Pengadilan yang Berwenang Menyelesaikan Sengketa

cipta atas pelanggaran hak cipta. Itulah sebabnya gugatan tersebut dinamakan gugatan ganti rugi. Penyelesaian secara perdata dengan penyelesaian secara pidana dapat terjadi kemungkinan memperoleh putusan yang berbeda, misalnya pelakunya dibebaskan di pengadilan pidana sedangkan di pengadilan perdata pelakunya dinyatakan melanggar hak cipta, atau sebaliknya. Adanya putusan yang tidak sinkron ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pengadilannya berbeda, dimana perkara pidananya diadili di Pengadilan Negeri sedangkan perkara perdatanya di Pengadilan Niaga. Kemudian hakimnya juga berbeda, di Pengadilan Negeri hakim umum dan di Pengadilan Niaga hakim khusus yang menangani perkara perniagaan. Dari segi pembuktiannya, untuk pembuktian perkara pidana alat bukti saksi yang lebih diutamakan, sedangkan untuk pembuktian perkara perdata lebih mengutamakan alat bukti surat. 27

2. Pengadilan yang Berwenang Menyelesaikan Sengketa

Di dalam bidang hak cipta, pengadilan yang berkompetensi dalam mengadili perkaranya terdiri dari 2 dua, yaitu Pengadilan Negeri dan Pengadilan Niaga. Hal ini merupakan kompetensi absolut dari kedua pengadilan tersebut. Di dalam Pengadilan Negeri terbagi atas 2 dua lagi, yaitu perkara pidana dan perkara perdata. Apabila terjadi pelanggaran terhadap tindak pidana hak cipta, maka dituntut secara pidana. Namun apabila ingin menuntut ganti rugi atas pelanggaran hak cipta, maka digugat secara perdata. 27 Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, 2009, Jakarta: Rineka Cipta. Yang kedua adalah Pengadilan Niaga. Di dalam Pengadilan Niaga diselesaikan gugatan terhadap kepemilikan hak cipta bersama dengan gugatan ganti rugi. Sekilas terlihat sama dengan penyelesaian perkara perdata di Pengadilan Negeri, namun sesungguhnya memiliki perbedaan yang mendasar, yang menyangkut kewenangan absolut. Yang bisa digugat di Pengadilan Negeri hanyalah perkara perdata yang sudah tidak menyangkut sengketa lagi. Hal ini murni merupakan gugatan ganti rugi. Dengan kata lain, untuk menyelesaikan perkara perdata di Pengadilan Negeri, harus terlebih dahulu ada putusan perkara pidananya yang sudah berkekuatan hukum tetap yang memutuskan siapa pemegang hak cipta yang sebenarnya. Sementara di Pengadilan Niaga, yang dilakukan adalah penyelesaian terhadap sengketa hak cipta dan sekaligus juga gugatan ganti rugi sesuai dengan permohonan Penggugat. Pengadilan yang berwenang menyelesaikan menyelesaikan sengketa hak cipta bukan Pengadilan Negeri melainkan Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang dibentuk untuk mengadili sengketa-sengketa di bidang perniagaan. Keberadaan Pengadilan Niaga merupakan bagian dari Pengadilan Negeri. Pada awalnya Pengadilan Niaga dibentuk untuk memeriksa dan mengadili sengketa kepailitan dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang Peraturan Pengadilan Niaga tidak dibentuk dengan Undang-Undang tersendiri tetapi peraturannya menjadi satu dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tersebut. Di dalam Undang-Undang tersebut ketentuan Pengadilan Niaga diatur pada bab ketiga dari Pasal 280 sampai dengan Pasal 288 dan wewenangnya waktu itu hanya mengadili perkara kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang. Untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang tersebut kemudian dibentuk Pengadilan Niaga yang berada di 5 lima Pengadilan Negeri yaitu di Medan, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar. Pengaturan Pengadilan Niaga yang disatukan di dalam Undang-Undang Kepailitan pada awalnya dimaksudkan untuk mempercepat prosedur pembentukan dasar hukum Pengadilan Niaga karena jika dibentuk dengan Undang-Undang tersendiri tentu memerlukan waktu yang cukup lama. Beberapa tahun kemudian telah terjadi perkembangan dimana Pemerintah dengan DPR membentuk Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tetapi di dalam Undang-Undang ternyata tidak dengan tegas menyatakan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 dicabut melainkan sepanjang peraturannya tidak bertentangan dengan Undang-Undang yang beru masih tetap berlaku. Sebelum