Secara Lingkungan Secara Biologi Kerangka Konsep

16 Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

a. Secara Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN , misalnya sarang nyamuk dengan cara mengeringkan genangan air yang menjadi tempat berkembangbiaknya, membakar sampah yang menjadi tempat lalat bertelur dan tempat-tempat persembunyian serangga pengganggu. Termasuk dalam pengendalian serangga adalah mencegah terjadinya kontak antara serangga dengan manusia, misalnya dengan memasang kawat kasa atau kawat nyamuk insect-screen di jalan angin, pintu atau jendela rumah Soedarto, 1992. Cara yang hingga saat ini masih dianggap paling tepat untuk mengendalikan penyebaran penyakit demam berdarah adalah dengan mengendalikan populasi dan penyebaran vektor. Program yang sering dikampanyekan di Indonesia adalah 3M+1T Wikipedia, 2008, yaitu:  Menguras bak mandi, untuk memastikan tidak adanya larva nyamuk yang berkembang di dalam air dan tidak ada telur yang melekat pada dinding bak mandi.  Menutup tempat penampungan air sehingga tidak ada nyamuk yang memiliki akses ke tempat itu unutk bertelur.  Mengubur barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur. 17  Telungkupkan barang bekas sehingga tidak dapat menampung air hujan dan dijadikan tempat nyamuk bertelur.

b. Secara Biologi

Pengendalian secara biologi adalah pengendalian serangga dengan menggunakan predator binatang pemangsa serangga, menyebarkan parasit penyebab penyakit pada serangga dengan tujuan untuk menurunkan populasinya secara alami tanpa mengganggu ekologi Soedarto, 1992. Contoh Predator tersebut terdiri dari Ikan pemakan larva yaitu ikan kepala timah, cupang dan gambus yang sudah semakin banyak digunakan untuk mengendalikan nyamuk Ae. aegypti di kumpulan air yang banyak atau di kontainer air yang besar, bakteri penghasil endotoksin yaitu Bacillus Thuringies serotipe H-14 Bt: H-14 dan Bacillus sphaericusBs adalah efektif untuk mengendalikan nyamuk.

c. Secara Kimia

Bahan kimia yang banyak digunakan dalam pemberantasan Ae. aegypti ialah golongan organophospat. Malathion digunakan untuk memberantas nyamuk dewasa, sedangkan temephos digunakan untuk jentiknya. Malathion digunakan dengan cara pengasapan fogging, karena kebiasaan beristirahat Ae. aegypti ialah pada benda yang bergantungan. Temephos yang biasa digunakan berebentuk butiran pasir sandgranules dan ditaburkan di tempat penampungan air. Penggunaan larvasida ini dalam posisi 1 ppm mampu mencegah infestasi jentik Ae. aegypti selama 2 - 3 bulan. Pengaruh residu temephos ini disebabkan karena bahan aktifnya dilepas secara perlahan slow release dan menempel pada pori – pori dinding sebelah dalam dari tempat penampungan air. 18 Upaya lain dalam memutus mata rantai kehidupan nyamuk yakni dengan perangkap telur ovitrap. Ovitrap adalah alat pemancing nyamuk untuk bertelur di dalamnya. Ketika telur berkembang menjadi nyamuk dewasa, nyamuk akan terperangkap di dalam ovitrap, dan akhirnya mati Anonimous, 2008. Ovitrap dapat berupa bejana, misalnya, cangkir cup kaleng seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik yang dinding sebelah dalamnya di cat hitam, dan ember kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan paddle berupa potongan kayu, bilah bambu atau kain yang tenunannya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan telur bagi nyamuk. Dapat dilihat pada gambar 2.1. berikut ini : Gambar 2.1. Ovitrap Wikimedia, 2008

2.1.6. Suhu

Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat mempengaruhi kelangsungan hidup serta populasi nyamuk di lingkungan. Rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°-27°C. Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10°C atau lebih dari 40°C Sugito, 1990. 19

2.1.7. Kelembaban

Kelembaban udara sangat mendukung dalam kelangsungan hidup nyamuk mulai dari telur, larva, pupa hingga dewasa. Kelembaban yang sesuai adalah sekitar 70 - 89 Jumar, 2000.

