengan karya cipta. Sesuai dengan Pasal 24, Pasal 25 dan Pasal 26 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, hak moral yang dimiliki pencipta adalah sebagai berikut: a. Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut pemegang hak cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya; b. Suatu ciptaan tidak boleh diubah walaupun hak ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya; c. Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; d. Dalam informasi elektronik tentang informasi manajemen hak pencipta tidak boleh ditiadakan atau diubah; e. Hak cipta atas suatu ciptaan tetap berada di tangan pencipta selama kepada pembeli ciptaan itu tidak diserahkan seluruh hak ciptanya oleh pencipta. f. Hak cipta yang dijual sebagian atau seluruhnya tidak dapat dijual lagi untuk kedua kalinya oleh penjual yang sama. Dari hak moral di atas dapat diketahui bahwa hak tersebut sebagian berlaku bagi pencipta terhadap pihak lain, tetapi ada juga yang berlaku bagi pencipta sendiri. Hak moral yang berlaku bagi pencipta adalah yang huruf f, bahwa menjual kedua kalinya hak cipta oleh pemilik yang sama tidak diperbolehkan karena sebagai perbuatan yang tidak wajar atau tidak patut dan dapat merugikan pada para pembelinya.

C. Bentuk-Bentuk Pembajakan Karya Cipta Lagu dan Musik