dibentuknya Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tersebut di bidang HKI juga terjadi perkembangan peraturan karena Negara kita meratifikasi World Trade Organization dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Organization. Pengaruh ratifikasi tersebut terasa setelah memasuki abad millennium dimana sengketa-sengketa HKI termasuk pula sengketa hak cipta penyelesainnya dilakukan melalui Pengadilan Niaga. Jadi kewenangan mengadili pengadilan niaga menjadi bertambah, selain mengadili perkara-perkara kepailitan juga mengadili perkara-perkara HKI. Pada tahun 2002 peraturan hak cipta mengalami perubahan yang kesekian kalinya, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 juncto Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Dengan adanya penggantian Undang-Undang tersebut telah membawa dampak baru terhadap penyelesaian sengketa hak cipta, karena sejak berlakunya Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 sengketa hak cipta diajukan ke Pengadilan Niaga. Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dengan petugas hukum yang khusus pula. Hakim yang mengadili perkara hak cipta adalah hakim niaga. Hakim niaga direkrut dari hakim yang telah berpengalaman menyidangkan berbagai perkara di Pengadilan Negeri, dan telah memperoleh pendidikan khusus di bidang hukum perniagaan serta menguasai masalah di bidang hak cipta. Sengketa hak cipta yang diajukan ke Pengadilan Niaga harus didasarkan atas adanya pelanggaran hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, berlaku asas lex spesialis derogate lex generalis, peraturan khusus mengesampingkan peraturan umumnya. Sebelum berlakunya Undang-Undang tersebut gugatan pelanggaran hak cipta diajukan dengan dasar perbuatan melanggar hukum Pasal 1365 KUH Perdata, namun dengan berlakunya Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 dasar hukum tersebut tidak digunakan lagi. Namun Pengadilan Negeri juga berwenang mengadili perkara hak cipta sepanjang gugatannya diajukan berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Apabila seseorang mengajukan perkaranya berdasarkan ketentuan Undang- Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, maka Pengadilan Negeri akan menyatakan dirinya tidak berwenang mengadili. Penyelesaian perkara di Pengadilan Niaga lebih cepat dibandingkan di Pengadilan Negeri. Perkara hak cipta diselesaikan di Pengadilan Niaga telah doitetapkan oleh Undang-Undang dalam tempo 90 hari sejak gugatan didaftarkan di kepaniteraan pengadilan, sedangkan perkara perdata yang disidangkan di Pengadilan Negeri diberi batas waktu 6 enam bulan sejak perkara disidangkan SEMA Nomor 6 Tahun 1992. Kemudian hukum acara yang berlaku di Pengadilan Niaga tidak dikenal adanya upaya hukum banding. Semua putusan Pengadilan Niaga termasuk putusan hak cipta upaya hukumnya langsung kasasi ke Mahkamah Agung. Untuk putusan Pengadilan Negeri dalam perkara perdata upaya hukumnya mengajukan banding, dan apabila pihaknya masih tidak puas berhak mengajukan kasasi. Selain berwenang mengadili perkara hak cipta, dalam Pasal 67 Undang- Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 Pengadilan Niaga juga diberi wewenang untuk mengeluarkan penetapan sementara. Penetapan sementara dikeluarkan berkenaan dengan adanya sejumlah barang yang masuk ke wilayah Negara kita yang diduga melanggar hak cipta. Ketentuan ini dimaksudkan untuk mencegah adanya kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar dan juga untuk mencegah berlanjut pelanggaran dan masuknya barang yang diduga melanggar hal cipta dan hak terkait lainnya ke jalur perdagangan termasuk importasi. Agar Pengadilan Niaga dapat mengeluarkan penetapan sementara, maka prosedurnya pihak yang merasa dirugikan mengajukan permohonan agar pengadilan tersebut menerbitkan penetapan dengan segera dan efektif untuk kepentingan: a. Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta dan hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi; b. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghindari terjadinya penghilangan barang bukti; c. Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait, dan hak pemohon tersebut memang sedang dilanggar. Sesuai dengan istilahnya, penetapan sementara bersifat sementara, maka Pasal 69 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002 memberi batas waktu maksimal 30 hari kepada Pengadilan Niaga untuk menjatuhkan putusan, apakah akan mengubah, membatalkan atau menguatkan penetapan tersebut terutama yang menyangkut pencegahan berlanjutnya pelanggaran hak cipta dan berkaitan dengan barang bukti pelanggaran hak cipta. Putusan Pengadilan Niaga yang demikian untuk memberikan kepastian hukum tentang ada tidaknya dugaan pelanggaran hak cipta untuk melindungi pihak yang merasa dirugikan. Sebaliknya, apabila dalam batas waktu 30 tiga puluh hari Pengadilan Niaga tidak mengeluarkan putusan apa-apa, maka penetapan sementara yang pernah dijatuhkan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Barang yang sempat tertahan di pelabuhan wajib segera dikeluarkan tanpa syarat apapun. Setelah proses peradilan berjalan dan selesai hingga akhirnya sampai kepada putusan, maka sudah hal yang wajar bahwa di setiap putusan pengadilan selalu ada pihak yang merasa tidak puas, biasanya pihak yang dikalahkan dalam berperkara. Pihak yang tidak puas tersebut mempunyai hak untuk mengajukan upaya hukum dengan mengajukan pemeriksaan perkara ke pengadilan yang tingkatnya lebih tinggi. Terhadap putusan Pengadilan Niaga di bidang hak cipta upaya hukumnya adalah mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung. Permohonan kasasi diajukan paling lama 14 empat belas hari setelah tanggal putusan atau sejak pemberitahuan putusan bagi pihak yang tidak hadir pada waktu putusan. Pengajuan permohonan kasasi didaftarkan ke Pengadilan Niaga yang pernah memutus perkaranya. Permohonan kasasi diwajibkan oleh undang-undang untuk menyampaikan memori kasasi dalam tempo 14 empat belas hari sejak tanggal permohonan kasasi didaftarkan ke Pengadilan Niaga. Kewajiban tersebut berhubungan dengan tugas Mahkamah Agung dalam mengadili perkara di tingkat kasasi karena memori kasasi selain dinilai dari segi waktu penyampaiannya juga dinilai dari segi materinya. Apabila pemohon kasasi tidak mengajukan memori kasasi atau mengajukan memori kasasi tetapi terlambat waktunya, maka berakibat permohonan kasasinya tidak dapat diterima. Memori kasasi yang sudah diterima di Pengadilan Niaga beserta permohonan kasasi kemudian disampaikan kepada pihak termohon kasasi dalam waktu 7 tujuh hari. Termohon kasasi dapat menyampaikan kontra memori kasasi dalam waktu 14 empat belas hari sejak yang bersangkutan menerima memori kasasi tersebut. Jika termohon kasasi tidak menyampaikan memori kasasi, tidak ada masalah, karena bukan merupakan kewajibannya. Dalam pemeriksaan tingkat kasasi pada umumnya tidak memperhatikan kontra memori kasasi. Meskipun demikian bagi termohon kasasi sebaiknya mengajukan saja kontra memori kasasi karena setidaknya termohon kasasi telah mematuhi apa yang telah dikehendaki oleh Undang-Undang. 28 Setiap orang atau badan hukum yang bermaksud hendak mengajukan tuntutan hak kepada pihak lain guna memperoleh perlindungan hak serta Setelah berkas perkara kasasi sudah lengkap selanjutnya panitera Pengadilan Niaga mengirim berkas tersebut ke Mahkamah Agung dalam waktu 14 empat belas hari setelah kontra memori kasasi diterima dari termohon kasasi. Lamanya persidangan sampai dengan putusan untuk perkara pelanggaran hak cipta di tingkat kasasi sama dengan persidangan di Pengadilan Niaga yaitu 90 sembilan puluh hari. Pemeriksaan sidang permohonan kasasi mulai dilakukan paling lama 60 enam puluh hari setelah permohonan kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Kemudian perkara tersebut harus diputus oleh Mahkamah Agung dalam waktu 90 sembilan puluh hari sejak permohonan kasasi diterima. Setelah perkara diputus, panitera Mahkamah Agung menyampaikan salinan putusan kasasi beserta berkas perkara kepada panitera Pengadilan Niaga dalam waktu 7 tujuh hari setelah putusan diucapkan. Selanjutnya jurusita Pengadilan Niaga diwajibkan menyampaikan salinan putusan tersebut dalam waktu 7tujuh hari kepada para pihak yang bersengketa setelah putusan kasasi diterima di kepaniteraan.

B. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam Gugatan ganti Rugi