2.1.8. Derajat Keasaman Air pH

Derajat keasaman dengan kertas lakmus, untuk menunjukkan keasaman air. yang disenangi pada tempat perkembangbiakan nyamuk. Larva aedes dapat hidup pada air dengan pH antara 5,8 – 8,6 Hidayat, 1997. 2.2. Tinjauan Tentang Insektisida Nabati 2.2.1. Pengertian Insektisida Nabati Secara umum, insektisida nabati diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas. Oleh karena terbuat dari bahan alami nabati maka jenis insektisida ini bersifat mudah terurai biodegradable di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Insektisida nabati bersifat “pukul dan lari” hit and run, yaitu apabila diaplikasikan akan membunuh serangga pada waktu itu dan setelah serangganya terbunuh maka residunya akan cepat menghilang di alam Kardinan, 2004. Senyawa bioaktif yang terdapat pada tanaman dapat dimanfaatkan seperti layaknya insektisida sintetik. Perbedaannya adalah bahan aktif pada insektisida nabati disintesa oleh tumbuhan dan jenisnya dapat lebih dari satu macam campuran. Bagian tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, kulit, batang, dan sebagainya dapat 20 digunakan dalam bentuk utuh, ekstraksi dengan air atau senyawa pelarut organik, ataupun bubuk Naria, 2005.

2.2.2. Pembuatan Insektisida Nabati

Pembuatan insektisida nabati dapat dilakukan secara sederhana atau secara laboratorium. Cara sederhana jangka pendek dapat dilakukan dengan penggunaan ekstrak sesegera mungkin setelah pembuatan ekstrak dilakukan. Cara laboratorium jangka panjang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli yang sudah terlatih. Hal tersebut menyebabkan produk insektisida nabati menjadi mahal. Hasil kemasannya memungkinkan untuk disimpan relatif lama. Untuk menghasilkan bahan insektisida nabati dapat dilakukan dengan teknik sebagai berikut Kardinan, 2004: 1. Penggerusan, penumbukan, atau pengepresan untuk menghasilkan produk berupa tepung, abu, atau pasta. 2. Rendaman untuk produk ekstrak 3. Ekstraksi dengan menggunakan bahan kimia pelarut disertai perlakuan khusus oleh tenaga yang terampil dan dengan peralatan yang khusus. Untuk mengendalikan serangga-serangga yang terbang seperti nyamuk Ae. aegypti, insektisida yang diperlukan untuk menyemprot adalah insektisida yang mengandung racun perut atau racun kontak. Penyemprotan dengan hand spray harus diarahkan pada sasaran yang akan disemprot pada jarak 30 - 50 cm. Untuk mendapatkan distribusi semprotan yang sama harus dilakukan secara merata baik dari atas atau memutar dari samping Djojosumarto, 2000. 21 Untuk menjauhkan serangga atau gangguan oleh serangga terhadap manusia dengan bahan-bahan kimia adalah Repellent yang digunakan dengan cara menggosokkannya pada tubuh atau menyemprotkannya pada pakaian. Oleh karena itu repellent harus memenuhi syarat yaitu tidak mengganggu pemakainya, tidak melekat atau lengket, baunya menyenangkan pemakainya dan orang sekitarnya, tidak menimbulkan iritasi pada kulit, tidak beracun, tidak merusak pakaian, dan daya pengusir terhadap serangga hendaknya bertahan cukup lama. DEET N,N-diethyl-m- toluamide adalah salah satu contoh repellent yang tidak berbau, akan tetapi repellent ini menimbulkan rasa terbakar jika mengenai mata, luka atau jaringan membranous. Repellent digunakan dalam berbagai bentuk, misalnya berbentuk cairan, pasta atau semprotan yang ditujukan pada pakaian Soedarto, 1992. Interval jarak taraf perlakuan harus memberi peluang kepada peneliti untuk mendapatkan perlakuan terbaik yang memberikan pengaruh maksimum. Semakin tinggi derajat ketelitian yang diinginkan dan semakin heterogen lingkungan kondisi percobaan, jumlah ulangan harus lebih banyak. Secara umum, ulangan minimal untuk percobaan harus 3 tiga kali Hanafiah, 2008.

2.2.3. Keunggulan dan Kelemahan Insektisida Nabati

Penggunaan insektisida nabati memiliki keunggulan dan kelemahan, yaitu Naria, 2005: 1. Keunggulan a. Insektisida nabati tidak atau hanya sedikit meninggalkan residu pada komponen lingkungan dan bahan makanan sehingga dianggap lebih aman daripada insektisida sintetis kimia. 22 b. Zat pestisidik dalam insektisida nabati lebih cepat terurai di alam sehingga tidak menimbulkan resistensi pada sasaran. c. Dapat dibuat sendiri dengan cara yang sederhana. d. Bahan pembuat insektisida nabati dapat disediakan di sekitar rumah. e. Secara ekonomi tentunya akan mengurangi biaya pembelian insektisida. 2. Kelemahan a. Frekuensi penggunaan insektisida nabati lebih tinggi dibandingkan dengan insektisida sintetis. Tingginya frekuensi penggunaan insektisida botani adalah karena sifatnya yang mudah terurai di lingkungan sehingga harus lebih sering diaplikasikan. b. Insektisida nabati memiliki bahan aktif yang kompleks multiple active ingredient dan kadang kala tidak semua bahan aktif dapat dideteksi. c. Tanaman insektisida nabati yang sama, tetapi tumbuh di tempat yang berbeda, iklim berbeda, jenis tanah berbeda, umur tanaman berbeda, dan waktu panen yang berbeda mengakibatkan bahan aktifnya menjadi sangat bervariasi.

2.2.4. Cara Masuk Insektisida

Untuk membunuh serangga, insektisida masuk dalam tuguh serangga melalui lambung, kontak, dan alat pernapasan Wudianto, 2004, yaitu: 1. Insektisida dapat meracuni lambung stomach poisons bila insektisida masuk dalam tubuh bersama bagian tanaman yang dimakannya. Akibatnya alat pencernaan akan terganggu. Insektisida seperti ini sangat efektif untuk mengendalikan serangga yang mulutnya bertipe penggigit dan pengunyah. 23 2. Insektisida kontak contact poisons akan masuk ke dalam tubuh serangga melalui kutikulanya. 3. Insektisida masuk ke tubuhnya melalui pernapasan, misalnya fumigasi hama gudang dapat mematikan hama yang mengisap gas beracun dari fumigan. Sedangkan dilihat dari cara kerjanya, insektisida dibedakan atas peracun fisik, peracun protoplasma, dan peracun pernapasan, yaitu: 1. Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi, yaitu keluarnya cairan tubuh dari dalam tubuh serangga. 2. Insektisi peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh serangga. 3. Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktifitas enzim pernapasan. 2.3. Tinjauan Tentang Cabai Rawit 2.3.1. Deskripsi Cabai Rawit Tanaman cabai berasal dari daratan Benua Amerika, tepatnya di Amerika Latin dengan garis lintang 0 - 30 o LU dan 0 - 30 o LS, mempunyai nama ilmiah Capsicum frutescens, C. penulum, C. baccatum, C. chinense. Karena ukuran buahnya yang kecil, di Indonesia cabai ini dikenal dengan nama cabai rawit Setiadi, 2000. Cabai rawit kadang ditanam orang di pekarangan sebagai tanaman sayur atau tumbuh liar di tegalan dan tanah kosong yang telantar, lebih suka tumbuh di daerah kering, serta ditemukan pada ketinggian 0,5 - 1.250 m di atas permukaan laut Anonimous, 2010. 24

2.3.2. Klasifikasi

Klasifikasi cabai rawit adalah sebagai berikut Rukmana, 2002: Kingdom : Plantae tumbuh-tumbuhan Divisi : Spermatophyta tumbuhan berbiji Subsidi : Angiospermae berbiji tertutup Kelas : Dicotyledonae biji berkeping dua Subkelas : Metachlamidae Ordo : Tubiflorae Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum frutescens Linn.

2.3.3. Karakteristik

Tanaman cabai rawit biasanya tumbuh setahun, tetapi dapat juga tumbuh 2 - 3 tahun Rukmana, 2002. Karakteristik cabai rawit adalah sebagai berikut Setiadi, 2000: Tinggi : 50 – 150 cm Batang : Berbuku-buku, bersudut Daun : Tidak berbulu, bundar telur sampai lonjong, panjangnya 1-12 cm Bunga : Keluar dari ketiak daun; tunggal atau 2–3 bunga berdekatan; mahkota bebentuk bintang berwarna putih, putih kehijau-hijauan, atau ungu; garis tengah 1,75 mm sampai 2,0 mm 25 Buah : Buah tegak pada hibrida merunduk; bentuk bulat telur atau jorong; panjang 1-3 cm; lebar 2,5 mm-12 mm. Warna Buah : - Buah Muda : Hijau tua; putih; putih kehijau-hijauan - Buah Tua : Dari hijau kemerah-merahan, lalu merah; dari putih menjadi kuning kemerah-merahan, lalu berubah merah menyala jingga; dari putih kehijau-hijaun menjadi kemerah-merahan, lalu menjadi merah.

2.3.4. Jenis dan Varietas

Berdasarkan tampilan buahnya, cabai rawit dibedakan menjadi tiga jenis Rukmana, 2002 , sebagai berikut: 1. Cabai Rawit Jemprit Ciri - ciri buah cabai rawit jemprit adalah kecil dan pendek, berdiri tegak pada ketiak-ketiak daun. Buah memiliki panjang 1 cm – 2 cm dan lebar atau diameter 0,5 cm – 1 cm. Buah yang masih muda berwarna hijau dan setelah tua masak berubah menjadi merah tua. Rasa sangat pedas, hingga dapat merangsang selaput gendang telinga. Gambar 2.2 Cabai Rawit Jemprit Sumber: Pusat Data dan Informasi PERSI 2003 26 2. Cabai Rawit Cengek Ciri-ciri buah cabai rawit cengek adalah panjang dan langsing, lebih besar daripada cabai rawit jemprit, berdiri tegak pada ketiak - ketiak daun. Buah memiliki panjang 4 cm – 6 cm dan lebar diameter 1 cm – 1,5 cm. Buah muda berwarna putih, tetapi setelah tua matang berubah menjadi merah kekuning - kuningan. Rasanya pedas, tetapi tidak sepedas cabai jemprit. Gambar 2.3 Cabai Rawit Cengek Sumber: Pusat Data dan Informasi PERSI 2003 3. Cabai Rawit Ceplik Ciri-ciri buah cabai rawit ceplik adalah agak besar dan gemuk. Berukuran panjang 3 cm – 4 cm, lebih besar daripada cabai jemprit. Buah muda berwarna hijau, tetapi setelah tua berubah menjadi merah tua. Rasanya cukup pedas, tetapi tidak sepedas cabai jemprit. Gambar 2.4 Cabai Rawit Ceplik Sumber: Majalah Online Indonesia 2010 27

2.3.5. Habitat

Tanaman cabai rawit mempunyai daya adaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh agroekologi di daerah subtropis dan tropis. Di Indonesia, tanaman cabai rawit dapat dibudidayakan di daratan rendah sampai dataran tinggi pegunungan Rukmana, 2002. Daerah tumbuh cabai rawit yang paling cocok yaitu dataran dengan ketinggian antara 0 - 500 m dari permukaan laut, suhu yang paling ideal untuk perkecambahan benih cabai adalah 25 - 30 o C, sedangkan untuk pertumbuhannya adalah 24 - 28 o C. Jika suhunya terlalu rendah pertumbuhan tanaman terhambat. Intensitas cahaya matahari sekurang-kurangnya selama 10 - 12 jam untuk fotosintesis, pembentukan bunga dan buah, serta pemasakan buah. Kelembapan relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 80. Pada musim hujan, kelemabapan akan tinggi, sehingga menanam cabai pada musim ini akan menghadapi risiko terkena serangan bakteri dan cendawan. Derajat keasaman tanah pH yang paling ideal untuk tanaman cabai adalah 6 - 7 Wiryanta, 2002.

2.3.6. Kandungan Kimia

Cabai rawit mengandung zat capsaicin, minyak atsiri capsitol dan bioflavonoids serta nutrisi gizi yang cukup tinggi Rukmana, 2002. Kapsaikin yang merupakan unsur aktif dan pokok yang berkhasiat terdiri dari empat komponen kapsaikinoid, yaitu dihydrocapsaicin, nordihydrocapsaicin, homocapsaicin, dan homodihydrocapsaicin. 28 Cabai rawit juga mengandung senyawa ascorbic acid. Menurut Syamsuhidayat dan Hutapea 1991 dikutip oleh Wakhyulianto 2005 bahwa di dalam cabai rawit terkandung senyawa saponin, flavonoida dan tannin.

2.3.7. Manfaat

Cabai rawit banyak digunakan untuk terapi kesehatan. Berbagai hasil penelitian membuktikan bahwa buah cabai dapat membantu menyembuhkan kejang otot, rematik, sakit tenggorokan, dan alergi Wiryanta, 2002. Cabai rawit rasanya pedas, sifatnya panas, tumbuhan ini berkhasiat tonik stimultan kuat untuk jantung dan aliran darah membantu menghancurkan bekuan darah antikoagulan, dan meningkatkan nafsu makan. Minyak atsiri capsitol dapat dimanfaatkan sebagai pengganti minyak kayu putih untuk mengurangi meringankan rasa pegal-pegal, sesak napas, gatal-gatal dan encok karena bersifat analgesik. Rukmana, 2002. Data hasil penelitian Tyas Ekowati Prasetyoningsih 1987 yang dikutip oleh Setiawan Dalimartha 2004, menunjukkan bahwa ekstrak cabai rawit dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans. Candida albicans adalah spesies dari candida yang menyebabkan infeksi pada membran mukosa mulut thrush def 1, dan infeksi saluran pernapasan bronkokandidiasis. 29

2.4. Kerangka Konsep

2.5. Hipotesa Penelitian